UNGARAN
Disusun oleh :
FAKULTAS KEHUTANAN
YOGYAKARTA
2016
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
ABSTRAK
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan
1.4. Manfaat
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sungai Dan Ekosistem Sungai
2.2. Kualitas Air
2.3. Baku Mutu Air
2.4. Parameter Fisik
2.5. Parameter Kimia
2.6. Parameter Biologi
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Dan Waktu
3.2. Alat Dan Bahan
3.3 Metode Pengambilan Data
3.4. Metode Analisis Data
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.2. Pembahasan
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Abstrak
Air memiliki fungsi strategis bagi kehidupan manusia yaitu fungsi sosial, ekologi dan
ekonomi. Kualitas air adalah mengetahui kondisi air untuk menjamin keamanan dan kelestarian
dalam penggunaannya. Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu
terhadap air meliputi uji kimia, fisik, biologi, dan uji kenampakan (bau dan warna).
Penelitian ini dilakukan pada hari dan tanggal 06-14 Februari 2016 pukul 10.00 WIB.
Pengambilan data berlokasi di sungai Curug Lawe di Petak 10a Desa Kalisidi dan di sungai
Klenting di petak 8a Desa Kemawi, Kawasan Hutan Lindung Ungaran, Kabupaten Semarang,
Provinsi Jawa Tengah. Pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan
metode cluster sampling untuk menentukan lokasi sampel. Data kualitas fisik perairan yang
diambil berupa suhu, kejernihan dan kecepatan aliran. Pengambilan data suhu menggunakan
termometer. Pengambilan data kejernihan menggunakan secchi disk. Pengambilan data
kecepatan aliran menggunakan botol berisi air 100ml yang dihanyutkan melintasi badan sungai.
Data kualitas kimia perairan ynag diambil berupa pH dan DO (Dissolved Oxygen). Pengambilan
data pH menggunakan pH meter. Pengambilan data DO (Dissolved Oxygen) menggunakan
Oxymeter. Data kualitas biologi perairan yang diambil berupa plankton. Pengambilan sampel
plankton menggunakan plankton net. Hubungan faktor biotik, fisik, dan kimia perairan kedua
sungai dibandingkan dengan grafik. Analisis data untuk menentukan nilai keanekaragaman jenis
plankton digunakan formula indeks diversitas Simpson.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kualitas air kedua sungai termasuk dalam
golongan baik dikonsumsi dan masuk dalam Kelas III baku mutu air berdasarkan pH dan DO
yang sudah diteliti.
Kata kunci : kualitas air, Curug Lawe, Sungai Klenting.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Undang – Undang No. 7/2004 Tentang Sumberdaya Air, perairan umum
adalah perairan di permukaan bumi yang secara permanen atau berkala digenangi oleh air,
baik air tawar, air payau, maupun air laut, mulai dari garis pasang terendah ke arah daratan
dan air tersebut terbentuk secara alami maupun buatan. Perairan umum tersebut diantaranya
adalah perairan sungai, danau, waduk, rawa dan genangan air lainnya.
Air memiliki fungsi strategis bagi kehidupan manusia yaitu fungsi sosial, ekologi dan
ekonomi. Fungsi sosial menempatkan air sebagai barang publik. Fungsi ekologi memandang
air sebagai ekosistem yang terdiri dari satuan organisme dan habitat. Fungsi ekonomi air
antara lain dapat digunakan untuk menunjang kebutuhan manusia. Pemanfaatan air sungai
oleh manusia dalam kondisi tertentu dapat menurunkan kualitas air yang dapat mengganggu
fungsi ekologisnya.
Sungai adalah suatu badan air yang mengalir kesatu arah. Menurut Barus (2004), mata
air yang berbentuk air terjun biasanya terdapat pada tebing-tebing yang curam kemudian
mata air yang membentuk genangan air yang selanjutnya membentuk aliran sungai yang
kecil. Selanjunya aliran dari beberapa mata air akan membentuk aliran sungai di daerah
pegunungan.
Kualitas air adalah suatu ukuran kondisi air dilihat dari karakteristik fisik, kimiawi, dan
biologisnya. Kualitas air juga menunjukkan ukuran kondisi air relatif terhadap kebutuhan
biota air dan manusia. Fungsi hutan sebagai pengatur daur air antara lain menyimpan
cadangan air pada suatu musim hujan baik dalam bentuk infiltrasi maupun perkolasi,
mencegah terjadinya banjir maupun erosi dan menyediakan air pada saat musim kemarau
yang dikeluarkan melalui sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) sehingga hutan sangat
mempengaruhi kualitas air yang ada di sungai. Untuk mengetahui kualitas air baik atau sudah
tercemar maka terdapat beberapa syarat untuk mengetahui kualitas air tersebut yang dapat
ditinjau dari fisik, kimia, dan biologi. Syarat fisik antara lain jernih atau tidak keruh, tidak
berwarna, rasanya tawar, tidak berbau, tidak mengandung padatan dan suhunya normal.
Syarat kimia yaitu pH atau keasamaan air, oksigen terlarut dalam air, dan salinitasnya. Syarat
biologi terdapat biota didalam suatu ekosistem perairan, tidak terdapat racun atau bakteri, dan
terdapat berbagai vegetasi disekitar perairan (ICRF, 2010). Biota meliputi tumbuhan dan
hewan yang termasuk kedalam perikanan. Biota ini antara lain meliputi semua ikan,
plankton, benthos, mollusca, crustacea, dan reptilian.
Habitat adalah komponen fisik dan semua faktor yang saling mempengaruhi seperti
kualitas air, substrat, morfometri dan geografi perikanan. Komponen ketiga adalah manusia
yang meliputi semua pemakaian dan manipulasi sumberdaya yang dapat diperbaharui sebagai
akibat kegiatan manusia. Pengaruh manusia terhadap habitat dan biota dapat disebabkan oleh
pemancingan untuk rekreasi, penangkapan ikan secara komersial, kegiatan-kegiatan industri,
pertanian dan domestik.
Posisi Geografis kota Semarang terletak di pesisir pantai utara Jawa Tengah dengan
luas wilayah sekitar 373,67 km2. Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur
dengan Kabupaten Demak, Sebelah barat dengan Kabupaten Kendal, dan sebelah selatan
dengan Kabupaten Semarang. Topografi daerah Semarang terdiri dari dataran rendah dan
dataran tinggi. Semarang terkenal dengan banjir atau luapan air, baik air dari sungai maupun
air dari laut (biasa disebut rob). Terdapat Beberapa sungai yang mengalir di Kota Semarang,
diantaranya yaitu Sungai Babon, Kripik, Kreo, Banjir Kanal Timur, Banjir Kanal Barat, dan
Garang. Sungai Banjir Kanal Barat adalah sungai yang paling terkenal di kota semarang,
bahkan dijadikan objek wisata. Banjir Kanal Barat merupakan gabungan Sungai Garang,
Kreo dan Kripik yang berasal dari Gunung Ungaran yang merupakan sistem sungai terbesar
di Kota Semarang.
Ada dua sungai yang terdapat di dalam Gunung Ungaran yaitu Curug/Grojogan/Air
Terjun Klenting Kuning dan Curug Lawe. Curug Klenting Kuning yang merupakan salah
satu pesona tersembunyi dari Desa Kemawi, Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang
Jawa Tengah. Air terjun yang memiliki ketinggian sekitar 8 meter tersebut, berada di sebelah
barat lereng Gunung Ungaran. Curug Lawe Terletak tidak jauh dari pusat kota Semarang
tepatnya di Desa Kalisidi, Sekarang Gunung Pati, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten
Semarang, Propinsi Jawa Tengah. Pada kedua kawasan curug tersebut terdapat obyek wisata
dengan pengunjung yang cukup banyak setiap harinya terutama pada hari libur. Kedua Curug
tersebut kemudian mengalir ke bawah dalam bentuk sungai yang kemudian dimanfaatkan
oleh masyarakat sebagai kebutuhan sehari-hari. Banyaknya pengunjung tersebut kemudian
sedikit banyak mempengaruhi kualitas air. Kualitas dari air sungai tersebut perlu diperhatikan
kelayakannya sehingga termasuk kedalam kategori aman dikonsumsi maupun tidak oleh
masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang kualitas fisik, kimia dan
biologis perairan untuk mengetahui kelayakan air sungai yang dikonsumsi masyarakat.
Mengetahui kualitas fisik kimia biologi perairan sungai bagian hulu tengah dan hilir
digunung Ungaran
TINJAUAN PUSTAKA
DO (Dissolved Oxygen) adalah jumlah oksigen terlarut yang menjadi salah satu
indikator kualitas air. DO merupakan kebutuhan dasar organisme air yang digunakan
dalam proses respirasi. Organisme air sangat membutuhkan oksigen terlarut yang
ketersediaannya tergantung pada kemampuan air dalam mempertahankan konsentrasi
oksigen minimal di dalamnya.Biota air umumnya membutuhkan oksigen minimal 5
ppm (Fardiaz, 1992).
Jumlah oksigen terlarut yang dipersyaratkan minimum 5 ppm dan tidak ada batas
maksimum persyaratan.Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah
oksigen terlarut maka semakin baik bagi ekosistem.Kandungan oksigen dalam air yang
mengalir memiliki perbedaan yang cukup besar dengan kandungan oksigen dalam air
yang tenang dan tidak mengalir.Organisme-organisme dalam aliran lebih sensitif
terhadap variasi oksigen yang terlarut dibandingkan organisme-organisme dalam air
yang tenang (Odum, 1996).
DO dibutuhkan oeh semua jasad hidup untuk pernafasan, proses metabolisme atau
pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan
pembiakan. Selain itu DO juga berperan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan
anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal
dari proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam
perairan tersebut.
Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan (Effendi, 2003).
Untuk mempertahankan hidupnya, makhluk yang tinggal di air baik tanaman maupun
hewan bergantung pada oksigen terlarut (Sastrawijaya, 1991). Kehidupan di air dapat
bertahan jika ada oksigen terlarut minimum sebanyak 5 mg oksigen setiap liter (5
ppm) pada perairan hangat dan pada perairan dingin membutuhkan oksigen terlarut
mendekati jenuh. Konsentrasi oksigen terlarut minimal untuk kehidupan biota tidak
boleh kurang dari 6 ppm (Fardiaz, 1992). Selebihnya bergantung pada ketahanan
organisme, derajat keaktifan, kehadiran pencemar, suhu air dan sebagainya.Dalam
sungai yang jernih dan deras, kepekatan oksigen mencapai kejenuhan. Jika air berjalan
lambat atau ada pencemar maka oksigen yang terlarut mungkin di bawah kejenuhan
(Sastrawijaya, 1991).
Oksigen terlarut atau Demand of Oxygen (DO) di dalam air berasal dari udara dan
fotosintesis tanaman air (Sukadi, 1999) dimana jumlahnya tidak tetap tergantung dari
jumlah tanaman dan dari atmosfer yang masuk ke dalam air (Fardiaz, 1992). Kadar
oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi tergantung tinggi suhu air maka
semakin rendah kejenuhannya. Konsentrasi DO yang terlalu rendah mengakibatkan
biota mati karena kekurangan oksigen sedangkan konsentrasi DO yang terlalu tinggi
mengakibatkan proses penkaratan cepat karena oksigen akan mengikat hidrogen yang
melapisi permukaan logam(Fardiaz, 1992).
Penentuan oksigen terlarut harus dilakukan berkali-kali, di berbagai lokasi, pada
tingkat kedalaman yang berbeda pada waktu yang berbeda. Penentuan yang dilakukan
di dekat lokasi pabrik akan lain hasilnya dengan yang jauh dari pabrik. Musim
kemarau dan musim banjir juga memberi hasil yang berbeda (Sastrawijaya, 1991).
Kadar DO juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung
pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas
fotosintesis, respirasi, dan limbah yang masuk ke dalam badan air. Peningkatan suhu
sebesar 1°C akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10%. Dekomposisi bahan
organik dan oksidasi bahan organik dapat mengurai kadar oksigen terlarut sehingga
mampu mencapai nol (anaerob). Kelarutan oksigen dan gas-gas lainjuga akan
berkurang dengan meningkatnya salinitas sehingga kadar oksigen laut akan cenderung
lebih rendah daripada kadar oksigen di perairan tawar (Effendi, 2003).
Konsentrasi oksigen terlarut dalam keadaan jenuh bervariasi tergantung dari suhu
dan tekanan atmosfer. Pada suhu 20°C tekanan 1 atm, konsentrasi oksigen terlarut
dalam keadaan jenuh adalah 9.2 ppm, sedangkan pada suhu 30°C tekanan yang sama,
tingkat kejenuhannya hanya 5.6 ppm. Semakin tinggi suhu air, semakin rendah tingkat
kejenuhannya (Sastrawijaya, 1991).
Kadar oksigen terlarut yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh fisiologis bagi
manusia. Ikan dan organisme akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut dengan
jumlah cukup. Keberadaan logam berat yag berlebihan di perairan mempengaruhi
sistem respirasi organisme akuatik sehingga pada saat kadar oksigen terlarut rendah
dan terdapat logam berat dengan konsentrasi tinggi, organisme akuatik menjadi lebih
menderita (Tebbut, 1992). Kadar oksigen terlarut yang kurang dari 2 mg/liter dapat
mengakibatkan kematian ikan (Anonim, 1992). Untuk keperluan air minum, air
dengan nilai oksigen terlarut pada taraf jenuh lebih dikehendaki karena air yang
demikian menimbulkan rasa segar (Tebbut, 1992).
2.6 Parameter Biologi
2.6.1 Keanekaragaman Plankton
Plankton yang hidupnya berperan sebagai produsen primer disebut fitoplankton,
sedang yang bertindak sebagai konsumen disebut sebagai zooplankton. Plankton
mempunyai ukuran mikroskopis dan jumlahnya sangat banyak serta dapat dijumpai
di permukaan air sampai pada kedalaman tertentu yang dapat ditembus sinar matahari
dengan kata lain plankton mempunyai sifat kosmopolitan, yang berarti ada dimana-
mana.
Plankton dapat digolongkan menurut beberapa kategori, antara lain: berdasarkan
kualitasnya, ukurannya, lingkungan hidupnya, isinya, asalnya, dan juga
berdasarkansiklus hidupnya. Selain itu plankton juga tersusun atas organisme
herbivora, karnivora, komensalisme parasit dan ada juga kelompok detritus atau
pengurai. Plankton bersifat kosmopolit namun kehadirannya bervariasi dari satu
tempat ke tempat lainnya, hal ini disebabkan oleh perbedaan kualitas airnya.
Adanya perbedaan kondisi fisika-kimia perairan sangat berpengaruh terhadap
kondisi ekologis perairan satu dengan yang lainnya, hal ini juga mengakibatkan
distribusi plankton di perairan satu dengan perairan lainnya akan berbeda. Perbedaan
distribusi ini terjadi karena adanya perbedaan daya adaptasi serta derajat penyebaran
pada tiap jenis plankton sehingga pada gilirannya komposisi jenis plankton di perairan
berbeda dengan perairan lainnya.
Keanekaragaman jenis adalah suatu karakteristik tingkatan komunitas
berdasarkan organisasi biologisnya dan dapat digunakan untuk menyatakan
struktur komunitas. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis
tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies yang
sama atau hampir sama. Sebaliknya jika komunitas itu disusun oleh sangat sedikit
spesies, dan jika hanya sedikit saja spesies yang dominan, maka keanekaragaman
jenisnya rendah. Konsep keanekaragaman jenis juga dapat digunakan untuk mengukur
stabilitas komunitas yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap
stabil walaupun ada gangguan terhadap komponen-komponennya.
.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini berlokasi di sungai Curug Lawe di Petak 10a Desa Kalisidi dan di sungai
Klenting di petak 8a Desa Kemawi, Kawasan Hutan Lindung Ungaran, Kabupaten
Semarang, Provinsi Jawa Tengah.Pengambilan data dilakukan pada hari dan tanggal 06-14
Februari 2016 pukul 10.00 WIB
Gambar 1. Peta Gunung Ungaran
ID = 1-λ
Keterangan:
ni = Jumlah individu spesies ke-i
N = Jumlah total semua individu
Nilai Index Diversitas plankton maksimal dari rumus diatas adalah satu (1) sehingga
nilai yang semakin mendekati 1 akan memiliki keanekaragaman jenis yang rendah
atau sedikit.
3. Hasil pengamatan di lapangan disajikan dalam bentuk grafik
Bandingkan kedua sungai dengan parameter fisik kimia dan biologi perairan yang
diamati dengan membuat grafik yangmenunjukkan hubungan faktor biotik, fisik, dan
kimia perairan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bagian atas di sungai Klenting Kuning di petak 8a tidak terdapat aktivitas manusia
tetapi ada pipa paralon yang mengalirkan air bersih untuk warga sekitar sungai yang kemudian
digunakan sebagai aktivitas sehari-hari. Pada bagian tengah sungai terdapat adanya aktivitas
manusia dalam bentuk objek wisata dalam bentuk curug atau air terjun. Pada bagian akhir
terdapat adanya aktivitas manusia yaitu jalan raya yang melintas diatas sungai. Hulu sungai
Curug Lawe terdapat aktivitas wisata karena adanya curug yang menjadi obyek wisata. Pada
daerah tengah terdapat aktivitas pengairan atau irigasi yang kemudian dialirkan ke perumahan
penduduk. Hilir sungai terdapat aktivitas pengairan dan perkebunan cengkeh. Berdasarkan hasil
pengamatan kualitas fisik, kimia dan biologi di kedua sungai dijelaskan sebagai berikut
1. Komponen Faktor Fisik
Dalam faktor fisik yang diukur meliputi suhu, kejernihan, dan kecepatan arus.Sifat fisik
perairan diukur langsung dilapangan.
A. Suhu
Suhu
22.5 22 22
22 21.5
21.5 21
21 20.5
20.5
20 19.5
19.5
19
18.5
18
Atas Tengah Bawah
Kejernihan
50
45
45.92
40
35
30
25
25.88
20
18.89 20.79 22.11 18.7
15
10
5
0
Atas Tengah Bawah
Kecepatan Aliran
1.2
1 0.972
0.8
0.6
0.484 0.484
0.4
0.24 0.255
0.2 0.098
0
Atas Tengah Bawah
Dissolve Oxygen
3.8
3.7
3.7
3.6
3.6
3.5
3.5
3.4 3.37
3.4
3.3
3.3
3.2
3.1
3
Atas Tengah Bawah
Keanekaragaman Plankton
0.97500000000000
0.97000000000000
1 1
1
1 0.9393
0.87500000000000
1
0.9
0.8 0.692
0.7
0.6
Axis Title
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
hulu tengah hilir
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Perbandingan Kualitas Air
50
45
40 suhu
35 kecepatan aliran
30 kejernihan
25 pH
20 DO
15 ID
10
5
0
hulu tengah hilir hulu tengah hilir
Curug Lawe Klenting Kuning
Lampiran
Klenting Kuning petak 8A
No Lokasi Jenis Jumlah N n-1 jml n-1 n(n-1) jml n(n-1) jmln(n-1)/(jmln-1*11) ID
1 Peridinium palatinum 2 1 2
2 Balantidioides bivacuolata 5 4 20
3 Bernardium bernardinenae 1 0 0
4 Euglena caudata 2 1 2
Hulu 18 10 38 0.124183007 0.875817
5 Staurastrum meganchanthum 1 0 0
6 Nitzschia actinastroides 1 0 0
7 Holotrichous isorhiza 2 1 2
8 Euglena deses 4 3 12
9 Mougettia sp. 1 0 0
10 Eudorina sp. 3 2 6
11 Ankyra sp. 1 0 0
12 Schizodictyon catenatum 1 0 0
13 Ancyromonas concorto 1 0 0
14 Elakatothrix viridis 1 0 0
15 Coccomyxa dispar 1 0 0
Tengah 16 2 6 0.025 0.975
16 Corythion dubium 1 0 0
17 Synechocystia aquatilia 1 0 0
18 Difflugia acuminata 1 0 0
19 Echinosphaerella tunnetica 1 0 0
20 Hemidinium masutum 1 0 0
21 Euglena oblonga 1 0 0
22 Euglena hyalina 1 0 0
23 Eudorina sp. 8 7 56
24 Chrypsophyta dinobryon 1 0 0
25 Cryptomonas sp. 1 0 0
26 Hilir Round worms 1 14 0 7 0 56 0.307692308 0.692308
27 Lecythium mutabile 1 0 0
28 Ancyromonas concorto 1 0 0
29 Eremusphaera sp. 1 0 0
Curug Lawe 10A
No Lokasi Jenis jumlah (n) N n-1 jml n-1 n(n-1) jml n(n-1) jmln(n-1)/jml
ID n-1*11
1 Thiopodia sp. 1 0 0
2 Polomysa polustris 1 0 0
3 Synochocystis aquafillia 1 0 0
4 Centropyxis constricta 3 2 6
5 Hulu Prorocentrum micans 1 12 0 3 0 8 0.060606 0.939394
6 Cyclotella sp. 1 0 0
7 Ceratium lineatum 1 0 0
8 Vorticella sp. 2 1 2
9 Calans sp. 1 0 0
10 Coelastrum nageli 1 0 0
11 Arthrospira jennesi 1 0 0
12 Mastoeloia danseii 1 0 0
13 Cerioos caudae-suts 2 1 2
14 Cosmarium granatum var ratondatum 1 0 0
15 Disomatana buchili 2 1 2
16 Thiothee sp. 1 0 0
17 Pelomyxa polustris 2 1 2
18 Navicula festiva 3 2 6
Tengah 25 7 18 0.03 0.97
19 Spirulina pricenpus 1 0 0
20 Pectangularia sp. 3 2 6
21 Agussizii sp. 1 0 0
22 Cymbella sp. 1 0 0
23 Chlamyclomonas chrysamonadie 1 0 0
24 Epithemia zebra vor porcella 1 0 0
25 Holotrichous isorhiza 1 0 0
26 Synechocystia aquarilia 1 0 0
27 Synedra cunningtani 1 0 0
28 Microstomum bispiralis 1 0 0
29 Driloehaga judoyi 1 0 0
30 Astorococcus sp. 1 0 0
31 Cypridopsis yucalanesis 1 0 0
32 Physocypria pustulosa 1 0 0
33 Eynlothoca mucosa 1 0 0
34 Hilir Harringia roussoleti 1 13 0 0 0 0 0 1
35 Tillina magna 1 0 0
36 Chaos diffluora 1 0 0
37 Colpodo cucullus 1 0 0
38 Phacus sp. 1 0 0
39 Eunengonum hyalinum 1 0 0
40 Mougeotia sp. 1 0 0