DISUSUN OLEH :
17308141067
BIOLOGI E 2017
2020
BAB I. PENDAHULUAN
1. Air Sungai
Air sungai termasuk ke dalam air permukaan yang banyak digunakan oleh
masyarakat. Umumnya, air sungai masih digunakan untuk mencuci, mandi, sumber
air minum dan juga pengairan sawah. Menurut Diana Hendrawan, “sungai banyak
digunakan untuk keperluan manusia seperti tempat penampungan air, sarana
transportasi, pengairan sawah, keperluan peternakan, keperluan industri, perumahan,
daerah tangkapan air, pengendali banjir, ketersedian air, irigasi, tempat memelihara
ikan dan juga sebagai tempat rekreasi” (Hendrawan 2005).
Menurut Junaidi (2014), proses terbentuknya sungai berasal dari mata air yang
mengalir di atas permukaan bumi. Proses selanjutnya aliran air akan bertambah
seiring dengan terjadinya hujan, karena limpasan air hujan yang tidak dapat diserap
bumi akan ikut mengalir ke dalam sungai. Perjalanan dari hulu menuju hilir, aliran
sungai secara berangsur-angsur menyatu dengan banyak sungai lainnya,
Penggabungan ini membuat tubuh sungai menjadi semakin besar. Peraturan
Pemerintah RI No. 38 tahun 2011, suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke laut secara alami,
yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan
daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan disebut dengan daerah
aliran sungai (DAS).
Kabupaten Magelang dilalui oleh 3 DAS yaitu DAS Progo, DAS Elo, dan DAS
Bogowonto. Ketiga DAS tersebut terdiri dari sub-sub DAS. Sub DAS Blongkeng
merupakan salah satu sub DAS yang termasuk dalam DAS Progo. Sub DAS
Blongkeng melewati Kec. Muntilan, Salam, Ngluwar, Dukun, dan Srumbung. Sub-
DAS Blongkeng termasuk salah satu DAS yang memiliki beban pencemaran yang
tinggi sehingga dapat dimasukkan ke dalam kriteria Sub DAS kritis (BLH, 2015) Sub
DAS Blongkeng berpotensi mengalami pencemaran akibat pembuangan limbah ke
sungai tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu. Salah satu sungai yang berpotensi
mengalami pencemaran di sub DAS Blongkeng ini adalah Sungai Lamat. Pencemaran
sungai ini dapat mengakibatkan buruknya kualitas sungai. Dampak dari kualitas
sungai yang buruk adalah akan menurunkan jumlah biota sungai dan secara umum
akan semakin menurunkan kualitas air sungai di bagian hilir yang kemudian
bermuara ke laut (Yogafanny, 2015).
3. Pencemaran Air
Perairan merupakan suatu ekosistem yang kompleks sebagai habitat dari semua
jenis makhluk hidup, mulai dari ukuran mikro hingga makro. Perairan yang alami
memiliki sifat yang dinamis dan aliran energi yang kontinu selama sistem didalamnya
tidak mengalami gangguan atau hambatan seperti pencemaran (Lukman, 2006).
Menurut Nugroho (2006), pencemaran air dapat menyebabkan berkurangnya
keanekaragaman organisme perairan seperti benthos, perifiton, serta plankton. Hal ini
menyebabkan sistem ekologis perairan dapat terganggu. Sistem ekologis perairan
mempunyai kemampuan untuk memurnikan kembali lingkungan yang telah tercemar
sejauh beban pencemaran masih berada dalam batas daya dukung lingkungan yang
bersangkutan.
Secara mudah air tercemar dapat dilihat dengan mudah, melalui kondisi fisik air,
misalnya dilihat dari tingkat kekeruhan, warnanya yang transparan dan tembus
cahaya, atau dari baunya yang menyengat hidung. Air tercemar juga dapat diketahui
dari matinya atau terganggunya organisme perairan, seperti ikan, tanaman, dan
hewan-hewan yang berhubungan dengan air terebut (Herlambang, 2006).
Menurut Peraturan Pemerintah NO. 82/2001, pencemaran air adalah masuknya
atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air
oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Dari kedua
pendapat tentang definisi pencemaran air secara tersirat bahwa pencemaran air adalah
berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga
kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu.
I. DO (Dissolved Oxygen)
DO sangat sangat dibutuhkan bakteri aerobik dalam proses respirasi
(Yuliastuti, 2011). Kekurangan DO menyebabkan kematian mikroorganisme
karena DO digunakan untuk proses metabolisme dalam tubuh mikroorganisme
dan berkembang biak (Warlina, 2004). Semakin besar oksigen yang terlarut
menunjukkan pengotoran yang semakin kecil. Parameter DO merupakan
parameter yang paling fluktuatif karena pengaruh reaerasi (transfer oksigen)
di badan air dari atmosfer, metabolism organisme, difusi yang terjadi dan
banyak faktor lainnya (Kadyonggo, 2013).
A. LOKASI PKL
a. Lokasi : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Magelang
b. Waktu : 12 Oktober - 30 November 2020
B. RANCANAN PKL
Sampling air di hilir sungai Elo dan sungai Progo yaitu dengan melakukan pengujian di
Laboratorium DLH Kabupaten Magelang.
C. OBJEK PKL
Objek praktik kerja lapangan yang diamati adalah Pencemaran yang di Hilir Sungai Elo
dan Sungai Progo yang berasal dari limbah rumah tangga yang dibuang di aliran sungai.
Limbah akan menyebabkan tercemarnya air sungai dan menurunkan kualitas air sungai.
E. INSTRUMEN PKL
a. Alat :
a) spektofotometri
b) botol sampel
c) alat titrasi
d) erlenmeyer
e) pipet tetes
b. Bahan :
a) sampel air sungai Progo dan elo
b) larutan sulfanilamida
c) larutan NED
d) mangan sulfat
e) hidrogen sulfat
f) Na2S2O3
c. Cara kerja
a) Pengukuran BOD
1. Sampel air sungai dimasukka kedalam botol Winkler sampai penuh.
2. Sampel ditambahkan 1 ml mangan sulfat dan 1 ml iodide azida.
3. Botol ditutup dan dihomogenkan hingga membentuk gumpalan.
4. Gumpalan dibiarkan mengendap selama 5-10 menit.
5. Sampel ditambahkan 1 ml hidrogen sulfat pekat dan ditutup lalu dihomogenkan hingga
endapan larut sempurna.
6. Memipet 50 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dititrasi dengan Na2S2O3
menggunakan indikator amilum hingga sampel warna biru hilang.
7. Dihitung BOD menggunakan rumus.
b) Pengukuran DO
1. Sampel air sungai diambil.
2. tombol On pada DO meter ditekan
3. Tunggu hingga muncul angka nol pada layar.
4. DO-meter dimasukkan pada sampel uji dan ditunggu hingga layar menunjukan angka
DO
5. Bilas alat DO-meter dengan aquades dan usap dengan tisu.
c) Pengukuran COD
1. 50 ml sampel dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
2. Sampel ditambahkan 1 ml larutan sulfanilamida
3. Sampel diaduk dan dibiarkan selama 2-8 menit
4. Sampel ditambahkan larutan NED
5. Sampel diaduk kemudian dibiarkan selama 10 menit.
6. Sampel diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombag 543 nm.