Oleh:
A. Latar Belakang
B. Tujuan
Danau dan waduk merupakan salah satu ekosistem yg memiliki peran sebagai
pengatur siklus karbon dan iklim.Mereka menyediakan air untuk berbagai penggunaan
manusia dari air minum hingga rekreasi dan mendukung tingkat keanekaragaman hayati
yang tinggi (Toming, 2016).Pemilihan lokasi pengambilan sampel (stasiun) untuk
pengukuran umumnya didasarkan pada spesies yang ingin dikultur dan teknologi yang
digunakan, tetapi pada beberapa kejadian urutannya dapat dibalik. Adanya batasan-
batasan pada salah satu faktor tersebut, karakteristik perairan yang sesuai akan
membatasi pemilihan faktor lain. Beberapa pertimbangan yang yang perlu diperhatikan
dalam penentuan lokasi adalah kondisi teknis yang terdiri dari parameter fisika, kimia,
biologi, serta non teknis (da Linne et al., 2015).
Menurut da Linne et al.(2015), parameter fisika perairan terdiri dari pengukuran
kecerahan, suhu air, arus, dan kedalaman. Parameter kimia perairan terdiri dari
pengukuran pH, oksigen terlarut, fosfat, nitrat dan klorofil-a.Sementara parameter
biologis perairan ditentukan oleh kelimpahan organisme penghuni seperti plankton atau
benthos.Pengambilan sampel fitoplankton dilakukan secara pasif.Air disaring sepuluh
kali dengan plankton net No 25 sebanyak 10 liter dalam satu kali penyaringan. Air
sampel yang sudah diambil disaring menggunakan plankton net ini yang kemudian hasil
dari saringan tersebut akan terkumpul di bucket untuk kemudian di identifikasi jenis
planktonnya, untuk memudahkan dalam identifikasi filtrat diberi lugol sebanyak 1 tetes.
Sampel plankton diletakan dalam sedgewick rafter.
Suhu di perairanmerupakan salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan
organisme di perairan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas metabolisme maupun
perkembangan dari organisme-organisme tersebut (Hutabarat & evans, 1985).Menurut
Toffolon & Piccolroaz (2015), suhu air adalah faktor penting dalam hampir semua
proses ekologi dan biogeokimia di perairan, misalnya untuk laju reaksi kimia, kelarutan
oksigen, produksi primer, komposisi makrobentos, dan habitat ikan. Perubahan suhu
berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga sangat
berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Selain itu, peningkatan suhu
juga menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air
yang kemudianakan mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu
perairan sebesar 10°c menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh
organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat. Untuk melakukan proses metabolisme dan
respirasi. Peningkatan suhu juga meyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi
bahan organik oleh mikroba (Effendi, 2003).
Kekeruhan adalah suatu ukuran biasan cahaya di dalam air disebabkan oleh
adanya koloid dan suspensi dari suatu polutan, antara lain berupa bahan organik, dan
buangan industri. Oleh senyawa-senyawa yang berasal dari organisme nabati seperti
asam humus, tannin, gambut, plankton, dan tanaman air juga dapat menjadi pengaruh
kekeruhan suatu perairan.Selain itu kekeruhan juga disebabkan oleh ion-ion logam
seperti besi, mangan, dan juga tembaga yang mungkin berasal dari buangan industri,
sampah, dan sebagainya—yang terkandung dalam perairan alami.Dikatakan bahwa
kekeruhan pada perairan alami merupakan salah satu faktor penting yang mengontrol
produktivitas (Wardoyo, 1975).Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang
ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipencarkan oleh bahan-
bahan yang terdapat di dalam air.Kekeruhan dinyatakan dalam satuan unit turbiditas,
yang setara dengan 1 mg/L SiO2.
Total Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid) adalah bahan-bahan
tersuspensi (diameter > 1µm) yang tertahan pada saringan milipore dengan diameter
pori 0,45 µm. Total Suspended Solid (TSS) terdiri atas lumpur, pasir halus, serta jasad-
jasad renik. Jumlah TTS suatu perairan terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau
erosi tanah yang terbawa ke badan air (Effendi, 2003).
Derajat keasaman (pH) merupakan suatu ukuran dari konsentrasi ion hidrogen.
Kondisi tersebut akan menunjukkan suasana air itu bereaksi asam atau basa. Nilai pH
berkisar mulai dari angka 0 hingga 14, nilai 7 menunjukkan kondisi bersifat netral.Nilai
pH di bawah 7 menunjukkan kondisi bersifat asam dan nilai diatas 7 bersifat basa
(Boyd, 1991).Derajat keasaman (pH) mempunyai pengaruh yang besar terhadap
tumbuh-tumbuhan dan hewan air sehingga sering digunakan sebagai parameter untuk
menyatakan baik buruknya suatu perairan bagi lingkungan hidup, walaupun baik
buruknya suatu perairan tergantung pula pada faktor-faktor lain (Asmawi, 1986 dalam
Narulita, 2011).
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena
oksigen terlarut berperan dalam proses oksida dan reduksi bahan organik dan anorganik.
Peranan oksigen dalam kondisi aerobik adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan
anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrient yang pada akhirnya dapat memberikan
kesuburan perairan.Oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa kimia
menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrient dan gas dalam kondisi anaerobik(Takdir,
1999).
Ammonia, nitrat dan fosfat merupakan zat hara yang menunjang kesuburan
perairan.Kesuburan perairan dapat dikatakan sebagai salah satu faktor yang menunjang
dalam penentuan kualitas suatu perairan.Zat hara yang kaya di lingkungan perairan
memiliki dampak positif, tapi pada tingkatan tertentu juga dapat berdampak negatif.
Dampak positifnya adalah adanya peningkatan produksi fitoplankton dan total produksi
ikan, sedangkan dampak negatifnya adalah terjadinya penurunan kandungan oksigen di
perairan, penurunan biodiversitas dan terkadang memperbesar potensi muncul dan
berkembangnya jenis fitoplankton berbahaya yang lebih umum dikenal dengan istilah
Harmful Algal Blooms atau HABs. Oleh karena itu, konsentrasi ammonia, nitrat dan
fosfat air payau telah diatur dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51
Tahun 2004.Sedangkan menurut Kamun et al. (2010), baku mutu perairan rawa diatur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 907/MenKes/SK/VII/02 bahwa secara fisik; air
rawa tidak berbau, kekeruhan standar 5skala NTU, temperatur standar nilai 3. Secara
kimia, nilai pH tergolong netral, amonia standar nilai 1,5 mg/L, nitrit nilai standart 3
mg/L, nitrat memiliki nilai standar 50 mg/L.Apabila konsentrasinya di perairan telah
melebihi baku mutu yang telah ditentukan, maka dipastikan akan mengakibatkan
menurunnya kualitas perairan dan akan berdampak negatif bagi organisme yang ada di
perairan tersebut.
III. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu termometer, secchi disc
atau batu, tali rafia, label, tissue, gelas ukur, dirigen, kertas Whatman no. 41,
oven, desikator kabinet, timbangan analitik, mangkok atau cawan porselin, kertas
pH universal, botol Winkler 250 mL, erlenmeyer, buret dan statif, corong buret,
pipet seukuran (1 mL), pipet tetes, spektrofotometer, alat refluks (erlenmeyer
COD 250 mL dan kondensor Liebig), pembakar listrik, cawan petri penguap,
kertas GFC, tabung reaksi, corong, kertas timah atau alumunium foil, pompa
vakum, plankton netno. 25, botol plankton, lemari pendingin, object glass, cover
glass, mikroskop, laptop,optic lab, dan buku identifikasi plankton.
Bahan yang digunakan pada praktikum adalah sampel air Waduk Penjalin,
kertas GFC No. 41, MnSO4, KOH-KI, Na2S2O3 0,025N, H2SO4 pekat, indikator
amilum, akuades, Na2CO3 0,01 N, indikator Phenolpthalien (pp), HCl 0,1 N,
K2Cr2O7 0,025 N, FAS (Fero Amonium Sulfat) 0,1 N, indikator Femantrolin fero
sulfat (Feroin), NaOH, reagen campuran, lugol, formalin 40%, sampel plankton
yang telah diawetkan, dan aseton 90%.
B. Metode
C. Analisis Data
A. Hasil
BOD =
=3 mg/l
2. COD
COD =
= 0,8 mg/l
B.ParameterFisik
1. TSS
TSS =
= 5 mg/l
2. TDS
TDS (mg/l) =
= 0,093 mg/l
C. ParameterBiologi
1. Produktivitas Primer
Produktifitas Primer Oksigen (mgO2/I/jam)
NPP =
= 0,195
GPP =
= 0,242
R =
NPP =
= 0,234
GPP =
= 0,0156
R = 9,6 – 4,9 = 1,173
4
C. ParameterBiologi
Klorofil a =11,85 × -0,001 – 1,54 × 0,001−0,008 × 0,006
= -0,01185 – 0,00154 −0,000048
= 0,0696mg/m3
Klorofil b = -5,43 × -0,001 + 21,03 × 0,001− 2,66 × 0,006
= 0,00543+ 0,02103 – 0,01596
= - 0,00889mg/m3
100 18×18 𝐸
Kelimpahan plankton (ind/L) = X X = 0,05 × 25
× 100
100 324 4
1. KelimpahanCosmarium blytii=0,05 × × = 103,8ind/L
25 100
100 324 14
2. KelimpahanNannochloropsis oculata=0,05 × × 100= 3628,8ind/L
25
100 324 1
3. KelimpahanUroglena sp.=0,05 × × = 259,2ind/L
25 100
100 324 1
4. KelimpahanCrucigenia sp.=0,05 × × 100= 259,2ind/L
25
100 324 2
5. KelimpahanSymploca muscorum=0,05 × × 100= 518,4ind/L
25
100 324 1
6. KelimpahanCyclotella sp.=0,05 × × 100= 259,2ind/L
25
100 324 1
7. KelimpahanPeroniella sp. =0,05 × × 100= 259,2 ind ind/L
25
100 324 2
8. KelimpahanSynedra sp. =0,05 × × 100= 518,4ind/Lind/L
25
100 324 3
9. KelimpahanScenedesmus acuminatus =0,05 × × 100= 777,6 ind/L
25
100 324 1
10. KelimpahanNaupilus sp. =0,05 × × 100= 259,2 ind/Lind/L
25
Gambar 4.1.Cosmarium blytii Gambar 4.2.Nannochloropsis
oculata
Temperatur
34
32 32 32
32 31.25
30.5
30
28.5 28.5
28 27.5
26
24
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6 Stasiun 7 Stasiun 8
Temperatur
TDS
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6 Stasiun 7 Stasiun 8
TDS
TSS
1200
1000
1000
800
800
600
400
200
20 50
11 5 2 2
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6 Stasiun 7 Stasiun 8
Kecerahan
90
80
70 80 80 77
60
62
50
52.5
40 45.5
42
30
20
10
5.47
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6 Stasiun 7 Stasiun 8
Kecerahan
Kedalaman
3.5
3 3.3
3.05 3.05
2.5
2.65
2
1.5 1.8
1.58
1 1.31
1.03
0.5
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6 Stasiun 7 Stasiun 8
Kedalaman
pH
10
8
8
6 7 7
6 6 6 6 6
4
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6 Stasiun 7 Stasiun 8
pH
DO
8
7
6 6.8
5 5.4
4 4.7 4.9
3 3.5
2 2.5
2.2
1
0.6
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6 Stasiun 7 Stasiun 8
DO
Nitrat
0.8
0.7
0.7224
0.6
0.5 0.548
0.4 0.492
0.447 0.447
0.3
0.2 0.241
0.2
0.1
0.01
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6 Stasiun 7 Stasiun 8
Nitrat
Nitrit
0.03
0.025 0.028
0.02
0.015
0.01
Nitrit
BOD
25
20
20.4
15
10
9.4
5
5
0 3 0.2 0.3 0.0018
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6 Stasiun 7 Stasiun 8
BOD
COD
18
16
14 15.6
12 14
10 11.6 12
11.2
10.4 10
8
6
4
2 0.8
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6 Stasiun 7 Stasiun 8
COD
Ortofosfat
0.02
0.015
0.01
0.005
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6 Stasiun 7 Stasiun 8
Ortopospat
Amonia
20
15.751
15
10
5.5856 5.586
5
0.278 1.098 0.21 0.6239 0.847
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6 Stasiun 7 Stasiun 8
Amonia
d. Parameter Biologi
1. Produktivitas primer
Klorofil merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan
produktivitas primer di perairan. Sebaran dan tinggi rendahnya kandungan
klorofil sangat terkait dengan kondisi oseanografi suatu perairan. Klorofil
terdiri dari tiga jenis yaitu klorofil-a, b dan c. Ketiga jenis klorofil ini
sangat penting dalam proses fotosintesis tumbuhan. Kandungan yang
paling dominan dimiliki oleh fitoplankton adalah klorofil-a. Oleh karena
itu klorofil-a dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kesuburan
perairan (Minsas et al., 2013).
Salah satu organisme yang hidup di ekosistem perairan pesisir
adalah fitoplankton. Fitoplankton di dalam ekosistem perairan berperan
sebagai pengubah zat-zat anorganik menjadi zat-zat organik melalui proses
fotosintesis, yang kemudian dapat menentukan produktivitas perairan.
Proses fotosintesis memerlukan klorofil, sehingga kandungan klorofil-a
pada fitoplankton itu sendiri dapat dijadikan indikator tinggi rendahnya
produktivitas suatu perairan (Roshisati, 2002).
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh kandungan klorofil di
Rawa Bendungan yaitu klorofil a sebesar 0,0696, klorofil b sebesar -
0,00889, dan klorofil c sebesar – 0,0421. Hasil ini menunjukkan bahwa
kandungan klorofil di perairan Rawa bendungan berbeda-beda. Kandungan
klorofil di Rawa Bendungan masih dikatakan sedikit, yang berarti bahwa
biomassa fitoplankton di perairan tersebut juga sedikit. Menurut Arifin
(2009),kandungan pigmen fotosintesis atau klorofil (terutama klorofil-a)
dalam air sampel menggambarkan biomassa fitoplankton dalam suatu
perairan. Klorofil-a merupakan pigmen yang selalu ditemukan dalam
fitoplankton serta semua organisme autotrof dan merupakan pigmen yang
terlibat langsung (pigmen aktif) dalam proses fotosintesis. Jumlah klorofil-
a pada setiap individu fitoplankton tergantung pada jenis fitoplankton, oleh
karena itu komposisi jenis fitoplankton sangat berpengaruh terhadap
kandungan klorofil-a di perairan.Nilai konsentrasi atau kandungan
klorofil-a pada fitoplankton dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia
perairan lainnya serta faktor biologi.Pengukuran khlorofil-a dapat
dijadikan sebagai alat untuk mempelajari. Sebagai perubahan dalam
biomassa tumbuhan mempengaruhi oksigen pada lapisan hypolimnetik dan
spesies ikan yang ada, yang dapat mempengaruhi rantai makanan dan
potensi rekreasi dari perairan tesebut (Murthy etal., 2008).
2. Kelimpahan Plankton
Kelimpahan Plankton
4000 3628.8
3500
3000
individu/L
2500
2000
1500 1036.8
777.6
1000 518.4 518.4
259.2 259.2 259.2 259.2 259.2
500
0
Aquino, C.A.N., Bueno, N.C., Servat, L.C., & Bortolini, J.C., 2016.New Records
of Cosmarium Corda ex Ralfs in lotic environment, adjacent to the
Iguaçu National Park, Paraná State, Brazil.Hoehnea 43(4), pp. 669-688.
Arum, O., Piranti, A.S., & Christiani, 2017.Tingkat Pencemaran Waduk Penjalin
KecamatanPaguyangan Kabupaten Brebes Ditinjau Dari
StrukturKomunitas Plankton. Scripta Biologica, 4(1),pp. 53–59.
Bock, C., Luo, W., Kusber, W., Hegewald, E., Pazoutova, M., & Krienitz, L.,
2013. Classification Of Crucigenoid Algae: Phylogenetic Position of The
Reinstated Genus Lemmermannia, Tetrastrum Spp. Crucigenia
tetrapedia, And C. Lauterbornii (Trebouxiophyceae, Chlorophyta). J.
Phycol., 49, pp. 329-339.
Boyd, C. E., 1991. Water Quality Management Pond Fish Culture. Jakarta:
Direktorat Jenderal Perikanan.
Clark DA, Brown S, Thomlinson JR, Kicklighter DW, Jian N, Chambers JQ,
Holland EA. 2001. Net Primary Production In Tropical Forests: An
Evaluation And Synthesis Of Existing Field Data. Ecological
Applications, 11, pp. 371.
da Linne, E. R., Suryanto, A., & Muskananfola, M. R., 2015. Tingkat Kelayakan
Kualitas Air untuk Kegiatan Perikanan di Waduk Pluit Jakarta
Utara.Diponegoro Journal of Maquares, 4(1), pp. 35-45.
Devi, P. A. G., & Siddaraju., 2012. Calrson’s Trophic State Index for The
Assassment Of Trophic Status Of Two Lakes In Mandya Distric. Pelagia
Research Lybrary. Advances in Applied Science research, 1(5), pp. 992-
2996.
Effendi, H., 2003.Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius.
Endrawati, H., & Riniatsih, I., 2012. Kadar Total Lipid Mikroalga
Nannochloropsis oculata yang Dikultur dengan Suhu yang Berbeda.
Buletin Oseanografi Marina, 1(3), pp. 25-33.
Hu, H., & Gao, K., 2003. Optimization of Growth and Fatty Acid Composition of
A Unicellular Marine Picoplankton, Nannochloropsis sp. with Enriched
Carbon Sources. Biotechnology Letters, 25(5), pp. 421-425.
Hutabarat, S., & Evans., 1985. Pengantar Oseanografi. Jakarta: Penerbit UI–
Press.
John, D.M., Whitton, B.A., & Brook, A.J., 2005. The Freshwater Algal Flora of
the British Isles: An Identification Guide to Freshwater and Terrestrial
Algae. Cambridge: Cambridge University Press.
Misra, P.K., Misra, P., Shukla, M., & Prakash, J., 2008.Some Desmids from
Garhwal Region of Uttarakhand, India.Algae, 23(3), pp. 177-186.
Murthy, G. P., Shivalingaiah., Leelaja, B. C., & Hosmani, S. P., 2008. Trophic
State Index (TSI) In Conservation Of Lake Ecosystems. Proceeding of
Taal 2007: the 12th World Lake.
Pardede, D., Ternala A.B., dan Rusli D. 2016. Laju Produktivitas Primer Perairan
Rawa Kongsi Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Provinsi
Sumatra Utara.Universitas Sumatra Utara.
Pratiwi, I., 2017. Karakteristik Parameter Fisika Kimia pada Berbagai Aktivitas
Antropogenik Hubungannya dengan Makrozoobenthos di Perairan Pantai
Kota Makassar, Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan
Universitas Hasanuddin.
Pusztai, M., & Skaloud, P., 2019. Elucidating the Evolution and Diversity of
Uroglena-Like Colonial Flagellates (Chrysophyceae): Polyphyletic
Origin of The Morphotype. European Journal of Phycology, pp. 1-13.
Sari, I.P., & Manan, A., 2012. Pola Pertumbuhan Nannochloropsis oculata pada
Kultur Skala Laboratorium, Intermediet, Dan Massal. Jurnal Ilmiah
Perikanan dan Kelautan, 4(2), pp. 123-127.
Takdir, R., 1999. Model Kinetik Oksigen Pada Muara Sungai Tallo Kota Madya
Makassar, Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan Universitas
Hasanuddin.
Toffolon, M., & Piccolroaz, S., 2015. A Hybrid Model for River Water
Temperature as A Function of Air Temperature and Discharge.
Environmental Research Letters, 10(2015), pp. 1-10.
Toming, K., Tiit, K., Alo, L., & Tiina, N., 2016. First Experiences in Mapping
Lake Water Quality Parameters with Sentinel-2 MSI Imagery. Remote
Sens, 2(8), pp. 640.
Wardoyo, S.T.H., 1975. Manajemen Kualitas Air. Bogor: Fakultas Perikanan IPB.
Widyaningrum, N.F., Susilo, B., & Hermanto, M.B., 2013. Studi Eksperimental
Fotobioreaktor Photovoltaic Untuk Produksi Mikroalga
(Nannochloropsisoculata). Jurnal Bioproses Komoditas Tropis, 1(2), pp.
30-38.
Yuningsih, H.D., Soedarsono, P., & Anggoro, S., 2014. Hubungan Bahan Organik
dengan Produktivitas Perairan pada Kawasan Tutupan Eceng Gondok,
Perairan Terbuka dan Keramba Jaring Apung di Rawa Pening Kabupaten
Semarang Jawa Tengah. Diponegoro Journal of Maquares, 3(1), pp. 37-
43.