Anda di halaman 1dari 8

PROSIDING SEMINAR ILMIAH NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI KE -4 TAHUN 2018

Volume 4 : November 2018

PENENTUAN KUALITAS AIR SUNGAI JENEBERANG DENGAN


METODE INDEKS PENCEMAR, DI KABUPATEN GOWA
PROPINSI SULAWESI SELATAN

Meinarni Thamrin*, Muhammad Ramli, Sri Widodo, Jayasman Kadir


Departemen Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin
Jl. Poros Malino Km.6, Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan 92171
*E-mail: meinarni@unhas.ac.id

Abstrak
Penelitian tentang kualitas air Sungai Jeneberang telah banyak dilakukan oleh para peneliti
terdahulu, untuk melengkapi penelitian yang telah ada maka dilakukan penelitian terbaru di
tahun 2018. Mengingat pentingnya fungsi sungai ini dalam memenuhi berbagai kebutuhan
masyarakat, baik yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan keberadaan Sungai
Jeneberang. Tujuan penelitian untuk menentukan kualitas air sungai dengan Metode Indeks
Pencemaran. Pengambilan sampel air sungai dilakukan pada empat (4) lokasi yang dibagi
menurut sepanjang arah aliran Sungai Jeneberang dari hulu ke muara yaitu: lokasi
Kecamatan Parangloe, Desa Lonjo Boko sebagai inflow 1, Kecamatan Bontomarannu lokasi
Dam Bili-bili sebagai Inflow 2, Kecamatan Barombong dengan lokasi sampling di tempat
penyeberangan menuju Taeng Kecamatan Somba Opu, sebagai inflow 3. Dan outflow 4
merupakan wilayah Kecamatan Mallengkeri yang dianggap sebagai muara Sungai
Jeneberang sebelum bertemu dengan air laut di wilayah Tanjung Bunga. Sebagai parameter
yang digunakan dalam penentuan kualitas air adalah, kandungan unsur-unsur logam seperti
Fe, Mn, Pb, dan Zn, yang keberadaannya dalam sampel-sampel air dianalisa dengan ICP
AES. Parameter lainnya derajat keasaman/ pH, Suhu, TSS, TDS, DO dan BOD dan COD.
Dari hasil pengukuran kualitas air baik secara langsung di lapangan maupun dari uji
laboratorium yang kemudian menggunakan Metode Indeks Pencemaran, menunjukkan
kualitas air Sungai Jeneberang memiliki PI nilai 6,8, hal ini menunjukkan kondisi Sungai
Jeneberang telah tercemar ringan.

Kata-kata kunci: Sungai Jeneberang, kualitas air, Total Solid Suspend, unsur logam, ICP
AES ,

PENDAHULUAN

Sungai Jeneberang merupakan salah satu sungai besar yang terletak pada bagian barat dalam wilayah
administratif Kotamadya Makassar. Sungai ini berhulu dan mengalir di bagian timur dari Gunung Bawakaraeng
(2.833 mdpl) dan Gunung Lompobattang (2.876 mdpl) yang kemudian bermuara di Selat Makassar. (JICA,2005).

Sungai mempunyai fungsi yang strategis dalam menunjang pengembangan suatu daerah, yaitu seringnya
mempunyai multi fungsi yang sangat vital diantaranya sebagai sumber air minum, industri dan pertanian atau
juga pusat listrik tenaga air serta mungkin juga sebagai sarana rekreasi air. Kualitas sumber air dari sungai-sungai
penting di Indonesia umumnya tercemar sangat berat oleh limbah organik yang berasal dari limbah penduduk,
industri lainnya. Salah satu sungai yang menjadi obyek penelitian dalam hal kualitas air adalah sungai
Jene’berang. Pentingnya mengetahui keadaan kualitas air sungai agar sumber air yang dikonsumsi oleh
masyarakat sesuai dengan baku mutu air yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini diamanatkan dalam
PP No.82/ 2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Lokasi kegiatan penelitian dilakukan di sepanjang arah aliran Sungai Jeneberang, dari Hulu ke Muara, yang
meliputi empat (4) kecamatan sebagai titik pantau dan pengambilan sampel air sungai, yang dibagi dalam 3 lokasi
inflow dan 1 lokasi sebagai outflow. Adapun lokasi yang dimaksud adalah: Kecamatan Parangloe, Desa Lonjo
Boko sebagai inflow 1, Kecamatan Bontomarannu lokasi Dam Bili-bili sebagai Inflow 2, Kecamatan Barombong
dengan lokasi sampling di tempat penyeberangan menuju Taeng Kecamatan Somba Opu, sebagai inflow 3. Dan

259
PROSIDING SEMINAR ILMIAH NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI KE -4 TAHUN 2018
Volume 4 : November 2018

outflow 4 merupakan wilayah Kecamatan Mallengkeri yang dianggap sebagai muara Sungai Jeneberang sebelum
bertemu dengan air laut di wilayah Tanjung Bunga, yang dapat dilihat pada Gambar1, berikut:

Gambar 1. Lokasi pengukuran dan sampling air Sungai Jeneberang

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan tentang pengujian kualitas air sungai, sebagai berikut:
 Penelitian dan penelusuran sepanjang aliran sungai, pengambilan sampel air permukaan yang mengandung
unsur-unsur logam, untuk diteliti lebih lanjut di Laboratorium Sains Terpadu FMIPA Unhas.
 Perhitungan Indeks Polutan dari air sungai, unruk menentukan kualitas dari air Sungai Jeneberang, dari hasil
laboratorium dan pengukuran kualitas air secara langsung di lapangan,, apakah air tersebut masuk dalam
kategori kelas I, II, III atau IV, sesuai dengan pedoman kriteria penetuan kualitas air oleh PP No.82/2001.

Penelitian ini difokuskan pada seberapa besar nilai Indeks Pencemar /IP atau (Pollutant Index/PI) yang akan
menunjukan kualitas air sungai yang diteliti.

METODE PENELITIAN

Metode pengujian kualitas air. Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

Pengujian Kualitas Air


Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang utama (Fardiaz, 2002). air adalah salah satu kebutuhan pokok
yang mendukung semua bentuk kehidupan dari tanaman dan hewan, pada umumnya air berasal dari dua sumber
alami utama yaitu air permukaan (danau, sungai, anak sungai dan lain-lain) dan air tanah (sumur bor dan sumur).

Kualitas air adalah mutu air yang memenuhi standar untuk tujuan tertentu. Syarat yang ditetapkan sebagai standar
mutu air berbeda-beda tergantung tujuan penggunaan, sebagai contoh, air yang digunakan untuk irigasi memiliki
standar mutu yang berbeda dengan air untuk dikonsumsi. Kualitas air dapat diketahui nilainya dengan mengukur
peubah fisika, kimia dan biologi.

260
PROSIDING SEMINAR ILMIAH NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI KE -4 TAHUN 2018
Volume 4 : November 2018

Beberapa parameter yang digunakan untuk menentukan kualitas air diantaranya adalah:
 Suhu
Suhu sangat berpengaruh terhadap proses-proses biologi dan kimia yang terjadi di dalam badan air, sperti
kehidupan dan perkembangbiakan organisme air. Suhu air buangan kebanyakan lebih tinggi daripada suhu
badan air. Hal ini erat hubungannya dengan proses biodegradasi. Pengamatan suhu dimaksudkan untuk
mengetahui kondisi perairan dan interaksi antara suhu dengan aspek kesehatan habitat dan biota air lainnya.
Kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut: (1) jumlah oksigen terlarut di dalam
air menurun. (2) Kecepatan reaksi kimia meningkat. (3) Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.
(4) Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya akan mati (Fardiaz, 1992). Suhu
air bervariasi antar kedalaman sungai, danau, maupun badan air lainnya.
 DO (Dissolved Oxygen)
Dissolved Oxygen adalah oksigen terlarut yang terkandung di dalam air, berasal dari udara dan hasil proses
fotosintesis tumbuhan air. Oksigen diperlukan oleh semua mahluk yang hidup di air seperti ikan, udang,
kerang dan hewan lainnya termasuk mikroorganisme, seperti bakteri.
Agar ikan dapat hidup, air harus mengandung oksigen paling sedikit 5 mg/ liter atau 5 ppm (part per million).
Apabila kadar oksigen kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri yang kebutuhan oksigen terlarutnya
lebih rendah dari 5 ppm akan berkembang.
Apabila sungai menjadi tempat pembuangan limbah yang mengandung bahan organik, sebagian besar
oksigen terlarut digunakan bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik
menjadi karbondioksida dan air. Sehingga kadar oksigen terlarut akan berkurang dengan cepat dan akibatnya
hewan-hewan seperti ikan, udang dan kerang akan mati. Lalu apakah penyebab bau busuk dari air yang
tercemar? Bau busuk ini berasal dari gas NH3 dan H2S yang merupakan hasil proses penguraian bahan
organik lanjutan oleh bakteri anaerob.
 Total padatan tersuspensi (TSS) dan Total padatan terlarut (TDS)
Padatan total adalah bahan yang tersisa setelah air sampel mengalami evaporasi dan pengeringan pada suhu
tertentu (Fardiaz, 1992). Padatan yang terdapat di perairan diklasifikasikan berdasarkan ukuran diameter
partikel.
 Kekeruhan dan kecerahan
Kekeruhan adalah intensitas kegelapan di dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang.
Kekeruhan perairan umumnya disebabkan oleh adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat, lumpur,
bahan-bahan organik terlarut, bakteri, plankton dan organisme lainnya. Tingginya nilai kekeruhan juga dapat
menyulitkan usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air
 BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Biochemical Oxygen Demand adalah kebutuhan oksigen biokimia yang menunjukkan jumlah oksigen yang
digunakan dalam reaksi oksidasi oleh bakteri. Sehingga makin banyak bahan organik dalam air, makin besar
BOD nya sedangkan DO akan makin rendah. Air yang bersih adalah yang BOD nya kurang dari 1 mg/l atau
1ppm, jika BOD nya di atas 4ppm, air dikatakan tercemar.
Biochemical Oxygen Demand menunjukkan jumlah oksigen dalam satuan ppm yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk memecahkan bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air. Pemeriksaan BOD
diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri. Penguraian zat
organik adalah peristiwa alamiah, apabila suatu badan air dicemari oleh zat organik, bakteri dapat
menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian
ikan-ikan dalam air dan dapat menimbulkan bau busuk pada air tersebut. Beberapa zat organik maupun
anorganik dapat bersifat racun misalnya sianida, tembaga, dan sebagainya, sehingga harus dikurangi sampai
batas yang diinginkan (Tebbut, 2002).
 COD (Chemical Oxygen Demand)
Chemical Oxygen Demand atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O 2) yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam satu liter sampel air, dimana pengoksidanya
adalah K2Cr2O7 atau KMnO4.
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat
dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air.
Sebagian besar zat organik melalui tes COD ini dioksidasi oleh K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang mendidih
optimum,
 pH (derajat keasaman)
pH merupakan suatu ekpresi dari konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam air. Besarannya dinyatakan dalam
minus logaritma dari konsentrasi ion H. pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena mengontrol
tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Selain itu ikan dan mahluk-mahluk akuatik
lainnya hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan diketahuinya nilai pH maka kita akan tahu apakah
air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan mereka. Besaran pH berkisar dari 0 (sangat asam)

261
PROSIDING SEMINAR ILMIAH NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI KE -4 TAHUN 2018
Volume 4 : November 2018

sampai dengan 14 (sangat basa/alkalis). Nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang asam
sedangkan nilai diatas 7 menunjukkan lingkungan yang basa (alkalin). Sedangkan pH = 7 disebut sebagai
netral. Nilai pH bisa ditentukan melalui alat pH meter atau dengan uji kertas lakmus. (Johnson and Hallbert,
2005)
 Uji kandungan logam dalam air
Tahapan ini dilakukan uji Inductively Couple Plasma Atomic Emission Spectrometry (ICP-AES), di
Laboratorium Sains Terpadu, FMIPA Universitas Hasanuddin. Uji ini untuk mengetahui logam-logam apa
saja yang terkandung dalam sampel air.

Pengambilan Data Lapangan


Data lapangan yang diambil terdiri dari pengambilan sampel air sungai untuk uji laboratorium dan pengukuran
parameter kualitas air secara langsung di lokasi penelitian yang harus dilakukan segera. Sampel- sampel air
diambil di empat (4) lokasi yang berbeda.

Parameter kualitas air yang diukur secara langsung adalah: suhu air, oksigen terlarut (Dissolve Oxygen/DO),
derajat keasaman atau pH, dan kekeruhan dan kecerahan air permukaan.

Metode Indeks Pencemaran


Pengukuran kualitas air atas dasar Indeks Pencemaran (IP) ini dapat memberi masukan pada pengambil keputusan
agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki
kualitas jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar (Agustiningsih, dkk 2012) . Metode
ini menghubungkan tingkat pencemaran dengan dapat tidaknya air yang diperiksa dipakai untuk penggunaan
tertentu dengan nilai – nilai parameter tertentu.

Rumus perhitungan dengan Metode Indeks Pencemaran menurut KepmenLH No 115/2003, adalah sebagai
berikut:

2 2
 Ci   Ci 
   
 Lij   Lij 
PI j  M R
(1)
2

Dimana:
Lij : Konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam baku kutu peruntukan air (j)
Ci : Konsentrasi parameter kualitas air (i)
PIj : Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j)
(Ci/Lij)M : Nilai Ci/Lij maksimum
(Ci/Lij)R : Nilai Ci/Lij rata-rata

Kelas Indeks Pencemaran (IP) ada empat (4), seperti pada Tabel berikut ini, yaitu:

Tabel 1. Kelas Indeks Pencemaran

No Kelas indeks pencemaran Keterangan


1 0 ≤ IP ≤ 1,0 Memenuhi baku mutu (good)
2 1,0 < IP ≤ 5,0 Tercemar ringan (slightly polluted)
3 5,0 < IP ≤ 10 Tercemar sedang (fairly polluted)
4 IP > 10 Tercemar berat (heavily polluted)

Prosedur penggunaan Metode Indeks Pencemaran (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2003) adalah:
1. Pilih parameter-parameter yang jika harga parameter rendah maka kualitas air akan membaik.
2. Pilih konsentrasi parameter baku mutu yang tidak memiliki rentang.
3. Hitung harga Ci/Lij untuk tiap parameter pada setiap lokasi pengambilan sampel dengan ketentuan:
a. Jika nilai konsentrasi parameter yang menurun menyatakan tingkat pencemaran meningkat, misal DO.
Tentukan nilai teoritik atau nilai maksimum Cim (misal untuk DO, maka Cim merupakan nilai DO jenuh).

Dalam kasus ini nilai Cij/Lij hasil pengukuran digantikan oleh nilai Ci/Lij hasil perhitungan, yaitu:

262
PROSIDING SEMINAR ILMIAH NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI KE -4 TAHUN 2018
Volume 4 : November 2018

 Ci  Cim  Ci  hasil pengukuran 


   (2)
 Lij baru Cim  Lij

b. Jika nilai baku Lij memiliki rentang, maka:


1) Untuk Ci ≤ Lij rata-rata

Ci -  Lij rata-rata 


 Ci Lij  baru = (3)
 Lij minimum -  Lij rata-rata
2) Untuk Ci > Lij rata-rata

Ci -  Lij rata-rata 


 Ci Lij  baru = (4)
 Lij maksimum-  Lij rata-rata
c. Keraguan timbul jika dua nilai (Ci/Lij) berdekatan dengan nilai acuan 1,0, misal C1/L1j = 0,9 dan C2/L2j = 1,1
atau perbedaan yang sangat besar, misal C3/L3j = 5,0 dan C4/L4j = 10,0. Dalam contoh ini tingkat kerusakan
badan air sulit ditentukan. Cara untuk mengatasi kesulitan ini adalah:
1) Penggunaan nilai (Ci/Lij)hasil pengukuran kalau nilai ini lebih kecil dari 1,0.
2) Penggunaan nilai (Ci/Lij)baru jika nilai (Ci/Lij)hasil pengukuran lebih besar dari 1,0.

Ci Lij baru = 1,0 + P.Log  Ci Lij hasil pengukuran (5)

P adalah konstanta dan nilainya ditentukan dengan bebas dan disesuaikan dengan hasil pengamatan
lingkungan dan atau persyaratan yang dikehendaki untuk suatu peruntukan (biasanya digunakan nilai 5).
4. Tentukan nilai rata-rata dan nilai maksimum dari keseluruhan Ci/Lij, ((Ci/Lij)R dan (Ci/Lij)M)
5. Tentukan harga PIj dengan rumus berikut:

2 2
 Ci   Ci 
   
 Lij   Lij 
PI j  M R
(6)
2

Kriteria Kualitas Air


Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada
dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air. Untuk itu agar kualitas air tetap terjaga
maka setiap kegiatan yang menghasilkan limbah cair yang akan dibuang ke perairan umum atau sungai harus
memenuhi standart baku mutu air kriteria mutu air sungai yang akan menjadi tempat pembuangan limbah cair
tersebut, sehingga kerusakan air atau pencemaran air sungai dapat dihindari atau dikendalikan.

Berdasarkan PP No.82 / 2001, tentang Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air menjelaskan,
bahwa klasifikasi mutu /kualitas air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas yaitu:

 Kelas Satu
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
 Kelas Dua
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
 Kelas Tiga
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi tanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.

263
PROSIDING SEMINAR ILMIAH NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI KE -4 TAHUN 2018
Volume 4 : November 2018

 Kelas Empat
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Hasil dari pengujian kualitas air akan menentukan kriteria mutu air seperti yang telah dijelaskan, sebagai
parameter penentuan dalam Metode Indeks Pencemar dalam penelitian ini.

HASIL PENELITIAN

Pengukuran kualitas air sungai secara langsung maupun lewat uji laboratorium, menunjukkan nilai-nilai dari
kualitas air sungai berada pada mutu air kelas III (3), dimana beberapa parameter kualitas air telah melewati
ambang batas dari kualitas air kelas I dan kelas II. Untuk padatan terlarut dan tersuspensi air Sungai Jeneberang
masih di bawah ambang batas pencemaran. Namun pada kandungan logam Fe, Mn, Pb dan Zn, telah melewati
segala nilai ambang batas dari kelas-kelas air. Hal ini disebabkan banyaknya kegiatan antropogenik (aktivitas
manusia) di sepanjang aliran sungai dari hulu ke hilir. Diantaranya aktivitas penambangan material sungai, seperti
penggalian, pemuatan, dan pengangkutan bahan pasir batu (sirtu), aktivitas crushing plant (pabrik pemecah batu
menjadi sirtu) di daerah hilir, kawasan rekreasi di seputar dam Bili-bili. Demikian juga aktivitas di area
penyeberangan di Kecamatan Barombong ke wilayah Taeng. Kandungan logam dalam air Sungai Jeneberang
yang tertinggi adalah unsur logam Zn sekitas 17, 81 mg/l. Sedang yang kedua adalah Timbal (Pb) dengan
konsentari dalam air sungai sebesar 13,58 mg/l. Hasil perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2,
sebagai hasil dari rumusan persamaan ke 6, dan hasil uji laboratorium dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Hasil pengukuran dan perhitungan kualitas Sungai Jeneberang dengan metode Indeks Pencemaran

Lokasi sampling
Inflow 1 Inflow 2 Outflow
Naku Lonjoboko, Dam Bili-bili, Inflow 3 Jl. Dg. Nilai
Parameter Satuan Ci/Lix
Mutu/Indeks Kec. Kec. Taeng Kec. Tata, Kec. Rerata
Parangloe Bontomarannu Barombong Somba
Kab. Gowa Kab. Gowa Opu
South -5,280809 -5,254093 -5,189788 -5,193962
Titik koordinat
East 119,758653 119,599011 119,430324 119,415094
Waktu 14 Juli
14 Juli 2018 14 Juli 2018 14 Juli 2018
pemantauan 2018
Nama sungai Jeneberang
Fisika
Temperatur °C 28 27 31,5 29 29,5 29,25 1,04464
Residu Terlarut
mg/L 500 400 500 350 270 380 0,76
(TDS)
Residu
Tersuspensi mg/L 1000 700 428 800 500 607 0,607
(TSS)
Kimia Organik
pH - 6,5 6,9 6 6,8 6,55
BOD5 mg/L 6 15 15 25 10 16,25 2,70833
COD mg/L 50 20 25 30 20 23,75 0,475
Oksigen
mg/L 3 4,3 7,5 39 6,9 14,425 4,80833
Terlarut (DO)
Besi (Fe) mg/L 0,3 2,8 3,23 0,69 0,78 1,87 6,23333
Mangan (Mn) mg/L 0,1 2,54 2,97 2,62 2,37 2,62 26,2
Timbal (Pb) mg/L 0,03 13,47 13,58 0 1,7 7,18 239,333
Seng (Zn) mg/L 0,05 17,35 17,81 1,13 1,7 9,4 188
Rata-rata = 47
PI = 6.8

264
PROSIDING SEMINAR ILMIAH NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI KE -4 TAHUN 2018
Volume 4 : November 2018

Hasil dari perhitungan dengan metode indeks pencemaran sesuai dengan regulasi pemerintah dalam hal ini
Kepmen LH No.115/ 2003, maka nilai PI (Pollutant Index) menunjukkan nilai 6,8 pada Tabel.2. Hal ini berarti
Sungai Jeneberang telah mengalami pencemaran dengan kategori Tercemar Ringan. Nilai ini dapat saja berubah
dari tahun ke tahun menjadi lebih besar, tergantung dari tingkat aktivitas manusia yang ada di sepanjang hulu,
hilir hingga ke muara sungai.

Tabel 3. Nilai kandungan logam yang diuji pada Sungai Jeneberang

No. Parameter Satuan IF 1 IF2 IF3 OF4 Rerata


1 Fe mg/L 2,8 3,23 0,69 0,78 1,87
2 Mn mg/L 2,54 2,97 2,62 2,37 2,62
3 Zn mg/L 13,47 13,58 0 1,70 7,18
4 Pb mg/L 17,35 17,81 1,13 1,70 9,4
Ket: IF Inflow, OF Outflow

Parameter Lain yang Menunjang Kualitas Air di Lokasi Penelitian


Beberapa parameter yang dapat dilakukan untuk memperoleh data kualitas air, yang hasilnya telah dibuat rerata,
di lapangan yang diambil dari Sungai Jeneberang pada beberapa lokasi inflow dan satu titik outflow. Adalah, TSS
sebesar 480 mg, TDS 800 mg, kebutuhan oksigen secara biologi (BOD) sebesar 16,5mg/l, dan kebutuhan oksigen
secara kimia sebesar 50 mg/l. Untuk oksigen terlarut pada Sungai Jeneberang yang diukur dari beberapa titik
secara rerata sebesar 14,42 mg/l.

KESIMPULAN

Hasil penelitian kualitas air Sungai Jeneberang melalui metode Indeks Pencemar, dari hasil perhitungan diperoleh
nilai Pollutan Index (PI) 6,8, maka air sungai dinyatakan telah tercemar ringan. Sedangkan jika digunakan
parameter non logam, maka kualitas air Sungai Jeneberang dapat dikategorikan dalam kelas III, menurut acuan
yang digunakan pada PP No.82/2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air. Nilai
Indeks Pencemaran Sungai Jeneberang dapat saja berubah menjadi lebih besar di tahun-tahun mendatang, hal ini
dapat terjadi jika aktivitas antropogenik (ulah manusia) yang cenderung tidak terkendali dan melanggar regulasi
tetantang sungai yang telah ditentapkan oleh pemerintah Pusat dan Daerah.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini dapat terlaksana karena bantuan dari Pemerintah Kabupaten Gowa, yang telah mengijinkan tim
kami, melakukan penelitian di empat (4) kecamatan sepanjang aliran Sungai Jeneberang. Kemudian pada pihak
Fakultas Teknik yang telah menyediakan dana penelitian, hingga proses penelitian ini dapat terlaksana.

DAFTAR PUSTAKA

Agustiningsih, D., Sasongko, S. B. dan Sudarno, 2012. Analisis Kualitas Air dan Strategi Pengendalian
Pencemaran Air Sungai Blukar Kabupaten Kendal. Jurnal Presipitasi, Vol. 9, No. 2, 64-71. ISSN 1907-
187X
Ali, A., Soemarno, dan Purnomo M., 2013. Kajian Kualitas Air dan Status Mutu Air Sungai Metro Di Kecamatan
Sukun Kota Malang. Jurnal Bumi Lestari, Vol. 13, No. 2, 265-274.
Amadi, A. N., Yisa, J., Ogbonnaya, I. C., Dan-Hassan, M. A., Jacob, J. O. And Alkali, Y. B., 2012. Quality
Evaluation of River Chanchaga Using Metal Pollution Index and Principal Component Analysis. Journal
of Geography and Geology, Vol. 4, N0. 2, 13-21.
APHA, 1989. Standard Methods for The Examination of Waters and Wastewater 17 th ed. American Public Health
Association, American Water Works Association, Water Pollution Control Federation. Washington, D.C.
1467 p.

265
PROSIDING SEMINAR ILMIAH NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI KE -4 TAHUN 2018
Volume 4 : November 2018

Avdullahi, S., Fejza, I., Tmava, A., Rama, M. and Hetemi, M., 2013. Assessment Of Heavy Metal in The Water
Springs, Stan Terg, Kosovo. Int. Journal of Engineering and Applied Sciences, Vol. 2, No. 4, 12-17.
Darmono,2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran, Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. UI
Press.
Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.
Environment Protection Agency, 2001. Parameters of Water Quality Interpretation and Standards. Irlandia
Fardiaz, S., 1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Hal: 21-23,185
Japan International Cooperation Agency, 2005, The Study on Capacity Development for Jeneberang River Basin
Management in The Republic of Indonesia.
Jepkoech, J. K., Simiyu, G. M. And Arusei, M., 2013. Selected Heavy Metals in Water and Sediments and Their
Bioconcentrations in Plant (Polygonum pulchrum) in Sosiani River, Uasin Gishu County, Kenya. Journal
of Environmental Protection,Vol. 4, pp 796-802.
Jubaedah, D., Hariyadi, S., Muchsin, I. and Kamal, M. M., 2015. Water Quality Index of Floodplain River Lubuk
Lampam South Sumatera Indonesia. Int. Journal of Environment Science and Development, Vol. 6, No. 4,
252-258.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2013. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003
tentang Penetapan Status Mutu Air. Jakarta. Hal. 86-89
Kunarso, D. H. dan Ruyitno. 1991. Status Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya. LON-
LIPI, Jakarta.
Mahida, U. N., 1981. Water Pollution and Disspossal of Waste Water on Land. Mc Graw Hill. Publishing
Company Limited. Environmental.
Maiti, S. K., 2004. Handbook of Methods in Environmental Studies Vol. 1: Water and Waste Water Analysis.
ABD Publishers, India. Second Edition ISBN: 81-8577-34-0
Miller, G. T., 1975. Living In The Enviroment, Concept, Problem and Alternative. Widsworth Publishing
Company, Belmot, California. pp: 100
PP RI No. 82/2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air. Hal. 2
Pergub Sul-Sel No. 69/2010 Tentang Pedoman Kelas Air di Wilayah Propinsi Sulawesi Selatan
Poonam, T., Tanushree, B. and Sukalyan, C., 2013. Water Quality Indices-Important Tools for Water Quality
Assessment: A Review. Int. Journal of Advances in Chemistry, Vol. 1, No. 1, 15-28.
Rahayu, S., Widodo, R. H., Noordwijk, M. V., Suryadi, I. and Verbist, B., 2009. Monitoring Air di Daerah Aliran
Sungai. Bogor: ICRAF SEA
Saraswati, S. P., dkk, 2014. Kajian Bentuk dan Sensitivitas Rumus Indeks PI, STORET, CCME Untuk Penentuan
Status Mutu Perairan Sungai Tropis Di Indonesia. Jurnal Manusia dan Lingkungan, Vol. 21, No. 2, 129-
142.
Suwandana, E., Kawamura, K., Tanaka, K., Sakuno, Y. And Raharjo, P., 2011. Escherichia Coli and
Biophysicochemical Relationships of Seawater and Water Pollution Index in the Jakarta Bay. American
Journal of Environmental Sciences, Vol. 7, No. 3, 183-194.
Tebbut, T.H.Y., 2002, Principles of Water Quality Control, Butterworth Heinemann.
Wardhana, W. A., 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi, Yogyakarta.

266

Anda mungkin juga menyukai