PENDAHULUAN
metode
penelitian
deskriptif
analitik.
Hasil
penelitian
Adsorption Ratio (SAR), Kadar Boron dan Zat Padat Terlarut (TDS) tidak cocok
untuk keperluan irigasi pertanian.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa saja sumber pencemaran di Sungai Citarik
1.2.2 Apa yang terjadi pada tanaman padi yang ditanam oleh petani
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Eutrofikasi
Eutrofikasi merupakan Proses penumpukan senyawa anorganik seperti fosfat
dan nitrat yang terakumulasi di perairan. Eutrofikasi disebabkan karena adanya
peningkatan nutrisi kimia dalam suatu ekosistem. Eutrofikasi merupakan salah satu
hasil dari pencemaran, seperti pembuangan limbah domestic ke dalam sungai atau
danau walaupun eutrofikasi sering ditemukan terjadi secara alami di alam dengan
kondisi di mana nutrisi-nutrisivkimia terakumulasi atau terbawa masuk ke dalam
cahaya
meningkat. Karena
dan
terlalu
banyak
kejadian tersebut
alga
menyebabkna pertumbuhan
tumbuhan dan
alga banyak
yang mati.Tumbuhan dan alga yang mati diubah menjadi detritus. Detritus
merupakan tanamanyang mati dirubah menjadi senyawa organic. Buangan industry
dan limbah rumah tanggamenghasilkan senyawa organic juga, senyawa organic yang
tidak dibutuhkan juga diubahmenjadi detritus. Kemudian detritus di uraikan oleh
BAB III
METODE PENGUJIAN
data, hasil dan pembahasan. Pengambilan sampel air yang akan diuji harus diambil
dari 10 titik/lokasi dan berasal dari 6 lokasi yang didasarkan pada perbedaan jenis
tanah dan pertimbangan lain. Metode yang akan digunakan untuk menentukan status
mutu air adalah metode STORET. Dengan metode ini dapat diketahui parameterparameter yang memenuhi atau tidak memenuhi baku mutu air. Secara prinsip
metode STORET adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu
air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air. Cara
untuk menentukan status mutu air adalah menggunakan sistem nilai dari US-EPA
(Environment Protection Agency) dengan mengklasifikasikan mutu air dalam empat
kelas, yaitu :
1.
2.
3.
4.
Kelas A
Kelas B
Kelas C
Kelas D
Jika negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya
dari jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem nilai.
Parameter kualitas air yang aka di hitung sesuai dengan PP RI No. 82 Tahun 2001
adalah sebagai berikut
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Sungai Citarik merupakan salah satu anak sungai dari Sungai Citarum yang
berada di wilayah Rancaekek. Di Daerah Aliran Sungai Citarum terdapat berbagai
jenis industri utama antara lain industri tekstil, industri penyamakan kulit, industri
makanan, dan industri elektroplating. Hal yang menjadi fokus perhatian dalam
pengelolaan kualitas air sungai citarum adalah masuknya bahan kimia dari aktivitas
industri ke badan air sungai, misalnya logam berat. Hal ini dikarenakan logam berat
merupakan elemen yang sulit terdegradasi dan dapat terakumulasi dalam makhluk
hidup melalui rantai makanan (bioakumulasi), dengan efek jangka panjang yang
merugikan pada organisme hidup.
Dalam
golongan
bahan
kimia
beracun,
kontaminan
utama
yang
mempengaruhi kualitas air Sungai Citarum adalah limbah yang berasal dari kegiatan
industri (logam dan senyawa non-logam), pertanian (pupuk sintetis dan pestisida),
jasa (minyak dan logam) dan domestik (deterjen, logam, plastik).
Di sekitar Sungai Citarik terdapat banyak industri tekstil. Berdasarkan data
BPLHD (Badan Pengendalian Lingkungan Hidup) (2001), terdapat 219 industri
tekstil dan 1 industri minuman yang mencemari sungai dimana terdapat kandungan
logam berat di dalamnya. Air limbah yang dikeluarkan oleh industri, terutama
industri tekstil sering menimbulkan warna pada aliran sungai, sehingga air sunggai
berwarna kehitaman dan berbau menyengat. Selain limbah industri, yang mencjadi
sumber pencemar di Sungai Citarik yaitu limbah domestik atau limbah rumah tangga
berupa air deterjen, sisa pencucian, logam, dan plastik.
Gambar 1. Kondisi Sungai Citarik
4.2
Kondisi
Lahan
Sawah
Rancaekek
di
Salah satu dampak yang diakibatkan oleh pembuangan limbah industry garmen
ke saluran irigasi adalah tingginya kandungan logam seperti Cu (tembaga), Pb (timah
hitam), Cr (khromium), Cd (kadmium), Hg (air raksa). Jenis-jenis logam berat
tersebut merupakan unsur-unsur yang digunakan dalam proses produksi tekstil.
Kadar yang berlebihan dari keempat unsur tersebut, baik secara sendiri maupun
bersama-sama dapat meracun tanaman tingkat tinggi. Bahkan dapat meracuni
bakteri- bakteri yang bermanfaat dalam tanah, seperti bakteri rhizobium yang
terdapat pada akar tanaman leguminosa. Menurut Sudirja (1998) konsentrasi Pb di
lahan Desa Jelekong Kecamatan Rancaekek adalah 16,080 ppm, merupakan
konsentarasi yang dapat menurunkan hasil gabah kultivar IR64. Sementara
berdasarkan hasil analisis tanah kandungan Pb tanah semakin meningkat yaitu
39,610 ppm (Suryatmana dkk., 2001).Tingginya konsentrasi Pb yang terdapat pada
lahan pertanian dapat diserap tanaman dalam jumlah yang berlebihan dan berbahaya
untuk dikonsumsi.
Lahan sawah yang tercemar mencapai 1.250 ha atau sekitar 15% dari total
luas di daerah tersebut. Kerusakan disebabkan oleh tingginya kandungan Na dalam
tanah sawah, yang berkisar antara 467-2.983 mgNkg -1 tanah. Pada tabel
memperlihatkan konsentrasi Cr, Co, Ni, dan Zn berada di sekitar batas kritis.
Tabel. Kandungan unsur pencemar dan logam berat dalam tanah tercemar limbah
industry tekstil di persawahan Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung
Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 g
per cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, Sebagian logam berat seperti
timbal (Pb), kadmium (Cd), dan merkuri (Hg) merupakan zat pencemar yang
berbahaya. Menurut Subowo et al. (1999) adanya akumulasi logam berat yang
berlebihan pada tanah pertanian dapat berakibat tidak hanya terhadap kontaminasi
lingkungan tetapi yang lebih buruk adalah menyebabkan meningkatnya kadar logam
berat pada hasil-hasil pertanian yang dipanen sehingga hal tersebut pada akhirnya
membahayakan kesehatan manusia bila hasil tersebut dikonsumsi.
4.3 Zat Toksik Pencemar Tanaman Padi di Rancaekek
Sungai terkadang digunakan sebagai tempat pembuangan limbah, namun
sering dimanfaatkan sebagai air irigasi bagi persawahan di bagian hilirnya. Seperti
terjadi di Sub DAS Citarik, pihak industri atau pabrik di wilayah Kabupaten
Sumedang membuang limbahnya ke Sungai Cihideung dan Sungai Cikijing yang
merupakan sumber air irigasi bagi persawahan di Kabupaten Bandung. Para petani di
kawasan tersebut melaporkan beberapa kali menanam padi dalam setahun tanpa
mendapatkan hasil atau hasilnya sangat minim (Abdurachman et al., 2000).
Berdasarkan hasil wawancara sumber dengan 19 petani terpilih di daerah
survei, disimpulkan bahwa lahan sawah yang terkena limbah pabrik tekstil
menyebabkan pertumbuhan dan hasil padi kurang baik (kehampaan sangat tinggi),
walaupun pemeliharaan dan pemupukan sudah mengikuti dosis anjuran (100-150 kg
urea, 50- 100 kg SP36, dan 50 kg KCl/ha). Akibat limbah tekstil, kualitas tanah dan
air pengairan pada saat-saat tertentu sangat jelek. Gabah kering giling (GKG) yang
diperoleh selama MH 2001-2002 (panen MaretApril) 3,5 t/ha (Desa Tenjolaya,
dan Desa Bojongsalam, Kecamatan Cicalengka), padahal sebelumnya dapat
mencapai 4,05,5 t GKG/ha. Bila dibandingkan dengan lahan yang satu hamparan
dan tidak terkena limbah, hasil gabahnya dapat mencapai 4,55,0 t GKG/ha (Desa
Jatimukti, Jatinangor, Cigentur, Majalaya).
Menurut Onken dan Hassner (1995), kandungan logam berat dalam jaringan
tanaman padi lebih banyak pada jaringan vegetatif dibandingkan pada jaringan
generatif, karena lebih mudah dan cepat terdifusi ke dalam jaringan vegetatif dan
terhambat masuk ke dalam jaringan generatif karena bukan hasil fotosintesis. Unsur
tembaga banyak terdapat dalam biomass, tetapi tidak dalam beras dan jaringan
generatif lainnya, Cu (2,43 mg kg-1 di dalam biomass kering) tidak ditranslokasikan
ke dalam beras. Kandungan logam berat yang tinggi dalam larutan tanah (soil
solution) mempengaruhi kandungan logam berat di dalam jaringan tanaman.
Kandungan Pb dalam tepung tidak boleh lebih dari 1,0 mg kg-1 , unsur Cd
0,005 mg kg-1 , Zn 40 mg kg-1 , dan Cu 10 mg kg-1 (Ditjen POM 1989).
Berdasarkan aturan tersebut, maka Cd dalam beras dari Rancaekek telah melampaui
ambang batas. Menurut beberapa hasil penelitian, dan hasil wawancara di lokasi,
kualitas beras yang tercemar limbah industri tekstil, di samping mengandung unsurunsur beracun dan berbahaya, juga rasa nasinya tidak enak (Suganda et al. 2003;
Kurnia et al. 2003).
Tabel 1. Rataan kandungan logam berat di dalam jaringan tanaman padi dari
sawah tercemar limbah industri di Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung
Berdasarkan Tabel 1, Tembaga (Cu) dan mangan (Mn) berfungsi sebagai hara
mikro, sehingga keberadaannya di dalam lapisan olah kadang-kadang sangat
dibutuhkan tetapi kadangkadang juga menjadi racun. Apabila mengacu kepada
Tanaka dan Yoshida (1970) dalam Sanches (1976), maka tanaman padi di daerah
survei mengalami kahat Cu (batas kritis Cu adalah 6 ppm) tetapi surplus Mn dan Zn
(batas kritis masing-masing 10 ppm dan 20 ppm). Mn sebanyak 1130 ppm pada
jaringan tanaman belum meracuni tanaman padi. Tanaman padi akan keracunan Cu,
Mn, dan Zn apabila dalam jaringan daunnya mengandung masing-masing 30 ppm,
2500 ppm, dan 1500 ppm.
4.3 Nasib Dan Perilaku Zat Pencemar Tersebut Di Lingkungan Perairan
Polutan yang masuk ke dalam badan perairan sebagian zat akan mengalami
pengenceran dan pemencaran ang terjadi akibat adanya peristiwa arus. Sebagian zat
polutan lainnya akan mengalami pemindahan atau diangkut oleh adanya ombak dan
arus, serta dipindahkan melalui adanya aktivitas organisme. Konsentrasi zat polutan
yang masuk ke dalam badan perairan akan di degradasi melalui proses biologis, fisik
dan kimia. Secara biologis, konsentrasi polutan akan berkurang karena terambil oleh
ikan, fitoplankton dan gulma air. Secara fisik-kimia, konsentrasi polutan akan
berkurang karena adanya penyerapan (adsorpsi), presipitasi, dan pertukaran ion, juga
terakumulasi sehingga terjadi sedimentasi
Akibat limbah industry yang dibuang ke dalam badan air atau sungai yang berada
di sekitar industry atau pabrik, maka badan air tersebut akan tercemar unsur-unsur
yang sama dengan yang digunakan dalam proses produksi dan pengolahan limbah.
Hasil analisis unsur-unsur pencemar dan logam berat dalam sampel air sungai yang
digunakan sebagai sumber air pengairan menunjukkan kandungan B3 dan logam
berat tersebut masih dibawah batas kritis, kecuali Na dan SO4. Tetapi sampel air
diambil dari bagian dasar sungai yang bercampur lumpur, memiliki kandungan Pb,
Cr, Co, Ni, Zn, dan Cu umumnya melebihi batas kritis logam berat dalam air.
Tingginya kandungan logam berat dalam lumpur di dasar sungai, diduga karena
proses pengendapan yang terjadi terus-menerus.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada prinsipnya, upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran di
lingkungan air dan produk pertanian adalah diantaranya dengan mengurangi
penggunaan bahan pencemar (reduce), menggunakan kembali barang atau bahan
untuk kegunaan yang sama (reuse), dan mendaur ulang barang atau bahan (recycle).
Namun disamping itu untuk lebih mengefektifkan pencegahan dan
penanggulangan pencemaran, secara umum perlu dilakukan beberapa langkah
sebagai berikut :
a. Konservasi Sumber Air
Konservasi sumber air meliputi perlindungan daerah resapan air dengan
menerapkan pembatasan pembangunan, pelarangan penebangan dan
pembukaan hutan, penguasaan sumber-sumber air oleh individu atau
pengambilan yang berlebihan, perlindungan dari pencemaran baik
domestik maupun dari industry.
b. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring diperlukan untuk pengisian data-data perairan yang dianggap
rawan atau beresiko mencemari dan pada tahap berikutnya dilakukan
evaluasi untuk keperluan pengambilan tindakan.
c. Kegiatan Produksi Pertanian Bersih
Kegiatan produksi bersih adalah kegiatan internal dari pengusaha, namun
demikian tetap berhubungan dengan pemerintahan. Produksi bersih
dimulai dari pemilihan bahan baku, pemrosesan ramah lingkungan,
pengepakan hingga proses pendistribusian produk.