Anda di halaman 1dari 24

MAKROZOOBENTOS SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS

PERAIRAN DALAM PENGEMBANGAN PANTAI NAMBO SEBAGAI


LOKASI WISATA YANG BERBASIS LINGKUNGAN

Proposal Penelitian

Oleh :

ZUKNI INDARWANI
F1D1 18 021

PROGRAM STUDI BIOLOGI


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perairan Pantai Nambo memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi

dimana merupakan salah satu tempat wisata. Perairan Pantai Nambo merupakan

kawasan pesisir yang berada di Kota Kendari dimana banyak terdapat sumberdaya

laut. Sejalan dengan pembangunan wilayah dan perkembangan daerah, tentunya

memiliki aktivitas yang cukup padat seperti kegiatan menangkap ikan, budidaya,

kawasan ekowisata dan aktivitas yang berada di pesisir laut. Aktivitas tersebut

secara tidak langsung dapat memberikan pengaruh besar terhadap kualitas

perairan, dampak yang berpengaruh terhadap kualitas perairan salah satunya yaitu

pencemaran laut. Pencemaran laut memungkinkan terjadinya penurunan kualitas

perairan serta berkurangnya jenis biota yang hidup di wilayah perairan tersebut

(Sulphayrin, 2018).

Pencemaran perairan merupakan perubahan keadaan di suatu perairan.

Pencemaran di ekosistem perairan seperti yang terjadi di laut sering disebabkan

oleh tertimbunnya zat polutan yang berasal dari pertambangan, aktivitas

pelabuhan, tumpahan minyak dari kapal, limbah rumah tangga dan kegiatan

industri. Limbah yang tidak mengalami degradasi kemudian akan terakumulasi di

perairan laut sehingga akan berdampak pada pencemaran lingkungan perairan dan

terganggunya keberlangsungan hidup organisme aquatik. Terganggunya

organisme perairan ini terjadi bukan hanya karena pencemaran akan tetapi juga

karena masuknya bahan berbahaya seperti logam berat (Guntur, 2017).

1
2

Makrozoobentos merupakan salah satu hewan yang dapat hidup di dalam

substrat maupun menempel di dasar perairan (Rijaluddin, 2017). Keanekaragaman

makrozoobentos dipengaruhi berbagai faktor lingkungan biotik dan abiotik.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberadaan makrozoobentos adalah faktor

kimia lingkungan perairan, diantaranya adalah penetrasi cahaya yang berpengaruh

terhadap suhu air, kandungan unsur kimia seperti kandungan ion hidrogen (pH),

oksigen terlarut (DO) dan kebutuhan oksigen kimia (COD). Komposisi atau

kelimpahan makrozoobentos ditentukan berdasarkan toleransi atau sensitifitas

terhadap perubahan kualitas habitat dengan cara penyesuaian diri dari struktur

komunitas dalam lingkungan yang relatif stabil (Rafi’i, 2018).

Kondisi lingkungan Pantai Nambo memiliki peran penting terhadap jenis

keanekaragaman makrozoobentos. Keanekragaman jenis, kelimpahan,

keseragaman dan dominansi makrozoobentos berpotensi untuk menggambarkan

kondisi di suatu perairan. Pantai Nambo sendiri dikelilingi oleh banyaknya hutan

mangrove, yang mana mangrove ini berfungsi sebagai biofilter yang berguna bagi

organisme yang berasosiasi disekitarnya. Saat ini, Pantai Nambo dijadikan

sebagai lokasi perikanan baik budidaya maupun perikanan tangkap. Berbagai

aktivitas masyarakat termasuk kegiatan perikanan. Sehubungan dengan hal

tersebut, diketahui bahwa kondisi perairan di Pantai Nambo saat ini semakin

menurun akibat aktivitas manusia yang menimbulkan pencemaran. Kondisi

perairan yang semakin menurun kualitasnya dapat berdampak terhadap tingkat

salinitas perairan, salinitas ini berpengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup

organisme di perairan tersebut, seperti makrozoobentos yang memiliki kisaran pH


3

tertentu untuk dapat bertahan di lingkungan perairan. Untuk itu, penelitian ini

perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi makrozoobentos yang dapat di

gunakan sebagai bioindikator terhadap kualitas perairan Pantai Nambo.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian yang berjudul

“Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Dalam

Pengembangan Pantai Nambo Sebagai Lokasi Wisata Yang Berbasis

Lingkungan”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (C) dan dominansi (D)

biota makrozoobentos diperairan Pantai Nambo?

2. Bagaimana kondisi parameter fisika dan kimia perairan Pantai Nambo?

3. Bagaimana kualitas parairan pantai nambo berdasarkan keberadaan

makrozoobentos (menggunakan Family Biotic Index)?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (C) dan

dominansi (D) biota makrozoobentos diperairan Pantai Nambo

2. Untuk mengetahui kondisi parameter fisika dan kimia perairan Pantai Nambo.

3. Untuk mengetahui kualitas parairan pantai nambo berdasarkan keberadaan

makrozoobentos (menggunakan Family Biotic Index).


4

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Manfaat Teoritis

1. Memberikan informasi terhadap instansi terkait maupun masyarakat pesisir

terkait kondisi keanekaragaman (H’), keseragaman (C) dan dominansi (D)

biota makrozoobentos di perairan Pantai Nambo.

2. Memberikan informasi terhadap instansi terkait untuk mengetahui kondisi

parameter fisika dan kimia perairan Pantai Nambo.

b. Manfaat Praktis

Manfaat praktis pada penilitian ini adalah tersedianya informasi mengenai

hubungan keanekaragaman (H’), keseragaman (C) dan dominansi (D) biota

makrozoobentos di perairan Pantai Nambo yang sampai saat ini belum ada

yang mengkajinya. Informasi yang diperoleh diharapkan dapat dijadikan

sebagai salah satu acuan untuk menilai kondisi di perairan Pantai Nambo.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Makrozoobentos

Makrozoobentos merupakan organisme yang dapat hidup pada dasar

perairan dan merupakan bagian dari rantai makanan yang keberadaannya

bergantung pada populasi organisme yang tingkatnya lebih rendah. Kelimpahan

maupun keanekaragaman makrozoobentos sangat bergantung pada tingkat

toleransi dan tingkat sensitifnya terhadap kondisi lingkungan sekitar. Kisaran

toleransi dari makrozoobentos terhadap lingkungan dapat berbeda-beda (Pelealu,

2018).

Makrozoobentos merupakan organisme yang hidup pada dasar perairan

dan merupakan bagian dari rantai makanan yang keberadaannya bergantung pada

populasi organisme yang tingkatnya lebih rendah. Makrozoobentos berperan

penting dalam rantai makanan pada eksositem akuatik. Beberapa jenis

makrozoobentos digunakan sebagai sumber pakan penting bagi ikan, sedangkan

jenis makrozoobentos lainnya memangsa larva ikan kecil yang ada di perairan dan

komponen biotik perairan. Peran tersebut menjadikan makrozoobentos menjadi

salah satu penentu produktivitas sekunder suatu perairan (Rijaluddin, 2017).

Kelimpahan makrozoobentos juga mempengaruhi suatu perairan karena

pola kemerataan kelimpahan makrozoobentos di setiap stasiun berbeda-beda.

Perairan yang sehat atau belum tercemar oleh zat berbahaya akan menunjukkan

jumlah individu yang seimbang dari hampir semua spesies yang ada, sebaliknya

5
6

jika suatu perairan tercemar, maka penyebaran jumlah individu tidak merata dan

cenderung ada spesies yang mendominasi (Febbyanto, 2017).

B. Makrozoobentos Sebagai Bioindikator

Keanekaragaman makrozoobentos tergantung pada toleransi ataupun

sensitifitasnya terhadap perubahan lingkungan sekitar. Makrozoobentos dapat

digunakan sebagai bioindikator kandungan bahan organik dan dapat memberikan

suatu gambaran yang lebih tepat dibandingkan pengujian fisika dan kimia.

Makrozoobentos sering dipakai untuk menduga keseimbangan lingkungan fisik,

kimia dan biologi perairan. Perairan yang tercemar akan mempengaruhi

kelangsungan hidup organisme makrozoobentos (Fastaa, 2018).

C. Pengaruh Aktivitas Masyarakat Terhadap Makrozoobentos

Aktivitas suatu komponen ekosistem selalu memberikan pengaruh pada

komponen ekosistem yang lain. Manusia merupakan salah satu komponen penting

sebagai komponen yang dinamis, manusia sering kali dapat mengakibatkan

dampak pada salah satu komponen lingkungan yang dapat mempengaruhi

ekosistem secara keseluruhan (Prasetia, 2017). Manusia merupakan bagian dari

sistem ekologi (ekosistem) sebagai objek sekaligus subjek pembangunan.

Permasalahan lingkungan yang sangat mendasar berkaitan dengan kepadatan

penduduk seperti kebutuhan pangan, pemukiman dan kebutuhan lainnya akan

meningkatkan limbah domestik dan limbah industri yang dihasilkan sehingga

terjadi pencemaran yang mengakibatkan perubahan tehadap organisme perairan

(Prasetia, 2017).
7

D. Parameter Lingkungan Makrozoobentos

Adapun parameter lingkungan Makrozoobentos suatu perairan adalah

sebagai berikut:

1. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seluruh

aktivitas serta memacu atau menjadi hambatan terhadap perkembangbiakan

organisme perairan. Peningkatan suhu air sampai skala tertentu akan

menyebabkan perkembangbiakan organisme perairan menjadi cepat. Suhu

yang toleransi terhadap kehidupan makrozoobentos berkisar 20-30oC. Nilai

kisaran toleransi ini mampu mendukung kehidupan yang layak dalam

ekosistem dimana mereka hidup (Ridwan, 2016). Suhu pada perairan dapat

menyebabkan penurunan oksigen terlarut (Daulay, 2014).

2. Salinitas

Salinitas merupakan salah satu parameter fisika yang dapat

mempengaruhi kualitas air. Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat

di air. Salinitas merupakan faktor penting bagi penyebaran organisme perairan

laut dan juga merupakan faktor pembatas (Patty, 2013). Banyak faktor

yang mempengaruhi salinitas, diantaranya yaitu penguapan, semakin besar

tingkat penguapan air laut di suatu wilayah, maka salinitasnya tinggi dan

sebaliknya. Apabila pada daerah yang rendah tingkat penguapan air lautnya,

maka daerah itu memiliki kadar garam yang rendah.


8

3. Kedalaman

Perairan yang dangkal cenderung memiliki keanekaragaman yang lebih

tinggi dibandingkan dengan perairan yang lebih dalam. Kondisi perairan yang

dangkal, intensitas cahaya matahari dapat menembus seluruh badan air

sehingga mencapai dasar perairan, daerah yang dangkal biasanya memiliki

variasi habitat yang lebih besar dari pada daerah yang lebih dalam sehingga

cenderung mempunyai makrozoobentos yang beranekaragam dan interaksi

kompetisi lebih kompleks. Musim hujan akan menyebabkan perairan

cenderung lebih dalam jika dibandingkan dengan saat musim kemarau. Hal

tersebut dapat mempengaruhi kepadatan makrozoobentos di dasar suatu

perairan (Minggawati, 2013).

4. Derajat Keasaman (pH)

pH merupakan derajat keasaman yang dapat digunakan untuk

menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan.

Kondisi perairan yang memiliki kadar pH sangat basa maupun asam dapat

membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan

terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi pada makhluk hidup

(Rukmiasari, 2014). pH merupakan faktor pembatas bagi organisme yang

hidup di suatu perairan. Perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah

dapat mempengaruhi ketahanan hidup organisme yang hidup didalamnya.

Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai

kisaran pH sekitar 7-8,5 (Asriani, 2013).


9

5. Kecepatan Arus

Kecepatan arus merupakan faktor fisik yang dapat mempengaruhi

keberadaan makrozoobenthos di suatu perairan. Kecepatan arus dapat

dipengaruhi oleh kekuatan angin, topografi, kondisi pasang surut dan musim.

Musim penghujan dapat meningkat jumlah debit air dan sekaligus dapat

mempengaruhi kecepatan arus, selain itu adanya bentuk alur sungai dan

kondisi substrat pada dasar perairan menyebabkan kecepatan arus bervairasi.

Jenis substrat diketahui dipengaruhi oleh kecepatan arus, pada kecepatan arus

yang tinggi dalam perairan akan menyebabkan tipe substrat di perairan tersebut

didominasi oleh tipe substrat berpasir, sedangkan pada saat arus yang lemah

dalam suatu perairan menyebabkan perairan tersebut didominasi oleh substrat

berlumpur atau lempung (Ridwan, 2016).

6. Dissolved Oxygen (DO)

DO atau oksigen terlarut merupakan komponen penting yang bertujuan

untuk berlangsungnya kehidupan akuatik. DO sangat dibutuhkan oleh

organisme akuatik untuk melakukan proses respirasi. Kebutuhan yang

terpenting untuk mencegah gangguan yang berhubungan dengan aspek cairan

pada suatu sungai adalah cadangan oksigen terlarut yang cukup. Oksigen

terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman maupun hewan

dalam air. Kandungan oksigen dalam suatu perairan sangat dipengaruhi oleh

kondisi kimia dan fisik sungai seperti pergolakan air dipermukaan, suhu dan

konsentrasi zat terlarut di dalamnya. Kelarutan oksigen akan berkurang dengan

bertambahnya konsentrasi zat terlarut dan naiknya suhu (Priyono, 2012).


10

Disolved oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu

perairan. Pengukuran tingkat kualitas air dapat dilihat dari oksigen terlarut

(DO). Semakin tinggi kandungan (DO) semakin bagus kualitas air tersebut

(Prahutama, 2013).

7. Substrat

Substrat merupakan permukaan di mana sebuah organisme hidup.

Susunan substrat dasar penting bagi organisme yang hidup di zona seperti

bentos, baik pada air diam maupun air yang mengalir (Sidik, 2016). Substrat

merupakan berbagai macam komponen biotik dan abiotik yang berperan

sebagai tempat mencari makan, tempat berlindung dan tempat hidup bagi

organisme tertentu.

E. Indeks Ekologi Makrozoobentos

Indeks keanekaragaman adalah penggambaran yang menunjukan sifat

suatu komunitas yang memperlihatkan tingkat keanekaragaman di suatu

komunitas (H’) (Adelina, 2016). Indeks keseragaman (E) adalah gambaran

mengenai sifat organisme yang mendiami suatu komunitas yang dihuni organisme

yang seragam (Insafitri, 2010). Indeks dominansi adalah parameter yang

menyatakan tingkat terpusatnya dominansi dan indeks dominansi berkisar 0-1

dimana semakin kecil nilai indeks dominansi maka tidak ada spesies yang

mendominasi dan sebaliknya (Sirait, 2018).


III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli - Oktober 2021 dengan

lokasi pengambilan sampel di Pantai Nambo, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.

Makrozoobentos diidentifikasi dan dianalisis di Laboratorium Biologi Unit

Ekologi dan Taksonomi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Halu Oleo.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan merupakan jenis penelitian deskriptif

kuantitatif dengan menggunakan metode eksplorasi yang bertujuan untuk

mengetahui kualitas perairan dengan makrozoobentos sebagai bioindikator di

Pantai Nambo. Metode eksplorasi merupakan metode pengamatan dan

pengambilan sampel secara langsung pada lokasi penelitian.

C. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Bahan yang digunakan beserta kegunaannya.


No. Bahan Kegunaan
1 2 3
1. Makrozoobenthos Sebagai sampel pengamatan
2. Alkohol 70% Sebagai bahan pengawet
12

D. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2.


11
Tabel 2. Alat yang digunakan beserta kegunaannya.
No Alat Kegunaan
1 2 3
1. Alat Tulis Untuk mencatat data yang diperoleh
2. Kamera Digital Untuk dokumentasi hasil penelitian
3. Thermometer Untuk mengukur suhu perairan
4. Thermometer HTC Untuk mengukur suhu udara
5. GPS Untuk menentukan titik kordinat
pengambilan sampel
6. Secchi Disk Untuk mengukur tingkat kecerahan
perairan
7. Handrefraktometer Untuk mengukur salinitas perairan

8. pH meter Untuk mengukur pH air


9. Buku FAO Guide Untuk mengidentifikasi jenis
Identification (1988) dan Day makrozoobentos di pantai nambo
(1967)
10. Wadah plastik Untuk menampung sampel
11. Sieve net Untuk menyaring sampel
12. Kantong sampel Untuk menyimpan sampel
13. Van veen grab Untuk mengambil sampel dalam
substrat
14. Jaring surber Untuk mengambil sampel di area
perairan
15. Current meter Untuk mengukur kecepatan arus
13

E. Definisi Operasional

Definisi operasional berikut diajukan untuk menghindari adanya

kekeliruan, maka dijelaskan beberapa definisi operasional yaitu sebagai berikut

a. Bioindikator merupakan kelompok atau komunitas organisme yang saling

berhubungan, dimana keberadaan atau perilakunya sangat berhubungan

dengan kondisi lingkungan tertentu sehingga dapat digunakan sebagai suatu

petunjuk atau uji kuantitatif (Ellenberg, 1991).

b. Identifikasi dalam penelitian ini merupakan suatu proses penentuan identitas

terhadap ciri-ciri yang dimiliki oleh makrozoobentos yang hidup di pantai

nambo pada stasiun yang telah ditunjuk sebagai lokasi pengambilan sampel,

sekaligus membandingkannya dengan buku identifikasi yang di buat acuan.

c. Makrozoobentos merupakan organisme bentos yang mencapai ukuran

sekurang kurangnya 3-5 mm pada saat pertumbuhan maksimum.

C. Indikator Penelitian

Indikator dalam penelitian ini adalah makrozoobenthos sebagai

bioindikator perairan di pantai nambo.

D. Prosedur Penelitian

1. Penentuan lokasi stasiun

Metode yang digunakan adalah purposive sampling dengan membuat

sebanyak 3 stasiun. Penentuan stasiun dilakukan dengan metode purposive

sampling (secara terpilih) dengan memilih perairan yang terpengaruh oleh


14

aktivitas manusia, kawasan tambak dan perairan yang kondisinya masih

bagus. Masing-masing stasiun dibuat 3 titik pengamatan dan pengambilan

sampel pada masing-masing titik dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan.

2. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel menggunakan van veen grab untuk mengambil

sampel di dalam substrat. Pengambilan sampel di area titik pengamatan

menggunakan jaring surber (surber sampler). Sampel yang diperoleh

kemudian dibersihkan dengan air dan disortir. Sampel yang telah disortir

dimasukkan ke dalam botol sampel kemudian diberi alkohol 70%.

3. Identifikasi sampel

Identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium Biologi Unit Ekologi

dan Taksonomi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Halu Oleo. Sampel bentos di identifikasi dengan menggunakan

Buku FAO Guide Identification (1988), Day (1967) dan media online

identification Bivalve, Merrine Shell identificatio

(http://www.conchology.be) serta beberapa sumber acuan lainnya.

4. Pengukuran parameter lingkungan pada lokasi penelitian

Data parameter lingkungan yang diukur pada saat penelitian adalah,

kecerahan, kedalaman, suhu, DO, kecepatan arus dan pH. Pengambilan

data dilakukan secara insitu, yaitu pengambilan data secara langsung di

lapangan pada saat penelitian.


15

5. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dari pengukuran parameter lingkungan

selanjutnya dibandingkan dengan Kepmen LH No. 51 tentang baku mutu

biota laut. Data makrozoobentos yang telah diperoleh kemudian disajikan

dalam bentuk tabel dan gambar. data tersebut kemudian dianalisis secara

deskriptif berdasarkan hasil dari prdasarkan hasil dari perhitungan

kelimpahan, indeks keanekaragaman, keseragaman, dominasi dan FBI

(Famili Biotic Index) yang dihubungkan dengan karakteristik lapangan.

E. Analisis Data

Data yang dihasilkan merupakan data kuantitatif. Data yang diperoleh dari

penelitian ini meliputi kelimpahan keanekaragaman, keseragaman dan indeks

dominansi.

a. Kelimpahan Jenis

Kelimpahan makrozoobentos dapat dihitung menggunakan jumlah

individu persatuan luas (ind/m2). Indeks kelimpahan dapat dihitung dengan

menggunakan rumus Shannon – Wiener (Odum, 1971) :

Keterangan :

K = Indeks kelimpahan jenis (ind/m2)

a = Banyaknya makrozoobentos yang tersaring (ind)

b = Luas mulut grab (cm2)

n = Jumlah pengulangan pengambilan


16

1000 = Nilai konversi cm2 menjadi m2

b. Indeks Keanekaragaman

Indeks keanekaragaman makrozoobentos dihitung dengan Indeks

Keanekaragaman Shannon-Wienner (Efriningsih et al., 2016) dirumuskan

sebagai berikut:

Keterangan:

H’ = Indeks keanekaragaman

Ni = Jumlah individu masing-masing jenis

N = Jumlah seluruh individu

Menurut Sidik et al., 2016, kriteria niali indeks keanekaragaman sebagai

berikut:

H’ < 1,0 : Keanekaragaman rendah, produktivitas sangat rendah

sebagai indikasi adanya tekanan yang berat dan

ekosistem tidak stabil

1,0< H’ < 3,322 : Keanekaragaman sedang, produktivitas cukup, kondisi

ekosistem cukup seimbang, tekanan ekologis sedang

H’ > 3,322 : Keanekaragaman tinggi, stabilitas ekosistem sangat baik,

produktivitas tinggi, tahan terhadap tekanan ekologis


17

c. Indeks Keseragaman

Keseragamanan dari suatu spesies dalam komunitas dapat diketahui

indeks keseragaman Simpson (Efrianingsih et al., 2016) yang dinyatakan

sebagai berikut:

Keterangan :

E = Indeks Keseragaman

H’ = Indeks keanekaragaman jenis

S = Jumlah jenis organisme

Kriteria tingkat keseragaman spesies berdasarkan indeks keseragaman

(E) (Krebs, 1989):

a. 0,00 < E < 0,40 Keseragaman Rendah

b. 0,40 < E < 0,60 Keseragaman Sedang

c. 0,60 < E < 1,00 Keseragaman Tinggi

d. Indeks Dominansi

dominansi dari suatu spesies dalam komunitas dapat diketahui dari hasil

analisis dengan menggunakan indeks dominansi simpson (Efriani et al., 2016)

sebagai berikut:

C = ∑Pi2 di mana Pi = ni
N
Keterangan:

C = Dominansi spesies

ni = jumlah individu spesies ke-i


18

N = Jumlah total individu keseluruhan spesies

Menurut Noviana (2019) Nilai indeks berkisar antara 0-1 dengan kategori

sebagai berikut:

a. 0 < C < 0,5 = Dominansi rendah;

b. 0,5< C ≤ 0,75 = Dominansi sedang;

c. 0,75< C ≤ 1,0 = Dominansi tinggi

e. Famili Biotik Index (FBI)

Famili Biotik Index (FBI) digunakan untuk mendeteksi pencemaran

organik dan dasarnya adalah tingkatan famili yang toleran dan tidak toleran.

Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks ini adalah sebagai berikut:

FBI=

Keterangan:

FBI : Nilai indeks makrozoobentos bentik

Ni : Jumlah individu kelompok famili ke 1

Ti : Tingkat toleransi kelompok famili ke 1

N : Jumlah seluruh individu yang menyusun komunitas makrozoobentos.

Interpretasi kualitas perairan berdasarkan FBI disajikan pada Tabel 3.


Famili Biotik Indeks Status Kualitas Air Tingkat Pencemaran
0,00 - 3,75 Sangat baik Tidak terpolusi bahan organik
3,76 - 4,25 Baik sekali Sedikit terpolusi bahan organik
4,26 - 5,00 Baik Terpolusi beberapa bahan organik
5,01 - 5,75 Cukup Terpolusi agak banyak bahan organik
5,76 - 6,50 Agak buruk Terpolusi banyak bahan organik
6,51 - 7,25 Buruk Terpolusi sangat banyak bahan organik
7,26 - 10,00 Buruk sekali Terpolusi berat bahan organik
Sumber: Dwitawati et al (2015).
19

F. Diagram Alir Penelitian

Secara singkat, diagram alir prosedur kerja dalam penelitian ini disajikan

pada Gambar 1.

Penentuan Lokasi Penelitian (Pantai Nambo)

Pemasangan Plot

Pengambilan sampel Pengukuran faktor lingkungan


(Salinitas,DO, suhu, pH)

Pengawetan Sampel

Pengamatan Visual

Identifikasi sampel

Analisis Data
Gambar 1. Diagram Penelitian
20

G. Jadwal Penelitian

Jadwal rencana penilitian untuk penyusunan skripsi disajikan pada Tabel 4

adalah sebagai berikut :

Tabel 4.Jadwal Penilitian


Bulan ke-
No Kegiatan
1 2 3 4 5 6
1 Pengajuan judul ke jurusan
Penyusunan proposal skripsi dan
2
pembimbingan
3 Seminar/Ujian proposal skripsi
4 Pengambilan sampel di lapangan
5 Pengambilan data
6 Pengolahan dan analisis data
7 Penyusunan dan pembimbingan skripsi
8 Ujian skripsi
21

DAFTAR PUSTAKA

Adelina, M., Harianto, S.P., dan Nurcahyani, N. 2016. Keanekaragaman Jenis


Burung di Hutan Rakyat Pekon Kelungan Kecamatan Kota Agung
Kabuten Tanggabus. Jurnal Sylva Lestari. 4(2): 51-60.

Asriani, W.O., Emiyarti, D. dan Ishak, E. 2013. Studi Kualitas Lingkungan di


Sekitar Pelabuhan Bongkar Muat Nikel (Ni) dan Hubungannya dengan
Struktur Komunitas Makrozoobentos di Perairan Desa Motui Kabupaten
Konawe Utara Environmental Quality Study at Nickel Mining Port and Its
Relation with Communi. Jurnal Mina Laut Indonesia. 3(12): 22-35.

Dwitawati, D.A., Sulistyarsi, A., dan Widiyanto, J. 2015. Biomonitoring Kualitas


Air Sungai Gandong Dengan Bioindikator Makroinvertebata Sebagai
Bahan Petunjuk Praktikum Pada Pokok Bahasan Pencemaran Lingkungan
Smp Kelas VIII. Jurnal Florea, 2(1): 41-46.

Efriningsih, R., Pustita, L., dan Ramses. 2016. Evaluasi Kualitas Lingkungan
Perairan Pesisir di Sekitar TPA Telaga Punggur Kota Batam Berdasarkan
Struktur Komunitas Makrozoobentos. Jurnal Simbiosa. 5(1): 1-15.

Fastah., Agustina, E., dan Kamal S. 2018. Keanekaragaman Makrozoobenthos


Bioindikator Pencemaran di Kawasan Payau Krueng Aceh. Prosiding
Seminar Nasional Biotik. 978-602-60402-9-0.

Febbyanto, H., Irawan B., Moehammadi, N., dan Soedarti T. 2017. Studi
Kelimpahan dan Jenis Makrobentos di Sungai Cangar Desa Sumber
Brantas Kota Batu. Jurnal Pendidikan. 1(1):1-9.

Guntur, G., Yanuar, A.T., Sari, S.H.J. dan Kurniawan. 2017. Analisis Kualitas
Perairan Berdasarkan Metode Indeks Pencemaran di Pesisir Timur Kota
Surabaya. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan Pesisir dan Perikanan. 6(1): 81-89.

Insafitri. 2010. Keanekaragaman Keseragaman dan Dominansi Bivalvia di Area


Buangan Lumpur Lapindo Muara Sungai Morong. Jurnal Kelautan. 3(1):
1907-9931.

Minggawati, I. 2013. Struktur Komunitas Makrozoobentos di Perairan Rawa


Banjiran Sungai Rungan. Kota Palangka Raya. Ilmu Hewani Tropika. 2(2):
5-7.

Noviana, L. 2019. Efektivitas Melati Air dalam Menurunkan Kadar Bod, Cod dan
Tss pada Air Limbah Laundry. Jurnal Sustainable Environment
Optimizing Industri. 1(2): 1-15.
22

Patty, S.I. 2013. Distribusi Suhu Salinitas dan Oksigen Terlarut di Perairan Kema
Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax. 1(3): 148.

Pelealu, G.V.E., Koneri R., dan Butarutar, R.R. 2018. Kelimpahan dan
Keanekaragaman Makrozoobentos di Sungai Air Terjun Tunan Talawan
Minahasa Utara Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Sains. 18(2): 97.

Prahutama, A. 2013. Estimasi Kandungan DO (Disolved Oxygen) di Kali


Surabaya dengan Metode Kriging. Jurnal Statistika. 1(2): 9-14.

Prasetya, C.H. 2021. Keanekaragaman Makrozoobentos di Daerah Aliran Sungai


Bedengan, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang Sebagai Sumber Belajar
Biologi. [Skripsi]. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan: Universitas
Muhammadiyah Malang. Malang.

Priyono, A. 2012. Biota Perairan di Area Pertambangan Emas Pt. Natarang


Mining , Lampung Selatan (Aquatic Biota in Gold Mines Area of PT .
Natarang Mining , South Lampung). Media Konservasi. 17(1): 16-22.

Rafi’i, M., dan Maulana F. 2018. Jenis Keanekaragaman dan Kemelimpahan


Makrozoobentos di Sungai Wangi Desa Banua Rantau Kecamatan Banua
Lawas. Jurnal Pendidikan Hayati. 4(2): 94-101.

Ridwan, M., Fathoni, R., Fatihah, I., dan Pangestu, D.A. 2016. Struktur
Makrozoobentos di Empat Muara Sungai Cagar Alam Pulau Dua Serang
Banten. Jurnal Biologi. 9(1): 57-65.

Rijaluddin, A,F., Wijayanti, F., dan Haryadi, J. 2017. Struktur Komunitas


Makrozoobentos di Situ Gintung Situ Bungur dan Situ Kuru Ciputat
Timur. Jurnal Teknologi Lingkungan. 18(2): 139-147.

Rukmiasari, N., Nadiarti., dan Awalddin, K. 2014. Pengaruh Derajat Keasaman


(pH) Air Laut Terhadap Konsentrasi Kalsium dan Laju Pertumbuhan
Halimeda Sp. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. 24(1): 28-34.

Sidik, R.Y., Deiyanti, I., dan Octaviani, C. 2016. Struktur Komunitas


Akrozoobentos Dibeberapa Muara Sungai Kecamatan Susoh Kabupaten
Aceh Barat Daya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan
Unsyiah. 1(2): 287-296.

Sirait M., Rahmatia., dan Pattuloh. 2018. Komparasi Indeks Keanekaragaman dan
Indeks Dominansi Fitoplankton di Sungai Ciliwung Jakarta. Jurnal
Kelautan. 11(1): 75-79.

Sulphayrin., Ola, L.O.L., dan Arami, H. 2018. Komposisi dan Jenis


Makrozoobentos (Infauna) Berdasarkan Ketebalan Substrat Pada
23

Ekosistem Lamun di Perairan Nambo Sulawesi Tenggara. Jurnal


Manajemen Sumber Daya Perairan. 3(4): 343-352.

Anda mungkin juga menyukai