Jurnal Sapa Laut di terbitkan oleh Jurusan Ilmu Kelautan - Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Halu Oleo.
Jurnal Sapa Laut mempublikasikan hasil-hasil penelitian yang berkenaan dengan segala aspek bidang
Ilmu Kelautan, baik itu dari segi biologi, kimia, fisika, oseanografi, geologi laut, mitigasi bencana,
pencemaran laut, manajemen sumberdaya pesisir dan laut serta pengembangan ilmu di bidang
bioteknologi kelautan.
Alamat :
Sekretariat Elektronik Jurnal
Gedung Kardiyo P. Kardiyo, Lt.2 FPIK-UHO,
Jl. HEA Mokodompit No.1, Kampus Hijau Bumi Tridharma Anduonohu,
Kendari Sulawesi Tenggara 93232
Email: jsapalaut@uho.ac.id
Website: ojs.uho.ac.id/index.php/JSL/index
Dewan Editor
Ketua
La Ode Muhammad Yasir Haya, ST., M.Si, Ph.D
Dewan Editor
Dr. Ir. Muh.Ramli, M.Si
Dr. Baru Sadarun, S.Pi., M.Si
Dr. Asmadin
Ratna Diyah Palupi, ST., M.Si
Rahmadani, S.Pi., M.Si
Emiyarti, S.Pi., M.Si
Wa Nurgayah, S.Pi., M.Si
Ira, S.Kel., M.Si
Amadhan Takwir, S.Kel., M.Si
Editor Pelaksana
Subhan, S.Pi., M.Si
A. Ginong Pratikino, ST., M.Si
Muhammad Trial F. Erawan, S.Pi., M.Si
Arwan Arif Rahman, S.Si., M.Si
Mitra Bestari
Prof. Ir. La Sara, M.S., PhD (Universitas Halu Oleo)
Ivonne M. Radjawane, Ph.D (Institut Teknologi Bandung)
Dr. rer. nat. Hawis Madduppa (Institut Pertanian Bogor)
Achmad Fachruddin Syah, S.Pi., M.Si., Ph.D (Universitas Trunojoyo)
Dr. Ahmad Bahar, ST., M.Si (Universitas Hasanuddin)
Dr. Baru Sadarun (Universitas Halu Oleo)
Dr. -Ing. Widodo Setiyo Pranowo, S.T., M.Si (Pusat Riset Kelautan, BRSDM, KKP)
La Ode Muhammad Yasir Haya, S.T., M.Si., Ph.D (Universitas Halu Oleo)
Dr. Najamuddin, S.T., M.Si (Universitas Khairun)
DAFTAR ISI
Halaman
Abstrak
Kepiting merupakan salah satu dari beragam jenis hewan avertebrata yang hidup berasosiasi dengan mangrove. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui keragaman jenis, kepadatan jenis dan struktur komunitas kepiting pada ekosistem
mangrove di Desa Lawey Kecamatan, Wawonii Selatan, Kabupaten Konawe Kepulauan. Pengambilan data kepiting
dilakukan pada 3 stasiun pengamatan dengan menggunakan metode transek kuadrat. Dari hasil penelitian yang dilakukan
ditemukann 6 jenis kepiting yakni Uca forcipata, Uca vocans, Scylla sp., Parasesarma sp., Thalamita crenata, dan
Portunus pelagicus. Kepadatan jenis tertinggi pada jenis Uca vocans, sedangkan kepadatan jenis terendah pada jenis
Portunus pelagicus. Nilai indeks keanekaragaman pada semua stasiun penelitian termasuk dalam kategori rendah. Indeks
keseragaman pada semua stasiun termasuk dalam kategori tinggi dan indeks dominansi masuk dalam kategori rendah.
Jenis kepiting yang umum ditemukan pada lokasi penelitian dari genus Uca. Kerapatan jenis mangrove dilokasi
penelitian tergolong dalam kategori sedang dan padat.
Kata kunci: Kepiting, Struktur Komunitas, Mangrove, Desa Lawey, Konawe Kepulauan
Abstract
Crab is one of a variety of invertebrate animals that live in association with mangroves. This study aims to determine the
diversity of species, density and structure of crab communities in mangrove ecosystems in Lawey Village, South
Wawonii District, Konawe Island Regency. Crab data collection was performed at 3 observation stations using the
quadratic transect method. From the results of research conducted found 6 species namely Uca forcipata, Uca vacons,
Scylla sp., Parasesarma sp., Thalamita crenata, and Portunus pelagicus. Crab density is highest in Uca vocans, While
crab density is lowest in Portunus pelagicus species. Diversity index values at all research stations are included in the
low category. The similarity index at all stations is included in the high category and the dominance index is in a low
category. The type of crab that is commonly found at research sites of the genus Uca. The density of mangrove species in
the research location is in the medium and dense categories.
Pendahuluan
Ekosistem mangrove berada di wilayah perluasan permukiman serta intensifikasi
pesisir yang merupakan daerah pertemuan pertanian.
antara ekosistem darat dan laut. Lingkup Hutan mangrove adalah tempat
ekosistem ini dibagi menjadi dua, yaitu 1) ke terdapatnya berbagai biota, satwa, seperti
arah darat meliputi bagian tanah baik yang mamalia, amfibi, reptil, aves, insekta dan
kering maupun yang terendam air laut, dan lainnya. Beberapa jenis satwa yang hidup di
masih dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik laut sekitar perakaran mangrove, ada yang terdapat
seperti pasang surut, ombak dan gelombang di substrat yang keras maupun lunak (lumpur)
serta perembesan air laut; 2) ke arah laut antara lain adalah jenis kepiting bakau, kerang
mencakup bagian perairan laut dan dan golongan invertebrata lainnya (Dwi Gita,
dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di 2016).
darat seperti sedimentasi serta aliran air tawar Kepiting merupakan salah salah satu
dari sungai termasuk yang disebabkan oleh hewan yang hidup di mangrove yang
kegiatan manusia di darat seperti ditemukan dalam berbagai habitat di sekitar
penggundulan hutan, pembuangan limbah, hutan mangrove. Kepiting masuk ke dalam
http://ojs.uho.ac.id/index.php/jsl
Sapa Laut Agustus 2021. Vol.6(3): 167-176
liang lumpur yang digunakan sebagai tempat sendiri akan berpengaruh secara ekologis
berlindung pada saat dewasa, jenis kepiting ini terhadap kehidupan yang ada didalamnya. Hal
terdistribusi di seluruh daerah tropis dan inilah yang dapat menyebabkan penurunan
subtropis sekitar 1.300 spesies. Jumlah spesies fungsi biologi ekosistem mangrove, sebagai
termasuk yang belum terdeskripsi kurang lebih daerah mencari makan (feeding ground) dan
65% dengan jumlah 2.155 spesies. Kepiting daerah asuhan (nursery ground) bagi hewan-
berkembang biak dengan melepaskan ribuan hewan yang hidup di daerah mangrove. Sedikit
larva. Kepiting lumpur atau dikenal dengan sekali informasi dan data tentang kelimpahan
kepiting mangrove memiliki hubungan erat kepiting di daerah mangrove Pesisir Wawonii
dengan hutan mangrove. Hilangnya mangrove selatan khususnya di Desa Lawey. Bahkan
untuk alasan apapun pasti akan diikuti oleh penelitian yang terkait dengan kepadatan
kurangnya spesies kepiting yang ditemukan beberapa jenis kepiting yang hidup pada
pada habitat mangrove tersebut(Dwi Gita, daerah tersebut masih jarang dilakukan.
2016). Sehubungan dengan permasalahan
Beberapa jenis kepiting diketahui hanya tersebut, maka perlu dilakukan penelitian
terdapat di laut dan jenis lainnya terdapat di tentang identifikasi kepiting yang ada di
darat maupun air tawar. Sebagai salah satu kawasan mangrove Pesisir Wawonii selatan
komponen biotik yang penting dalam Kabupaten Konawe Kepulauan khususnya di
ekosistem perairan,kepiting berperan sebagai Desa Lawey. Tujuan penelitian adalah nntuk
pemakan detritus atau termasuk dalam mengetahui jumlah kepadatan, keragaman
organisme pengurai. Kepiting juga berperan jenis kepiting yang terdapat pada kawasan
sebagai mangsa/sumber makanan bagi hewan hutan mangrove di Desa Lawey Kecamatan
akuatik lainnya termasuk beberapa jenis Wawonii Selatan.
burung yang beraktivitas di wilayah perairan.
Pemanfaatan kepiting untuk oleh masyarakat Bahan dan Metode
masih terbatas untuk konsumsi (Rury dkk, Penelitian ini dilakasanakan pada bulan
2015). Februari – Oktober 2019. Pengambilan
Penebangan hutan secara terus-menerus sampel parameter lingkungan, data mangrove
termasuk alih fungsi lahan untuk pemukiman dan identifikasi jenis Kepiting dilakukan di
dan dilakukan secara ilegal merupakan salah perairan Desa Lawey Kecamatan Wawonii
satu contoh ekploitasi hutan mangrove yang Selatan. Peta Lokasi penelitian dapat dilihat
terdapat di kawasan Pesisir Wawonii Selatan pada Gambar 1.
khususnya di Desa Lawey. Penebangan itu
𝑁𝑖
D = 𝐴 ............................................................(3)
Tabel 4.Kisaran Nilai Indeks Dominasi
Keterangan :
(Odum, 1993)
D= Kepadatan kepiting
Nilai Dominasi
Ni = Jumlah Individu suatu jenis kepiting Kategori
(D)
A = Luas Area (m2)
Nilai indeks keanekaragaman Shannon 0< D ≤ 0,5 Rendah
wiener (1984) dalam dihitung menggunakan 0,5<D≤ 0,75 Sedang
formula: 0,75< D ≤ 1,00 Tinggi
H’ =− ∑𝑛𝑖=1{ni/N} Pi Ln Pi ....................... (4)
Keterangan: Hasil dan Pembahasan
H’ = Indeks Keanekaragaman, Ekosistem mangrove merupakan habitat
Pi= Proporsi jumlah individu (ni/N). bagi berbagai jenis biota, baik itu biota laut
maupun biota teristerial diantaranya berbagai
Tabel 2. Kisaran Indeks Keanekaragaman jenis burung, reptil, mamalia besar, serta
(Krebs, 2014) invertebrata. Hal tersebut dikarenakan
Nilai Keanekaragaman ekosistem mangrove merupakan salah satu
Kategori
(H’) ekosistem pesisir yang memiliki fungsi
H’ <1,5 Rendah ekologis sebagai tempat pembesaran,
1,5<H’ <3,5 Sedang perlindungan dan mencari makan bagibiota
H’ > 3,5 Tinggi (Andi Chadijah dkk, 2013).
Berdasarkan hasil analisis kerapatan
Keseragaman dapat dikatakan sebagai ditemukan 4 spesies mangrove yakni
kesimbangan, yaitu komposisi individu tiap Rhizophora mucronata, Avicennia marina,
jenis spesies yang terdapat dalam suatu Rhizophora apiculata, dan Avicennia alba.
komunitas. Keseragaman diperoleh Pada stasiun I hanya 3 spesies yakni
darihubungan antara keanekaragaman (H’) Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata,
dengan nilai maksimal, yaitu dengan rumus dan Avicennia alba, sedangkan pada stasiun II
indeks keseragaman (Krebs, 2014) : dan III ditemukan 4 spesies yakni Rhizophora
𝐻′ mucronata, Avicennia marina, Rhizophora
E = 𝐻𝑚𝑎𝑥 .................................................... (5)
apiculata, dan Avicennia alba. Kerapatan
Keterangan :
mangrove pada stasiun I tergolong sedang
E = Indeks Keseragaman,
dengan nilai kerapatan 1480 pohon/ha,
H’= Indeks Keanekaragaman,
kerapatan mangrove stasiun II tergolong padat
Hmax = LnS = indeks keanekaragaman
dengan nilai kerapatan 1720 pohon/ha, dan
Shannon –Wienerdan S = Jumlah spesies
kerapatan mangrove stasiun III tergolong padat
dengan nilai kerapatan 3160 pohon/ha.
Tabel 3.Kisaran Indeks Keseragaman (Krebs,
Mangrove yang mendominasi dan
2014)
paling banyak ditemukan di setiap stasiun
Nilai Keseragaman
Kategori penelitian adalah jenis Rhizophora mucronata
(E)
dan yang paling sedikit ditemukan jenis
0< E ≤ 0,5 Rendah Avicennia alba. Nilai kerapatan jenis tertinggi
0,5< E ≤ 0,75 Sedang adalah jenis Rhizophora mucronata yang
0,75< E ≤ 1,0 Tinggi ditemukan di semua stasiun penelitian dimana
kerapatan yang paling tinggi ada pada stasiun
Nilai indeks dominansi (D) digunakan II 1520 pohon/ha, sedangkan untuk kerapatan
untukmelihat dominansi satu jenis kepiting mangrove terendah terdapat pada Avicennia
dalam komunitasnya. Formula indeks alba dengan nilai kerapatan 20 pohon/ha.
Dominansi menurut Odum (1993), yaitu: Menurut Kepmen LH No.201 Tahun 2004
D = ∑𝑛𝑖=1{ni/N}² ........................................ (6) kriteria baku kerapatan mangrove yang mana
Keterangan: kerapatan padat ≥ 1.500 pohon/ha, sedang ≥
D = Indeks Dominansi Simpson, 1.000 - < 1.500 pohon/ha dan jarang <1.000
N = Jumlah individu seluruh spesies, pohon/ha.
ni= Jumlah individu dari spesies ke-i.
Tabel. 7 Analisis Kepadatan Jenis Kepiting pada Stasiun I, II, dan III
Kepadatan Jenis
Lokasi Spesies Ni
(Individu/m2)
Uca forcipata 23 0,92
Stasiun I Uca vocans 40 1,6
Scylla sp. 1 0,04
Parasesarma sp. 20 0,8
Jumlah 84 3,36
Uca forcipata 21 0,84
Uca vocans 33 1,32
Stasiun II Scylla sp. 3 0,12
Portunus pelagicus 1 0,04
Parasesarma sp. 34 1,36
Jumlah 92 3,68
Uca forcipata 20 0,8
Uca vocans 25 1
Stasiun III Sylla sp. 3 0,12
Thalamita crenata 3 0,12
Parasesarma sp. 32 1,28
Jumlah 83 3,32
serta penyebaran bijinya yang sangat luas. Hal berpasir terdapat pori udara yang
ini sesuai pendapat Kartawinata (1979), bahwa memungkinkan terjadinya pencampuran yang
jenis Rhizophora mucronata merupakan salah lebih intensif dengan air di atasnya.
satu jenis tumbuhan mangrove yang toleran Nilai suhu perairan pada setiap stasiun
terhadapa kondisi lingkungan (seperti substrat, memiliki nilai yang tidak jauh berbeda (Tabel
pasang surut, salinitas, dan pasokan nutrien), 6). Kisaran yang didapat dari hasil pengukuran
dapat menyebar luas dan dapat tumbuh tegak antara 27-29 ºC. Kisaran suhu ini masih sangat
pada berbagai tempat. bagus untuk kehidupan Kepiting Uca. Menurut
Pada stasiun II Uca forcipata 0.84 Pratiwi (2010), suhu yang sesuai untuk
Ind/m2, Uca vocans 1.32 Ind/m2, Scylla sp. pertumbuhan dan kehidupan Kepiting Uca
0.12 Ind/m2, Parasesarma sp. 1.36 Ind/m2, dan yaitu antara 18-35ºC, sedangkan suhu idealnya
Portunus pelagicus 0.04 Ind/m2 dalam hal ini adalah 25-30ºC. Hal ini menunjukkan bahwa
kepadatan jenis paling tinggi adalah Uca sp. suhu rata-rata di kawasan mangrove desa
dan parasesarma sp., sedangkan pada stasiun Lawey masih dapat menunjang pertumbuhan
III Uca forcipata 0.8 Ind/m2, Uca vocans 1 dan perkembangan Kepiting Uca sp.
Ind/m2, Scylla sp. 0.12 Ind/m2, Thalamita Salah satu yang mengakibatkan
crenata 0.12 Ind/m2, dan Parasesarma sp. 1.28 perbedaan kepadatan kepiting pada pada
Ind/m2 dalam hal ini kepadatan jenis paling perairan lawey di setiap stasiun pengamatan
tinggi adalah Uca sp. dikarenakan substrat tidak lepas dari pengaruh kerapatan mangrove
pada semua stasiun yaitu lumpur berpasir. karena semakin tinggi kerapatan mangrove
Substrat berpasir ini cocok dan baik untuk maka semakin banyak pula kepiting yang
kehidupan kepiting biola (Uca sp.). Pratiwi hidup atau berasosiasi di tempat tersebut. Hal
(2010) mengatakan bahwa spesies Uca sp. ini diperkuat oleh Dewi (2016), menyatakan
umumnya hidup di habitat berpasir dan kerapatan hutan mangrove yang tinggi dalam
berlumpur. suatu kawasan menyebabkan serasah atau
Habitat Uca sp. di daerah intertidal, luruhan daun vegetasi mangrove yang
terutama di sekitar hutan mangrove dan pantai dihasilkan sebagai sumber nutrisi organisme di
berpasir. Kepiting ini ditemukan di pantai sekitarnya cukup tinggi pula. Kerapatan hutan
terlindung dekat teluk yang besar atau laut mangrove yang tinggi akan memberikan
terbuka, kadang-kadang hanya terlindung oleh perakaran yang kuat dan padat di sekitar
karang atau lumpur laut. Uca sp. merupakan kawasan mangrove, sehingga larva-larva
salah satu kepiting kecil, semi-terrestrial yang kepiting setelah menetas akan dapat menempel
memiliki peran penting dalam ekologi pada akar-akar mangrove untuk berlindung.
mangrove tropis (Pratiwi, 2007). Kondisi pada suatu lingkungan perairan
Substrat merupakan faktor lingkungan dapat ditentukan melalui nilai
yang terpenting bagi kehidupan kepiting, keanekaragaman. Menurut Lardicci et al.
sebab substrat merupakan habitat berpijah, (1997) mengemukakan bahwa dengan
mencari makan, dan habitat asuh. Hasil menentukan nilai keanekaragaman dapat
analisis substrat pada perairan lawey stasiun I, menentukan tingkat stress atau tekanan yang
II, dan III jenis substratnya masing-masing diterima oleh lingkungan.
lumpur berpasir dan memang cocok untuk Dahuri et al. (2004) mengemukakan
kehidupan kepiting. Menurut Bengen (2001), bahwa nilai keanekaragaman yang berada di
jenis substrat berkaitan dengan kandungan bawah 3.32 tergolong rendah dan penyebaran
oksigen dan ketersediaan nutrient dalam individu tiap spesies serta stabilitas komunitas
sedimen. Pada substrat berpasir, kandungan juga rendah. Secara keseluruhan,
oksigen relatif lebih besar dibandingkan keanekaragaman komunitas kepiting di lokasi
dengan substrat halus, karena pada substrat penelitian cenderung rendah yakni pada
stasiun I nilai H’= 1.10, stasiun II nilai indeks keseragmannya masuk dalam kategori
H’=1.23, dan stasiun III nilai H’=1.31. tinggi. Keseragaman tertinggi terdapat di
Menurut werdaningsih (2005), banyaknya stasiun III yaitu 0,81 dan terendah di stasiun I
spesies dalam suatu komunitas dan kelimpahan yaitu 0,76 (Tabel 9). Hasil pengamatan
dari masing-masing tersebut menyebabkan menunjukkan bahwa lingkungan perairan
semakin kecil jumlah spesies. Selain itu variasi lawey berada dalam kisaran baik karena secara
jumlah individu dari tiap spesies atau beberapa keseluruhan nilai keseragaman pada setiap
individu yang jumlahnya lebih besar, juga stasiun pengamatan sangat beragam dengan
menyebabkan keanekaragaman suatu sebaran merata dan tidak merata dalam artian
ekosistem akan mengecil. ada jenis yang mendominasi dan ada yang
Keanekaragaman dan keseragaman menyebar merata di lokasi penelitian. Selain
kepiting pada stasiun I relatif lebih rendah, itu terdapat pula pola distribusi yang
terlihat dengan adanya beberapa spesies yang tergantung pada beberapa faktor antara lain:
dominan dari spesies uca vocans. Jenis musim pemijahan, tingkat kelangsungan hidup
kepiting bernilai ekonomis tinggi yang dari tiap-tiap umur serta hubungan antara
ditangkap adalah spesies scylla sp. kepiting dengan perubahan lingkungan
Salah satu yang mengakibatkan (Gunarto, 2004). Hal ini menggambarkan
keanekaragaman kepiting rendah pada desa bahwa sebaran dari kepiting di daerah tersebut
Lawey karena kondisi lingkungan dimana relatif bervariasi, tergantung lingkungan
pada stasiun I dekat dengan pemukiman warga alamnya. Kepiting sebagai hewan bentik
sehingga adanya pembuangan limbah rumah hidupnya sangat tergantung pada substrat
tangga dan sering dilakukan pengrusakan sebagai tempat hidup dan tempat mencari
mangrove untuk pemukiman. makannya yang berupa detritus. Dengan
Putriningtias dkk (2019) mengemukakan adanya kondisi yang mengganggu habitatnya,
bahwa Pertambahan penduduk, rekreasi, maka jenis yang tidak dapat beradaptasi akan
aktivitas industri, pembuangan limbah rumah menghilang, sementara yang tahan akan
tangga, dan berbagai macam aktivitas lain mendominasi (Pratiwi, 2002).
seperti pelebaran lahan untuk bandara diduga Menurut krebs (2014) kisaran indeks
menjadi salah satu faktor penyebabnya. dominansi jika nilai dominansi 0 < E ≤ 0,5
Semakin baik kondisi lingkungan perairan, termasuk kategori rendah, nilai indeks
maka nilai indeks keanekaragaman jenis biota dominansi 0,5 < E ≤ 0,75 termasuk kategori
akan semakin tinggi, begitu juga sebaliknya. sedang, dan nilai 0,75 < E ≤ 1,0 termasuk
Indeks keanekaragaman jenis akan menurun kategori tinggi.
seiring dengan menurunnya kondisi atau Dari hasil analisis Indeks dominansi
kualitas lingkungan perairan. diperoleh nilai kisaran antara 0,30-0,34. Nilai
Menurut Wijaya dan pratiwi (2017), dominansi ini menunjukkan dominansi suatu
kondisi lingkungan yang menjadi tempat hidup spesies pada suatu komunitas. Semakin
krustace akan mempengaruhi persebarannya. mendekati 1 maka semakin tinggi dominansi
Kondisi lingkungan yang sesuai akan sangat oleh spesies tertentu. Berdasarkan nilai
mendukung kehidupannya sehingga tersebut dapat dilihat bahwa adanya dominansi
keberadaannya di setiap stasiun akan berbeda- dari salah satu atau lebih jenis kepiting, namun
beda tergantung dari kondisi lingkungan akan berbeda untuk setiap stasiun yang
dimana krustacea berada. Pratiwi dan Astuti digambarkan dengan nilai dominansi berbeda.
(2012), mengemukakan bahwa secara Stasiun III mempunyai indeks dominansi
ekologis, krustacea merupakan salah satu tertinggi yakni 0,34, dan terendah pada stasiun
sumber makanan penting bagi ikan dan I dengan nilai 0,30. Secara keseluruhan, nilai
predator lain, begitu pula dengan krustacea indeks dominansi pada stasiun pengamatan
juga sering menjadi predator bagi makhluk tergolong rendah, berarti dalam hal ini indeks
kecil lainnya. dominansi tidak terpusat ke satu spesies tetapi
Nilai keseragaman ini menggambarkan terpusat ke beberapa spesies yakni Uca sp dan
keseimbangan ekologis pada suatu komunitas, Parasesarma sp.
dimana semakin tinggi nilai keseragaman Pratiwi dkk (2013) mengemukakan
maka kualitas lingkungan semakin baik. indeks dominansi 0,13-0,62 yang secara
Indeks keseragaman pada lokasi penelitian keseluruhan nilai dominansi pada stasiun
diperoleh kisaran nilai 0,76-0,81 dalam hal ini pengamatan tergolong rendah hingga sedang.