Anda di halaman 1dari 23

ANALISIS KUALITAS AIR DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEBERADAAN

FITOPLANKTON DI PANTAI PASIR PUTIH PARPAREAN KECAMATAN


PORSEA, KABUPATEN TOBA SAMOSIR, SUMATERA UTARA

USULAN PENELITIAN

CINDY AGUSTUS CELESTINA GULTOM


170302054

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kualitas air adalah kadar, mutu, tingkat baik buruknya sesuatu (tentang

barang dan sebagainya). Kualitas suatu perairan dapat diketahui dengan mengukur

parameter fisika, kimia dan biologi perairan tersebut. Parameter fisika antara lain

seperti suhu, konduktivitas, kecerahan, padatan tersuspensi dan sebagainya,

parameter kimia antara lain seperti salinitas, derajat keasaman atau pH, oksigen

terlarut, zat hara atau nutrien, sedangkan parameter biologi diantaranya

kelimpahan plankton. Zat hara atau nutrien utama yang digunakan untuk

mengetahui kualitas perairan yaitu nitrogen (N) dan fosfat (P).Di laut, nitrogen

terdapat dalam bentuk nitrogen molekular sebagai garam inorganik (nitrat, nitrit

dan ammonia), sementara fosfat terdapat dalam bentuk ortofosfat. Senyawa-

senyawa tersebut adalah bentuk nutrien yang siap digunakan oleh fitoplankton

berkhlorofil untuk melakukan fotosintesis (Aswafi, 2004).

Persoalan-persoalan mengenai turunnya kualitas lingkungan seperti

pencemaran, kerusakan sumberdaya alam, deforestasi serta degretasi fungsi hutan,

musnahnya berbagai spesies hayati, erosi, banjir, bahkan timbulnya jenis penyakit

adalah akibat penurunan fungsi lingkungan. Hal tersebut diyakini merupakan

gejala-gejala negatif yang secara dominan dari faktor manusia itu sendiri.

Pencemaran serta tercemarnya air sungai tidak hanya merugikan masyarakat yang

mendiami daerah bantaran sungai saja akan tetapi layaknya seperti air sungai yang

mengalir dari hulu ke hilir yang berarti turut membawa dampak-dampak negatif

bagi masyarakat lain (Effendi, 2003).


Pencemaran air terjadi bila ada suatu bahan atau keadaan yang dapat

menyebabkan terjadinya penurunan kualitas badan air sampai suatu tingkat

tertentu sehingga tidak memenuhi baku mutu atau tidak dapat digunakan untuk

keperluan tertentu. Jadi pencemaran tidak hanya tergantung kepada wujud dari

bahan pencemar, namun juga tergantung kepada tujuan penggunaan air tersebut.

Masuknya bahan pencemar kedalam sungai dapat mengubah kondisi fisika dan

kimia dari lingkungan tersebut sehingga mengubah keragaman komunitas air,

karena spesies yang ada dalam lingkungan tersebut tidak semua toleran terhadap

tekanan kondisi lingkungan itu (Kusumawati et al., 2018).

Perubahan lingkungan dapat dipantau secara biologi, kimia dan fisika.

Secara biologis, kualitas suatu lingkungan dapat diketahui dengan adanya

kehadiran atau ketidakhadiran berbagai makhluk hidup sebagai bioindikator.

Bioindikator atau indikator biologis adalah jenis atau populasi makhluk hidup,

hewan, tumbuhan atau mikro- organisme yang kehadiran dan vitalitasnya dapat

memberikan respon terhadap perubahan kondisi lingkungan. Penggunaan

organisme indikator dalam penentuan kualitas air sangat bermanfaat karena

organisme tersebut akan memberikan reaksi terhadap keadaan kualitas perairan.

Dengan demikian, dapat memperkuat penilaian kualitas perairan berdasarkan

parameter fisika dan kimia Salah satu biota yang memiliki peranan penting di

dalam perairan dan dapat dijadikan sebagai indikator biologi adalah plankton

(Sulistiowati et al., 2016).

Pengukuran parameter fisika dan kimia hanya dapat menggambarkan

kualitas lingkungan pada waktu tertentu. Indikator biologi dapat memantau secara

kontinyu dan merupakan petunjuk yang mudah untuk memantau terjadinya


pencemaran. Keberadaan organisme perairan dapat digunakan sebagai indikator

terhadap pencemaran air selain indikator kimia dan fisika. Organisme perairan

dapat digunakan sebagai indikator pencemaran karena habitat, mobilitas, dan

umurnya yang relatif lama mendiami suatu wilayah perairan. Dalam hal ini

terdapat jenis-jenis plankton yang dapat digunakan sebagai petunjuk untuk

mengetahui hal tersebut sesuai dengan kondisi biologi perairan tersebut

(Effendi, 2003).

Bioindikator berasal dari dua kata yaitu bio dan indicator, bio artinya

mahluk hidup seperti hewan, tumbuhan dan mikroba. Sedangkan indicator artinya

variable yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan atau status dan

memungkinkan dilakukannya pengukuran terhadap perubahan-perubahan yang

terjadi dari waktu ke waktu. jadi bioindikator adalah komponen biotik (mahluk

hidup) yang dijadikan sebagai indikator. Bioindikator juga merupakan indikator

biotis yang dapat menunjukkan waktu dan lokasi, kondisi alam (bencana alam),

serta perubahan kualitas lingkungan yang telah terjadi karena aktifitas manusia.

Bioindikator yang terjadi secara alami digunakan untuk menilai kesehatan

lingkungan dan juga merupakan alat penting untuk mendeteksi perubahan dalam

lingkungan, baik positif maupun negatif, dan dampak selanjutnya pada

masyarakat manusia. Ada faktor-faktor tertentu yang mengatur keberadaan

Bioindikator di lingkungan seperti transmisi cahaya, air, suhu, dan padatan

tersuspensi. Melalui penerapan Bioindikator kita dapat memprediksi keadaan

alami suatu wilayah tertentu atau tingkat / tingkat kontaminasi (Aswafi, 2004).

Fitoplankton mempunyai peranan yang sangat penting di dalam perairan,

selain sebagai dasar dari rantai makanan (primary producer) juga merupakan
salah satu parameter tingkat kesuburan suatu perairan. Keberadaan fitoplankton

sangat diperlukan dalam menjaga kelangsungan hidup ekosistem perairan dan

memegang peranan penting dalam mata rantai makanan. Dominasi suatu jenis

fitoplankton pada badan air ditentukan oleh perbandingan jenis nutrien yang

telarut dalam badan air. Hal ini disebabkan setiap jenis fitoplankton mempunyai

respon yang berbeda terhadap pebandingan jenis nutrien yang ada terutama

nitrogen dan fosfor dalam badan air. Kelimpahan fitoplankton memiliki hubungan

positif dengan produktivitas perairan. Jika kelimpahan fitoplankton disuatu

perairan tinggi maka perairan tersebut cenderung memiliki produktivitas yang

tinggi pula. Meskipun lokasi pengamatan relatif berdekatan dan berasal dari massa

air yang sama, namun berbagai faktor seperti angin, arus, suhu, kedalaman dan

pencampuran massa air menyebabkan adanya perbedaan kandungan fitoplankton.

Fitoplankton di perairan dapat memberikan informasi mengenai perairan tersebut.

Fitoplankton digunakan sebagai indikatorruntuk mengevaluasi kualitas perairan

dan tingkat kesuburan, dan mengetahui jenis-jenis fitoplankton yang mendominasi

(Kusumawati et al., 2018).

Salah satu cara untuk pemantauan kuaitas perairan dapat dilakukan

penelitian secara biologi menggunakan indikator fitoplankton. Fitoplankton

dijadikan sebagai indikator kualitas perairan karena siklus hidupnya pendek,

respon yang sangat cepat terhadap perubahan lingkungan dan merupakan

produsen primer yang menghasilkan bahan organik serta oksigen yang bermanfaat

bagi kehidupan perairan dengan cara fotosintesis. Pengaruh cahaya matahari

dalam proses fotosintesis juga menyebabkan fitoplankton berdistribusi secara

horizontal (Maresi et al., 2015).


Rumusan Masalah

Perubahan mutu kualitas air dapat menyebabkan perubahan keseimbangan

ekosistem didalamnya. Banyak persoalan yang menyebabkan status kualitas air

tersebut berubah diantaranya pariwisata yang tidak sesuai dengan kaidah yang

berlaku seperti membuang limbah domestik dan sampah sembarangan. Namun

tidak semua pengusaha yang mendirikan usaha mereka melakukan tindakan

seperti itu.

Salah satu cara untuk memantau kualitas air adalah melakukan pengukuran

paramater biologi dengan menggunakan bioindikator fitoplankton. Fitoplankton

dijadikan sebagai indikator kualitas perairan karena siklus hidupnya pendek,

respon yang sangat cepat terhadap perubahan lingkungan dan merupakan

produsen primer yang menghasilkan bahan organik serta oksigen yang bermanfaat

bagi kehidupan perairan dengan cara fotosintesis.

Berdasarkan deskripsi diatas, maka beberapa permasalahan dalam penelitian

ini adalah :

1. Bagaimana hubungan struktur komunitas Fitoplankton dengan kualitas air di

Pantai Pasir Putih Parparean?

2. Bagaimana struktur komunitas Fitoplankton di Perairan Pantai Pasir Putih

Parparean?

3. Bagaimana status kualitas air di Pantai Pasir Putih Parparean?


Kerangka Pemikiran

Pantai Pasir Putih Parparean merupakan salah satu destinasi wisata di

Kabupaten Toba Samosir yang dibuka pada tahun 2018. Daerah wisata tidak luput

dari limbah domestik usaha dan juga sampah. Dilakukannya pengukuran kualitas

air ini untuk mengtahui status kualitas air dan hubungannya dengan keberadaan

fitoplankton di Pantai Pasir Putih Parparean.

Perairan Pantai Pasir Putih Parparean Kabupaten Toba Samosir

Aktivitas manusia :
 Perikanan tangkap
 Pariwisata

Kualitas Parairan

Parameter biologi
Parameter Fisika – Kimia :
 Fitoplankton
 Suhu
 Nitrogen total
 Kecerahan perairan Identifikasi Fitoplankton
 pH
 Oksigen terlarut (DO)
 Kecepatan Arus Analisis Data :
 Fosfat  Kelimpahan
 Keanekaragaman
 Keseragaman
Hubungan struktur komunitas  Dominansi
fitoplankton dengan kualitas air
di Perairan Pantai Pasir Putih
Parparean Kabupaten Toba
Samosir.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian


Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis struktur komunitas Fitoplankton di Perairan Pantai Pasir

Putih Parparean Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir.

2. Untuk mengetahui kualitas perairan di Pantai Pasir Putih Parparean Kecamatan

Porsea Kabupaten Toba Samosir.

3. Untuk menganalisis hubungan struktur komunitas Fitoplankton dengan kualitas

air di Perairan Pantai Pasir Putih Parparean Kecamatan Porsea Kabupaten Toba

Samosir.

Manfaat penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai pertimbangan yang dapat dilakukan untuk penanggulangan limbah

pariwisata setempat.

2. Sebagai informasi kepada instansi terkait dan masyarakat sekitar tentang

kualitas air pantai pasir putih di Pantai Pasir Putih Parparean Kecamatan

Porsea Kabupaten Toba Samosir.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Lokasi
Secara Geografis Kabupaten Samosir terletak pada 20 24‘ –  20 25‘

Lintang Utara dan 980 21‘ –  990 55‘ BT. Secara Administratif Wilayah

Kabupaten Samosir diapit oleh tujuh Kabupaten, yaitu di sebelah Utara berbatasan

dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun di sebelah Timur berbatasan

dengan Kabupaten Toba Samosir di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten

Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan; dan di sebelah Barat

berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Barat.

Sebagai daerah pertanian dan sebagian penduduknya hidup dan

menggantungkan dengan pertanian, curah hujan merupakan salah satu faktor

eksternal yang menentukan keberhasilan pertanian penduduk. Rata-rata curah

hujan yang terjadi di Kabupaten Samosir pada tahun 2003 berdasarkan hasil

pengamatan dari 7 (tujuh) stasiun pengamatan adalah sebesar 177 mm / bulan

dengan jumlah hari hujan sebanyak 11 hari.

Temperatur Kabupaten Samosir berkisar antara 170C –  290C dengan

kelembaban udara rata-rata 85 persen dan tergolong dengan beriklim tropis.

Curah hujan tertinggi terjadi bulan November dengan rata-rata 440 mm dengan

jumlah hari hujan sebanyak 15 hari. Curah hujan terendah terjadi pada bulan Juni

sampai Agustus berkisar dari 31 sampai dengan 56 mm per bulan, dengan hari

hujan 5 sampai 7 hari. Kecamatan yang tertinggi rata-rata curah hujannya adalah

Harian sebesar 302 mm, sedangkan yang terendah adalah Nainggolan rata-rata

sebesar 120 mm.


Fitoplankton

Plankton merupakan organisme yang hidup melayang-layang

(mengembara) dalam air karena terbawa arus atau gelombang. Plankton

mempunyai kemampuan renang yang lemah sehingga pergerakannya dipengaruhi

oleh arus. Sifat umum plankton, diantaranya plankton bergerak sedikit dengan

bantuan cilia/flagel tetapi tidak mempunyai daya menentang arus, dengan kata

lain dikalahkan oleh gerakan air, plankton organisme yang melayang-layang.

Peristiwa melayang pada plankton dapat terjadi karena plankton dapat mengatur

berat jenis tubuhnya agar sama dengan berat jenis media (air), dengan cara

menambah atau mengurangi jumlah vakuola, cadangan makannya berupa zat

lemak atau minyak, yang terakhir dengan memperpanjang atau memperpendek

chaeta (Susanti, 2010).

Keberadaan fitoplankton di suatu perairan dapat memberikan informasi

mengenai perairan. Fitoplankton merupakan parameter biologi yang dapat

dijadikan indikator untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan suatu

perairan, serta mengetahui jenis-jenis fitoplankton yang mendominasi, adanya

jenis fitoplankton yang dapat hidup karena zat-zat tertentu yang sedang blooming,

dapat memberikan gambaran mengenai keadaan perairan yang sesungguhnya.

Kelimpahan fitoplankton inilah digunakan untuk menentukan nilai saprobitas di

pantai dengan melihat nilai Tropik Saprobik Indeks. Fitoplankton merupakan

organisme pertama yang terganggu karena adanya beban masukan yang diterima

oleh perairan. Ini disebabkan karena fitoplankton adalah organisme pertama yang

memanfaatkan langsung beban masukan tersebut. Oleh karena itu, perubahan

yang terjadi dalam perairan sebagai akibat dari adanya beban masukan yang ada
akan menyebabkan perubahan pada komposisi, kelimpahan, dan distribusi dari

komunitas fitoplankton (Sari et al., 2014).

Salah satu cara untuk pemantauan kualitas perairan dapat dilakukan

penelitian secara biologi menggunakan indikator fitoplankton. Fitoplankton

dijadikan sebagai indikator kualitas perairan karena siklus hidupnya pendek,

respon yang sangat cepat terhadap perubahan lingkungan, dan merupakan

produsen primer yang menghasilkan bahan organik serta oksigen yang bermanfaat

bagi kehidupan perairan dengan cara fotosintesis. Pengaruh cahaya matahari

dalam proses fotosintesis juga menyebabkan fitoplankton berdistribusi secara

horizontal (Maresi et al., 2015).

Faktor-Faktor Fisika Kimia yang Mempengaruhi Keberadaan Fitoplankton

Suhu

Suhu merupakan faktor langsung yang mempengaruhi laju pertumbuhan,

kelangsungan hidup dan meningkatkan laju metabolisme organisme. Peningkatan

suhu perairan secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi

kehidupan organisme suatu perairan. Standar baku mutu suhu menurut KepMen

LH No. 51 Tahun 2004 untuk biota laut adalah 28 - 32 oC. Suhu ekosistem air

dipengaruhi oleh diantaranya intensitas cahaya matahari dan pertukaran panas

antara air dengan udara sekelilingnya (Ira, 2014).

Nitrogen Total

Konsentrasi nitrat rata-rata lebih tinggi di dekat dasar perairan dibanding

dengan di lapisan permukaan. Hal ini disebabkan karena nitrat di lapisan

permukaan lebih banyak dimanfaatkan oleh fitoplankton. Di dalam sedimen nitrat

diproduksi dari biodegradasi bahan-bahan organik menjadi ammonia yang


selanjutnya dioksidasi menjadi nitrat. Kadar nitrat semakin tinggi bila kedalaman

bertambah, sedangkan untuk sebaran horizontal kadar nitrat semakin tinggi

menuju ke arah pantai. Kisaran kadar nitrat 0,3-0,9 mg/l cukup untuk

pertumbuhan organisme, 0,9-3,5 optimum untuk pertumbuhan organisme dan

>3,5 mg/l dapat membahayakan perairan (Patty, 2015).

Kecerahan

Kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan ke dalam air dan

dinyatakan dengan persen (%), dari beberapa panjang gelombang di daerah

spektrum yang terlibat cahaya yang melalui lapisan sekitar satu meter, jatuh agak

lurus pada permukaan air. Kemampuan cahaya matahari untuk menembus sampai

ke dasar perairan dipengaruhi oleh kekeruhan suatu perairan. Dengan mengetahui

nilai kecerahan suatu perairan, berarti dapat mengetahui pula sampai dimana

masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam perairan. Berkaitan dengan

keadaan nilai kecerahan yang diamati dapat dikatakan bahwa memiliki nilai

kecerahan yang agak tinggi (Richard et al., 2013).

pH

Kondisi derajat keasaman optimal untuk kehidupan fitoplankton adalah 7-

8,5. Nilai pH ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain aktivitas biologis

misalnya fotosintesis dan respirasi organisme, suhu dan keberadaan ion-ion dalam

perairan tersebut. Kondisi fotosintesis akan terjadi optimal ketika pH dalam

keadaan normal (Lantang dan Chalvin, 2015).

DO (Dissolved Oxygen)

Batasan konsentrasi yang dipersyaratkan Kementerian Lingkungan Hidup

menetapkan nilai ambang batas oksigen terlarut untuk kehidupan biota laut adalah
≥ 5 ppm. Pada umumnya kandungan oksigen sebesar 5 ppm dengan suhu air

berkisar antara 20-30 oC relatif masih baik untuk kehidupan ikan-ikan, bahkan

apabila dalam perairan tidak terdapat senyawa-senyawa yang bersifat toksik (tidak

tercemar) kandungan oksigen sebesar 2 ppm sudah cukup untuk mendukung

kehidupan organisme perairan. Kadar oksigen terlarut di dalam massa air yang

nilainya relatif biasanya berkisar antara 6-14 ppm (Patty, 2015).

Kecepatan Arus

Arus adalah gerakan air yang mengakibatkan perpindahan horizontal dan

vertikal massa air. Secara umum, arus laut yang mempengaruhi karakteristik

perairan di Indonesia adalah arus laut yang dibangkitkan oleh angin dan pasut.

Arus-arus laut di kedalaman laut yang lebih dalam lebih banyak dipengaruhi oleh

keadaan pasang surut dan sifat-sifat fisik lainnya seperti perbedaan temperatur,

salinitas dan tekanan (Sugianto dan Agus, 2007).

Fosfat

Fospat dalam perairan adalah dalam bentuk bentuk orthofosfat (PO4).

Kandungan orthofosfat dalam air merupakan karakteristik kesuburan perairan

tersebut. Unsur fosfat sering dijadikan sebagai faktor pembatas di dalam suatu

perairan karena unsur ini dibutuhkan oleh fitoplankton dalam jumlah yang besar,

namun bila ketersedian unsur tersebut di bawah kebutuhan minimum, akibatnya

pertumbuhan fitoplankton akan terganggu atau populasinya akan menurun.

Perairan yang mengandung orthofosfat antara 0,003-0,010 mg/L merupakan

perairan yang oligotrofik, 0,01-0,03 adalah mesotrofik dan 0,03-0,1 mg/L adalah

eutrofik (Mustofa, 2015).


BAB III
METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Juli yang

berlokasi di Pantai Pasir Putih Parparean, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba

Samosir.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Positioning

System) untuk menentukan koordinat pengambilan sampel, perahu nelayan

sebagai transportasi dalam pengambilan sampel, plankton net dengan mesh size

50 µm untuk menyaring sampel plankton, secchi disk untuk mengukur kecerahan

perairan, botol sampel 100ml sebagai tempat sampel, mikroskop untuk mengamati

sampel plankton, SRC (Sedgwick Rafter Counter Cell) sebagai tempat untuk

mengamati sampel plankton, pH meter untuk mengukur pH, thermometer untuk

mengukur suhu perairan, DO meter untuk mengukur DO perairan, bola dan

stopwatch untuk mengukur kecepatan arus serta buku identifikasi Ilustrations Of

The Marine Plankton of Japan sebagai acuan untuk mengidentifikasi jenis

plankton, coolbox, kertas label, lakban, dan alat tulis.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel air yang akan

diamati, lugol untuk mengawetkan sampel plankton, dan aquades untuk

membersihkan alat penelitian.


Prosedur Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan pada tiga stasiun. Stasiun I adalah daerah

ujung pantai pasir putih parparean. Stasiun II daerah tengah pantai pasir putih

parparean. Stasiun III daerah ujung yang airnya mengalir ke arah aliran sigura-

sigura. Pengambilan sampel plankton dilakukan sebanyak tiga kali dengan rentang

waktu sekali dalam dua minggu. Pengambilan sampel dilakukan di setiap stasiun

sebanyak tiga kali pada pukul 08.00, 12.00 dan 16.00 WIB karena untuk melihat

perubahan kelimpahan fitoplankton dari waktu ke waktu.

Pengambilan sampel plankton dilakukan dengan menggunakan metode

sampling aktif dengan cara menyaring air menggunakan plankton net dengan

mesh size 50 µm, diameter mulut jaring berukuran 30 cm dan panjang 1 m.

Disetiap stasiun, plankton net pada suatu titik, ditarik menuju ke titik lain

menggunakan perahu nelayan. Plankton net ditarik untuk jarak 30 meter. Sampel

air hasil penyaringan dimasukkan dalam botol sampel 100 ml kemudian diberikan

lugol sebanyak 4 tetes, kemudian ditutup rapat dan diberi label. Selanjutnya botol

sampel yang berisi sampel diletakkan dalam coolbox.

Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia

Pengukuran parameter fisika dan kimia dilakukan bersamaan dengan

pengambilan sampel (kecuali pengukuran Nitrogen, Fosfat dan BOD).

Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer dengan cara

mencelupkan ¾ thermometer ke dalam air selama 1-3 menit. Kemudian diangkat

perlahan namun thermometer tersebut masih menyentuh air dan kemudian diamati

nilainya secara rinci, DO diukur dengan menggunakan DO meter, kecepatan arus

diukur secara manual dengan menggunakan bola duga dan stopwatch serta
meteran, pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter sedangkan

pengukuran kecerahan dilakukan dengan menggunakan secchi disk.

Parameter fisika-kimia yang diukur secara ex situ adalah fosfat dan

nitrogen total dilakukan dengan Uji Lab di Laboratorium. Air sampel diambil

sebanyak ± 1 L dari setiap stasiun untuk dilakukan uji untuk mengetahui nilai

fosfat dan nitrogen total. Kemudian sampel air tersebut disimpan dalam container

box.

Identifikasi Jenis Plankton

Identifikasi fitoplankton dilakukan di Laboratorium Lingkungan Perairan,

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas

Sumatera Utara. Sebelum dilakukan identifikasi, pada sampel Fitoplankton

dilakukan homogenisasi dengan cara mengocok botol sampel agar tidak ada yang

mengendap di dasar botol. Kemudian sampel diambil dengan pipet tetes,

diteteskan pada Sedgewick Rafter Counting (SRC) dan diamati dengan mikroskop

hingga perbesaran 100x. Untuk mengidentifikasi jenis fitoplankton digunakan

buku Ilustrations Of The Marine Plankton of Japan. Penghitungan individu

dilakukan dengan menggunakan alat hitung kalkulator.

Analisis Data

a. Kelimpahan Plankton (N)

Kelimpahan fitoplankton dianalisis menggunakan persamaan menurut

Brower et al., (1990) adalah sebagai berikut:

Dimana :

N = kelimpahan fitoplankton (sel/L)


n = jumlah fitoplankton yang tercacah

A = volume air contoh yang disaring (L)

B = volume air contoh yang tersaring (ml)

C = volume air pada SRC (ml)

b. Keanekaragaman Plankton (H’)

Adapun keanekaragaman dianalis dengan formula sebagai berikut

(Nurruhwati et al., 2017):

Keterangan :

H’ = Keanekaragaman jenis

Pi = Jumlah individu dalam spesies ke-I (ni/N)

N = jumlah total dari seluruh spesies

Dimana:

a. H’ < 1 = Komunitas biota tidak stabil (keanekaragaman rendah).

b. 1 < H’ < 3 = Stabilitas komunitas biota bersifat moderat (keanekaragaman

sedang).

c. H’ > 3 = Stabilitas komunitas biota berada pada kondisi prima

(keanekaragaman tinggi).

c. Indeks Keseragaman (E)


Menurut Munthe et al (2012), perhitungan Keseragaman jenis dilakukan

dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

E = H’/Hmax Rfi = x 100


Keterangan :

E = Indeks keseragaman jenis

H’ = Indeks keragaman

Hmax = log2 S

S = Jumlah jenis Dimana indeks keseragaman berkisar 0-1,

dengan ketentuan:

E > 0,6 = Keseragaman jenis tinggi

0,6 ≥ E ≥ 0,4 = Keseragaman jenis sedang

E < 0,4 = Keseragaman jenis rendah

d. Indeks Dominansi (C)

Menurut Odum (1971) indeks dominasi adalah angka yang

menggambarkan komposisi jenis organisme suatu komunitas. Semakin besar

nilainya berarti semakin besar pula kecenderungan jenis tertentu mendominasi

kelimpahannya. Indeks dominasi dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Dimana :

C = Indeks Dominansi

ni = jumlah individu jenis ke – i

N = jumlah total individu

Pi= peluang kepentingan untuk tiap jenis =ni/N

s = jumlah jenis
Kriteria indeks dominasi menurut Krebs (1985) adalah :

C < 0,5 : dominasi jenis rendah

0,5 < C < 1 : dominasi jenis sedang

C > 1 : dominasi jenis tinggi

e. Frekuensi Jenis Plankton

Untuk mengetahui frekuensi jenis plankton dianalisis dengan

menggunakan formula menurut Usman et al (2013):

Fi = Pi / ∑P

Keterangan:

Fi = frekuensi jenis

Pi = jumlah individu yang ditemukan jenis i

∑P = jumlah individu semua ulangan

f. Frekuensi Relatif (%)

Frekuensi relatif jenis plankton dianalisis dengan menggunakan formula

Agusta dan Ihwan (2019):

Keterangan:

Rfi = frekuensi relatif

Fi = frekuensi jenis i

∑F = frekuensi semua jenis

Metode Storet

Kualitas air dinilai berdasarkan ketentuan sistem metode storet yang

dikeluarkan oleh EPA (Environmental Protection Agency) yang

mengklasifikasikan mutu air ke dalam empat kelas, yaitu:


(1) Kelas A: baik sekali, skor = 0 memenuhi baku mutu.

(2) Kelas B : baik, skor = -1 s/d -10 cemar ringan.

(3) Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30 cemar sedang.

(4) Kelas D: buruk, skor e" -31 cemar berat.

Metode Indeks Pencemaran

Indeks Pencemaran dapat dihitung menggunakan formula Purnamasari

(2013) :

Keterangan :

Memenuhi baku mutu, dengan nilai IP (0 < IP < 1,0)

Cemar ringan, dengan nilai IP (1 < IP < 5)

Cemar sedang, dengan nilai IP (5 < IP < 10)

Cemar berat, dengan nilai IP (10 < IP)

Metode Indeks Saprobik

Indeks ini menggunakan keberadaan organisme yang hadir di perairan

untuk menentukan status perairan yang diukur dengan formula Sagala (2013) :

X = (C + 3D - B – 3A) / (A + B + C + D)

A : grup Ciliata menunjukkan polisaprobitas

B : grup Euglenophyta, menunjukkan α mesosaprobitas;

C : grup Chlorococcales + Diatomae, menunjukkan β mesosaprobitas;

D : Grup Peridinae/ Chrysophyceae/ Conjugatae, menunjukkan oligosaprobitas


Metode CCME (Canadian Council of Ministers of the Environment)

CCME WQI merupakan suatu alat yang disederhanakan bagi

masyarakat umum untuk memperoleh data kualitas air yang kompleks. Metode

dapat dihitung dengan rumus Saraswati et al (2014) :

Kriteria :

Excellent : (nilai 95-100)

Good : (nilai 80-94)

Fair : (nilai 65-79)

Marginal : (nilai 45-64)

Poor : (nilai 0-44)

Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis)

Pada dasarnya analisis komponen utama adalah suatu metode untuk

mengekspresikan kembali data multivariat. Jika seorang peneliti memiliki

sejumlah besar variabel, maka dengan analisis ini peneliti tersebut dapat

melakukan orientasi kembali terhadap data yang dikumpulkan sedemikian rupa

sehingga bisa diperoleh dimensi yang lebih sedikit namun memberikan informasi

sebesar-besarnya dari data aslinya. Hubungan koefisien dan korelasi dapat

dijelaskan pada tabel dibawah ini :


DAFTAR PUSTAKA

Aswafi, S. 2004. Analisis Faktor yang Behubungan dengan Kualitas Bakteriologis


Air Minum Isi Ulang Pada Tingkat Produsen di Kota Semarang. [Tesis].
Universitas Diponegoro. Semarang.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.

Ira. 2014. Kajian Kualitas Perairan Berdasarkan Parameter Fisika dan Kimia di
Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari Sulawesi Tenggara. Jurnal Ilmu
Perikanan dan Sumberdaya Perairan. 119-123.

Kusumawati, I., F. Diana, L. Humaira. 2018. Studi Kualitas Air Budidaya Latoh
(Caulerpa racemosa) di Perairan Lhok Bubon Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat. Jurnal Akuakultura. 2(1): 2579-4752.

Lantang, B dan S. P. Calvin. 2015. Identifikasi Jenis dan Pengaruh Faktor


Oseanografi terhadap Fitoplankton di Perairan Pantai Payum – Pantai
Lampu Satu Kabupaten Merauke. Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan.
8(2):13-19.

Maresi, S. R., Priyanti dan E. Yunita. 2015. Fitoplankton sebagai Bioindikator


Saprobitas Perairan di Situ Bulakan Kota Tangerang. Jurnal Biologi. 8 (2) :
113 – 123.

Mustofa, A. 2015. Kandungan Nitrat dan Pospat sebagai Faktor Tingkat


Kesuburan Perairan Pantai. Jurnal DISPROTEK. 6(1):13-19.

Patty, S. I. 2015. Karakteristik Fosfat, Nitrat dan Oksigen Terlarut di Perairan


Selat Lembeh, Sulawesi Utara. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. 2(1):1-7.

Prasetya, V, N., Susanawati, L, D.,danWisiatmono, B, R. 2015. PenentuanDaya


Tampung Sungai Badek Terhadap Beban Pencemar Akibat Limbah Cair
Penyamakan Kulit di Kelurahan Ciptomulyo, Malang. Jurnal Sumberdaya
Alam dan Lingkungan.

Sari, A. N., S. Hutabarat dan P. Soedarsono. 2014. Struktur Komunitas Plankton


pada Padang Lamun di Pantai Pulau Panjang, Jepara. Jurnal Diponegoro
Journal of Maquares. 3 (2) : 82 – 91.

Sugianto, D. N dan Agus, ADS. 2007. Studi Pola Sirkulasi Arus Laut di Perairan
Panta Provinsi Sumatera Barat. Jurnal Ilmu Kelautan. 12(2):79-92.

Sulistiowati, D., H. R. T. Rosye, Daniel. L. 2016. Keragamandan Kelimpahan


Plankton sebagai Bioindikator Kualitas Lingkungan di Perairan Pantai
Jayapura. Jurnal Biologi Papua. 8(2):79-96.
Susanti, M. 2010. Kelimpahan dan Distribusi Plankton di Perairan Waduk
Kedungombo. skripsi. Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Anda mungkin juga menyukai