Kelompok 1
2023
ABSTRAK
Ekosistem perairan mengalir merupakan perairan terbuka dicirikan dengan adanya arus,
perbedaan gradien lingkungan, serta ada interaksi antara faktor biotik dan abiotik. Salah satu
bentuk perairan mengalir adalah sungai. Sungai merupakan salah satu sumber air yang di
dalamnya terkandung berbagai organisme perairan. Praktikum Ekologi Perairan di Sungai Ciapus
dilaksanakan pada tanggal 26 Agustus 2023 dengan tujuan mengidentifikasi organisme plankton,
benthos, dan perifiton yang hidup di Sungai Ciapus, serta mengukur kualitas air dari Sungai
Ciapus. Parameter perairan yang diukur adalah suhu, kecerahan, kekeruhan, warna, tipe substrat,
kedalaman, pH, oksigen terlarut (dissolved oxygen). Data suhu diambil menggunakan
termometer raksa, kecerahan dan kedalaman menggunakan secchi disk, kekeruhan menggunakan
turbidity meter, warna dan substrat secara visual, pH menggunakan pH indikator, dan oksigen
terlarut menggunakan DO meter. Hasil yang didapatkan dari praktikum mengetahui organisme
yang ada di sungai Ciapus antara lain; benthos, perifiton, plankton, nekton, dan neuston. Suhu
perairan berkisar antara 27°C, warna perairan coklat, substrat berupa pasir dan batuan, pH 7,04,
dan arus sebesar 112.91. Keberadaan komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi akan
berpengaruh pada rantai makanan di ekosistem.
Pendahuluan
Banyaknya sungai di Kabupaten Bogor dikarenakan letak geografisnya. Salah satu sungai
di Kabupaten Bogor adalah Sungai Cisadane. Sungai Cisadane memiliki percabangan anak
sungai yaitu Sungai Ciapus. Sungai Ciapus bersumber dari mata air di Curug Nangka. Sungai
Ciapus memiliki ciri morfologi lebar berkisar di dua meter dan panjang badan sungai sebesar 22
meter. Sedangkan rata-rata ketinggian air Sungai Ciapus adalah 0,94 meter (Adam 2021).
Plankton adalah organisme renik yang hidup melayang-layang mengikuti pergerakan air.
Secara umum plankton dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu phytoplankton dan
zooplankton. Phytoplankton adalah organisme renik yang hidup melayang-layang mengikuti
pergerakan air yang berasal dari jasad nabati, sedangkan zooplankton adalah organisme renik
yang hidup melayang-layang mengikuti pergerakan air yang berasal dari jasad hewani (Gusrina
2008). Perifiton didefinisikan oleh (Azim et al. 2002) sebagai kompleks biota sesil yang melekat
pada substrat terendam seperti batu dan batang dan termasuk alga, invertebrata, detritus, dan
mikroorganisme. Bentos adalah nama yang diberikan kepada flora dan fauna yang hidup di, di,
atau dekat substrat dasar lingkungan perairan, termasuk danau, kolam, sungai, kali kecil, dan
laut. (Wiley 2013).
Praktikum dilakukan pada tanggal 26 Agustus 2023 di Sungai Ciapus, analisis sampel
dilaksanakan pada tanggal 29 Agustus 2023, pukul 15.00-18.00 WIB di Laboratorium Biologi
Mikro II, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Adapun alat yang diperlukan pada saat praktikum adalah pH meter
untuk mengetahui pH air. DO meter untuk mengukur kadar oksigen dalam air. Turbidity meter
untuk mengetahui tingkat kekeruhan air. Plankton net untuk mengambil sampel plankton. Surber
untuk mengambil sampel bentos. Secchi disk untuk mengukur kejernihan air. Botol sampel 250
ml (12 buah), 1000 ml (4 buah) untuk menyimpan sampel. Flow meter untuk mengukur
kecepatan arus. Termometer air raksa untuk mengukur suhu perairan. Transek 3x3 cm untuk
mengambil sampel perifiton. Sikat gigi untuk mengangkat sampel perifiton.Saringan satu unit
untuk menyaring substrat. Ember 10 liter untuk mengangkut air sampel. Plastik bening untuk
menyimpan hasil sampel besar. Lakban dan spidol untuk menamai sampel. Buku catatan dan alat
tulis serta alat dokumentasi.
Bahan-bahan yang digunakan pada saat praktikum yaitu sampel plankton, sampel
perifiton dan sampel bentos. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode 5
pandang. Pengambilan sampel berdasarkan aspek biologi adalah sampel plankton, perifiton, dan
mikro bentos. Berdasarkan aspek fisika, parameter yang diamati adalah suhu, arus, salinitas,
kecerahan, kekeruhan, kedalaman, dan kelarutan oksigen. Aspek kimia yang diamati adalah level
pH dan DO dari air.
Hasil
Hasil pengamatan kelimpahan plankton, fitoplankton, dan bentos dalam praktikum kali
ini didapatkan dalam bentuk tabel dan grafik kelimpahan plankton, fitoplankton, dan bentos
dalam beberapa pengulangan. Selain itu, kondisi fisika dan kimia Sungai Ciapus juga diukur dan
disajikan dalam tabel kondisi lingkungan fisika-kimia.
Tabel 1 Kondisi lingkungan fisik-kimia di Sungai Ciapus
Suhu ०C 28
Kecerahan cm 39
Warna - Coklat
Kedalaman cm 39
pH - 7,04
Terdapat beberapa parameter yang diukur pada pengamatan kami di Sungai Ciapus,
diantaranya yaitu parameter fisika seperti suhu, kecerahan, kekeruhan, warna, tipe substrat,
kedalaman, dan parameter kimia seperti pH dan DO. Hasil dari pengamatan parameter fisika dan
kimiawi di Sungai Ciapus menunjukkan beberapa nilai seperti pada tabel. Suhu rata-rata yang
didapatkan dari hasil pengamatan adalah senilai 28० C. Kecerahan yang diukur menggunakan
secchi disk mendapatkan nilai sedalam 39 cm. Kekeruhan air di Sungai Ciapus mendapatkan
nilai 23,32 ntu. Warna dan tipe substrat diukur dengan tidak menggunakan alat apapun
mendapatkan hasil masing-masing berwarna coklat dan bertipe substrat pasir dan batu.
Kedalaman maksimal yang didapatkan pada stasiun tersebut sedalam 39 cm. Parameter kimia
berupa pH dan Dissolved Oxygen (DO) mendapatkan nilai masing-masing sebesar untuk pH
7,04 dan 8,2 mg/L untuk DO.
Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat di stasiun dua menunjukkan bahwa pada fitoplankton
didapatkan tiga mikroalga, (blue green algae) Phormidium, (blue green algae) Aphanizomenon,
dan (green algae) Bulbochaele. Kelimpahan yang diperoleh untuk masing - masing mikroalga,
Phormidium, Aphanizomenon, Bulbochaele. Berjumlah satu untuk kelimpahan diperoleh 0,4.
Pembahasan
Parameter Lingkungan
Unsur hara yang terdapat dalam aliran sungai dan laut terjebak dalam estuari, yang
menyebabkan perairan ini menjadi daerah yang lebih subur dibandingkan ekosistem lainnya.
Menurut (Campbell et al. 2010), kandungan nutrien yang berada di sungai menyebabkan estuari
seperti lahan basah menjadi bioma paling produktif. Perairan estuari merupakan perairan dinamis
yang disebabkan adanya masa pasang dan surut. Perairan ini mempunyai berbagai macam biota
yang berasal dari sungai hingga laut. Kelimpahan biota ini dipengaruhi oleh mikroorganisme
yang berperan sebagai sumber makanan dan produsen primer bagi seluruh biota yang ada di
perairan tersebut. Beberapa faktor lingkungan lain yang mempengaruhi adalah suhu, salinitas,
pH, kecerahan, DO (Dissolved oxygen), dan nutrien juga berpengaruh terhadap kelimpahan
mikroorganisme. Hal ini sependapat dengan (Syafriani dan Apriadi 2018) yang menyatakan
kondisi kualitas perairan dapat mempengaruhi biota yang ada, termasuk kehidupan produsen
primer seperti fitoplankton. Selain itu terdapat juga faktor kimia dan fisika. existensi organisme
di suatu perairan dapat dijadikan indikator terhadap pencemaran. (Utomo et al., 2013)
Parameter Biologi
Ekosistem sungai terdiri dari unsur-unsur biotik dan abiotik yang saling berhubungan dan
berinteraksi satu sama lain, membentuk entitas yang memiliki fungsi. Komponen abiotik
mencakup elemen-elemen seperti air, batu, pasir, dan sedimen yang menjadi pendukung bagi
komponen biotik. Sementara itu, komponen biotik terdiri dari beragam organisme seperti
tanaman air, plankton, perifiton, bhentos, neuston, dan nekton.
Unsur-unsur abiotik dapat memiliki dampak yang substansial pada komponen biotik
dalam ekosistem perairan. Contohnya, pencemaran air dapat mengubah struktur ekosistem dan
mengurangi jumlah spesies dalam komunitas, mengakibatkan penurunan keragaman hayati.
Kondisi perairan sungai dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik, kimia, dan lingkungan biologis.
Interaksi antara faktor-faktor fisik dan kimia memiliki pengaruh yang kuat pada faktor-faktor
biologis dalam lingkungan perairan.
Keterkaitan antara biotik dan abiotik dapat terlihat dari Bioindikator. Bioindikator atau
indikator ekologis merupakan suatu kelompok organisme yang hidup dan rentan terhadap
perubahan lingkungan sebagai akibat dari aktivitas manusia dan kerusakan secara alami
(Sumenge, 2008).
Interaksi pada ekosistem dapat terjadi antara komponen biotik dengan komponen biotik
dan juga antara komponen biotik dan komponen abiotik. Interaksi antar komponen biotik
melibatkan berbagai macam organisme dan juga memberikan pengaruh tertentu. Interaksi
tersebut dilakukan sebagai usaha suatu organisme untuk memenuhi kebutuhan akan makanan dan
untuk mempertahankan hidup. Bentuk interaksi antar komponen biotik ini bermacam-macam,
dapat berupa persaingan (kompetisi), pemangsaan (predasi), dan kerjasama (simbiosis).
Persaingan (kompetisi) terjadi diantara beberapa organisme yang membutuhkan bahan makanan
yang sama. Selain melakukan persaingan, beberapa organisme mendapatkan makanan dengan
memangsa organisme lain. Pola interaksi semacam ini disebut pemangsaan (predasi). Organisme
yang memakan organisme lain disebut predator atau pemangsa, sedangkan organisme yang
dimakan disebut mangsa (Grabionowski 2013). Ekosistem di Sungai Ciapus terdapat plankton,
perifiton, bentos, nekton. Pola interaksinya bersifat pemangsaan (predasi. Seperti ikan besar dan
juvenile memakan zooplankton yang memakan fitoplankton.
Simpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa perairan Sungai
Ciapus merupakan perairan yang memiliki kelimpahan biotik dan abiotik di dalamnya, seperti
plankton, perifiton, neuston, nekton, dan bentos. Kelimpahan biotik dan abiotik tersebut
membuktikan bahwa Sungai Ciapus merupakan perairan yang masih tergolong normal. Sungai
Ciapus juga memiliki kadar pH 7 yang artinya stabil untuk kehidupan organisme serta memiliki
tingkat kekeruhan yang diukur oleh secchi disk sebesar 23,32 NTU. Hal tersebut membuktikan
bahwa sungai ini masih cukup bersih walaupun banyak didapatkan sampah plastik pada
pinggiran sungai. Komponen abiotik sebagai media hidupnya organisme atau substrat berupa
suhu, tingkat kecerahan, warna air, kedalaman air, serta menghitung parameter kimianya seperti
pH dan DO
Daftar Pustaka
Adam F. 2021. Potensi aliran Sungai Ciapus sebagai pompa hidram [skripsi]. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Azim ME, Wahab MA, van Dam AA et al. 2002. The effects of artificial substrates on
freshwater pond productivity and water quality and the implications for
periphyton-based aquaculture. Aquaculture. 212: 227-243.
Dwiyanto V, Kusumastuti DI, Tugiono S. 2016. Analisis pembangkit listrik tenaga mikro
hidro (PLTMH), studi kasus: Sungai Air Anak (Hulu Sungai Way Besai). Jurnal
Rekayasa Sipil dan Desain. 4(3): 407-422.
Emilia I, Mutiara D. 2019. Parameter fisika, kimia dan bakteriologi air minum alkali
terionisasi yang di produksi mesin kangen water. Jurnal Ilmiah Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. 16(1): 67-73.
Grabianowski. 2013. How Symbiosis Works. Diambil pada tanggal 3 Desember 2013 dari
www.science.howstuffworks.com/life/evolution/symbiosis.htm
Metcalfe RH, Mackereth RW, Grantham B et al. 2013. Aquatic ecosystem assessment for
rivers. Aquatic Research and Monitoring Section, Ontario Ministy of Natural
Resources, Ontario.
Munthe YV, Aryawati R. 2012. Struktur komunitas dan sebaran fitoplankton di perairan
Sungsang Sumatera Selatan. Maspari Journal: Marine Science Research. 4(1): 122-
130.
Pratami VA, Setyono P & Sunarto S. Keanekaragaman, zonasi serta overlay persebaran
bentos di Sungai Keyang, Ponorogo, Jawa Timur Biodiversity, zonation, and spread
overlay of benthos in Keyang River, Ponorogo, East Java.
Sumenge, V. 2008. Penentuan Kualitas Air Sungai Sendangan Kakas Dengan Bioindikator
Keanekaragaman Serangga Air. [Skripsi]. Universitas Samratulangi, Manado.
Utama AP, Soenardjo N & Endrawati H. (2019). Komposisi perifiton pada daun lamun
Enhalus acoroides, Royle 1839 (Angiosperms: Hydrocharitaceae) dan Thalassia
hemprichii, Ascherson 1871 (Angiosperms: Hydrocharitaceae) di Perairan Teluk
Awur, Jepara. Journal of Marine Research. 8(4): 340-345.
Wiley WJ, Hawkes HA. 2013. Contributions of benthic algae to lake food webs as revealed
by stable isotope analysis. Journal of the North American Benthological Association.
14: 631-653.
Phormidium 0,4 0 0
Aphanizomenon 0,4 0 0
Bulbochaele 0,4 0 0
- 0 0 0
- 0 0 0
- 0 0 0
- 0 0 0
- 0 0 0
- 0
- 0
- 0
Argyroneta Aquatica 5
- 0
- 0
- 0
- 0
- 0