Anda di halaman 1dari 12

Leatemia et.

al: Kepadatan Makrozoobentos di Daerah Bervegetasi p-ISSN 2550-1232


e-ISSN 2550-0929

KEPADATAN MAKROZOOBENTOS DI DAERAH


BERVEGETASI (LAMUN) DAN TIDAK BERVEGETASI
DI TELUK DORERI MANOKWARI
Macrozoobenthos Abundance in the Vegetated (Seagrass)
and Un-vegetated Areas of Doreri Bay-Manokwari

Simon P.O Leatemia1*, Enriani L. Pakilaran1 dan Herry Kopalit1


1
Jurusan Perikanan, FPIK UNIPA, Manokwari, 98314, Indonesia
*Korespondensi: simonleatemia@yahoo.com

ABSTRAK
Daerah bervegetasi lamun merupakan habitat berbagai jenis hewan, termasuk hewan
bentos yang berperan penting dalam rantai makanan pada ekosistem lamun. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui komposisi, kepadatan, keanekaragaman dan dominansi spesies
makrozoobentos pada daerah bervegetasi lamun dan tidak bervegetasi. Pengambilan sam-
pel dilakukan pada 4 stasiun di Teluk Doreri, dengan alat corer yang berdiameter 3 inchi,
dan dibenamkan sedalam 20 cm dari permukaan substrat. Hasil penelitian menunjukkan
komposisi spesies makrozoobentos di daerah bervegetasi (lamun) lebih tinggi (125 spesies)
dibandingkan daerah yang tidak bervegetasi (58 spesies), yang didominasi oleh gastropoda.
Demikian pula dengan kepadatan spesies yang lebih tinggi pada daerah bervegetasi lamun
(0,070-0,085 ind/2738,06 cm3), dibandingkan dengan daerah yang tidak bervegetasi
(0,035-0,067 ind/2738,06 cm3) pada semua stasiun. Hasil uji t juga menunjukkan ada
perbedaan yang nyata antara kepadatan makrozoobentos yang ditemukan di daerah
bervegetasi dan daerah tidak bervegetasi.

Kata kunci: makrozoobenthos, lamun, Teluk Doreri

ABSTRACT
Area of seagrasses vegetation are the habitat of various types of animals, including
benthic animals were they play an important role in the food chain of the seagrass ecosys-
tem. This study aimed to determine the composition, abundance, diversity and dominance
of macrozoobenthic species in vegetated and non-vegetated seagrassses.Sampling was
conducted on 4 stations in Doreri Bay, with a 3 inch diameter of corer, and immersed as
deep as 20 cm from the surface of the substrate. The results showed that the composition
of macrozoobenthic species in the vegetated areas (seagrasses) was higher (125 species)
than non-vegetated (58 species), was dominated by the gastropod. Similarly, higher density
of the species in the seagrassed vegetation area (0.070-0.085 ind / 2738.06 cm3), compared
with non-vegetated (0.035-0.067 ind / 2738,06 cm3) regions in all stations. The t test results
also mean there is a marked difference between the density of macrozoobenthos found in
vegetated and non-vegetated regions.

Key words: Macrozoobenthos, seagrass, Doreri Bay

©Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, Vol. 1 No. 1 Mei 2017,www.ejournalfpikunipa.ac.id 15


Leatemia et.al: Kepadatan Makrozoobentosdi Daerah Bervegetasi p-ISSN 2550-1232
e-ISSN 2550-0929

PENDAHULUAN mukan bahwa kekayaan dan kepadatan spe-


sies lebih tinggi di daerah bervegetasi
Pengkajian kualitas perairan dapat
dibanding daerah yang tidak bervegetasi. Se-
dila-kukan dengan berbagai cara, seperti
baliknya Levin et al., 1998 menemukan
dengan analisis fisika dan kimia air, serta
kelimpahan makrozoobenthos yang lebih
analisis biologi. Perairan yang dinamis,
tinggi pada daerah bervegetasi (Spartina
analisis fisika dan kimia air kurang mem-
marsh), namun kekayaan spesies lebih tinggi
berikan gambaran sesungguhnya mengenai
pada daerah tidak bervegetasi dengan sub-
kualitas perairan dan dapat menyebabkan
strat berlumpur. Selain itu Lana & Guiss
penyimpangan yang kurang menguntung-
(1992) menemukan hubungan yang negative
kan, karena kisaran nilainilai perubahan-
antara bio-massa tumbuhan dengan jumlah
nya sangat dipengaruhi oleh keadaan se-
epifauna di pantai Selatan Brazil.
saat. Butler (1978) menyatakan bahwa
Perairan Manokwari khususnya dae-
dalam lingkungan yang dinamis, analisis
rah pe-sisir yaitu Pantai Rendani, Pulau
biologi khususnya analisis struktur komu-
Mansinam, Pulau Lemon, Pantai Briosi
nitas hewan bentos (komposisi, kepadatan,
BLK (Balai Latihan Kerja), Pantai Padarni
keanekaragaman, keseragaman, dan domi-
dan perairan Pantai Wosi, khususnya ka-
nansi), dapat memberikan gambaran yang
rena Pantai Wosi merupakan perairan pe-
jelas tentang kuali-tas perairan.
sisir dengan ekosistem lamun yang cukup
Organisme bentos adalah organisme
luas namun sangat berpotensi tercemar
yang hidup di dasar, baik yang hidup di
limbah antropoganik. Seiring dengan dija-
permukaan maupun di bawah permukaan
dikannya Manokwari sebagai Ibu Kota
yang menempel, merayap dan yang ber-
Provinsi Papua Barat, aktivitas pembangu-
gerak di dasar perairan. Bentos memiliki
nan yang diarahkan ke wilayah pesisir
peranan yang sangat penting yaitu sebagai
tidak dapat dihindari. Dampak pemba-
mata rantai penghubung dan aliran energi,
ngunan ini berpeluang menyebabkan terja-
sebagai penyedia makanan bagi tingkat
dinya pencemaran lingkungan yang pada
trofik yang lebih tinggi, dan bentos me-
akhirnya merusak ekosistem serta orga-
rupakan salah satu parameter biologi yang
nisme di pesisir dan laut yang membuat
dapat digunakan untuk mengetahui kua-
keseimbangan lingkungan terganggu. Me-
litas perairan karena hidupnya relatif
lihat kondisi ini perlu dila-kukan penelitian
menetap, tidak bermigrasi walaupunada
untuk mengetahui apakah kepadatan ma-
perubahan kondisi lingkungan, mudah di-
krozoobentos di daerah bervegetasi (la-
ambil, sensitif terhadap polusi organik.
mun) lebih tinggi dibandingkan dengan
Ekosistem lamun merupakan salah satu
daerah yang tidak bervegetasi yang ada di
ekosistem penunjang kehidupan di wilayah
Teluk Doreri.
pesisir dan laut yang memiliki kemampuan
Penelitian ini bertujuan untuk menge-
sebagai penyaring dan pengikat se-dimen
tahui komposisi, kepadatan, keanekara-
dan nutrien, serta memberi oksigen ba-gi
gaman, keseragaman dan dominansi makro-
organisme laut, selain itu juga berfungsi
zoobentos di daerah bervegetasi lamun dan
sebagai tempat bertelur dan mencari makan
tidak bervegetasi.
bagi organisme laut, di antaranya adalah
hewan bentos.
METODE PENELITIAN
Banyak penelitan yang menjelaskan
dam-pak tumbuhan makrofita terhadap kum- Pengambilan contoh makrozoobentos
pulan epifauna (Mouillot et al., 2005 a, b). di-lakukan di perairan pesisir Teluk Doreri,
Beberapa pe-nelitian lainnya juga telah men- yaitu di pesisir Pulau Lemon (Stasiun I),
jelaskan kelimpahan dan keanekaraga-man Padarni (Stasiun II), Wosi (Stasiun III) dan
makrozoo-bentos pada daerah bervegetasi Rendani (Stasiun IV) yang dapat dilihat
lamun dan tidak bervegetasi (Bergey et al., pada Gambar 1. Pengambilan data di-
1992; Connolly, 1997; Mistri et al., 2000; lakukan pada bulan Maret sampai Juli
Hedgel & Kriwoken, 2001), mereka mene- 2013. Jumlah titik pengambilan contoh
dilakukan sebanyak 8 titik pada daerah

16 ©Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, Vol. 1 No. 1 Mei 2017,www.ejournalfpikunipa.ac.id


Leatemia et.al: Kepadatan Makrozoobentos di Daerah Bervegetasi p-ISSN 2550-1232
e-ISSN 2550-0929

bervegetasi (lamun) dan 8 titik pada daerah persen komulatif substrat berdasarkan
tidak bervegetasi pada tiap stasiun. Setiap Tabel skala Wentworth/Udden, yang di-
lamun yang ditemukan pada titik peng- kelompokkan berdasarkan persentase liat
ambilan contoh pada setiap stasiun, (ukuran ayakan <0,038 µm), debu (uku-
diidentifikasi dengan mengacu pada buku ran ayakan 0,063-0,038µm) dan pasir (u-
identifikasi menurut Lanyon (1968), Mc- kuran ayakan 2-0,063 µm) (Bale & Kenny
Kenzie et al. (2003) dan Susetiono (2004). , 2005). Penentuan tipe substrat dilakukan
Pengambilan contoh makrozooben- berdasarkan kamposisi persentase substrat
tos dilakukan saat kondisi air surut di yang dominan dari hasil analisis.
daerah bervegetasi (lamun) dan tidak ber- Dalam penelitian ini dilakukan pula
vegetasi dengan menggunakan corer yang pengukuran beberapa parameter fisika-
berdiameter 3 inch. Substrat dasar diambil kimia air, seperti suhu, salinitas, pH, dan
sedalam 20 cm, pada daerah bervegetasi oksigen terlarut (dissolved oxygen) yang
dan tidak bervegetasi. Pada masing-mas- dilakukan secara in situ. Kepadatan spe-
ing daerah diambil sebanyak 4 titik pe- sies makrozoobentos pada tiap stasiun
ngambilan sampel secara acak. Substrat diketahui berdasarkan rumus kepadatan
yang diperoleh diletakkan di atas ayakan (Odum, 1993)
dengan mesh size 0,5 mm, kemudian
diayak untuk memisahkan organisme dari 𝑛𝑖
𝐾=
substrat dan serasah. Contoh substrat yang 𝐴
tertinggal diayakan di-masukkan ke da-
lam plastik sampel dan diberi pengawet Keterangan: K = kepadatan (ind/cm3), ni
formalin 4 % yang telah dicampur rose = jumlah spesies ke-i, A = luas area
bengal. Setelah itu, subs-trat di-sortir di penga-matan (cm3).
atas baki untuk memisahkan orga-nisme Nilai kepadatan spesies makrozoo-
dari substrat dan serasah lamun. Makro- bentos ini selanjutnya diuji lanjut untuk
zoobentos yang diperoleh dimasukkan ke menentukan apakah ada perbedaan yang
dalam botol sampel dan dibawa ke labora- nyata antara kepadatan spesies makrozoo-
torium untuk diidentifikasi. Makrozooben- bentos pada daerah bervegetasi lamun dan
tos yang berukuran kecil diidentifikasi tidak bervegetasi, meng-gunakan uji t.
dengan bantuan mikroskop binokuler, se- Keanekaragaman makrozoobentos dike-
dangkan yang berukuran agak besar dan tahui berdasarkan Indeks keanekaraga-
jelas terlihat diidentifikasi dengan bantuan man Shannon-Wienner (Krebs, 1989),
kaca pembesar. keseragman spesies berdasarkan indeks
Identifikasi makrozoobentos dilaku- keseragaman (Brower & Zar, 1990), dom-
kan berdasarkan buku petunjuk Dharma inansi spesies berdasarkan indeks domi-
(1988, 1992, 2005); Day (1962). Selain itu nansi Simpson (Odum, 1993), dan Indeks
juga diambil sampel substrat tepat di Kesamaan Komunitas berdasarkan Indeks
samping titik pengambilan contoh makro- Sorenson (Wolda, 1981).
zoobentos. Contoh substrat selanjutnya
dibilas dengan air tawar untuk menghi- 2𝑐
𝐼𝑆 = 𝑥 100 %
langkan kadar garam sehingga tidak 𝑎+𝑏
mempengaruhi hasil analisis. Contoh sub- Keterangan:
strat kemudian dikeringkan di bawah sinar IS = indeks Sorenson (%), a = jumlah spe-
matahari selama 4-5 hari (matahari dalam sies di lokasi a, b = jumlah spesies di lo-
kondisi bersinar penuh atau terik) hingga kasi b, c = jumlah spesies di lokasi a dan
beratnya konstan. Setelah kering, contoh b. Apabila nilai IS > 75 % berarti spesies
subs-trat diambil sebanyak 100 gr, makrozoo-bentos pada kedua lokasi sama,
kemudian disaring pada ayakan berting- dan seba-liknya jika < 75 % maka spesies
kat. Hasil ayakan yang tertinggal di tiap makrozoobentos pada kedua lokasi tidak
saringan dengan ukuran mata ayakan ber- sama.
beda, selanjutnya ditimbang. Data be-rat
(gr) yang diperoleh, kemudian dihitung

©Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, Vol. 1 No. 1 Mei 2017,www.ejournalfpikunipa.ac.id 17


Leatemia et.al: Kepadatan Makrozoobentosdi Daerah Bervegetasi p-ISSN 2550-1232
e-ISSN 2550-0929

Sumber:CitraLandsat

Gambar 1. Stasiun pengambilan data di Teluk Doreri, Manokwari

HASIL DAN PEMBAHASAN besar tersusun dari sedi-men carbonat


yang terdiri dari pasir dan pecahan karang.
Tipe substrat dan kualitas air
Hasil pengukuran suhu di empat
Stasiun I di Pulau Lemon memiliki stasiun pada daerah bervegetasi lamun
struktur dasar pantai ke arah lereng secara dan tidak bervegetasi, berkisar antara 29-
berurutan adalah pasir, pasir bercampur 300C. Suhu terendah terdapat pada stasiun
karang mati, hamparan lamun, terumbu II yaitu 29 0C. Kisaran nilai tersebut masih
karang yang landai, hingga lereng terum- berada pada kisaran toleransi hewan
bu karang. Stasiun II di Padarni memiliki makrozoobentos. Menurut Sukarno
tipe substrat ke arah laut secara berurutan (1988), suhu dapat membatasi sebaran
adalah pasir, lumpur ber-pasir, pasir ber- hewan makrozoobentos secara geografis
batu dan patahan karang mati, hamparan dan suhu yang baik untuk pertumbuhan
lamun, lereng terumbu karang. Kondisi he-wan bentos berkisar antara 25-360C.
perairan di stasiun II tidak terlalu jernih
Pada semua stasiun di daerah berve-
dibandingkan stasiun I. Stasiun III di
getasi, ditemukan kisaran oksigen terlarut
Wosi memiliki karakter dasar perairan
(DO) antara 2,13-9 mg/l. Kisaran DO
pantai yang landai, yang didominasi oleh
terendah ditemukan stasiun II, dan stasiun
pasir dan cukup luas. Stasiun Wosi
dengan kan-dungan DO yang paling ting-
terletak di dalam Teluk kecil, sehingga
gi di stasiun III. Konsentrasi DO yang ren-
relatif terlindungi. Tipe sedimen di stasiun
dah sangat berkaitan dengan waktu pen-
III adalah terrigenous dan kondisi perai-
gukuran yang dilakukan saat surut te-ren-
rannya lebih keruh karena merupakan
dah di hamparan lamun. Kondisi yang
daerah muara Sungai Wosi. Stasiu IV di
sama juga dinyatakan oleh Pescod (1973),
Rendani merupakan daerah rataan
bahwa kan-dungan oksigen terlarut mini-
terumbu karang yang landai dan cukup lu-
mal 2 mg/l untuk dapat mendukung kehi-
as, juga ter-dapat ekosistem mangrove
dupan organisme secara normal di pera-
yang tidak luas pada bagian tepi pantai.
iran tropis. Oksigen terlarut yang terukur
Substrat perairan di stasiun IV sebagian
pada semua stasiun penelitian di daerah

18 ©Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, Vol. 1 No. 1 Mei 2017,www.ejournalfpikunipa.ac.id


Leatemia et.al: Kepadatan Makrozoobentos di Daerah Bervegetasi p-ISSN 2550-1232
e-ISSN 2550-0929

yang tidak bervegetasi berkisar antara daerah tidak bervegetasi berada pada
2,20-7,83 mg/l. Kisaran DO terendah kisaran toleransi makrozoobentos, namun
ditemukan di stasiun III dan yang tertinggi pH air yang diperoleh menunjukan kisa-
di stasiun I. Kandungan oksigen terlarut ran antara 2,80-8,29. Kisaran pH air teren-
ini cenderung lebih rendah bila diban- dah ditemukan di Stasiun II, ini terlihat
dingkan dengan daerah bervegetasi pada dari komposisi makrozoobentos yang di-
tiap stasiun. Hal ini disebabkan karena temukan paling sedikit dibandingkan
oksigen terlarut dalam perairan berasal stasiun lainnya. Kisaran pH yang lebar
dari proses fotosintesis oleh tumbuhan mempenga-ruhi kehidupan makrozoo-
(lamun, alga maupun fitoplankton), dan bentos di kedua sta-siun tersebut. Hasil ini
difusi dari udara (APHA, 1989). diperkuat oleh pernya-taan Hynes (1978)
Salinitas pada daerah bervegetasi menyatakan bahwa nilai pH ± <5 dan >9
dan ti-dak bervegetasi berkisar antara 27- menciptakan kondisi yang tidak meng-
35 ‰. Salinitas terendah terdapat di sta- guntungkan bagi kebanyakan organisme
siun II dan III. Kondisi ini terkait dengan makrozoobentos.
masukan air tawar yang berasal dari Pada daerah bervegetasi di Stasiun I
daerah sekitarnya, seperti aliran sungai sam-pai IV memiliki tipe substrat yang
kecil dari permukiman penduduk di Pa- didominasi oleh pasir berlempung. Ditin-
darni maupun sungai yang bermuara di jau dari kebiasaan makannya, makrozoo-
dekat pasar Wosi. Salinitas di stasiun I dan bentos yang banyak ditemukan adalah
IV yang terukur yaitu 30-35 ‰, lebih kelompok organisme pemakan deposit
tinggi dibandingkan stasiun lainnya. Ke- (deposit feeder), pemakan substrat dan
lompok makrozoobentos yakni Gastro- karnivora (Barnes, 1987). Organisme
poda, Bivalvia, dan Krustacea yang dite- yang ditemukan adalah Gastropoda, Bi-
mukan di stasiun I dan IV termasuk valvia, dan krustasea. Kelompok orga-
spesies yang toleran terhadap kisaran nisme tersebut merupakan kelompok or-
salinitas yang sempit (steno-haline). ganisme yang cukup baik untuk ber-
Salinitas yang terukur di Stasiun II dan III adaptasi terhadap dinamika kondisi
berkisar antara 27-28 ‰. Spesies makro- substrat dasar perairan dalam mencari ma-
zoobentos dari kelompo Gastropoda, Bi- kanan.
valvia, dan Polikaeta yang ditemukan di Pada daerah yang tidak bervegetasi,
stasiun II dan III merupakan spesies yang tipe substrat di setiap stasiun berbeda-beda.
tolerir terhadap kisaran salinitas yang le- Stasiun I didominasi oleh substrat lempung
bar (euryhaline) (Nybakken, 1992). Nilai berpasir, stasiun II didominasi oleh substrat
pH menunjukkan derajat keasaman/ ke- lempung berpasir dan pasir, stasiun III oleh
basaan suatu perairan. Nilai pH di semua substrat pasir berlempung, dan stasiun IV
stasiun pada daerah bervegetasi, pH didominasi oleh substrat pasir dan lem-
substrat adalah 6-7,4 dan pH air 7-8,04. pung berpasir. Menurut Odum (1993), he-
Nilai pH substrat dan air yang terukur wan bentos pe-makan deposit melimpah
tergolong normal (APHA,1989), masih pada sedimen lempung dan lunak, dan orga-
berada dalam kisaran toleransi nisme yang ter-masuk kelompok ini adalah
makrozoobentos. Pennak (1978) menga- Polikaeta dan Krustasea. Hewan bentos
takan bahwa nilai pH yang mendukung yang hidup pada butiran pasir atau lumpur
kehidupan Moluska berkisar antara 5,7- adalah kelompok Moluska, Polikaeta dan
8,4. Hal ini dibuktikan dengan komposisi Krus-tasea (Odum,1993). Kelas Polikaeta
spesies yang relatif sama pada stasiun de- adalah kelompok yang memiliki permukaan
ngan pH rendah maupun yang paling ting- tubuh yang lunak, yang ditemukan pada
gi berdasarkan hasil pengukuran. Nilai pH substrat pasir berlempung yang mana se-
substrat yang diperoleh pada daerah tidak dimen lempung merupakan daerah yang
bervegetasi berkisar antara 6-7. Makro- mengandung bahan organik tinggi
zoobentos yang ditemukan didominasi (Nybakken, 1992).
oleh kelas Gastropoda dan Bivalvia. Mes-
kipun nilai pH subtrat di empat stasiun di

©Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, Vol. 1 No. 1 Mei 2017,www.ejournalfpikunipa.ac.id 19


Leatemia et.al: Kepadatan Makrozoobentosdi Daerah Bervegetasi p-ISSN 2550-1232
e-ISSN 2550-0929

Komposisi lamun yaitu Halophila ovalis. Komposisi spesies


lamun yang ditemukan di empat stasiun
Berdasarkan hasil penelitian menunjuk-
pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1.
kan bahwa terdapat satu spesies lamun
yang sama pada empat stasiun penelitian,

Tabel 1. Komposisi spesies lamun yang ditemukan pada stasiun penelitian


Stasiun
Spesies Lamun
Pulau Lemon Padarni Wosi Rndani
Cymodocea rotundata + - + +
Cymodocea serrulata -* -** + -**
Halophila ovalis + + + +
Halodule pinifolia + -** -** -
Halodule uninervis -* + + +
Syringodium isoetifolium - + - -**
Enhalus acoroides - - -** -
Keterangan :
+ : Ditemukan pada stasiun penelitian
- : Tidak ditemukan pada stasiun penelitian
*
: Ditemukan oleh Kopalit (2010)
**
: Ditemukan oleh Leatemia (2010)

Hasil pengamatan menunjukkan men dasar perairan (Kennish, 1990). Gas-


bahwa lamun pada stasiun I dan IV tumbuh tropoda dan hewan bentos lainnya me-
dengan baik karena kedua lokasi ini tidak manfaatkan bahan organik tersebut se-
banyak mengalami gangguan akibat aktivi- bagai sumber makanannya, sehingga ke-
tas penduduk dan kondisi perairannya relatif lompok gastropoda sangat melim-pah di
jernih. Menurut Bengen (2002), lamun daerah bervegetasi lamun. Hal yang sama
hidup di perairan yang dangkal dan jernih dite-mukan oleh Leatemia (2010), yang
pada kedalaman 2-12 m, dengan sirkulasi mene-mukan gastropoda dengan jumlah
air yang baik. Hal ini memungkinkan lamun yang me-limpah pada 4 habitat lamun
dapat dijangkau oleh cahaya matahari se- yang ada di Teluk Doreri.
hingga dapat melakukan fotosintesis untuk Jumlah individu spesies gastropoda
menunjang pertumbuhannya. paling sedikit terdapat di stasiun III di-
bandingkan dengan stasiun lainnya (Gam-
Komposisi dan kelimpahan makrozoo- bar 2a). Hal ini disebabkan oleh kadar
bentos salinitas yang berfluktuasi sehingga hanya
makrozoobentos tertentu yang dapat men-
Makrozoobentos yang ditemukan di
empat stasiun yang bervegetasi lamun ter- tolerir kondisi demi-kian, yang dapat hi-
dup dengan baik. Pada stasiun III, jumlah
diri atas 3 kelas yaitu Gastropoda (74,77
individu spesies Bivalvia lebih dominan
%), Bivalvia (24,77 %), dan Krustasea
yakni sebanyak 29 ind (50,88 %). Jumlah
(0,46 %), yang terbagi dalam 41 famili,
individu spesies Bivalvia yang lebih do-
dan 113 spesies. Pada semua stasiun di
minan didukung oleh tipe substrat pasir
daerah bervegetasi lamun, komposisi
berlempung, yang merupakan habitat
kelas makrozoobentos yang paling do-
minan adalah Gastropoda (Gambar 2a). yang cocok bagi bivalvia.
Kondisi ini berkaitan dengan tipe substrat
di daerah bervegetasi yang didominasi
oleh substrat pasir sampai berlempung.
Substrat yang ada di daerah bervegatasi
banyak me-ngandung bahan organik yang
bersumber dari luruhan daun-daun lamun
yang membusuk dan terperangkap di sedi-

20 ©Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, Vol. 1 No. 1 Mei 2017,www.ejournalfpikunipa.ac.id


Leatemia et.al: Kepadatan Makrozoobentos di Daerah Bervegetasi p-ISSN 2550-1232
e-ISSN 2550-0929

mukan juga oleh Leatemia dan Pat-tiasina


(2008), dimana komposisi dan kelim-
pahan jenis makrozoobentos yang dite-
mukan di Rendani lebih tinggi dari tiga lo-
kasi lainnya di Teluk Doreri, karena sta-
siun Rendani merupakan habitat yang
lebih baik, terdapat hamparan lamun dan
mangrove yang baik sebagai habitat bagi
hewan bentos.

Gambar 2a. Komposisi makrozoobentos


berdasarkan jumlah individu tiap spesies
pada empat stasiun (St) di daerah berveg-
etasi lamun

Pada daerah tidak bervegetasi, mak-


rozoobentos yang ditemukan pada empat
stasiun termasuk dalam 3 kelas, yaitu
Gastropoda (71,65 %), Bivalvia (26,77 %)
dan Polikaeta (1,57 %). Komposisi kelas
paling dominan adalah Gastropoda Gambar 2b. Komposisi makrozoobentos
dengan komposisi paling tinggi pada sta- berdasarkan jumlah individu tiap spesies
siun I dan IV (Gambar 2b). Komposisi pada empat stasiun (St) pada daerah tidak
spesies gastropoda yang tinggi berkaitan bervegetasi
dengan tekstur substrat pada kedua stasiun
yang didominasi oleh substrat pasir dan Kelas yang dominan di empat lokasi
lempung berpasir. Menurut Odum (1993); adalah Gastropoda yaitu 0,239 ind/
Nybakken (1992), hewan bentos yang 2738,06 cm3 yang diikuti kepadatan
domi-nan hidup antara butiran pasir Bivalvia 0,081 ind/2738,06 cm3 dan
maupun lumpur, termasuk dalam ke- Krustasea 0,001 ind/2738,06 cm3 (Tabel
lompok Gastropoda, Polikaeta, Krustasea 2) Kepadatan Gastropoda paling tinggi di
dan kelompok bakteri. daerah bervegetasi amun ditemukan di
Pada Stasiun III, komposisi spesies stasiun I dan IV (0,075 ind /2738,06
Bi-valvia menunjukkan jumlah yang lebih cm3). Tingginya kepadatan gastropoda sa-
banyak. Hal ini disebabkan karena tipe ngat berkaitan dengan tipe substrat pada
subs-trat di stasiun III didominasi oleh kedua stasiun. Habitat lamun menyokong
pasir dan lempung yang merupakan kelimpahan dan kekayaan hewan yang
daerah yang disukai oleh Bivalvia. Pada berasosiasi dengan memberikan struktur
Stasiun III juga ditemukan spesies dari ke- habitat secara fisik (Orth et al. 1984).
las Polikaeta dengan jumlah paling sedikit Hasil uji t untuk membandingkan
yaitu 2 famili yaitu Glyceridae dan Capi- kepadatan antara makrozoobentos di da-
tellidae. erah yang berbeda nyata antara kepadatan
Kepadatan makrozoobentos di makrozoo-bentos di daerah bervegetasi
seluruh stasiun penelitian di daerah berve- dan tidak bervegetasi. Daerah bervegetasi
getasi berkisar antara 0,070-0,084 lamun merupakan habitat yang baik dan
ind/2738,06 cm3. Nilai kepadatan teren- merupakan tempat persinggahan fauna
dah terdapat di Stasiun II (0,070 ind/ yang berasosiasi, karena: (1) vegetasi la-
2738,06 cm3) dan kepadatan tertinggi mun sangat efektif meningkatkan area
terdapat di Stasiun IV (0,084 ind/2738,06 permukaan substrat bagi flora dan fauna
cm3) (Gambar 3). Hasil yang sama dite- epifit; (2) padang lamun mengurangi aksi

©Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, Vol. 1 No. 1 Mei 2017,www.ejournalfpikunipa.ac.id 21


Leatemia et.al: Kepadatan Makrozoobentosdi Daerah Bervegetasi p-ISSN 2550-1232
e-ISSN 2550-0929

arus dan ombak; (3) dapat mengurangi


pergerakan air maka material tersuspensi
dan partikel organik dapat lebih mudah
me-ngendap di padang lamun yang dapat
mening-katkan kesuburan permukaan
padang lamun; (4) kanopi lamun membe-
rikan bayangan pada dasar perairan,
menyebabkan substrat lebih sedikit ter-
kena cahaya matahari dibandingkan da-
erah sekitar yang tidak bervegetasi dan
tidak bervegetasi menunjukkan terima Gambar 3. Kepadatan makrozoobentos
H1, yang berarti ada perbedaan tertutupi. (ind./2738,06 cm3) pada empat stasiun di
Teluk Doreri

Tabel 2. Kepadatan makrozoobentos daerah bervegetasi lamun dan tidak bervegetasi


Daerah bervegetasi Daerah tidak bervegetasi
Stasiun Total Total
Gastropoda Bivalvia Krustasea Gastropoda Bivalvia Polikaeta
I 0,075 0,007 - 0,081 0,056 0,004 - 0,045
II 0,048 0,022 - 0,052 0,034 0,001 - 0,026
III 0,041 0,042 - 0,063 0,016 0,019 0,003 0,028
IV 0,075 0,009 0,001 0,064 0,041 0,026 - 0,051
Total 0,239 0,08 0,001 0,320 0,147 0,05 0,003 0,200
Keterangan:
- = tidak ditemukan

Kepadatan di daerah tidak berve- yang berguna untuk me-ngambil makanan


getasi berkisar antara 0,035-0,067 ind/ dan tergolong pemakan deposit dan pe-
2738,06 cm3. Kepadatan terendah terdapat makan penyaring. Sedimen halus me-
di stasiun II yaitu 0,035 ind/2738,06 ngandung konsentrasi bahan organik yang
cm3dan tertinggi di stasiun IV yaitu 0,067 tinggi sehingga dapat menyokong komu-
ind/2738,06 cm3(Gambar 3). Kelas yang nitas yang melimpah bagi makrozoo-
dominan adalah Gastropoda yaitu 0,147 bentos (Bivalvia) dengan tipe pemakan
ind/2738,06 cm3 yang diikuti kepadatan deposit dan pemakan penyaring (van
Bivalvia 0,081 ind/2738,06 cm3 dan Houte-Howes et al., 2004).
Krustasea 0,003 ind/2738,06 cm3 (Tabel Terlindung dari cahaya matahari
2). Kelas Polikaeta merupakan kelompok yang terang dan terjemur, serta batang
makrozoobentos dengan kepadatan teren- lamun memberikan habitat dan keun-
dah, dan hanya dite-mukan pada stasiun tungan bagi organisme bentos; (5) kondisi
III. perhentian dan suplai makanan yang me-
Kepadatan Bivalvia di Stasiun III limpah menjadikan daya tarik padang
lebih tinggi dari kepadatan Gastropoda, lamun bagi hewan bentos (Kikuchi, 1980
baik pada daerah bervegetasi lamun dalam Kennish, 1990).
maupun tidak bervegetasi. Berdasarkan Indeks keanekaragaman, keseraga-
penelitian van Houte-Howes et al. (2004) man dan dominansi merupakan indeks-
menunjukkan hal yang sama, dimana indeks ekologis yang sering digunakan
hanya 2 spesies Bivalvia yang ditemukan untuk me-ngevaluasi kondisi lingkungan
pada lokasi yang tidak bervegetasi suatu perairan. Kondisi suatu perairan
(Austrovenus stutchburyi dan Nucula umumnya dapat dikatakan baik (stabil)
hartvi-giana) dengan kepadatan yang bila memiliki indeks keanekaragaman dan
tinggi. Bi-valvia dapat hidup dan tumbuh keseragaman yang ting-gi serta dominansi
dengan baik pada tipe substrat berlumpur yang rendah atau tidak ada spesies yang
karena memiliki siphon yang panjang dominan (Odum, 1993). Hasil perhi-

22 ©Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, Vol. 1 No. 1 Mei 2017,www.ejournalfpikunipa.ac.id


Leatemia et.al: Kepadatan Makrozoobentos di Daerah Bervegetasi p-ISSN 2550-1232
e-ISSN 2550-0929

tungan indeks keaneka-ragaman di setiap maupun tidak bervegetasi, yang berasal


stasiun penelitian pada daerah bevegetasi dari aliran sungai Wosi yang terendap di
me-nunjukkan nilai terendah di Stasiun stasiun ini. Menurut van Houte-Howes et
II yaitu 4,33 dan tertinggi di Stasiun IV al. (2004) tidak ada variasi dalam karak-
yaitu 5,30. Pada daerah tidak bervegetasi teristik substrat antara daerah bervegetasi
nilai keaneka-ragaman terendah terdapat lamun dan tidak berve-getasi, sehingga
di stasiun I yaitu 3,31 dan tertinggi di sta- kandungan bahan organik dalam substrat
siun IV yaitu 3,87. Menurut Brower dan pada daerah bervegetasi dan tidak berve-
Zar (1990), daerah yang bervegetasi getasi diduga sama.
memiliki kondisi lingkungan yang baik Pada daerah bervegetasi indeks do-
dan lebih stabil bagi kehidupan makro- minansi tertinggi terdapat di Stasiun Wosi
zoobentos dibandingkan dengan daerah yaitu 0,061. Spesies yang sangat domi-
tidak bervegetasi. Namun pada penelitian nan adalah Gari elongate, Vasticardium
van Houte-Howes et al. (2004) menun- flavum (Bi-valvia) dan Mitrella puella
jukkan tidak ada hubungan yang konsisten (Gastropoda). Sedangkan pada daerah
antara jumlah taksa dan keanekaragaman tidak bervegetasi, dominansi spesies ter-
makrozoobentos yang ditemukan pada tinggi terdapat di Stasiun Pulau Lemon
daerah bervegetasi dan tidak bervegetasi, yaitu 0,178. Spesies yang dominan adalah
namun korelasi antara kepadatan makro- Vexillum caveum (Gastropoda), yang
zoobentos berbanding lurus dengan bio- menyukai daerah berpasir. Berdasarkan
massa dan kelimpahan lamun. indeks dominansi terlihat jelas bahwa
Bivalvia lebih melimpah pada stasiun
Tabel 3. Indeks keanekaragamanan (H’), dengan tipe substrat pasir berlempung
keseragaman (E), dominansi (C) spesies yang mengandung bahan organik dan
makrozoobentos sedimen yang tinggi seperti di Stasiun
Indeks St 1 St II St III St IV
Wosi. Kisaran nilai ketiga indeks
Daerah bervegetasi lamun menunjukkan bahwa komunitas makro-
H’ 4,76 4,33 4,92 5,30 zoobentos pada lokasi penelitian di Teluk
E 0,93 0,93 0,95 0,97 Doreri (Pulau Lemon, Padarni, Wosi, dan
C 0,05 0,06 0,04 0,18 Rendani) masih berada dalam kondisi
Daerah tidak bervegetasi yang stabil. Kestabilan spesies dalam
H’ 3,31 3,68 3,51 3,87 suatu komunitas terjadi jika nilai
E 0,83 0,90 0,92 0,87 keanekaragaman dan keseragaman tinggi,
C 0,18 0,12 0,11 0,11 dominansi spesies rendah (Laetemia,
Keterangan: 2010).
St = stasiun
Kesamaan komunitas berdasarkan
kesa-maan spesies makrozoobentos pada
Indeks keseragaman menunjukkan empat stasiun, di daerah bervegetasi mem-
nilai yang mendekati 1 pada daerah ber- iliki nilai indeks Sorenson (IS) berkisar
vegetasi (0,920-0,965) dan tidak berve- antara 5,56-13,11 %. Nilai ini
getasi (0,827-0,921). Nilai indeks kesera- menunjukan bahwa spesies makrozoo-
gaman terendah terdapat di stasiun I yaitu bentos yang ditemukan pada tiap stasiun
0,929 dan nilai keseragaman tertinggi ter- yang bervegetasi lamun berbeda atau ti-
dapat di stasiun III ya-itu 0,965. Pada dak sama, karena nilai IS kurang dari 75
daerah tidak bervegetasi nilai indeks % (Wolda, 1981). Demikian pula nilai IS
keseragaman terendah terdapat di stasiun pada daerah tidak bervegetasi di tiap sta-
I 0,827 dan indeks keseragaman tertinggi siun menunjukkan nilai < 75 %, di-mana
terdapat pada stasiun III 0,921. Nilai kese- nilai IS yang diperoleh berkisar antara
ragaman yang tinggi pada daerah berve- 6,25-20%. Nilai ini menunjukkan bahwa
getasi dan tidak bervegetasi pada stasiun komposisi spesies makrozoobentos yang
III berkaitan dengan tingginya kandungan ditemukan pada setiap stasiun tidak sama.
bahan orga-nik yang terkandung dalam Komposisi speseis makrozoobentos yang
sedimen baik pada daerah bervegetasi

©Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, Vol. 1 No. 1 Mei 2017,www.ejournalfpikunipa.ac.id 23


Leatemia et.al: Kepadatan Makrozoobentosdi Daerah Bervegetasi p-ISSN 2550-1232
e-ISSN 2550-0929

berbeda antar empat stasiun penga-matan nomic of invertebrates within ex-


diduga berkaitan erat dengan per-bedaarn tensive Potamo-geton pectinatus
tipe substrat dan kepadatan dan biomassa bed of a California masrh: Hydro-
lamun sebagai habitat makro-zoobentos. biologia 234: 15-24.
Butler GC. 1978. Principles of ecotoxi-
KESIMPULAN cology scope 12. John Willey and
Sons. New-York.
Komposisi makrooobentos yang
Brower JE, Zar JH, Von Ende.1990.
ditemukan pada empat stasiun di Teluk
General ecology, field and methods
Doreri pada lokasi bervegetasi lamun
for general ecology. third eds.
terdiri atas 3 Kelas yaitu Gastropoda,
Iowa: America WM. C. Brown
Bivalvia dan Crustacea, sedangkan pada
Companv Publisher Dubu-gue.
lokasi tidak bervegetasi terdiri atas 3
Connolly RM. 1997. Differences in com-
Kelas yaitu Gastropoda, Bivalvia dan
position of small, motile inver-te-
Polychaeta. Kepadatan, keanekaragaman,
brates assemblages from seagrass
dan keseragaman makrozoobentos di dae-
and unvegetated habitats in a So-
rah bervegetasi di empat lokasi lebih
uthern Australian estuary. Hydrobi-
tinggi dibandingkan pada daerah yang
ologia 346: 137-148.
tidak bervegetasi. Nilai dominansi pada
Day JH. 1962. A monographi on the poly-
daerah berve-getasi dan daerah tidak
chaeta of Southern Africa (Erran-
bervegetasi menunjukkan nilai yang
tia Part I dan Sedentaria Part II).
rendah yang mengin-dikasikan tidak ada
Trustees of The British Museum
spesies yang dominan. Kesamaan komu-
(Natural History): Lon-don.
nitas berdasarkan kesamaan spesies ma-
Dharma B. 1988. Siput dan kerang
krozoobentos di daerah bervegetasi dan
Indonesia I (Indonesian shells).
tidak bervegetasi antara stasiun penelitian
Jakarta: PT Sara-na Graha.
tidak sama, karena karakteristik habitat
Dharma B. 1992. Siput dan kerang
yang berbeda pada setiap stasiun penga-
Indonesia (Indonesian shells II).
matan.
Wiesbaden: Verlag Christa Hem-
men. Germany.
DAFTAR PUSTAKA
Dharma B. 2005. Recent and fosil Indo-
[APHA] American Public Health Asso- nesian shells. Coonch-books. Ha-
ciation. 1989. Standard methods ckenheim. Germany.
for the examination of water and Hedgel P, Kriwoken L. 2001. Evidence
waste water.18ed Washington. for effects of Spartina anglica inva-
Bale AJ, Kenny AJ. 2005. Sediment anal- sion on benthic macrofauna in Lit-
ysis and seabed characterisation. tle Swanport estuary, Tasmania.
dalam: Eleftheriou A, McIntyre A. Austral Ecology 25: 150-159.
Methods for the study of marine Hynes HBN. 1978. The ecology of run-
benthos, third eds. pp 43-86. Black- ning waters. University of Toroto
well science Ltd. Press. To-roto.555 p.
Barnes RD. 1987. Invertebrate zoology, Kennish MJ. 1990. Ecology of estuaries;
fifth eds. WB Sanders Company Volume II Biological apects. CRC
Philadel-phia, London,. Press , Inc. Florida.
Bengen DG. 2002. Sinopsis ekosistem Kopalit H. 2010. Analisis of seagrass
dan sumber daya alam pesisir dan beds as fish habitat function in
laut serta prinsip pengelolaannya. Manokwari coastal waters, West
Pusat Kajian Sumber daya Pesisir Papua Province. (thesis). Graduate
dan Lautan (PKSPL). Institut School of Bogor Agricultural
Pertanian Bogor. Bogor. University. Bogor.
Bergey EA, Balling SF, Collins JN, Lam- Krebs CJ. 1989. Ecology methodology.
berti GA, Resh VH. 1992. Bio- New York: Harper and Rows
Publisher.

24 ©Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, Vol. 1 No. 1 Mei 2017,www.ejournalfpikunipa.ac.id


Leatemia et.al: Kepadatan Makrozoobentos di Daerah Bervegetasi p-ISSN 2550-1232
e-ISSN 2550-0929

Lana P, Guis C. 1992. Macrofauna – communities. Hydrobiologia


plant biomassa interactions in eu- 550:121-130.
ryhaline salt marsh in Paranagua Mouillot D, Gaillard S, Aliaume C, Ver-
Bay (SE Brazil). Mar. Ecol. Prog. laque M, Belsher T, Troussellier M,
Ser. 266: 1-13. Chi TD. 2005b. Ability of taxo-
Lanyon J. 1968. Guide to the identifica- nomic diversity endeces to discrim-
tion of seagrasses in the Great inate coastal lagoon environment
Barier Reef Region. Publisher by based on macrophyte communities.
GBRMPA. Queens-land. Ecolo-gical indicators 5: 1-17.
Leatemia SPO. 2010. Distribusi spasial Nybakken JW. 1992. Biologi laut: Suatu
komunitas gastropoda dan asosia- pendekatan ekologis. Terjemahan
sinya dengan habitat lamun di oleh Eidman M, Koesoebiono,
Pesisir Manokwari Papua Barat Bengen DG, Hutomo M. Penerbit
(tesis). Pasca Sarjana, Institut Per- PT. Gramedia Pustaka. Jakarta.
tanian Bogor. Bogor. Odum EP. 1993. Dasar-dasar ekologi.
Leatemia SPO, Pattiasina TF. 2008. Penerjemah Samingan T. Gadjah
Struktur komunitas makrozooben- Mada Press. Yogyakarta.
thos dalam hubungannya dengan Orth RJ, Kenneth L. Heck Jr, Van
kondisi perairan pesisir Kota Monfrans J. 1984. Faunal com-mu-
Manokwari. Jurnal Perikan dan nities in seagrass bed; A review of
Kelautan 4 (1): 31-44. the influence of plant structure and
Levin LA, Talley TS, Hewitt J. 1998. prey characteristic on predator-prey
Macrobenthos of Spartina foliosa relationships. Estuaries 7: 339-350.
(Pacific cordgrass) salt marshes in Pennak RW. 1978. Freswater inver-te-
Southern California: Community brates of the United States. Second
struc-ture and comparison to a Pa- eds. A Willey Inter Sclence
cific mudflats- and a Spartina al- Publication. Jhon Willey and Sons,
terniflora (Atlantic smooth Inc. New York, 462 p.
cordgrass) marsh. Estuaries 21: Pescod NB. 1973. Investigation of
129-144. Relation Effluent and Stream for
McKenzie LJ, SJ. Campbell, CA. Roder. Tropical Countries.ALT. Bangkok.
2003. Seagrass-watch: Manual for Sukarno. 1988. Terumbu karang buatan
mapping and monitoring seagrass sebagai sarana untuk meningkatkan
resources by Community (Citizen) produktivitas perikanan di Periaran
Volun-teers. Second edition. De- Jepara. LON-LIPI. Jakarta.
partment of Primery Industries. Susetiono. 2004. Fauna padang lamun
Queensland. Tanjung Merah Selat Lembeh.
Mistri M, Fano EA, Rossi G, Caselli K, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI.
Rossi R. 2000. Variability in mac- Bitung.
robenthos communities in the Valli Van Houte-Howes KSS, Turner SJ,
di Camachio, Northern Italy. a Hy- Pilditch CA. 2004. Spatial diffe-
pereuthropirized Logoonal Ecosys- rences in macroinvertebrates com-
tem. Estuar. Coast. Shelf Sci. 51: munities in intertidal seagrass habi-
599-611. tats and unvegetated sediment in
Mouillot D, Laune J, Tomasini JA, Ali- three New Zealand Estuaries.
aume C, Brehmer P, Dutrieux E, Estuaries 6: 954-957.
Chi TD. 2005a. Asssessment of Wolda H. 1981. Similarity indices, sam-
coatal lagoon quality with taxo- ple size and diversity. Smit-sonian
nomy quality diversity indeces of Tropical Research Institut. Panama.
fish, zoobenthos and macrophyta

©Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, Vol. 1 No. 1 Mei 2017,www.ejournalfpikunipa.ac.id 25


Leatemia et.al: Kepadatan Makrozoobentosdi Daerah Bervegetasi p-ISSN 2550-1232
e-ISSN 2550-0929

26 ©Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, Vol. 1 No. 1 Mei 2017,www.ejournalfpikunipa.ac.id

Anda mungkin juga menyukai