Anda di halaman 1dari 4

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perairan di Indonesia merupakan kawasan yang akhir-akhir ini mendapat


perhatian cukup besar dalam berbagai kebijkan dan perencanaan pembangunan di
Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari potensi yang dimiliki wilayah perairan itu
sendiri dengan beragam sumber daya alam yang melimpah baik biotik dan abiotik
maupun jasa-jasa lingkungan. Ekosistem pesisir dan pulau kecil serta
keanekaragaman hayati laut merupakan inti aset nasional, jika pemanfaatan
dikelola dengan baik, dapat memenuhi berbagai aspirasi ekonomi, sosial dan
budaya.
Ekoistem perairan merupakan sistem ekologi fungsional dari komponen
abiotik (benda mati) dan biotik (organisme hidup) yang saling berinteraksi dan
mempengeruhi satu sama lain serta unit fungsional dari berbagai ukuran yang
tersusun dari bagian komponen dan sistem secara keseluruhan berfungsi
berdasarkan suatu urutan kegiatan yang menyangkut materi dan energi serta
pemindahan energi (Puryono et al. 2019). Perpindahan energi secara abiotik
tersebut menyangkut kualitas perairan mulau dari suhu perairan, pH perairan,
kecerahan perairan, salinitas perairan, DO dan BOD.
Suhu perairan merupakan indikator lingkungan yang memiliki peranan
penting dalam mengatur iklim dan membentuk suatu pembatasan fisik dalam
sebaran biota perairan (Marpaung, 2013). Setiap kenaikan suhu air, maka makin
sedikit oksigen yang terkandung di dalamnya, semakin tinggi suhu air semakin
rendah daya larut oksigen di dalam air dan sebaliknya. Perubahan suhu pada air
dipengaruhi oleh interaksi antara suhu udara di permukaan dan suhu perairan
tersebut serta adanya pergerakan arus air. Perubahan suhu menyebabkan pola
sirkulasi yang khas dan stratifikasi yang amat mempengaruhi kehidupan akuatik
(Sudarso dan Wardianto. 2014).
Menurut Sudarso dan Wardianto (2014), pH merupakan parameter kimia
organik yang menunjukkan sebarapa tingkat potensial hidrogen yang
mengakibatkan adanya perubahan asam basa perairan. Segingga bisa menjadi
faktor pembatas bagi hewan akuatik di suatu perairan dengan adanya perubahan
asam basanya suatu perairan.
Perubahan kecerahan perairan pada dasarnya dipengaruhi oleh adanya
senyawa tersuspensi organik maupun anorganik, aktifitas dan kehadiran
organisme serta tergantung pada buangan yang memasuki badan air tersebut.
Kekeruhan dapat menyebabkan terhambatnya penetrasi cahaya ke dalam air
sehingga akan menurunkan nilai kecerahan perairan (Puryono et al. 2019).
BOD atau Biological Oxygen Demand adalah kebutuhan oksigen biologis
yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk memecah bahan
organik secara aerobik (Santoso, 2018). BOD (Biochemical Okygen Demand)
merupakan indikator penting dalam kualitas perairan karena nilai BOD akan
menggambarkan informasi terkait jumlah beban pencemaran yang ada di perairan
yang disebabkan oleh aktifitas manusia, seperti air buangan industri, dan hal
tersebut bisa dikaji oleh para peneliti dalam merancang sistem pengolahan
biologis di perairan.
Oksigen terlarut atau disebut juga dissolved oxygen (DO) diperlukan
semua makhluk hidup di bumi untuk proses pernapasan, menghasilkan energi
melalui pertukaran zat pada proses pertumbuhan dan perkembangbiakan. Selain
itu, oksigen juga dibutuhkan untuk pembakaran dengan oksigen pada tumbuhan
organic dan proses aerobik pada tumbuhan anorganik. Salah satu manfaat air yang
memiliki kandungan oksigen terlarut tinggi adalah untuk menentukan kehidupan
hewan air seperti ikan karena, jika oksigen dan perairan berkurang sistem
pernafasan ikan akan terganggu (Sylvia dan Minggawati, 2010). Keberadaan gas-
gas serta bahan-bahan organik ini sangat ditentukan oleh kondisi fisik dan kimia
suatu perairan, kepadatan populasi, tingkat kesuburan dan sebagainya dan juga
untuk dapat mengetahui tingkat kesuburan suatu perairan secara langsung maka
perlu dilakukan pengukuran total organic matter (TOM).
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan
merupakan nutrien bagi pertumbuhan lamun. Nitrat sangat mudah larut dalam air
dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa
nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi ammonia
menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan
berlangsung pada kondisi. Nitrat dapat digunakan untuk mengelompokan tingkat
kesuburan perairan (Risamasu dan Prawitno. 2011).
Plankton merupakan organisme mikroskopis yang melayang-layang dalam
air dan mempunyai kemampuan renang yang sangat lemah serta pergerakannya
selalu di pengaruhi oleh arus air. Keberadaan plankton dapat dijadikan sebagai
bioindikator kondisi perairan karena plankton memiliki batasan toleransi terhadap
zat tertentu (Nurruhwati et al, 2017)
Plankton merupakan organisme perairan yang memiliki peranan penting di
suatu ekosistem perairan untuk menentukan status perairan dengan mengetahui
kelimpahan dan jenis-jenisnya pada perairan tersebut (Lubis, 2021). Plankton
dengan karakteristiknya hidup melayang dan pergerakannya mengikuti arus
menjadi salah satu sumber daya hayati yang memiliki peranan penting pada
ekositem perairan, khususnya ekosistem perairan pesisir (Rumondang dan
Paujiah, 2020). Plankton terdiri dari fitoplankton dan zooplankton.
Dalam upaya mengelola dengan tetap mempertahankan pelestarian
lingkungan perairan maka diperlukan adanya suatu informasi kondisi lingkungan
perairan dalam hal ini kondisi dinamika ekosistem perairan
Lubis AR. 2021. Analisis Kelimpahan Plankton di Sungai Linggahara Sumatera
Utara. Jurnal Pionir LPPM Universitas Asahan. 7(1): 287–293.

Marpaung, A. F. 2013. Keanekaragaman Makrozoobenthos di Ekosistem


Mangrove Silvofishery dan Mangrove Alami Kawasan Ekowisata Pantai
Boe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar. [Skripsi]. Makassar.
Universitas Hasanuddin.

Nurruhwati I, Zahidah dan Sahidin A. Kelimpahan Plankton di Waduk Citara


Provinsi Jawa Barat. Jurnal Akuatika Indonesia. 2(2): 102-108.

Puryono S, Anggoro S, Suryanti dan Anwar IS. 2019. Pengelolaan Pesisir dan
Laut Berbasis Ekosistem. Semarang. Universitas Diponegoro.

Rumondang R dan Paujiah E. 2020. Kondisi plankton pada tambak ikan kerapu di
Desa Mesjid Lama Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara, Sumtera
Utara. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan. 9(1): 107 118.

Santoso AD. 2018. Keragaman Nilai DO, BOD dan COD di Danau Bekas
Tambang Batubara Studi Kasus Danau Sanggata North PT, KPC di
Kalimantan Timur. Jurnal Teknologi Lingkungan. 19(1): 89-96.

Sudarso J dan Wardiatno Y. 2014. Penilaian Status Mutu Perairan Dengan


Indikator Makrozoobentos. Jakarta: Pena Nusantara.

Sylvia S dan Minggawati I. 2010. Kualitas Air yang Mempengaruhi Pertumbuhan


Ikan Nila (Oreochromis sp) di Kolam Beton dan Terpal. Journal of
Tropocal Fisheries. 5(2): 526–530.

Anda mungkin juga menyukai