SISTEM PENGELOLAAN LAHAN KERING DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BAGIAN
HULU
Lahan kering di Indonesia mempunyai potensi untuk pengembangan terutama pada
sektor pertanian. Namun produktivitasnya cenderung rendah atau mengalami penurunan karena permasalah seperti terjadinya erosi dan sedimentasi terhadap lahan kering pertanian mengakibatkan penurunan dari segi ekonomi pada masyarakat yang pekerjaannya sebagai petani atau penggarap lahan. Lahan kering pada DAS terdapat masalah yaitu kerusakan lingkungan yang makin parah sehingga menurunkan produktivitas lahan, meningkatkan erosi dan sedimentasi, serta memacu meluasnya banjir pada musim hujan. Masalah tersebut memerlukan perhatian serius karena dapat menghambat pembangunan pertanian khususnya peningkatan produksi pangan. Upaya pemerintah untuk menangani permasalahan lingkungan dilakukan sudah sebelum kemerdekaan dengan program menanam pohon secara besar besaran dan pembuatan teras bangku pada lahan lahan yang kritis. Dengan adanya program tersebut permasalahan tentang lahan tidak menurun akan tetapi terjadi kerusakan didalam kawasan hutan. dan perbaikan tersebut terjadi diluar kawasan hutan. Upaya pemerintah untuk menangani permasalahan Daerah Aliran Sungai pertama kali pada proyek DAS Solo, kemudian disusul Proyek Citanduy I dan II, Proyek Wonogiri, dan Proyek Bangun Desa. Pada tahun 1985 dibentuk Proyek Pertanian Lahan Kering dan Konservasi Tanah (P2LK2T) untuk menangani lahan kritis di DAS Brantas (Jawa Timur) dan DAS Jratunseluna (Jawa Tengah). Lahan kritis di Indonesia bagian barat pada umumnya mempunyai curah hujan yang tinggi, kelerengan yang curam, formasi geologi yang lemah mengakibatkan tanah peka terhadap erosi. Peningkatan luas lahan kritis terutama disebabkan oleh pengelolaan yang tidak benar, antara lain penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya serta tidak disertai dengan usaha konservasi tanah dan air. Petani di wilayah DAS di Jawa merupakan pemilik penggarap dengan luas pemilikan lahan 0,30–2ha. Lahan tersebut umumnya berupa areal pemukiman/pekarangan, tegalan, dan perbukitan. Lahan tersebut juga ditanami berbagai jenis tanaman dengan maksud dan tujuan tertentu seperti menanam tanaman pangan dengan jagung, ubi kayu, padi gogo, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dan kacang tunggak. Selain itu untuk mendapatkan pendapatan yang lebih masyarakat membeli dan memelihara hewan ternak. Dari pemaparan diatas dapat dikemukakan beberapa permasalahan pada lahan kering yaitu : 1. Upaya pemerintah dalam pembangunan pertanian di masa lampau terlalu dipusatkan pada padi sawah, sedangkan lahan kering (termasuk DAS bagian hulu) kurang mendapatkan perhatian. Satu-satunya program khusus untuk lahan kering adalah program penghijauan dan reboisasi. Program tersebut tentunya dihadapkan dengan kesulitan missal kurangnya perhatian. 2. Di daerah lahan kering, potensi erosi cukup tinggi. Erosi yangberlangsung lama telah menurunkan lapisan dan kesuburan tanah. 3. Modal dan motivasi penduduk terbatas akibat rendahnya pendapatan dan produktivitas lahan. 4. Kegiatan penyuluhan dihadapkan kepada kendala sosial budaya dan prasarana/sarana perhubungan sehingga penyuluhan relatif kurang. Keterampilan petani umumnya hanya bersifat kebiasaan yang diwariskan.