Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

PERBANDINGAN KUALITAS AIR DI HILIR SUNGAI ELO DAN SUNGAI PROGO


MENGGUNAKAN PARAMETER BOD, DO, DAN COD DI DINAS LINGKUNGAN HIDUP
MAGELANG

DISUSUN OLEH :

SITI NUR AZIZAH

17308141067

BIOLOGI E 2017

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2020
BAB I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Air merupakan kebutuhan yang sangat utama bagi kehidupan manusia, oleh
karena itu jika kebutuhan air belum dapat terpenuhi baik secara kualitas maupun
kuantitas, maka akan menimbulkan dampak yang besar terhadap kehidupan sosial dan
ekonomi masyarakat. Air sungai termasuk ke dalam air permukaan yang banyak
digunakan oleh masyarakat. Umumnya, air sungai masih digunakan untuk mencuci,
mandi, sumber air minum dan juga pengairan sawah. Kualitas air sungai dipengaruhi oleh
kualitas pasokan air yang berasal dari daerah tangkapan sedangkan kualitas pasokan air
dari daerah tangkapan berkaitan dengan aktivitas manusia. Kualitas air sungai dapat
diamati dengan melihat status mutu air. Status mutu air menunjukkan tingkat kondisi
mutu air sumber air dalam kondisi tercemar atau kondisi baik dengan membandingkan
dengan baku mutu yang telah ditetapkan.
Pencemaran air diakibatkan oleh pembuangan limbah rumah tangga di sekitar
hilir sungai elo dan progo mempengaruhi kualitas air di sungai tersebut. Untuk
mengetahui tingkat pencemaran dan kualitas air dapat dilakukan pengujian dengan
parameter BOD, DO, dan COD.
BOD atau Biological Oxygen Demand adalah parameter yang menunjukkan
jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh biota perairan untuk mengurai bahan
pencemar yang ada di dalam badan air. BOD tidak menunjukkan bahan organik yang
sebenarnya (Fardiaz, 1992). BOD merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam
menentukan pencemaran sungai karena makin tinggi nilai BOD pada badan air maka
mengindikasikan bahwa badan air tersebut telah mengalami pencemaran umumnya oleh
limbah permukiman dan industri.
DO sangat sangat dibutuhkan bakteri aerobik dalam proses respirasi. Kekurangan
DO menyebabkan kematian mikroorganisme karena DO digunakan untuk proses
metabolisme dalam tubuh mikroorganisme dan berkembang biak. Semakin besar oksigen
yang terlarut menunjukkan pengotoran yang semakin kecil. Parameter DO merupakan
parameter yang paling fluktuatif karena pengaruh reaerasi (transfer oksigen) di badan air
dari atmosfer, metabolism organisme, difusi yang terjadi dan banyak faktor lainnya.
COD atau Chemical Oxygen Demand adalah parameter yang menunjukkan
jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh bahan-bahan oksidan untuk mengoksidasi
bahan-bahan buangan yang terdapat di dalam badan air melalui reaksi kimia. Nilai COD
umumnya lebih tinggi disbanding nilai BOD karena dalam proses pengukuran COD,
bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dapat teroksidasi dalam uji COD
(Fardiaz, 1992). COD digunakan sebagai indikator pencemar karena COD dapat
mengindikasikan adanya kandungan limbah beracun non organik yang umumnya berasal
dari limbah domestik dan limbah perindustrian.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Identifikasi masalah dalam praktik kerja lapangan ini adalah melihat adanya
buangan sampah rumah tangga yang mempengaruhi kualitas di sekitar hilir sungai elo
dan progo. Hasil yang didapat dari kedua sungai akan dibandingkan untuk mendapatkan
perbedaan kualitas air karena pengaruh limbah rumah tangga.
C. RUMUSAN MASALAH
1. Berapa kadar BOD, DO, dan COD yang terkandung di hilir sungai elo dan progo?
2. Apakah hasil pengujian di hilir sungai elo dan sungai progo sesuai dengan standar
pengukuran baku mutu?
3. Bagaimana perbedaan hasil antara pengukuran kualitas air di hilir sungai elo dan
sungai progo? Dan apa yang mempengaruhi perbedaan tersebut?
D. TUJUAN PKL
1. untuk mengetahui kadar BOD, DO, dan COD yang terkandung di hilir sungai elo dan
progo
2. untuk mengetahui hasil pengujian di hilir sungai elo dan sungai progo sesuai dengan
standar pengukuran baku mutu
3. untuk mengetahui perbedaan hasil antara pengukuran kualitas air di hilir sungai elo dan
sungai progo dan mengtahui penyebab perbedaan hasil pengukuran.
E. MANFAAT PKL
Hasil dari PKL ini diharapkan dapat bermanfaat antara lain:
1. memberikan informasi kepada masyarakat mengenai bahay pembuangan limbah rumah
tangga di sekitar hilir sungai elo dan progo.
2. bagi DLH kabupaten Magelang maupun instansi terkait dapat digunakan sebagai bahan
dalam mengatur kebijakan mengenai kualitas air sungai.
BAB II. KAJIAN PUSTAKA

1. Air Sungai
Air sungai termasuk ke dalam air permukaan yang banyak digunakan oleh
masyarakat. Umumnya, air sungai masih digunakan untuk mencuci, mandi, sumber
air minum dan juga pengairan sawah. Menurut Diana Hendrawan, “sungai banyak
digunakan untuk keperluan manusia seperti tempat penampungan air, sarana
transportasi, pengairan sawah, keperluan peternakan, keperluan industri, perumahan,
daerah tangkapan air, pengendali banjir, ketersedian air, irigasi, tempat memelihara
ikan dan juga sebagai tempat rekreasi” (Hendrawan 2005).
Menurut Junaidi (2014), proses terbentuknya sungai berasal dari mata air yang
mengalir di atas permukaan bumi. Proses selanjutnya aliran air akan bertambah
seiring dengan terjadinya hujan, karena limpasan air hujan yang tidak dapat diserap
bumi akan ikut mengalir ke dalam sungai. Perjalanan dari hulu menuju hilir, aliran
sungai secara berangsur-angsur menyatu dengan banyak sungai lainnya,
Penggabungan ini membuat tubuh sungai menjadi semakin besar. Peraturan
Pemerintah RI No. 38 tahun 2011, suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke laut secara alami,
yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan
daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan disebut dengan daerah
aliran sungai (DAS).
Kabupaten Magelang dilalui oleh 3 DAS yaitu DAS Progo, DAS Elo, dan DAS
Bogowonto. Ketiga DAS tersebut terdiri dari sub-sub DAS. Sub DAS Blongkeng
merupakan salah satu sub DAS yang termasuk dalam DAS Progo. Sub DAS
Blongkeng melewati Kec. Muntilan, Salam, Ngluwar, Dukun, dan Srumbung. Sub-
DAS Blongkeng termasuk salah satu DAS yang memiliki beban pencemaran yang
tinggi sehingga dapat dimasukkan ke dalam kriteria Sub DAS kritis (BLH, 2015) Sub
DAS Blongkeng berpotensi mengalami pencemaran akibat pembuangan limbah ke
sungai tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu. Salah satu sungai yang berpotensi
mengalami pencemaran di sub DAS Blongkeng ini adalah Sungai Lamat. Pencemaran
sungai ini dapat mengakibatkan buruknya kualitas sungai. Dampak dari kualitas
sungai yang buruk adalah akan menurunkan jumlah biota sungai dan secara umum
akan semakin menurunkan kualitas air sungai di bagian hilir yang kemudian
bermuara ke laut (Yogafanny, 2015).

2. Kualitas Air Sungai


Kualitas air adalah mutu air yang memenuhi standar untuk tujuan tertentu. Syarat
yang ditetapkan sebagai standar mutu air berbeda-beda tergantung tujuan
penggunaan, sebagai contoh, air yang digunakan untuk irigasi memiliki standar mutu
yang berbeda dengan air untuk dikonsumsi. Kualitas air dapat diketahui nilainya
dengan mengukur kondisi fisika, kimia dan biologi (Rahayu, 2009).
Menurut Agustiningsih, dkk. (2012), kualitas air sungai dipengaruhi oleh kualitas
pasokan air yang berasal dari daerah tangkapan sedangkan kualitas pasokan air dari
daerah tangkapan berkaitan dengan aktivitas manusia. Kualitas air sungai dapat
diamati dengan melihat status mutu air. Status mutu air menunjukkan tingkat kondisi
mutu air sumber air dalam kondisi tercemar atau kondisi baik dengan
membandingkan dengan baku mutu yang telah ditetapkan.
Menurut Mahyudin, dkk. (2015), status mutu air sungai menunjukan tingkat
pencemaran suatu sumber air dalam waktu tertentu, dibandingkan dengan baku mutu
air yang ditetapkan. Sungai dapat dikatakan tercemar apabila tidak dapat digunakan
sesuai dengan peruntukaannya secara normal/keluar dari ambang batas yang telah
ditentukan. Klasifikasi dan kriteria kualitas air di Indonesia diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 82 Tahun 2001. Berdasarkan Peraturan Pemerintah, kualitas air
diklasifikasikan menjadi empat kelas yaitu:
1. Kelas I: dapat digunakan sebagai air minum atau untuk keperluan konsumsi
lainnya
2. Kelas II: dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan dan mengairi tanaman
3. Kelas III: dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan dan
mengairi tanaman
4. Kelas IV: dapat digunakan untuk mengairi tanaman
Kriteria kualitas air untuk tiap-tiap kelas didasarkan pada kondisi fisik-kimia,
biologi dan radioaktif. Secara sederhana, kualitas air dapat diduga dengan melihat
kejernihan dan mencium bau pada air. Namun terdapat bahan-bahan pencemar yang
tidak dapat diketahui hanya dari bau dan warna, melainkan harus dilakukan
serangkaian pengujian. Hingga saat ini, dikenal ada dua jenis pendugaan kualitas air
yaitu fisik-kima dan biologi (Rahayu, 2009).

3. Pencemaran Air
Perairan merupakan suatu ekosistem yang kompleks sebagai habitat dari semua
jenis makhluk hidup, mulai dari ukuran mikro hingga makro. Perairan yang alami
memiliki sifat yang dinamis dan aliran energi yang kontinu selama sistem didalamnya
tidak mengalami gangguan atau hambatan seperti pencemaran (Lukman, 2006).
Menurut Nugroho (2006), pencemaran air dapat menyebabkan berkurangnya
keanekaragaman organisme perairan seperti benthos, perifiton, serta plankton. Hal ini
menyebabkan sistem ekologis perairan dapat terganggu. Sistem ekologis perairan
mempunyai kemampuan untuk memurnikan kembali lingkungan yang telah tercemar
sejauh beban pencemaran masih berada dalam batas daya dukung lingkungan yang
bersangkutan.
Secara mudah air tercemar dapat dilihat dengan mudah, melalui kondisi fisik air,
misalnya dilihat dari tingkat kekeruhan, warnanya yang transparan dan tembus
cahaya, atau dari baunya yang menyengat hidung. Air tercemar juga dapat diketahui
dari matinya atau terganggunya organisme perairan, seperti ikan, tanaman, dan
hewan-hewan yang berhubungan dengan air terebut (Herlambang, 2006).
Menurut Peraturan Pemerintah NO. 82/2001, pencemaran air adalah masuknya
atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air
oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Dari kedua
pendapat tentang definisi pencemaran air secara tersirat bahwa pencemaran air adalah
berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga
kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu.

4. Parameter Kualitas Air Sungai


Penentuan parameter yang ditetapkan oleh pemerintah pada PP Nomor 82 Tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, parameter
yang digunakan sebagai pengelolaan dan pengendalian pencemaran air terbagi
menjadi lima yaitu parameter fisika, parameter kimia organik, parameter kimia
anorganik, parameter mikrobiologi, dan parameter radioktivitas dengan total 42
parameter pencemaran. Banyaknya parameter pencemaran tersebut menyebabkan
penelitian kurang efisien dan menjadikan biaya penelitian semakin besar, selain itu
tidak semua jenis pencemar mencemari daerah yang dijadikan penelitian sehingga
berdasarkan lampiran III dari Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01
Tahun 2010 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Air Limbah menyarankan
penggunaan parameter kunci yang diharapkan mampu mewakili parameter lainnya.
Penentuan daya tampung beban pencemar di Hilir SungaiElo dan Progo dilakukan
dengan menggunakan beberapa parameter kunci yang dapat mengindikasikan adanya
pencemaran di Sungai Code. Parameter yang digunakan yaitu : DO (Dissolved
Oxygen), BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen
Demand).
Masing-masing parameter tersebut digunakan sebagai indikator pencemaran yang
disebabkan oleh permukiman, pertanian, dan limbah perindustrian yang dibuang ke
dalam badan sungai. Parameter DO, BOD, dan COD merupakan parameter yang
komprehensif dalam menggambarkan polusi diperairan

I. DO (Dissolved Oxygen)
DO sangat sangat dibutuhkan bakteri aerobik dalam proses respirasi
(Yuliastuti, 2011). Kekurangan DO menyebabkan kematian mikroorganisme
karena DO digunakan untuk proses metabolisme dalam tubuh mikroorganisme
dan berkembang biak (Warlina, 2004). Semakin besar oksigen yang terlarut
menunjukkan pengotoran yang semakin kecil. Parameter DO merupakan
parameter yang paling fluktuatif karena pengaruh reaerasi (transfer oksigen)
di badan air dari atmosfer, metabolism organisme, difusi yang terjadi dan
banyak faktor lainnya (Kadyonggo, 2013).

II. BOD (Biological Oxygen Demand)


BOD atau Biological Oxygen Demand adalah parameter yang
menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh biota perairan
untuk mengurai bahan pencemar yang ada di dalam badan air. BOD tidak
menunjukkan bahan organik yang sebenarnya (Fardiaz, 1992). BOD
merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam menentukan
pencemaran sungai karena makin tinggi nilai BOD pada badan air maka
mengindikasikan bahwa badan air tersebut telah mengalami pencemaran
umumnya oleh limbah permukiman dan industri (Rahmawati, 2011).
Perairan dapat dikatakan tercemar dengan parameter BOD menurut
Effendi (2003) adalah jika nilai BOD pada perairan tersebut telah melebihi 10
mg/L. Nilai BOD akan secara langsung mempengaruhi jumlah oksigen
terlarut diperairan karena semakin besar nilai BOD, maka kadar oksigen
diperairan juga akan cepat habis. Sumber yang menyebabkan tingginya nilai
BOD adalah sisa-sisa dedaunan, tumbuhan atau hewan yang mati, kotoran
hewan atau manusia, limbah ternak atau domestik, dan lainnya (USEPA,
2006)

III. COD (Chemical Oxygen Demand)


COD atau Chemical Oxygen Demand adalah parameter yang
menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh bahan-bahan
oksidan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan yang terdapat di dalam
badan air melalui reaksi kimia. Nilai COD umumnya lebih tinggi dibanding
nilai BOD karena dalam proses pengukuran COD, bahan-bahan yang stabil
terhadap reaksi biologi dapat teroksidasi dalam uji COD (Fardiaz, 1992).
COD digunakan sebagai indicator pencemar karena COD dapat
mengindikasikan adanya kandungan limbah beracun non organik yang
umumnya berasal dari limbah domestik dan limbah perindustrian (Rahmawati,
2011) dan hal tersebut menurut Effendi (2003) sangat tidak menguntungkan
bagi keperluan pertanian dan perikanan. Limbah rumah tangga dan limbah
industri merupakan penyebab utama tingginya konsentrasi COD (Lumaela,
dkk, 2013). Perairan yang tidak tercemar pada umumnya memiliki nilai COD
kurang dari 200 mg/L (Effendi , 2003).
IV. Hubungan Antar Parameter
DO, BOD, dan COD merupakan tiga parameter yang secara langsung
maupun tidak langsung dipengaruhi oleh ketersediaan oksigen di dalam
sampel air. Semakin besar nilai DO pada air,mengindikasikan air tersebut
memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat
diketahui bahwa air tersebut telah tercemar. Pengukuran DO juga bertujuan
melihat sejauh mana badan air mampu menampung biota air seperti ikan dan
mikroorganisme. Pemeriksaan kadar oksigen terlarut didalam air untuk
mengetahui tingkat pencemarannya, dapat diketahui melalui pemeriksaan
BOD dan COD.
Apabila BOD dan COD disuatu perairan tinggi maka DO menurun karena
oksigen yang terlarut tersebut digunakan oleh bakteri. COD adalah kapasitas
air untuk menggunakan oksigen selama penguraian senyawa organik terlarut
dan mengoksidasi senyawa anorganik. Sedangkan BOD adalah kuantitas
oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme aerob dalam menguraikan
senyawa organik.
Didalam air, oksigen memainkan peranan dalam menguraikan komponen-
komponen kimia menjadi komponen yang lebih sederhana. Oksigen memiliki
kemampuan untuk beroksida dengan zat pencemar seperti komponen organik
sehingga zat pencemar seperti komponen tersebut tidak membahayakan.
Oksigen juga diperlukan oleh mikroorganisme, baik yang bersifat aerob
maupun anaerob, dalam proses metabolisme. Dengan adanya oksigen dalam
air, mikroorganisme semakin giat dalam menguraikan kandungan air.

BAB III. METODE PKL

A. LOKASI PKL
a. Lokasi : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Magelang
b. Waktu : 12 Oktober - 30 November 2020

B. RANCANAN PKL
Sampling air di hilir sungai Elo dan sungai Progo yaitu dengan melakukan pengujian di
Laboratorium DLH Kabupaten Magelang.

C. OBJEK PKL
Objek praktik kerja lapangan yang diamati adalah Pencemaran yang di Hilir Sungai Elo
dan Sungai Progo yang berasal dari limbah rumah tangga yang dibuang di aliran sungai.
Limbah akan menyebabkan tercemarnya air sungai dan menurunkan kualitas air sungai.

D. METODE PENGUMPULAN DATA


Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive
sampling, yaitu pengambilan sampel secara sengaja dengan menggunakan pertimbangan-
pertimbangan yang dianggap tetap dan sesuai dengan objek yang diteliti.

E. INSTRUMEN PKL
a. Alat :
a) spektofotometri
b) botol sampel
c) alat titrasi
d) erlenmeyer
e) pipet tetes
b. Bahan :
a) sampel air sungai Progo dan elo
b) larutan sulfanilamida
c) larutan NED
d) mangan sulfat
e) hidrogen sulfat
f) Na2S2O3
c. Cara kerja
a) Pengukuran BOD
1. Sampel air sungai dimasukka kedalam botol Winkler sampai penuh.
2. Sampel ditambahkan 1 ml mangan sulfat dan 1 ml iodide azida.
3. Botol ditutup dan dihomogenkan hingga membentuk gumpalan.
4. Gumpalan dibiarkan mengendap selama 5-10 menit.
5. Sampel ditambahkan 1 ml hidrogen sulfat pekat dan ditutup lalu dihomogenkan hingga
endapan larut sempurna.
6. Memipet 50 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dititrasi dengan Na2S2O3
menggunakan indikator amilum hingga sampel warna biru hilang.
7. Dihitung BOD menggunakan rumus.
b) Pengukuran DO
1. Sampel air sungai diambil.
2. tombol On pada DO meter ditekan
3. Tunggu hingga muncul angka nol pada layar.
4. DO-meter dimasukkan pada sampel uji dan ditunggu hingga layar menunjukan angka
DO
5. Bilas alat DO-meter dengan aquades dan usap dengan tisu.
c) Pengukuran COD
1. 50 ml sampel dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
2. Sampel ditambahkan 1 ml larutan sulfanilamida
3. Sampel diaduk dan dibiarkan selama 2-8 menit
4. Sampel ditambahkan larutan NED
5. Sampel diaduk kemudian dibiarkan selama 10 menit.
6. Sampel diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombag 543 nm.

Anda mungkin juga menyukai