Anda di halaman 1dari 11

Habitus Aqua J, February 2021, 2(1):1–11 E-ISSN: 2721-1525

DOI: https://doi.org/10.29244/HAJ.2.1.1

Habitus Aquatica
Journal of Aquatic Resources and Fisheries Management

Journal homepage:
http://journal.ipb.ac.id/index.php/habitusaquatica

Distribusi Scylla spp. di perairan estuari Sungai Donan Segara Anakan Bagian Timur,
Cilacap
Distribution Scylla spp. in estuarine of Donan River, Eastern Segara Anakan,
Cilacap
Sulistiono1,*, Nurul M. Yahya1, Etty Riani1
1
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan, IPB University. Jl. Agatis Kampus IPB
Dramaga, Bogor, Indonesia

Received 18 November 2020 Received in revised 8 Desember 2020 Accepted 26 Januari 2021

ABSTRAK
Hutan mangrove merupakan ekosistem yang turut menjadi penyusun wilayah pesisir maupun muara sungai. Contoh
ekosistem mangrove yang terdapat di Indonesia terdapat di Segara Anakan Jawa Tengah. Salah satu biota perairan
dengan nilai ekonomis yang terdapat di ekosistem hutan mangrove adalah kepiting bakau (Scylla spp.). Tujuan
penelitian ini adalah mengkaji distribusi kepiting bakau (Scylla spp.) terhadap keberadaan jenis mangrove di muara
Sungai Donan, Segara Anakan. Pengambilan contoh kepiting dan pengamatan vegetasi mangrove dilakukan di lima
stasiun yang tersebar dari arah sungai hingga mendekati laut. Hasil penelitian menunjukkan terdapat tiga jenis kepiting
bakau yang tertangkap di sekitar lokasi penelitian, yaitu Scylla tranquebarica, S. olivacea, dan S. serrata. Jenis
mangrove yang ditemukan meliputi Rhizophora apiculata, R. mucronata, Avicennia rumphiana, A. alba, A. officinalis,
dan Nypa. Analisis regresi menunjukkan bahwa kerapatan mangrove berkorelasi dengan kelimpahan Scylla
tranquebarica dan Scylla olivacea, namun bertolak belakang dengan kelimpahan Scylla serrata. Analisis PCA
memperlihatkan bahwa kepiting jenis Scylla tranquebarica dan Scylla olivacea berasosiasi dengan mangrove jenis
Avicennia alba, Avicennia rumphiana, dan Rhizophora apiculata. Sedangkan kepiting jenis Scylla serrata berasosiasi
dengan Avicennia officinalis.

Kata kunci: distribusi, kepiting, mangrove, Scylla spp., Segara Anakan

ABSTRACT
Mangrove forests are ecosystems that compiler coastal areas and river estuaries. The examples of mangrove
ecosystems found in Indonesia are in Segara Anakan, Central Java. One of the aquatic biotas with the economic value
found in the mangrove forest ecosystem is the mud crab (Scylla spp.). The purpose of this study was to assess the
distribution of mangrove crabs (Scylla spp.) to the presence of mangrove species in the mouth of the Donan River,
Segara Anakan. A sampling of crabs and observations of mangrove vegetation were carried out at five stations spread
from the river to the sea. The results showed that there were three types of mud crabs caught in the vicinity of the study,
namely Scylla tranquebarica, S. olivacea, and S. serrata. The types of mangroves found include Rhizophora apiculata,
R. mucronata, Avicennia rumphiana, A. alba, A. officinalis, and Nypa. Regression analysis showed that mangrove
density correlated with the abundance of Scylla tranquebarica and Scylla olivacea, but contradicts the abundance of
Scylla serrata. PCA analysis showed that the crab species Scylla tranquebarica and Scylla olivacea were associated
with mangroves of Avicennia alba, Avicennia rumphiana, and Rhizophora apiculata. Meanwhile, Scylla serrata crabs
are associated with Avicennia officinalis.

Keywords: crab, distribution, mangrove, Scylla spp., Segara Anakan

*Corresponding author This work is licensed under a Creative Commons


E-mail address: onosulistiono@gmail.com Attribution-ShareAlike 4.0 International License
1
Sulistiono et al. / Habitus Aquatica 1(2):1–11

1. Pendahuluan produksi tangkapan kepiting bakau di perairan


Hutan mangrove merupakan ekosistem Segara Anakan.
yang turut menjadi penyusun wilayah pesisir Distribusi kepiting bakau di perairan
maupun muara sungai. Letaknya yang dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti hidro-
berhubungan dengan muara sungai dan laut oseanografi, kondisi fisika-kimia perairan,
mengakibatkan ekosistem hutan mangrove ketersediaan makanan, tingkah laku, dan siklus
dipengaruhi oleh aktivitas pasang surut. Hutan hidup. Ketidakpastian distribusi maupun
mangrove memiliki fungsi ekologis sebagai ketiadaan informasi mengenai distribusi
habitat, tempat mencari makan, tempat kepiting bakau dapat berpengaruh langsung
pembesaran, maupun tempat berkembang biak terhadap jumlah tangkapan nelayan. Oleh
bagi berbagai jenis biota laut (Nontji 2009). karena itu diperlukan informasi mengenai
Salah satu contoh ekosistem hutan distribusi kepiting bakau di perairan Segara
mangrove yang dapat dijumpai di Pulau Jawa Anakan. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji
terdapat di Segara Anakan Cilacap. Segara distribusi kepiting bakau (Scylla spp.) terhadap
Anakan memiliki ekosistem rawa bakau serta keberadaan jenis mangrove di muara Sungai
laguna yang unik dan langka yang terletak di Donan, Segara Anakan.
pantai selatan Pulau Jawa. Ekosistem perairan
Segara Anakan terdiri atas perairan payau dan 2. Metode
hutan bakau, serta menjadi muara bagi sungai 2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
berukuran besar maupun kecil. Akibat dari Lokasi penelitian bertempat di perairan
limpasan air yang dibawa sungai, menjadikan estuari muara Sungai Donan, Segara Anakan,
perairan Segara Anakan kaya akan nutrien. Hal Cilacap, Jawa Tengah. Pengambilan data
tersebut memicu keberlimpahan sumber dilakukan sejak Oktober 2015 hingga Maret
makanan bagi biota perairan, sehingga 2016 di lima stasiun pengamatan, dengan
perairan Segara Anakan akan memiliki interval pengambilan contoh satu bulan
sumberdaya perikanan yang berlimpah seperti (Gambar 1). Identifikasi contoh kepiting
ikan, udang, kerang, dan kepiting (Asmara et dilakukan di Laboratorium Biologi Makro 2,
al. 2011). Departemen Manajemen Sumberdaya
Mangrove memiliki sistem perakaran yang Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
khas. Kekhasan tersebut kemudian Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
dimanfaatkan oleh banyak jenis biota air
sebagai tempat berlindung. Biota perairan 2.2. Pengumpulan Data
yang mendominasi ekosistem mangrove Alat tangkap bubu digunakan sebagai
diantaranya meliputi Mollusca, Polychaeta, perangkap kepiting bakau. Umpan yang
dan Crustacea. Scylla spp. merupakan digunakan adalah potongan daging belut laut.
Crustacea dengan jumlah terbesar yang dapat Sebanyak enam buah bubu dipasang secara
dijumpai di ekosistem mangrove. Selain itu acak di setiap stasiun pengamatan. Bubu
Scylla spp. juga tergolong sebagai biota dipasang pada sore hari dan keesokan paginya
dengan nilai ekonomis tinggi yang dapat kepiting bakau yang terperangkap di dalam
dijumpai di perairan Segara Anakan. bubu diambil sebagai contoh amatan. Kepiting
Kondisi ekologi perairan Segara Anakan bakau yang diperoleh kemudian dibawa ke
dapat mendukung pengembangan hutan Laboratorium Biologi Makro 2 untuk
mangrove serta memiliki potensi tinggi untuk diidentifikasi.
mendorong pertumbuhan kepiting bakau Vegetasi mangrove diidentifikasi, dihitung
(Sulistiono et al. 1994). Akan tetapi kerapatan, jumlah pohon, jumlah anakan dan
sedimentasi yang terjadi di kawasan laguna semai, serta diukur diameternya. Kerapatan
dapat menyebabkan pendangkalan dan dapat vegetasi mangrove dihitung berdasarkan luas
menghambat sirkulasi air laut dan tawar. plot transek dengan ukuran 10×10 m2 untuk
Kondisi ini dikhawatirkan mengakibatkan pohon, 5×5 m2 untuk anakan, dan 1×1 m2
distribusi kepiting bakau yang tidak tetap di untuk semai. Parameter fisika kimia air seperti
perairan Segara Anakan. Hal ini kemudian salinitas, pH, dan suhu juga turut diamati
dapat berdampak kepada penurunan hasil selama penelitian ini.

2
Sulistiono et al. / Habitus Aquatica 1(2):1–11

1 0 1 Km

Legenda
Pertamina
Darat
Perairan
Stasiun pengamatan

Gambar 1. Lokasi pengambilan data di sekitar Muara Sungai Donan.

2.3. Analisis Data spesies mangrove dalam sebuah komunitas


2.3.1. Distribusi Individu Kepiting Bakau mangrove. Menurut Mueller-Dumbois dan
Distribusi kepiting bakau (Scylla spp.) Ellenberg (1974) dalam Listyaningsih (2013)
dilihat berdasarkan jumlah jenis Scylla spp., INP dapat dihitung dengan persamaan sebagai
jumlah komposisi jenis kelamin Scylla spp., berikut.
dan jumlah jenis yang tertangkap di tiap INP = RDi + RFi + RCi
stasiun. Distribusi dilihat dengan pendekatan
deskriptif komparatif terhadap hasil diagram Keterangan:
batang dan dianalisa secara deskriptif. INP = Indeks nilai penting (%)
RDi = Kepadatan individu persatuan luas
2.3.2. Pola Pertumbuhan Kepiting Bakau Rfi = Frekuensi relatif jenis
Pola pertumbuhan kepiting (Scylla spp). Rci = Penutupan relatif jenis
dilihat berdasarkan hubungan lebar karapas n
terhadap bobotnya. Bobot dapat dianggap Di = Ai
sebagai sebuah fungsi dari lebar karapas,
Keterangan:
karena selama pertumbuhan baik bentuk
Di = Kerapatan jenis
tubuh, panjang, dan bobotnya selalu berubah.
ni = tegakan jenis ke-i
Persamaan yang digunakan adalah sebagai
A = luas total plot
berikut.
D
RDi = ni ×100%
W = aLb
log W = log a + b log L Keterangan:
RDi = Kerapatan relatif jenis
Berdasarkan persamaan di atas, dilakukan Di = Kerapatan jenis
regresi sederhana dengan memasukkan nilai n = jumlah total tegakan seluruh jenis
lebar karapas (L) sebagai X dan bobot (W)
P
sebagai Y, sehingga diperoleh konstanta Fi = pi
regresi a dan b. Nilai b yang diperoleh dari
persamaan di atas memperlihatkan pola Keterangan:
pertumbuhan dengan model Y = aXb. Fi = Frekuensi jenis
Pi = Jumlah plot ditemukan jenis ke-i
2.3.3. Analisis Vegetasi
p = Jumlah total plot yang diamati
Analisis vegetasi dilakukan dengan
F
menghitung Indeks Nilai Penting (INP) RFi = Fi × 100%
mangrove dari seluruh stasiun. INP dapat
menggambarkan pengaruh atau peran suatu Keterangan:

3
Sulistiono et al. / Habitus Aquatica 1(2):1–11

RFi = Frekuensi relatif jenis 3. Hasil dan Pembahasan


Fi = Frekuensi jenis ke-i
3.1. Hasil
F = Jumlah frekuensi untuk seluruh jenis
3.1.1. Jenis Kepiting Bakau yang Tertangkap
BA
Ci = Sebanyak tiga spesies kepiting bakau
A
tertangkap selama waktu pengamatan. Ketiga
2
BA = ×DBH×4 spesies kepiting bakau tersebut yakni Scylla
tranquebarica, S. olivacea, dan S. serrata.
Keterangan: Total diperoleh sebanyak 184 ekor kepiting
Ci = Penutupan jenis bakau dengan rincian 98 ekor S. tranquebarica
DBH = Diameter batang pohon (69 ekor jantan dan 29 ekor betina), 51 ekor S.
C olivacea (27 ekor jantan dan 24 ekor betina),
RCi = Ci
i dan 35 ekor S. serrata (27 ekor jantan dan 8
Keterangan: ekor betina).
RCi = Penutupan relatif jenis Mosa dan Juwana (1996) dalam Muna
Ci = Luas area penutupan jenis ke-i (2009) menyatakan bahwa bagian-bagian yang
Ci = Luas total penutupan seluruh jenis penting dalam mengenali Famili Portunidae
adalah karapas, bentuk pasangan kaki,
2.3.4. Hubungan Kerapatan Mangrove abdomen, pleopod, dan bentuk serta basal
Terhadap Kelimpahan Kepiting Bakau antena joint. Perbedaan morfologi ketiga jenis
Keeratan hubungan antara kerapatan kepiting bakau dapat dilihat pada Tabel 1.
mangrove terhadap kelimpahan kepiting bakau
dapat dilihat dari besarnya nilai koefisien
korelasi (r) dan koefisien determinasi (R2).
Nilai koefisien korelasi berkisar antara -1
sampai +1. Nilai koefisien determinasi
berkisar antara 0 sampai 1. Koefisien
determinasi memperlihatkan besarnya variasi
peubah tetap (Y) dapat diterangkan oleh
peubah bebas (X). Koefisien korelasi
menggambarkan besarnya hubungan antara
peubah bebas dengan peubah tetap.
Y=a+bX
Gambar 2. Kepiting bakau (Scylla spp.).
Keterangan:
Y = Kelimpahan kepiting bakau (ind/t)
X = Kerapatan mangrove (ind/m2)
a = Konstanta
b = Slope
Tabel 1. Perbedaan morfologi tiga spesies dari genus Scylla.
Karakteristik menurut spesies
Morfologi
Scylla tranquebarica Scylla olivacea Scylla serrata
Warna Hijau, ungu kehijauan Hijau atau hijau Merah tua hingga
atau cokelat keabuan coklat keunguan
Duri di dahi Agak tajam Tajam atau runcing Landai
Duri di bagian Terdapat dua duri, yang salah Terdapat dua duri yang Duri mengecil atau
luar karpus satunya berukuran lebih kecil sama besar menghilang
Lekukan karapas Dalam Dalam Tidak terlalu dalam
Sumber: Estampador (1949) dalam Fushimi dan Watanabe (2001); Sulistiono et al. (1994).

4
Sulistiono et al. / Habitus Aquatica 1(2):1–11

3.1.2. Jumlah Individu dan Penyebaran tangkapan terbanyak pada empat bulan
Kepiting Bakau Berdasarkan Stasiun pengamatan, yakni pada November, Januari,
Pengamatan Februari, dan Maret. Akan tetapi di bulan
Jumlah individu dan penyebaran kepiting November dan Januari, S. tranquebarica dan
bakau bervariasi di lima stasiun amatan. S. olivacea yang tertangkap memiliki jumlah
Berdasarkan jumlah hasil tangkapan secara yang sama. Sebaran jumlah hasil tangkapan
keseluruhan, S. tranquebarica merupakan kepiting bakau selama enam bulan waktu
spesies yang paling banyak tertangkap pengamatan tersaji di Gambar 5 dan Gambar
dibandingkan dengan S. olivacea dan S. 6.
serrata. Jumlah sebaran tiap jenis kepiting 3.1.4. Pola Pertumbuhan Kepiting Bakau
bakau tersaji di Gambar 3 dan Gambar 4. S. transquebarica jantan dan betina yang
tertangkap memiliki persamaan hubungan
3.1.3. Jumlah Individu dan Penyebaran
lebar karapas terhadap bobot masing-masing
Kepiting Bakau Selama Enam Bulan
W=0,117L2,036 dan W=0,055L2,142. S.
Pengamatan
transquebarica jantan maupun betina
Selama enam bulan pengamatan dari total
memiliki pola pertumbuhan alometrik negatif.
tangkapan masing-masing spesies, S.
Grafik hubungan lebar karapas terhadap bobot
tranquebarica merupakan spesies dengan
S. transquebarica dapat dilihat di Gambar 7.
jumlah total yang paling banyak dibandingkan
S. olivacea jantan dan betina memiliki
dengan S. serrata dan S. olivacea. Dari ketiga
persamaan hubungan lebar kerapas terhadap
spesies dengan jenis kelamin jantan, S.
bobot masing-masing W=0,679L1,795 dan
tranquebarica menjadi spesies dengan
W=0,001L2,646. S. olivacea jantan dan betina
tangkapan terbanyak pada hampir setiap
memiliki pola pertumbuhan alometrik negatif.
bulannya, kecuali di bulan Oktober.
Grafik hubungan lebar karapas terhadap bobot
Sedangkan untuk jenis kelamin betina, S.
S. olivacea dapat dilihat di Gambar 8.
tranquebarica menjadi spesies dengan
25 S. Serrata 25 S. serrata
S. olivacea
20 20 S. olivacea
S. tranquebarica
Individu

Individu

S. tranquebarica
15 15
10 10
5 5
0 0
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Stasiun pengamatan Stasiun pengamatan
Gambar 3. Hasil tangkapan Scylla spp. jantan Gambar 4. Hasil tangkapan Scylla spp. betina
di setiap stasium amatan. di setiap stasium amatan.
25 S. tranquebarica 25
S. tranquebarica
20 S. serrata 20 S. serrata
Individu
Individu

S. olivacea S. olivacea
15 15
10 10
5 5
0 0

Waktu pengamatan Waktu pengamatan

Gambar 5. Hasil tangkapan Scylla spp. jantan Gambar 6. Hasil tangkapan Scylla spp. betina
selama enam bulan pengamatan. selama enam bulan pengamatan.

5
Sulistiono et al. / Habitus Aquatica 1(2):1–11

S. serrata jantan memiliki persamaan nilai bobot yang diperoleh di ukuran lebar
hubungan lebar karapas terhadap bobot karapas yang sama. Hal yang berbeda didapat
W=202,4L0,907, dan S. serrata betina memiliki pada S. serrata betina, karena S. serrata betina
persamaan W=0,034L2,248. Pertumbuhan S. memiliki pola pertumbuhan yang bersifat
serrata jantan tidak dapat terdefinisi alometrik negatif. Grafik hubungan lebar
berdasarkan data yang diperoleh, karena nilai karapas terhadap bobot S. serrata dapat dilihat
korelasi yang terlalu kecil. Kondisi ini di Gambar 9.
dikarenakan terdapat batas kisaran ekstrim dari
290000 290000 (b)
(a) W = 0,055L2.142
250000 250000 R² =74,7%

Bobot (mg)
210000 210000 n=23
Bobot (mg)

170000 W = 0,117L2.036 170000


R² = 29,9%
130000 n=68 130000
90000 90000
50000 50000
10000 10000
200 400 600 800 1000 1200 1400 200 400 600 800 1000 1200 1400
Lebar karapas Lebar karapas
(mm) (mm)
Gambar 7. Pola pertumbuhan S. transquebarica jantan (a) dan betina (b) di Muara Sungai
Donan, Segara Anakan.

410000 410000
(a) (b)
360000 360000
310000 W = 0,001L2.646
Bobot (mg)
Bobot (mg)

310000
260000 W= 0,679L1.795 R² =70,9%
260000
R² = 53,7% n=24
210000 210000
n=24
160000 160000
110000 110000
60000 60000
10000 10000
200 400 600 800 1000 1200 1400 200 400 600 800 1000 1200 1400
Lebar karapas Lebar karapas
(mm) (mm)
Gambar 8. Pola pertumbuhan S. olivacea jantan (a) dan betina (b) di Muara Sungai Donan,
Segara Anakan.

410000 410000
(a) (b)
360000 360000
310000 310000
Bobot (mg)

Bobot (mg)

260000 260000
210000 210000
W = 202,4L0.907
160000 R² = 17,6% 160000 W = 0,034L2.248
110000 n=26 110000 R² =93,1%
60000 60000 n=8
10000 10000
200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
Lebar karapas Lebar karapas
(mm)
Gambar 9. Pola pertumbuhan S. serrata jantan (a) dan betina (b) di Muara Sungai Donan,
Segara Anakan.

6
Sulistiono et al. / Habitus Aquatica 1(2):1–11

3.1.5. Komposisi Vegetasi Mangrove 3.1.7. Keterkaitan Kepiting Bakau dan


Terdapat enam spesies mangrove yang Vegetasi Mangrove dengan Parameter
teridentifikasi di lima stasiun pengamatan. Lingkungan
Keenam spesies tersebut yakni Rhizophora Parameter kualitas air yang diamati dalam
apiculata, R. mucronata, Avicennia penelitian ini adalah pH, salinitas, dan suhu.
rumphiana, A. alba, A. officinalis, dan Nypa. Ketiga parameter tersebut kemudian dianalisis
Komposisi vegetasi mangrove di lima stasiun menggunakan principal component analysis
pengamatan dapat dilihat di Gambar 10. (PCA) bersama dengan kelimpahan kepiting
Secara umum struktur komposisi vegetasi bakau dan kerapatan vegetasi mangrove. Hasil
yang paling banyak dijumpai secara berurutan PCA dapat dilihat di Gambar 12.
adalah pohon, anakan, dan semai. Berdasarkan Hasil PCA memperlihatkan bahwa terjadi
Gambar 10 dapat dilihat bahwa komposisi pengelompokan terhadap jenis kepiting bakau,
terbanyak untuk stasiun satu berupa mangrove vegetasi mangrove, stasiun pengamatan, serta
dengan kategori anakan, sedangkan untuk parameter kualitas air. Stasiun 1, stasiun 2, dan
stasiun dua hingga stasiun lima komposisi stasiun 3 memiliki karakteristik yang
terbanyak berupa mangrove dengan kategori cenderung serupa, hal ini menyebabkan S.
pohon. tranquebarica dan S. olivacea lebih dominan
di stasiun tersebut. S. tranquebarica dan S.
3.1.6. Indeks Nilai Penting Mangrove
olivacea berasosiasi dengan mangrove jenis A.
Selama pengamatan diperoleh enam jenis
alba, A. rumphiana, R. apiculata, dan suhu.
mangrove yakni Rhizophora apiculata, R.
Stasiun 5 memperlihatkan adanya asosiasi
mucronata, Avicennia rumphiana, A. alba, A.
antara Scylla serrata dengan A. officinalis, dan
officinalis, Nypa. Mangrove dengan kategori
pH. Sedangkan hal yang berbeda terlihat di
pohon, anakan maupun semai di lima lokasi
stasiun 4. Hasil PCA memperlihatkan bahwa
pengamatan didominasi oleh Rhizophora
di stasiun 4 tidak terdapat asosiasi antara jenis
apiculata. Indeks Nilai Penting dari keenam
kepiting bakau dengan vegetasi mangrove
spesies mangrove dapat dilihat di Gambar 11.
maupun parameter salinitas.
25 21 22 Pohon
18
Jumlah vegetasi

20 Anakan
16 16
(ind/m2)

15 12
8 9
10 6 5
5 2 1 1 1 1
0
1 2 3 4 5
Stasiun pengamatan
Gambar 10. Komposisi vegetasi mangrove di lima stasiun pengamatan.

300
Indeks Nillai Penting (%)

Pohon Anakan Semai


250
144.7673

200
80.9659
84.592
66.3449

150
40.1213
39.7507
38.6065

35.8768
22.5135

22.2906
18.0474

17.1445

100

50
0
0

0
0

0
0

0
Rhizophora Rhizophora Avicennia Avicennia Avicennia Nypa
apiculata mucronata rumphiana officinalis alba
Spesies mangrove

Gambar 11. Indeks Nilai Penting (INP) keenam spesies mangrove.

7
Sulistiono et al. / Habitus Aquatica 1(2):1–11

3.1.8. Hubungan Kerapatan Mangrove kerapatan mangrove terhadap kelimpahan S.


dengan Kelimpahan Kepiting Bakau serrata cenderung sangat kecil (nilai r
Analisis regresi linier memperlihatkan mendekati 0), sehingga dapat dikatakan bahwa
bahwa kerapatan mangrove memiliki korelasi korelasi kerapatan mangrove terhadap
yang cenderung erat hingga sangat erat kelimpahan S. serrata sangat kecil atau tidak
terhadap kelimpahan S. tranquebarica dan S. ada. Kurva regresi antara kerapatan mangrove
olivacea (nilai r mendekati 1). Kondisi yang terhadap kelimpahan ketiga jenis kepiting
berbeda ditemui pada kepiting bakau jenis S. bakau dapat dilihat di Gambar 13.
serrata. Nilai koefisien korelasi antara

2 St. 4 salinitas
Scylla olivacea
Nypa Scylla tranquebarica
1 Rhizophora mucronata Rhizphora apiculata St. 1
St.2 Avicennia alba
Avicennia rumphiana
0 Suhu
Komponen Dua

St. 3

-1 pH

Scylla serrata
-2 Avicennia officinalis

-3

St. 5
-4
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4
Komponen Satu

Gambar 12. Hasil analisis PCA.

35 y = 0,5343x + 4,8535
30 R² = 0,4244
Kelimpahan (ind)

25 r = 0,6515
20
15
10
5
0
0 10 20 30 40 50
Kerapatan mangrove (ind/m2)
(a)
35 35 y = -0,0409x + 8,1294
y = 0,5752x - 6,2759
30
Kelimpahan (ind)

30 R² = 0,0859
Kelimpahan (ind)

R² = 0,7409
25 r = 0,8607 25 r = 0,2931
20 20
15 15
10 10
5 5
0 0
0 10 20 30 40 50 0 10 20 30 40 50
Kerapatan mangrove (ind/m2) Kerapatan mangrove (ind/m2)
(b) (c)
Gambar 13. Hubungan antara kerapatan mangrove dengan kelimpahan S. tranquebarica
(a), S. olivacea (b), dan S. serrata (c).

8
Sulistiono et al. / Habitus Aquatica 1(2):1–11

3.2. Pembahasan Secara umum ketiga jenis kepiting bakau


Kepiting bakau (Scylla spp.) dapat ditemui memiliki pola pertumbuhan alometrik negatif.
mulai dari wilayah tropis hingga subtropis, dan Pola pertumbuhan alometrik negatif
menjadi salah satu sumberdaya perikanan yang menunjukkan bahwa pertumbuhan lebar
penting di Indonesia. Kepiting bakau yang karapas kepiting bakau jauh lebih cepat
ditangkap di pesisir perairan Indonesia dibandingkan dengan pertumbuhan bobotnya.
meliputi wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Penelitian lain yang dilakukan Tanod et al.
Sulawesi, Maluku, hingga Papua (Sulistiono et (2000) di Segara Anakan terhadap
al. 1994). Ketersediaan kepiting bakau di pasar pertumbuhan dan reproduksi S. serrata, S.
banyak disuplai dari hasil tangkapan di alam. tranquebarica, S. oceanica juga
Peningkatan nilai ekonomi kepiting bakau memperlihatkan pola pertumbuhan yang sama.
berdampak kepada meningkatnya upaya Menurut Heasman (1980) dalam Latief (2003)
penangkapan. Meskipun demikian, hal terdapat faktor endogen dan eksogen
tersebut dapat mengakibatkan penurunan rata- memengaruhi laju pertumbuhan kepiting
rata produksi di daerah sentra penghasil bakau. Faktor endogen yang dimaksud
kepiting bakau (Cholik 1999). meliputi genetik, jenis kelamin, tingkat
Selama waktu pengamatan, diperoleh tiga kematangan kelamin, dan ukuran tubuh,
jenis kepiting bakau di muara Sungai Donan sedangkan faktor eksogen yang dimaksud
Segara Anakan, yakni Scylla tranquebarica, S. adalah ketersediaan makanan, salinitas, dan
olivacea, dan S. serrata. Kepiting bakau yang suhu. Selain itu Hartnoll (1982) dalam Muna
paling banyak tertangkap dan tersebar di (2009) juga menjelaskan bahwa faktor laju
seluruh lokasi pengamatan yaitu S. pertumbuhan krustasea dipengaruhi oleh
tranquebarica. Kondisi yang serupa ditemui beberapa hal seperti anggota tubuh yang
pada penelitian yang dilakukan oleh hilang, jenis kelamin, tingkat kedewasaan,
Siahainenia (2000), yang mana S. cahaya, ketersediaan makanan, salinitas, suhu,
tranquebarica menyebar dengan baik di dan parasit.
habitat mangrove Teluk Pelita Jaya, Seram Hutan mangrove dapat menjadi habitat
Barat Maluku. Dua kondisi di atas bagi berbagai organisme dengan kemampuan
memperlihatkan bahwa S. tranquebarica adaptasi terhadap perubahan ekosistem, salah
memiliki toleransi terhadap perubahan satunya yaitu kepiting bakau (Tanod et al.
salinitas, sehingga S. tranquebarica mampu 2000). Selama pengamatan teridentifikasi
menyebar di wilayah yang luas. Meski dapat enam spesies mangrove di lima stasiun
ditemui di seluruh stasiun amatan, namun pengamatan. Keenam spesies tersebut yakni
sebaran komposisi jumlah jantan yang Rhizophora apiculata, R. mucronata,
tertangkap cenderung lebih banyak Avicennia rumphiana, A. alba, A. officinalis,
dibandingkan dengan betina. dan Nypa. Sebanyak lima dari enam jenis
Perbedaan jumlah komposisi jantan dan mangrove ditemui sebagai kategori pohon,
betina yang tertangkap dipengaruhi oleh sifat serta hanya ditemui dua jenis vegetasi dengan
migrasi kepiting bakau. Migrasi dapat terjadi kategori anakan, dan untuk kategori semai
sebagai upaya untuk melakukan pemijahan. dapat ditemui sebanyak empat jenis. Hasil
Kepiting bakau biasanya kawin di perairan analisis menunjukkan bahwa vegetasi
mangrove. Secara berangsur sesuai dengan mangrove dengan kategori pohon, anakan, dan
perkembangan telurnya, kepiting betina akan semai didominasi oleh Rhizophora apiculata
beruaya ke arah laut untuk memijah sedangkan dengan INP kategori pohon, anakan, dan semai
jantan akan tetap berada di perairan mangrove secara berturut-turut adalah 66,3449%,
maupun muara sungai (Hill 1975 dalam 144,7673%, dan 84,5920%.
Wijaya 2011). Selain itu adanya dominasi oleh Stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 3
kepiting jantan diduga dapat terjadi akibat didominasi mangrove jenis A. alba, A.
persaingan dalam mencari makan, yang mana rumphiana, dan R. apiculata. Dari ketiga jenis
kepiting jantan cenderung lebih agresif mangrove ini, R. apiculata adalah mangrove
dibandingkan dengan kepiting betina (Moser dengan nilai INP tertinggi. Sehingga dapat
et al. 2002 dalam Moser et al. 2005). dikatakan bahwa R. apiculata memiliki

9
Sulistiono et al. / Habitus Aquatica 1(2):1–11

kedudukan ekologis yang lebih utama di Daftar Pustaka


kawasan tersebut. Selain itu adanya asosiasi Asmara H, Riani E, Susanto A. 2011. Analisis
antara R. apiculata terhadap kepiting bakau beberapa aspek reproduksi kepiting bakau
jenis S. tranquebarica dan S. olivacea, (Scylla serrata) di Perairan Segara Anakan,
menyebabkan hasil tangkapan yang dominan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Jurnal
dari kedua jenis kepiting ini di stasiun 1, 2, dan Matematika, Saint dan Teknologi.
3. Menurut La Sara (2000) distribusi serta 12(1):30–36.
kelimpahan kepiting bakau dipengaruhi faktor Cholik F. 1999. Review of Mud Crab Culture
lingkungan, baik itu parameter fisika-kimia air Research In Indonesia. ACIAR Proceeding
serta ketersediaan makanan di alam. No. 7. Proceeding of An International
Hasil analisis regresi linier antara Scientific Forum Held In Darwin,
kerapatan mangrove terhadap kelimpahan S. Australia, 21–24 April 1997. Canberra.
tranquebarica dan S. olivacea memperlihatkan Australia: 14–20.
korelasi yang cenderung erat hingga sangat
erat. Hal ini menandakan bahwa kerapatan Fushimi H, Watanabe S. 2001. Problems in
mangrove dapat memengaruhi kelimpahan S. species identification of the mud crab genus
tranquebarica dan S. olivacea. Keeratan Scylla (Brachyuran: Portunidae). UNJR
korelasi ini mengartikan bahwa semakin Technical Report. (28):9–13.
tingginya kerapatan mangrove dapat Kasry A. 1996. Budidaya Kepiting Bakau dan
meningkatkan kelimpahan S. tranquebarica Biologi Ringkas. Bhratara. Jakarta. 95hlm.
dan S. olivacea. Kondisi yang berbeda terdapat
pada kepiting jenis S. serrata. Hasil regresi La Sara. 2000. Habitat and Some Biological
linier menunjukkan bahwa kerapatan Parameters of Two Species of Mud Crab
mangrove tidak memiliki korelasi terhadap S. Scylla spp. in Southeast Sulawesi,
serrata. Artinya kelimpahan S. serrata tidak Indonesia. Di dalam: Sustainable
dipengaruhi oleh kerapatan mangrove. fisheriesin Asia in the new millennium.
Sehingga S. serrata dapat dijumpai dengan Proceedings of the JSPS-DGHE.
kelimpahan yang cukup besar meski di lokasi International Symposium on Fisheries
dengan kerapatan mangrove yang tidak terlalu Science in Tropical Area, 21–25 Agustus
tinggi. 2000, Bogor, Indonesia. TUF International
Perbedaan kondisi lingkungan dan jenis JSPS Project, Tokyo University of
mangrove antar stasiun menjadi faktor penting Fisheries. Japan. 341–346 p.
yang mampu menggambarkan keberadaan Latief MS. 2003. Kajian potensi dan
kepiting bakau (Sunarto et al. 2015). Selain pemanfaatan kepiting bakau (Scylla spp.) di
ketersediaan makanan, salinitas dan suhu kawasan hutan bakau Desa Morodemak
sangat berpengaruh terhadap kehidupan dengan menggunakan analisis keruangan
organisme laut dan estuari. Perubahan salinitas [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
dapat memengaruhi sifat fungsional maupun Bogor.
struktur organisme, dan sebuah perubahan
suhu mampu berperan dalam percepatan Listyaningsih DD. 2013. Kajian degradasi
metabolisme organisme (Kasry 1996). ekosistem mangrove terhadap Polymesode
erosa di Segara Anakan, Cilacap [tesis].
4. Kesimpulan Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Terdapat tiga jenis kepiting bakau yang Moser S, Macintosh, Laoprasert, Tongdee N.
tertangkap di lokasi penelitian, yaitu Scylla 2005. Population ecology of the mud crab
tranquebarica, Scylla olivacea, dan Scylla Scylla olivacea: a study in the Ranong
serrata. Distribusi Scylla tranquebarica dan mangrove ecosystem, Thailand, with
Scylla olivacea berasosiasi dengan kawasan emphasis on juvenile recruitment and
bervegetasi Avicennia alba, Avicennia mortality. Fisheries Research. 71:27–41.
rumphiana, dan Rhizophora apiculata,
sedangkan distribusi Scylla serrata berasosiasi Muna NF. 2009. Keragaan reproduksi kepiting
dengan vegetasi Avicennia officinalis. bakau (Scylla spp.) di perairan Indonesia

10
Sulistiono et al. / Habitus Aquatica 1(2):1–11

[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian spp.) dengan mangrove dan substrat di
Bogor. tambak Silvofishery Eretan, Indramayu.
Marine Fisheries. 6(1):59–68.
Nontji A. 2009. Laut Nusantara. Cetakan
Keempat. Jakarta (ID): Djambatan. Tanod A, Sulistiono, Watanabe S. 2000.
Reproduction and growth of three spesies
Siahainenia L. 2000. Distribusi kelimpahan
mudcrabs (Scylla serrata, S. tranquebarica,
kepiting bakau (Scylla serrata, S. oceanica,
S. oceanica) in Segara Anakan Lagoon.
dan S. tranquebarica) dan hubungannya
Indonesia. Di dalam : Sustainable fisheries
dengan karakteristik habitat pada kawasan
in Asia in the new millenium. Proceedings
hutan mangrove Teluk Pelita Jaya, Seram
of the JSPS-DGHE. International
Barat Maluku [tesis]. Bogor (ID): Institut
Symposium on Fisheries Science in
Pertanian Bogor.
Tropical Area, 21-25 Agustus 2000, Bogor.
Sulistiono, Watanabe S, Tsuchida S. 1994. Indonesia. TUF International JSPS Project
Biology and fisheries of crabs in Segara Tokyo University of Fisheries. Japan. 347–
Anakan Lagoon. Di dalam : Ecological 351 p.
assesment for management planning in
Wijaya NI. 2011. Pengelolaan zona
Segara Anakan Lagoon, Cilacap, Central
pemanaatan ekosistem mangrove melalui
Java. JSPS-DGHE Program. NODAI
optimasi pemanfaatan sumberdaya kepiting
Center for International Program, Tokyo
bakau (Scylla serrata) di Taman Nasional
University of Agriculture. Japan. 65–76 p.
Kutai Provinsi Kalimantan Timur [tesis].
Sunarto, Sulistiono, Setyobudiandi I. 2015. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hubungan jenis kepiting bakau (Scylla

11

Anda mungkin juga menyukai