Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sungai adalah aliran air alami dari daerah hulu ke daerah hilir. Aliran alami
sungai merupakan sumber utama untuk memenuhi air bagi manusia (Asdak, 2003).
Sungai merupakan wadah air alami sebagai penyedia air dan wadah air untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga, sanitasi lingkungan, pertanian, industri,
pariwisata, olahraga, pertahanan, perikanan, pembangkit tenaga listrik dan
transportasi (PPRI Nomor 38 Tahun 2011). Daerah Tempat Sungai Mengambil
tangkapan hujan, biasa disebut Daerah tangkapan hujan (DAS). Oleh karena itu, DAS
dapat dikatakan sebagai kesatuan wilayah sungai yang bersatu, dimana air hujan
mengalir ke sungai menjadi air sungai. Garis pembatas antar DAS merupakan
punggungan permukaan bumi yang dapat memisahkan air hujan dan membaginya
menjadi limpasan permukaan setiap DAS (Marsudi & Lufira, 2021).
Menurut Asdak (2003) DAS adalah suatu wilayah daratan yang ditentukan
oleh topografi gunung, daerah ini menyimpan air hujan yang kemudian mengalir ke
laut melalui sungai-sungai maupun anak-anak sungai. Wilayah daratan disebut
catchment area (DTA), yaitu ekosistem yang unsur utamanya meliputi sumber daya
alam (tanah, air, dan tumbuhan) dan sumber daya manusia sebagai pengguna sumber
daya alam.
Sungai Bone merupakan salah satu sungai besar yang ada di Provinsi Gorontalo.
Sungai Bone melintasi wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo,
mempunyai panjang 119,13 km dan termasuk tipe subsekuen-permanen dengan bentuk
linear dan termasuk dalam kawasan DAS Limboto Bolango Bone (Kantor BLHRD Prov.
Gorontalo, 2016). Sungai Bone dari bagian hulu sungai hingga ke bagian hilir sungai
banyak dimanfaatkan oleh penduduk yang berada disekitar lokasi badan sungai. Pada
bagian hulu, Sungai Bone dimanfaatkan untuk pertambangan emas, pertanian dan
perikanan, dan dibagian tengah dimanfaatkan sebagai sumber air minum PDAM Kota
Gorontalo, sedangkan di bagian hilir sungai dimanfaatkan untuk perikanan (Suleman,
2018).
Penurunan kualitas air sungai Bone terjadi sebagai akibat pembuangan limbah
baik limbah kegiatan penambangan liar maupun limbah Rumah Tangga, sehingga
akibat pembuangan limbah yang tidak terkendali ini dan tidak sesuai dengan daya
dukung lingkungan maka kualitas daya guna, daya dukung dan sumber daya air
sungai Bone akhirnya menurun. Upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga kualitas
agar air tetap pada kondisi alamiahnya perlu dilakukan pengelolaan dan pengendalian
pencemaran air secara bijaksana. Adapun hal-hal yang dapat dilakukan adalah
mengidentifikasi kondisi kualitas air sungai Bone sehingga dapat menemukan upaya
pengendalian pencemaran air sungai Bone melalui pengelolaan lingkungan hidup
(Suleman, 2018).
Hasil pemantauan kualitas air Sungai Bone, yang dilaksanakan oleh Kantor
Badan Lingkungan Hidup Riset Daerah (BLHRD) Provinsi Gorontalo berdasarkan
pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003, menunjukkan
bahwa dalam rentang waktu 2015 hingga 2016, terdapat 3 titik pantau yang secara
konsisten menunjukkan bahwa rata-rata kualitas air Sungai Bone dikategorikan
sebagai cemar sedang.
Mengingat tingkat pencemaran air sungai Bone semakin tinggi pertahun maka
merupakan suatu keharusan untuk mempertahankan kualitas air Sungai Bone. Salah
satu upaya untuk menjaga kualitas air Sungai Bone yaitu dengan dilakukannya
pengendalian pencemaran air sungai yang mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi
Gorontalo Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air di Provinsi Gorontalo bahwa dalam pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air Pemerintah Provinsi berwewenang dan bertanggung
jawab: (a) mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas kabupaten/kota; (b)
menyusun rencana pendayagunaan air sesuai fungsi ekologis, nilai – nilai agama, adat
istiadat yang hidup dalam masyarakat setempat; (c) merencanakan potensi
pemanfaatan dan penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik
kualitas maupun kuantitas dan atau fungsi ekologis; (2) Dalam melaksanakan
wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Balitbangpedal mempunyai fungsi
membantu Kepala Daerah dalam hal : (a) inventarisasi dan identifikasi sumber air dan
sumber pencemaran air; (b) pengelolaan kualitas air; (c) pengendalian pencemaran
air.
Praktikum yang kami lakukan di Sungai Bone memiliki alasan yang sangat
relevan. Praktikum ini penting untuk mengidentifikasi dan memahami lebih dalam
tentang sumber pencemaran air di Sungai Bone serta dampaknya terhadap ekosistem
sungai dan lingkungan sekitarnya. Hasil praktikum yang kami lakukan di Sungai
Bone dapat memberikan data lebih lanjut tentang kondisi Parameter kualitas air dan
kelimpahan plankton serta yang mempengaruhi kondisi kualitas air Sungai Bone.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. untuk mengetahui tingkat kualitas air sungai Bone Kota Gorontalo
menggunakan parameter fisika, kimia dan Biologi
2. Untuk mengetahui keanekaragaman plankton pada sungai Bone
Kota Gorontalo
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum ini kami dapat mengetahui serta menambah
wawasan terkait dengan parameter kualitas air, kelimpahan plankton serta yang
mempengaruhi kondisi kualitas air pada sungai Bone Kota Gorontalo.
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
2.1 Sungai
Sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang penting bagi
kehidupan manusia, seperti mendukung pembangunan ekonomi. Sungai juga
merupakan tempat yang mudah dan praktis untuk membuang limbah baik padat
maupun cair hasil kegiatan rumah tangga, industri dan usaha lainnya. Membuang
berbagai jenis limbah, termasuk berbagai jenis polutan, baik di badan air yang terurai
maupun yang tidak dapat terurai akan meningkatkan beban sungai. Suatu sungai
dikatakan tercemar secara fisik, kimia, atau biologis jika beban yang diterimanya
melebihi ambang batas yang ditetapkan berdasarkan baku mutu (Aisyah, 2015).
Sungai adalah ekosistem perairan yang aliran airnya searah, mengalir dari
dataran tinggi ke dataran rendah kemudian ke muara sungai. Sungai dapat berfungsi
sebagai sumber air untuk keperluan irigasi, habitat perairan, kegiatan penangkapan
ikan, pemukiman, dan daerah tangkapan air. Peran sungai yang beragam dan
perkembangan aktivitas manusia di sekitarnya akan berdampak pada penurunan
kualitas air (Kurniadi et al., 2015).
Sungai penting dalam pengelolaan wilayah pesisir karena berfungsi sebagai
sarana transportasi, sumber air bagi masyarakat, perikanan, dan pemeliharaan
hidrologi rawa-rawa. Sebagai alat transportasi, sungai membawa sedimen (lumpur
dan pasir), sampah, limbah dan nutrisi melalui pemukiman ke muara dan akhirnya ke
laut. Dampaknya adalah terciptanya dataran berlumpur, pantai berpasir dan bentuk
pantai lainnya (Riena et al., 2012).
2.2 Baku Mutu Air
Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup zat, energi atau
komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemaran yang terkandung
dalam air. Untuk itu agar kualitas air tetap terjaga maka setiap kegiatan yang
menghasilkan limbah cair yang akan dibuang ke perairan umum atau sungai harus
memenuhi standar baku mutu atau kriteria mutu air sungai yang akan menjadi tempat
pembuangan limbah cair tersebut, sehingga kerusakan air atau pencemaran air sungai
dapat dihindari atau dikendalikan (Lestari, 2022).
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup
menyebutkan bahwa klarifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas yaitu:
1. Kelas Satu: Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk air baku air
minum dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan 4 kegunaan tersebut.
2. Kelas Dua: Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk prasarana atau
sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi pertanaman dan atau peruntukkan lain yang sama dengan kegunaan
tersebut.
3. Kelas Tiga: Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk pembudayaan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukkan
lain yang sama dengan kegunaan tersebut.
4. Kelas Empat: Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dana tau peruntukkan lain yang sama dengan kegunaan tersebut.
2.3 Indeks Pencemaran Air
Indeks pencemaran merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
menentukan status mutu air. Status mutu air menunjukkan tingkat kondisi mutu air
sumber dengan membandingkan baku mutu yang telah ditetapkan (Sari & Wijaya,
2019).
Indeks Pencemaran (IP) digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran
relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan. Pengelolaan kualitas air atas
dasar Indeks Pencemaran (IP) ini dapat memberi masukan pada pengambil keputusan
agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta melakukan
tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran
senyawa Pencemaran. IP mencakup berbagai kelompok parameter kualitas yang
independent dan bermakna (Arnop et al., 2019).
Kategori kelas Indeks Pencemaran (IP) adalah sebagai berikut:
1. 0 ≤ IP ≤ 1 = memenuhi baku mutu (baik) / good
2. 1 ≤ IP ≤ 5 = tercemar ringan / slightly polluted
3. 5 ≤ IP ≤ 10 = tercemar sedang / fairly polluted
4. IP > 10 = tercemar berat / heavily polluted
2.4 Parameter Kualitas Air
Kualitas suatu perairan merupakan syarat penting yang dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup perkembangan, pertumbuhan, dan tingkat produksi ikan.
Lingkungan yang baik sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup organisme
akuatik. Beberapa parameter untuk menentukan kualitas air yaitu suhu, pH DO, CO2,
kecerahan, dan kesadahan, serta salinitas. Parameter yang diamati meliputi kondisi
biologi, fisik dan kimia perairan. Parameter biologi terdiri atas keanekaragaman dan
dominansi.
Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian di laboratorium.
Pengujian kualitas air dilakukan dengan menguji parameter fisik, kimia, dan biologi
seperti bau danwarna. Parameter kualitas air terdiri dari parameter fisika yaitu suhu,
kekeruhan, dan sebagainya), parameter kimia terdiri dari COD, BOD, pH, DO dan
sebagainya, danparameter biologi seperti keberadaan bakteri dan sebagainya
(Sahabuddin dkk, 2014).
2.4.1 Parameter Fisika
Parameter fisika adalah suatu indikator / tolak ukur yang digunakan sebagai
acuan untuk mengukur kualitas air yang berhubungan dengan fisika. Parameter fisika
dalam penelitian ini adalah TDS, Konduktivitas, Suhu, dan pH. Parameter kimia
adalah suatu indikator / tolok ukur yang digunakansebagai acuan untuk mengukur
kualitas air yang berhubungan dengan kimia.
Parameter fisika adalah salah suatu parameter yang digunakan untuk
mengukur kadar kualitas air yang berhubungan dengan fisika seperti suhu, kecepatan
arus, kecerahan, kekeruhan, warna, padatan tersuspensi dan padatan terlarut hingga
salinitas air. Sifat-sifat fisika air merupakan faktor pemisah antara lingkungan air
dengan lingkungan udara. Selain itu faktor fisika juga banyak mempengaruhi
kehidupan organisme di dalam air. Adanya perbedaan yang amat besar dari masing-
masing faktor fisika di lingkungan air dengan lingkungan udara, mengakibatkan
pengaruh yang berbeda terhadap tumbuhan dan hewan pada masing- masing
lingkungan tersebut. Disamping itu, air juga berfungsi untuk menjaga tekanan
osmosis, sebagai pelarut dan penghantar listrik yang baik.
Parameter Fisika sangat berpengaruh terhadap kualitas air. Kualitas air dapat
diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang
dilakukan adalah uji kimia, fisik (suhu, warna, bau, rasa, kekeruhan, TDS,
konduktivitas, resistivitas, salinitas, DO, ph), biologi, atau uji kenampakan (bau
danwarna). Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai
kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kondisi air
tetap dalam kondisi alamiahnya.
A. Suhu
Suhu adalah salah satu parameter air yang paling penting karena
mempengaruhi komponen biotik dan abiotik dalam ekosistem. Suhu air adalah
parameter kualitas air yang kritis, karena secara langsung mempengaruhi jumlah
oksigen terlarut yang tersedia untuk organisme air (Singh et al., 2015). Variasi suhu
air mengatur kesetimbangan fisika-kimia (seperti nitrifikasi, mineralisasi bahan
organik, dll) di sungai dan karenanya mengubah transportasi dan konsentrasi
kontaminan (Hosseini et al., 2017).
Kenaikan suhu sebesar 10°C menyebabkan kebutuhan oksigen organisme
maupun mahluk hidup di air sungai naik sebanyak dua kali lipat. Meningkatnya suhu
di dalam air sungai dapat menyebabkankonsentrasi dari oksigen terlarut akan
menurun dan peningkatan suhu juga dapatmenaikan daya racun polutan terhadap
organisme maupun mahluk hidup yang hidup di air sungai. Suhu air sungai yang
tidak lebih dari 30°C tidak akanberpengaruh secara drastis terhadap makrozoobenthos
(hewan invertebrata yang hidup di dasar air sungai).
B. Kekeruhan
Kekeruhan air mengacu pada jumlah bahan yang tersuspensi, yang
mengganggu penetrasi cahaya di kolom air. Kekeruhan membatasi penetrasi cahaya,
sehingga membatasi fotosintesis di lapisan bawah. Kekeruhan yang lebih tinggi dapat
menyebabkan suhu dan stratifikasi DO (Halim et al., 2018). Penyebab terjadi
kekeruhan adalah terjadinya erosi tanah (seperti endapan lumpur dan tanah liat),
limbah industri (seperti limbah cair pengolahan, partikulat), bahan organik (seperti
mikroorganisme, tumbuhan dan hewan yang membusuk ,bensin, solar atau minyak
dari jalan) (Kale, 2016).
C. Kecerahan
Kecerahan perairan menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus
lapisan air pada kedalaman tertentu. Tingkat kecerahan pada perairan alami berkaitan
erat dengan aktivitas fotosintesa dan produksi primer. Parameter kecerahan sangat
dipengaruhi olehpartikel-partikel terlarut dalam lumpur. Semakin banyak partikel
atau bahan organik terlarut maka kekeruhan akan meningkat (Mainassy, 2017).
2.4.2 Parameter Kimia
Parameter kimia perairan merupakan parameter perairan yang terukur akibat
adanya reaksi kimia di perairan, seperti pertukaran ion-ion terlarut dalam air.
Parameter kimia ini sangat penting untuk menentukan air tersebut dikatakan baikatau
tidak. Parameter kimia juga sangat berpengaruh terhadap pencemaran
padaair.Terjadinya pencemaran pada air karena disebabkan oleh logam berat yang
masuk pada air tersebut.

A. Power Hydrogen (pH)

Menurut Kale, (2016) menyatakan bahwa pH mengacu pada konsentrasi ion


hidrogen atau seberapa asam atau basa air dan pH didefinisikan sebagai -log [H+]. pH
adalah ukuran jumlahrelatif ion hidrogen dan hidroksil bebas dalam air. Rentang nilai
pH dari 0-14; pH 7 netral, pH<7 bersifat asam dan pH> 7 adalah basa. Faktor-faktor
yang memengaruhi tingkat pH, yaitu curah hujan asam, tingkat kesadahan air mineral
air, buangan dari proses industri, limbah deterjen yang masuk ke dalam air. Air
sungai di Indonesia umumnya memiliki nilai pH antara 2 – 10 (Balai Lingkungan
Keairan, 2013). Dan untuk standar baku mutu air sungai menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 yaitu sekitar 6,0-9,0.
A. Dissolved Oxygen (DO)
Konsentrasi DO adalah parameter air yang sangat tidak stabil. Konsentrasi
DO adalah parameter utama untuk mengkarakterisasi alam dan limbah cair dan untuk
menilai keadaan global lingkungan secara umum (Naykki et al., 2013). Sumber-
sumber oksigen terlarut diperairan dapat berupa difusi dari atmosfer dan air di
permukaan, aerasi sebagai air mengalir diatas batu dan permukaan tidak rata, aerasi
melalui aksi pengadukan angin dan gelombang, serta fotosintesis dari tanaman air
(Kale, 2016).

2.4.3 Parameter Biologi


Plankton merupakan organisme perairan yang memiliki peranan penting
disuatu ekosistem perairan untuk menentukan status perairan dengan mengetahui
kelimpahan dan jenis-jenisnya pada perairan tersebut (Lubis, 2021). Plankton dengan
karakteristiknya hidup melayang dan pergerakannya mengikuti arus menjadi salah
satu sumber daya hayati yang memiliki peranan penting pada ekositem perairan,
khususnya ekosistem perairan pesisir (Rumondang & Paujiah, 2020). Plankton terdiri
dari fitoplankton dan zooplankton.
Plankton merupakan organisme kecil yang hidup melayang di kolom perairan
dan merupakan komponen yang sangat penting dalam ekosistem perairan. Plankton
dapat bergerak sedikit dengan bantuan cilia atau flagel namun tidak mempunyai daya
menentang arus, sehingga cenderung terbawa oleh arus. Proses melayang pada
plankton terjadi karena plankton mampu mengatur densitas tubuhnya agar sama
dengan densitas air. Secara umum plankton bisa dibedakan menjadi fitoplankton dan
zooplankton.
Fitoplankton adalah plankton nabati yang memiliki kemampuan
berfotosintesis dan berperan sebagai produsen di lingkungan perairan. Fitoplankton
dapat ditemukan di seluruh massa air mulai dari permukaan air sampai pada
kedalaman dengan intensitas cahaya yang masih memungkinkan terjadinya
fotosintesis. Fitoplankton juga berperan sebagai pemasok oksigenmelalui proses
fotosintesis.
Zooplankton adalah plankton hewani yang berperan sebagai mata rantai antara
fitoplankton sebagai produsen primer dengan karnivora pada rantai makanan di
atasnya. Zooplankton hanya dapat hidup dan berkembang dengan baik pada kondisi
perairan yang sesuai. Perubahan yang terjadi pada suatu perairan akan mempengaruhi
struktur komunitas zooplankton yang ada.

Tambah indeks keanekaragaman, dominansi, keseragaman


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kualitas Air Sungai Bone
Hasil dari praktikum pengukuran kualitas air adalah sebagai berikut.
Praktikum ini mencakup pengukuran parameter kualitas air secara fisika, kimia, dan
biologi di Sungai Bone, Kota Gorontalo. Analisis mendalam terhadap data yang
diperoleh memberikan gambaran komprehensif mengenai kondisi lingkungan sungai.
4.1.1 Parameter Fisika
Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Parameter Fisika
Parameter Fisika Hasil Baku Mutu
Suhu (°C) 29 Dev 3
Rasa Tawar
Bau Amis 50
Kecerahan (cm) 31,69
Kedalaman (cm) 31,69
Warna Air Cerah Kekuningan
Lapisan Minyak Tidak Ada 1
Sampah Sampah Plastik Nihil
Kecepatan Arus (m/s) 0,59
Kekeruhan (NTUs) 7,36 25
A. Suhu
Hasil pengukuran suhu di Sungai Bone menunjukkan bahwa temperaturnya
mencapai 29°C. Nilai suhu ini dapat dikategorikan sebagai suhu yang sedang.
Berdasarkan baku mutu kualitas air sungai berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
22 Tahun 2021 (Pemerintah Republik Indonesia, 2021) adalah sebesar 6-9.
Berdasarkan kisaran nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa, kondisi air sungai Aek
Riung di lingkungan pabrik karet PT. Rubber Hock Lie Kabupaten Labuhanbatu
memiliki pH yang memenuhi baku mutu Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun
2001.
Menurut Naillah et. al., (2021) menyatakan bahwa adapun suhu yang
optimum untuk kehidupan organisme dalam air adalah 25 s/d 30 °C. Suhu air sungai
bulanan rata-rata adalah 15 ° C dengan puncak sekitar 35 °C sedangkan suhu air
sungai rata-rata padamusim hujan adalah (26,58 ± 1,38 ° C).

B. Rasa dan Bau


Hasil pengamatan rasa di Sungai Bone menunjukkan bahwa rasa air pada
sungai tersebut di kategorikan tawar. Air yang kualitasnya baik adalah tidak berbau
dan memiliki rasa tawar. Bau dan rasa air merupakan dua hal yang mempengaruhi
kualitas air.
Menurut Harahap & Santi (2013), menyatakan bahwa rasa dan bau standarnya
pada air yaitu tidak berasa dan berbau. Bau dan rasa dapat dirasakan langsung oleh
indera penciuman dan pengecap.Bau dan rasa umumnya terjadi secara bersamaan dan
biasanya disebabkan oleh adanya bahan-bahan organik yang membusuk serta
persenyawaan-persenyawaan kimia seperti fenol. Dilihat dari segi estetika air yang
berbau busuk tidak layak untuk dikonsumsi. Rasa dapat ditimbulkan karena adanya
zat organik atau bakteri atau unsur lain yang masuk ke badan air. Secara fisika, air
dapat dirasakan oleh lidah.
C. Kecerahan dan Kedalaman
Menurut Hamuna et al. (2018) Menyatakan bahwa, tingkat kecerahan yang
baik untuk kehidupan biota perairan 30 sampai dengan 40 cm atau lebih, yang diukur
dengan menggunakan secchi disk. Apabila tingkat kecerahan kurang dari 25 cm, akan
terjadi penurunan oksigen terlarut secara drastis. Kecerahan yang tinggi menunjukkan
daya tembus cahaya matahari yang jauh ke dalam perairan. Begitu juga sebaliknya.
Apabila kecerahan tidak baik, berarti perairan itu keruh. Kekeruhan (turbidity) air
sangat berpengaruh terhadap kehidupan biota perairan. Kedalaman sungai
berpengaruh terhadap kehidupan mikroorganisme yang ada di dalamnya,semakin
besar kedalaman sungai akan semakin sedikit kandungan oksigennya dan sedikit
juga jumlah mikroorganisme yang dapat hidup di perairan tersebut (Yustiani et.
al., 2019).
E. Lapisan Minyak
Menurut Hendrawan, (2007) menyatakan bahwa adanya lapisan minyak pada
permukaan air menyebabkan penetrasi cahaya matahari dan oksigen ke dalam air
menjadi berkurang sehingga mempersulit kerja mikroorganisme pengurai. Minyak
dapat tersebar dalam ukuran yang sangat kecil kira-kira 7.5 x 10-5. Minyak dan
lemak yang jenuh akan sulit diuraikan oleh mikroorganisme. Lemak dan minyak yang
menumpuk dapat menghambat sistem drainase dan akhirnya menghambat aliran air.
D. Warna
Menurut Harahap & Santi (2013) menyatakan bahwa air yang berwarna
berarti mengandung bahan-bahan lain yang berbahaya bagi kesehatan. Warna pada air
dapat disebabkan oleh kontak antara air dengan zat organik yang sudah lapuk
sehingga menghasilkan senyawa yang larut, unsur Fe dan Mn dan kadar yang tinggi,
senyawasenyawa lainnya seperrti zat warna yang digunakan dalam pencelupan,
adanya tannin, lignin dan humus serta adanya bahan kimia atau mikroorganik
(plankton) yang terlarut dalam air. Karena pada air menunjukkan kekuatannya,
semakin pekat warna air berarti semakin jelek pula kondisi airnya.
F. Sampah

Menurut Aulia & Triwahyudi, (2020) menyatakan bahwa Pembuangan sampah


plastik di sungai juga akan menyebabkan rusaknya habitat hewan dan tumbuhan yang
ada di sungai dan dapat mengganggu jalannya aliran air yang ada di sungai tersebut.
sampah plastik dipengaruhi oleh kecepatan aliran air dan luas permukaan alat
tangkap yang digunakan. Kelimpahan dan kepadatan sampah plastik disungai juga
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, yaitu angin, gelombang dan curvature atau
lekukan sungai,serta faktor antropogenik misalnya infrastruktur hidrolik (Riskiana et.
al., 2020).
G. Kecepatan Arus

Menurut Andriana (2008) menyatkan bahwa, yaitu arus perairan tergolong


sangat lambat apabila kecepatannya kurang dari 10 cm/detik. kecepatan arus dapat
dipengaruhi oleh keberadaan angin dan substrat-substrat yang terdapat di dasar
perairan. Substrat ini dapat berupa lumpur, pasir, atau batu.
H. Kekeruhan
Menurut Asih (2022) Menyatakan bahwa air dikatakan keruh, apabila air
tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga
memberikan warna/rupa yang berlumpur dan kotor, seperti tanah liat, lumpur, bahan -
bahan organik yang tersebar secara baik dan partikel-partikel kecil yang tersuspensi
lainnya. Air dengan kekeruhan yang sangat tinggi akan sangat sulit jika di proses untuk
sumber air bersih, hal ini dikarenakan sulitnya untuk didesinfeksi, yaitu proses
pembunuhan terhadap kandungan mikroba yang tidak diharapkan (Suriawiria, 2005).

4.1.2 Parameter Kimia


Tabel 1.3 Hasil Pengamatan Parametar Kimia
Parameter Kimia Hasil Baku Mutu
pH 7,83 6-9
DO (mg/L) 7,13 4

A. pH

Hasil pengukuran pH di Sungai Bone menunjukkan angka 7,83

Menurut Mayada, 2020 Menyatakan bahwa besarnya nilai pH antara 0 – 14 dimana


pH dibawah 7 bersifat asam dan diatas 7 bersifat basa dan nilai pH 7 adalah netral.
pH dengan nilai 6,5-8,2 merupakan kondisi yang baik dan normal untuk mahluk
hidup. pH yang terlalu asam atau terlalu basa tidak bisa dipakai oleh mahluk hidup
dan dapat mematikan makhluk hidup yang berada didalam air.
Baku mutu kualitas air sungai berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82
Tahun 2001 (Pemerintah Republik Indonesia, 2001) adalah sebesar 6-9. Berdasarkan
kisaran nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa, kondisi air sungai Aek Riung di
lingkungan pabrik karet PT. Rubber Hock Lie Kabupaten Labuhanbatu memiliki pH
yang memenuhi baku mutu Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001.

B. DO
Konsentrasi DO selama 3 periode berkisar 5,7-6,2 mg/L dan semua titik
sampling memenuhi baku mutu PP No. 22 Tahun 2021 untuk kelas 2 yaitu >4 mg/L,
Menurut Rahmandani et. al., (2021) menyatakan bahwa semakin besar nilai DO pada
air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai
DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar. Nilai BOD yang tinggi
akan menyebabkan nilai DO yang rendah karena oksigen terlarut yang berada dalam
air digunakan untuk mengoksidasi material organik, rendahnya nilai DO mengancam
kehidupan organisme air, dan mengakibatkan matinya organisme akuatik serta bakteri
aerobik sehingga bakteri anaerobik berkembang.
Menurut Gazali dkk., 2013 Manyatakan bahwa monsentrasi oksigen terlarut (DO)
dapat menjadi indikator adanya pencemar organik. DO dalam air sangat dibutuhkan
untuk mendukung kehidupan organisme akuatik. Sumber utama DO adalah fotosintesis.
Oksigen terlarut dalam air berasal dari proses fotosintesis, difusi udara dan turbulensi.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, S. (2015). Evaluasi Kondisi Kualitas Air Sungai-Sungai di Wilayah DKI
Jakarta. Pages 188–204 Pertemuan Ilmiah Masyarakat Limnologi Indonesia.

Anwariani, D. (2019). Pengaruh Air Limbah Domestik Terhadap Kualitas Sungai.


Arnop, O., Budiyanto, & Rustama. 2019. Kajian Evaluasi Mutu Sungai Nelas Dengan
Metode Storet Dan Indeks Pencemaran. Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumber
Daya Alam dan Lingkungan 8:15–24.
Asdak, C. (2023). Hidrologi dan pengelolaan daerah aliran sungai. UGM PRESS.
Badan Lingkungan Hidup Riset Daerah. 2016. Laporan Kajian Kelas Air Sungai
Bone Provinsi Gorontalo. Gorontalo: BLHRD Provinsi Gorontalo.
Boyd CE. 2015. Water Quality. Switzerland: Springer
Fauzia, S. R., & Suseno, S. H. (2020). Resirkulasi Air untuk Optimalisasi Kualitas
Air Budidaya Ikan Nila Nirwana (Oreochromis niloticus). Jurnal Pusat
Inovasi Masyarakat (PIM), 2(5), 887-892.
Handoco, E. (2021). Studi Analisis Kualitas Air Sungai Bah Biak Kota
Pematangsiantar. TRITON: Jurnal Manajemen Sumberdaya Perairan, 17(2),
117-124.
Kurniadi, B., S. Hariyadi, & E. M. Adiwilaga. (2015). Kualitas Perairan Sungai
Buaya di Pulau Bunyu Kalimantan Utara Pada Kondisi Pasang Surut. Jurnal
Ilmu Pertanian Indonesia 20:53–58.

Lestari, A. M. (2022). Karakteristik Fisika-Kimia Perairan Sungai Pattunuang,


Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. (Doctoral Dissertation, Universitas
Hasanuddin).

Lucas JS, Southgate PC. 2012. Aquaculture Farming Aquatic Animals and Plants.
Oxford: Blackwell Publishing Ltd.
Marsudi, S., & Lufira, R. D. (2021). Morfologi Sungai. CV. Ae Media Grafika.

Nurhidayati, N. (2020). Identifikasi pencemaran logam berat di sekitar pelabuhan


lembar menggunakan analisa parameter fisika dan kimia (Doctoral
dissertation, UIN Mataram).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (2011). Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 2011 tentang Sungai.

Pramleonita, M., Yuliani, N., Arizal, R., & Wardoyo, S. E. (2018). Parameter fisika
dan kimia air kolam ikan nila hitam (Oreochromis niloticus). Jurnal Sains
Natural, 8(1), 24-34.
Rahmatullah, R., Ali, M. S., & Karina, S. (2016). Keanekaragaman dan dominansi
plankton di estuari kuala rigaih kecamatan Setia Bakti kabupaten Aceh
Jaya (Doctoral dissertation, Syiah Kuala University).
Riena, N. N., W. A. E. Putri, & F. Agustriani. (2012). Analisis Kualitas Perairan
Muara Sungai Way Belau Bandar Lampung. Maspari Journal 04:116–121.

Rosanti, L., & Harahap, A. (2022). Keberadaan Plankton sebagai Indikator


Pencemaran. BIOEDUSAINS: Jurnal Pendidikan Biologi dan Sains, 5(1),
182-188.
Sari, E. K., & O. E. Wijaya. 2019. Penentuan Status Mutu Air Dengan Metode Indeks
Pencemaran Dan Strategi Pengendalian Pencemaran Sungai Ogan Kabupaten
Ogan Komering Ulu. Jurnal Ilmu Lingkungan 17:486–491.

Suleman, S. M. S. (2018). Evaluasi Pengendalian Pencemaran Air Sungai Bone.


Skripsi, 1(811413107).
Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air. Penerbit Kanisisus. Yogyakarta.
Naillah, A., Budiarti, L. Y., & Heriyani, F. (2021). Literature Review: Analisis
Kualitas Air Sungai dengan Tinjauan Parameter pH, Suhu, BOD, COD, DO
terhadap Coliform. Homeostasis, 4(2), 487-494.

Mayada, S. (2020). Analisis Kualitas Air Sungai Aek Riung Berdasarkan Parameter
Fisika Dan Kimia Di LingkunganPabrik Karet PT. Rubber Hock Lie
Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2020 (Doctoral dissertation, Universitas Islam
Negeri Sumatera Utara Medan).
Suriawiria, U. 2005. Air Dalam Kehidupan dan Lingkungan Yang Sehat. PT Alumni.
Bandung.

Harahap, A., & Santi, D. N. (2013). Analisis Kualitas Air Sungai Akibat Pencemaran Tempat
Pembuangan Akhir Sampah Batu Bola Dan Karakteristik Sertakeluhan Kesehatan
Pengguna Air Sungai Batang Ayumi Di Kota Padangsidimpuan Tahun
2012. Lingkungan dan Keselamatan Kerja, 2(2), 14629.

Yustiani, Y. M., Wahyuni, S., & Kadir, A. A. A. (2019). Identifikasi nilai laju
deoksigenasi di daerah padat penduduk (studi kasus sungai Cicadas,
Bandung). Journal of Community Based Environmental Engineering and
Management, 3(1), 9-14.

Hendrawan, D. (2007). Kualitas Air Sungai Ciliwung Ditinjau dari Parameter Minyak
dan Lemak (Water Quality of Ciliwung River Refer to Oil and Grease
Parameter). Ilmu-Ilmu Perair. dan Perikan. Indones, 1, 85-93.

Rahmandani, I., Hendrawan, D. I., & Astono, W. (2021). Penilaian kualitas air di
Sungai Cisadane dilihat dari parameter BOD dan DO. Jurnal Bhuwana, 147-154.

Andriana, W. 2008. Keterkaitan Struktur Komunitas Makrozoobenthos Sebagai


Indikator Keberadaan Bahan Organik di Perairan Hulu Sungai Cisadane Bogor, Jawa
Barat [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 94 hal

Aulia, B. I., & Triwahyudi, P. (2020). Pelaksanaan Pengelolaan Sampah Plastik Di


Sungai Bengawan Solo Oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Surakarta. Jurnal
Discretie, 1(1), 25-30.

Riskiana, R., Effendi, H., & Wardiatno, Y. (2020). Kelimpahan dan komposisi
sampah plastik di DAS Baturusa Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jurnal
Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan (Journal of Natural Resources and
Environmental Management), 10(4), 650-659.

Anda mungkin juga menyukai