Abstract
The Petangkep River with a flow length of ± 2.3 km has been used since the past until now as a source
of clean water and the daily needs of residents for bathing, washing, PDAM raw water and for other
activities, on the other hand, the Petangkep River has great potential as a recipient of the impact of
industrial activities. There are several activities that can cause pollution in the Petangkep River, namely
coal mining, oil palm plantations, community plantations and residential areas. Coal mining activities,
if the impacts occur cumulatively, the consequences will not only be limited to pollution of the aquatic
environment but also social impacts on the people who still use the river. Until now, the status of water
quality is not known, therefore it is necessary to conduct an in-depth study related to pollution in the
Petangkep River.
PENDAHULUAN
124
dayaguna, hasil guna, produktivitas, daya dukung dan Hidup, pencemaran lingkungan hidup adalah masuk
daya tampung dari sumberdaya air yang pada akhirnya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,
akan menurunkan kekayaan sumber daya alam. Air dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup
sebagai komponen sumber daya alam yang sangat oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu
penting maka harus dipergunakan untuk sebesar- lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Odum (1993)
besarnya bagi kemakmuran rakyat. Hal ini berarti menjelaskan bahwa komponen biotik dapat
bahwa penggunaan air untuk berbagai manfaat dan memberikan gambaran mengenai kondisi fisika, kimia,
kepentingan harus dilakukan secara bijaksana dengan dan biologi dari suatu perairan. Sumber-sumber
memperhitungkan kepentingan generasi masa kini dan pencemaran air Sungai antara lain berasal dari limbah
masa depan. Untuk itu air perlu dikelola agar tersedia domestik, limbah industri, dan limbah pertanian. Pada
dalam jumlah yang aman, baik kuantitas maupun DAS sumber pencemaran yang utama berasal dari
kualitasnya, dan bermanfaat bagi kehidupan dan limbah domestik rumah tangga dan limbah pertanian.
perikehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya Masuknya bahan organik ke dalam perairan
agar tetap berfungsi secara ekologis, guna menunjang mempunyai akibat yang sangat kompleks. Penambahan
pembangunan yang berkelanjutan. Di satu pihak, usaha bahan organik maupun anorganik berupa limbah ke
dan atau kegiatan manusia memerlukan air yang dalam perairan selain akan mengubah susunan kimia
berdayaguna, tetapi dilain pihak berpotensi air, juga akan memengaruhi sifat-sifat biologi dari
menimbulkan dampak negatif, antara lain berupa perairan tersebut.
pencemaran yang dapat mengancam ketersediaan air,
daya guna, daya dukung, daya tampung, dan Sumber Pencemaran Air Sungai
produktivitasnya. Agar air dapat bermanfaat secara Menurut Soedomo (2011), sumber pencemaran
lestari dan pembangunan dapat berkelanjutan, maka sungai dikelompokkan dalam 3 kelompok, yaitu :
dalam pelaksanaan pembangunan perlu dilakukan 1) Sumber pencemaran sungai menetap (point
pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran source) seperti limbah domestik, limbah industri,
air (Peraturan Pemerintah nomor 82 Tahun 2001). limbah pertanian, limbah pertambangan dan lain
sebagainya pada satu titik pencemaran.
Pencemaran Air 2) Sumber pencemar sungai yang tidak menetap
Sungai merupakan perairan terbuka yang (diffuse source) seperti limbah domestik, limbah
mengalir yang mendapat masukan dari semua buangan industri, pertanian dan lain sebagainya pada
berbagai kegiatan manusia di daerah pemukiman, beberapa titik pencemaran atau secara menyebar
pertanian, dan industri di daerah sekitarnya. Masukan dan jaraknya tidak konstan.
buangan ke dalam sungai akan mengakibatkan Sumber pencemar sungai campuran (compound area
terjadinya perubahan faktor fisika, kimia, dan biologi source) yang berasal dari titik tetap dan tidak tetap.
di dalam perairan. Perubahan ini dapat menghabiskan
bahan-bahan yang essensial dalam perairan sehingga METODE PENELITIAN
dapat mengganggu lingkungan perairan (Kusuma
2014). Penentuan sungai diperlukan untuk
Pencemaran air adalah masuknya komponen memudahkan dalam menentukan titik sampling serta
yang bercampur dengan air sehingga menurunkan upaya penurunan beban pencemar yang masuk, ke
kualitas air. Komponen tersebut antara lain adalah badan air Sungai Petangkep yang di bagi dalam tiga
unsur, energi, dan zat lainnya.Pencemaran air antara segmen. Ilustrasi pembagian segmen Sungai Petangkep
lain adalah pencemaran air laut, pencemaran air tanah, dapat dilihat pada Gambar berikut.
air sungai, dan air danau.
Berdasarkan undang – undang 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
125
Analisis Status Mutu Air Sungai Petangkep Dengan Pendekatan Indeks Pencemar
(Susanto M., Muhammad R., Danang B., & Kissinger)
126
EnviroScienteae Vol. 17 No. 2, Agustus 2021
Tabel Paramater data hasil laboratorium yang digunakan dalam penelitian Baku mutu yang digunakan untuk
menganalisis pencemaran air sungai mengacu pada Peraturan Pemerintah RI Nomor : 82 Tahun 2001.
Sungai Sungai Sungai
No Parameter Satuan Petangkep Petangkep Petangkep Baku Mutu
Hulu Tengah Hilir
0
1 Suhu C 27,2 27,5 28 Devisia 3
2 Residu Terlarut / TSS - 2 15,5 2 50 mg/L
3 pH mg/L 7,23 7,31 4,66 6-9
4 BOD mg/L 9,9 21,19 22,86 3 mg/L
5 COD mg/L 26,26 54,05 58,31 25 mg/L
6 DO mg/L 5,03 5,43 5,83 4 mg/L
7 Total Fosfat (P) mg/L 0,1343 0,2259 0,3094 0,2 mg/L
8 Logam Besi (Fe) mg/L 2,601 1,342 0,369 0,3 mg/L
9 Logam Mangan (Mn) mg/L 1,372 5,935 0,9068 (-)
10 Detergen mg/L 2 2 2 200 ug/ L
5000 Jumlah
11 Total Coliform mg/L 490 1700 1,8
/100 ml
Sumber Data : Data diolah , 2020
mg/l. Nilai TSS pada tiga Segmen yaitu ; segmen
Dari hasil penelitian berdasarkan laporan hasil uji hulu nilai TSS 2 , segmen tengah nilai TSS 15,5,
laboratorium paremeter di bagi menjadi 3 (tiga) sifat segmen hilir nilai TSS 2. TSS belum melampaui
yaitu sifat fisik terdiri parameter suhu dan residu baku mutu, tetapi terjadinya fluktusi pada segmen
terlarut/ TSS, sifat kimia terdiri dari parameter pH, tengah oleh kegiatan pertambangan dan akumulasi
BOD, COD, DO, Total fosfat (P), Logam Besi (Fe), di bagian tengah. TSS sangat pengaruhi oleh
Logam Mangan (Mn), Diterjen dan sifat biologi aktifitas erosi lahan yang ada disekitar daerah aliran
terdiri dari parameter Total Coliform. Tabel di atas sungai selain kecepatan arus dan curah hujan yang
dapat menunjukan keadaan baik dan buruk dari tinggi juga menjadi salah satu faktor pendorong
sungai petangkep yang di lihat dari parameter – terjadinya erosi.
parameter yang telah di ukur. c. pH ( Derajat Keasaman )
a. Suhu Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor :
Nilai parameter suhu pada segmen hulu 27,2, 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan kualitas air dan
segmen tengah 27,5 dan segmen hilir 28 , tidak pengendalian pencemaran air, untuk peruntukan dan
terjadi fluktuasi dan masih memenuhi baku mutu. baku mutu air sungai pH yang di toleransi pada
Suhu air maksimum yang diizinkan oleh Kementrian sungai adalah 6 – 9. Nilai parameter pH pada tiga
Kesehatan RI NO. 416/MENKES/PER/IX/1990 Segmen yaitu ; segmen hulu nilai pH 7,23, segmen
adalah 30ºC. Penyimpangan terhadap ketetapan ini tengah nilai pH 7,31 , segmen hilir nilai pH 4,66.
akan mengakibatkan: Meningkatnya daya / tingkat Pada bagian segmen hilir yang di gunakan sebagai
toksisitas bahan kimia atau bahan pencemaran air baku PDAM ada penurunan pH di bawah baku
dalam air. Pertumbuhan mikroba dalam air. mutu ini terjadi karena di titik lokasi pada waktu
b. Residu Terlarut / TSS pengambilan sampel ada tumpukan karung yang
Total padatan tersuspensi adalah bahan – berisi tawas, dari sifat fisik warna air terlihat jernih,
bahan tersuspensi yang memiliki diameter ˃ 1 µm bisa juga di sebabkan air asam tambang yang
tertahan pada saringan milipore dengan diameter terendap di lokasi karena kondisi kemarau tidak bisa
pori 0,45 µm. padatan tersuspensi berupa lumpur , mengalir. Bahwa kadar pH dapat dipengaruhi oleh
pasir halus dan jasa – jasad renik yang berasal dari faktor alam dan aktifitas manusia. Zat – zat asam
kikisan tanah yang terbawa kebadan air. Padatan ataupun basa akan mengikat kadar oksigen dalam air
tersuspensi dikategorikan dalam padatan sulit sehingga menyebabkan tingkat pencemaran air
mengendap, sehingga tidak dapat dihilangkan meningkat (Tebbut 1992) .
dengan pengendapan gravitasi konvensional. Nilai d. BOD (Kebutuhan Oksigen Biologi)
Total Padatan Tersuspensi dalam air, secara umum Kebutuhan Oksigen Biologi menunjukkan
merepresentasikan kandungan bahan organik dalam jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh
air karena bahan organik menunjukkan total zat – zat mikroorganisme khususnya bakteri untuk
baik dalam bentuk terlarut tersuspensi dan dalam menguraikan atau mendekomposisi bahan – bahan
bentuk partikel koloid. Berdasarkan Peraturan organik dalam kondisi aerobik Effendi (2003) .
Pemerintah RI Nomor : 82 Tahun 2001 Tentang Nilai parameter BOD pada tiga Segmen yaitu ;
Pengelolaan kualitas air dan pengendalian segmen hulu nilai BOD 9,9 , segmen tengah nilai
pencemaran air, untuk peruntukan dan baku mutu air BOD 21,19 , segmen hilir nilai BOD 4,66.
sungai TSS yang di toleransi pada sungai adalah 50 Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor : 82
127
Analisis Status Mutu Air Sungai Petangkep Dengan Pendekatan Indeks Pencemar
(Susanto M., Muhammad R., Danang B., & Kissinger)
Tahun 2001 Tentang Pengelolaan kualitas air dan (2001) dalam Muriasih (2012). Berdasarkan
pengendalian pencemaran air, untuk peruntukan dan Peraturan Pemerintah RI Nomor : 82 Tahun 2001
baku mutu air sungai BOD yang di toleransi pada Tentang Pengelolaan kualitas air dan pengendalian
sungai adalah 3 mg/l. Nilai parameter BOD semua pencemaran air, untuk peruntukan dan baku mutu air
segmen melebihi baku mutu, pada bagian hulu nilai sungai DO yang di toleransi pada sungai adalah 4
parameter lebi kecil karena pada waktu pengambilan mg/l. Nilai parameter DO pada tiga Segmen yaitu ;
sampel pada musim kemarau dan tidak ada kegiatan segmen hulu nilai DO 5,03, segmen tengah nilai
penambangan batu bara, bagian tengah dan hilir air DO 5,43, segmen hilir nilai DO 5,83, nilai parameter
terperangkap tidak mengalir sehingga banyaknya DO semua segmen melebihi baku mutu. hal ini
bahan organik dari pemukiman penduduk disebabkan kadar oksigen terlarut dalam air sangat
membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme. tergantung pada temperatur, tekaman atmosfer
Akan menaikkan konsentrasi BOD karena berupa didaerah sekitar pengukuran serta kecepatan arus
limbah yang dibuang ke peraian bersifat dapat dari aliran sungai (Muriasih , 2012). Kadar oksigen
membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme, terlarut di sungai petangkep tergantung pada
terbawa selama perjalanannya bersama aliran air. percampuran (Mixing) dan pergerakan (turbulance)
(2018) bahwa tingginya nilai konsentrasi BOD massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah
diperairan menunjukkan besarnya tingkat (effluent) yang masuk ke badan air sesuai dengan
pencemaran air yang berasal oleh bahan – bahan penyataan Trilaksono et al. (2001) bahwa
organik. Bahan – bahan buangan organik tersebut keberadaan beban pencemar yang berlebihan di
menurut Rahmawati (2011) dalam Trilaksono et al. perairan mempengaruhi sistem respirasi organisme
(2001) akuatik, sehingga pada saat kadar oksigen terlarut
e. COD (Kebutuhan Oksigen Kimia) rendah dan terdapat beban pencemar dengan
Nilai parameter COD pada tiga Segmen konsentrasi tinggi, sangat berdampak buruk terhadap
yaitu ; segmen hulu nilai COD 26,26, segmen organisme akuatik. Kadar Oksigen terlarut menjadi
tengah nilai COD 54,05, segmen hilir nilai COD indikator tercemar atau tidaknya suatu perairan.
58,31. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor Oksigen terlarut digunakan untuk proses degradasi
: 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan kualitas air senyawa organik dalam air (Simanjuntak, 2012)
dan pengendalian pencemaran air, untuk peruntukan g. Total posphat (P)
dan baku mutu air sungai COD yang di toleransi Menurut Effendi (2003) fosfat berupa
pada sungai adalah 25 mg/l. Nilai parameter COD bentuk ortofosfat yang berasal dari bahan pupuk
semua segmen melebihi baku mutu. Hasil aktivitas pertanian dan perkebunan yang masuk ke
pemeriksaan konsentrasi COD dari bagian hulu dalam aliran sungai melalui run off air hujan dan
sampai hilir pengambilan sampel berfluktuasi, hal drainase. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI
ini disebabkan titik – titik pengambilan dekat dengan Nomor : 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan
aktifitas pertamangan, perkebunan dan pemukiman kualitas air dan pengendalian pencemaran air, untuk
penduduk, menghasilkan limbah domestik berada peruntukan dan baku mutu air sungai Posphat yang
disekitar daerah aliran sungai petangkep menjadi di toleransi pada sungai adalah 0,2 mg/l. Nilai
pemasok bahan – bahan organik dalam jumlah yang parameter Posphat pada tiga Segmen yaitu ; segmen
besar. Sama halnya dengan konsentrasi BOD, hulu nilai Posphat 0,1343, segmen tengah nilai
tingginya nilai konsentrasi COD diperairan Posphat 0,2259 , segmen hilir nilai P 0,3094, nilai
menunjukkan besarnya tingkat pencemaran air yang parameter Posphat semua segmen hilir melebihi
berasal oleh bahan – bahan organik Saksena et al., baku mutu. Di pengaruhi dari perkebunan sawit dan
(2008) yang disitasi oleh Djoharam, Riani, dan Yani masyarakat yang menggunakan bahan pupuk yang
(2018). Bahan – bahan buangan organik tersebut masuk ke sungai petangkep.
akan menaikkan konsentrasi COD karena berupa h. Logam berat (Fe)
limbah yang dibuang ke peraian bersifat terdegradasi Kandungan besi dalam air oksidasi berwarna
secara kimiawi oleh mikroorganisme anaerobik. kecoklatan dan tidak larut mengakibatkan
Tingginya konsentrasi COD dalam perairan penggunaan air menjadi terbatas. Air tidak dapat lagi
menunjukkan adanya bahan - bahan pencemar di pergunakan air rumah tangga, cucian dan air
organik dalam jumlah banyak. Nilai konsentrasi industri. Kadungan besi dalam air dapat berasal dari
COD yang tinggi diperairan berbanding lurus lapukan batu – batuan yang mengandung senyawa
dengan nilai konsentrasi BOD dan menjadi indikator Fe seperti Pyrit. Pada pH 7,5 – 7,7 ion ferri
tercemarnya suatu perairan (Trilaksono et al. 2001). mengalami oksidasi dan berkaitan dengan
f. DO (Oksigen Terlarut) hidroksida membentuk (Fe(OH))3 yang bersifat
Oksigen terlarut adalah senyawa esensial tidak larut dan mengendap (presipitasi) di dasar
yang diperlukan untuk metabolism semua organisme perairan, membentuk warna kemerahan pada
perairan. Oksigen terlarut dalam perairan substrat dasar. Oleh karena itu, besi hanya di
berfluktuasi sepanjang waktu sesuai dengan temukan pada perairan yang berada kondisi anaerob
pemasukan dan pemanfaatannya oleh organisme dan (anoksik) dan suasana asam. Berdasarkan Peraturan
dekomposisi mikroorganisme Menurut Wetzel Pemerintah RI Nomor : 82 Tahun 2001 Tentang
128
EnviroScienteae Vol. 17 No. 2, Agustus 2021
Pengelolaan kualitas air dan pengendalian Surfaktan deterjen yang paling sering digunakan
pencemaran air, logam berat (Mn) untuk peruntukan adalah LAS atau Linier Alkilbenzen Sulfonat
dan baku mutu air sungai kelas II , Mn yang di (Supriyono dkk., 1998). LAS adalah sebuah alkil aril
toleransi pada sungai adalah 0,3 mg/l. Nilai sulfonat yang mempunyai struktur rantai lurus tanpa
parameter Fe pada tiga Segmen yaitu ; segmen hulu cabang, sebuah cincin benzen dan sebuah sulfonat.
nilai Fe 2,601, segmen tengah nilai Fe 1,342, LAS merupakan konversi dari Aliklbenzen sulfonat
segmen hilir nilai Fe 0,369, nilai parameter Fe semua atau ABS, dimana LAS lebih mudah terdegradasi
segmen hilir melebihi baku mutu. Terpengaruh dari dalam air dan merupakan deterjen ’lunak’ (Hirsch,
buang air limbah batu bara yang mengalir ke sungai 1963 dalam Abel, 1974).
petangkep. Kadar besi pada perairan alami berkisar Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI
antara 0,05 – 0,2 mg/L dianggap membahayakan Nomor : 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan
kehidupan organisme aquatik. Air yang di kualitas air dan pengendalian pencemaran air,
peruntukan bagi air minum sebaiknya memiliki detergen merupakan untuk peruntukan dan baku
kadar besi kurang dari 0,3 mg/L dan perairan yang mutu air sungai kelas II , deterjen yang di toleransi
diperuntukan bagi keperluan pertanian sebaiknya pada sungai adalah 200 µg/l. Nilai parameter Fe pada
memiliki kadar besi tidak lebih dari 20 mg/L. tiga Segmen yaitu ; segmen hulu nilai deterjen 2,
i. Logam mangan (Mn) segmen tengah nilai deterjen 2, segmen hilir nilai
Mangan (Mn) adalah kation logam yang deterjen 2, nilai parameter deterjen semua segmen
memiliki karakteristik kimia serupa dengan besi, hilir tidak melebih baku mutu baku mutu. Adanya
mangan berada dalam bentuk manganous (Mn²+) kadungan ditergen di sungai petangkep berasal dari
dan manganik (Mn4+). Di dalam tanah, Mn berada pemukiman penduduk pada segmen hulu, tengah,
dalam bentuk senyawa mangan dioksida. Kadar hilir, l6imbah deterjen merupakan salah satu
mangan pada perairan alami sekitar 0,2 liter atau pencemar yang bisa membahayakan kehidupan
kurang, kadar yang lebih besar dapat terjadi pada air organisme di perairan, karena menyebabkan suplai
tanah dalam dan pada danau yang dalam Perairan oksigen dari udara sangat lambat akibat busanya
asam dapat mengandung mangan sekitar 10 – 150 yang menutupi permukaan air (Connel dan
liter. Mangan merupakan nutrient renik yang Miller,1995; Maqfirah, dkk., 2015).
esensial bagi tumbuhan dan hewan. Logam ini k. Total Coliform
berperan dalam pertumbuhan dan merupakan salah Coliform adalah bakteri gram negatif
satu komponen penting pada sistem enzim, berbentuk batang bersifat anaerob atau fakultatif
defisiensi mangan dapat mengakibatkan anaerob, tidak membentuk spora, dan dapat
pertumbuhan terhambat serta sistem saraf dan proses memfermentasi laktosa untuk menghasilkan asam
reproduksi terganggu. Pada tumbuhan, mangan dan gas pada suhu 35°C-37°C (Knechtges, 2011).
merupakan unsur esensial dalam proses Golongan bakteri Coliform adalah Citrobacter,
metabolisme. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Enterobacter, Escherichia coli, dan Klebsiella (Batt,
Nomor : 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan 2014). Bakteri Coliform adalah golongan bakteri
kualitas air dan pengendalian pencemaran air, logam intestinal yaitu hidup di dalam saluran pencernaan
berat (Mn) untuk peruntukan dan baku mutu air manusia (Treyens, 2009). Penggolongan bakteri
sungai kelas II tidak memilik baku mutu hanya kelas Coliform dan sifat-sifatnya, dibagi menjadi dua yaitu
I ada baku mutunya dengan nilai toleransi 0,1 ml/L. Coliform fekal diantaranya bakteri Escherichia coli
Nilai parameter Mangan pada tiga Segmen yaitu ; berasal dari tinja manusia. Coliform non fekal
segmen hulu nilai Mangan 1,372, segmen tengah diantaranya Aerobacter dan Klebsiella yang bukan
nilai Mangan 5,935, segmen hilir nilai Mangan berasal dari tinja manusia, melainkan berasal dari
0,9068, nilai parameter Mangan semua segmen hewan/tanaman yang sudah mati (Suriaman, 2008).
tidak bisa di simpulkan apakah melebihi baku mutu Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor : 82
atau tidak karena menggunakan kelas air II, apabila Tahun 2001 Tentang Pengelolaan kualitas air dan
dalam penentuan menggunakan kelas air I maka Mn pengendalian pencemaran air, total coliform
yang pada sungai petangkep melebih baku mutu. merupakan untuk peruntukan dan baku mutu air
j. Detergen sungai kelas II , total coliform yang di toleransi
Salah satu contoh air limbah adalah deterjen. pada sungai adalah 5000 jumlah/100ml. Nilai
Deterjen merupakan bahan pembersih yang umum parameter total coliform pada tiga Segmen yaitu ;
digunakan oleh usaha industri ataupun rumah segmen hulu nilai total coliform 490, segmen
tangga. Produksi deterjen terus meningkat setiap tengah nilai total coliform 1700, segmen hilir nilai
tahunnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat total coliform 1,8, nilai parameter deterjen semua
akan bahan pembersih (Connel and Miller, 1995). segmen hilir tidak melebih baku mutu baku mutu.
Deterjen merupakan gabungan dari berbagai Terjadi fluktuasi 3 (tiga segmen) , pada sekmen
senyawa dimana komponen utama dari gabungan tengah terjadi peningkatan total coliform walaupun
tersebut adalah surface active agents atau surfaktan tidak melebuhi baku mutu ini di pengaruhi
zat aktif yang menyebabkan turunya permukaan banyaknya pemukiman penduduk adanya aktifitas
tegangan permukaan cairan, khususnya air. MCK. Escherichia coli dapat dijumpai pada air,
129
Analisis Status Mutu Air Sungai Petangkep Dengan Pendekatan Indeks Pencemar
(Susanto M., Muhammad R., Danang B., & Kissinger)
130
EnviroScienteae Vol. 17 No. 2, Agustus 2021
Badan Standarisasi Nasional . 2004. SNI 06-6989.3- Jumaidi, Ahmad. 2016. “Pengaruh Debit Air
2004 tentang Air dan air limbah- Bagian 3: Cara Terhadap Perbaikan Kualitas Air Pada Sistem
uji padatan tersuspensi total (Total Suspended Resirkulasi Dan Hubungannya Dengan Sintasan
Solid, TSS) secara gravimetri. Badan Dan Pertumbuhan Benih Ikan Gurame
Standarisasi Nasional : Jakarta (Oshpronemus Gouramy).” E - Junal Rekayasa
Badan Standarisasi Nasional . 2005. SNI 06- Dan Teknologi Budidaya Perikanan 5 No. 1 Ok.
6989.31-2005 tentang Air dan air limbah – Kadir, S. 2014. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Bagian 31 : Cara uji kadar fosfat dengan Untuk Pengendalian Banjir Di Catchment Area
spektrofotometer secara asam askorbat. Badan Jaing Sub DAS Negara Provinsi Kalimantan
Standarisasi Nasional : Jakarta Selatan. Disertasi. Program Doktor Ilmu
Badan Standarisasi Nasional . 2005. SNI 06- Pertanian Minat Pengelolaan Sumberdaya Alam
6989.23-2005 tentang Air dan air limbah – dan Lingkungan Program Pascasarjana Fakultas
Bagian 23: Cara uji suhu dengan termometer ICS Pertanian Universitas Brawijaya Malang :
13.060.01. Badan Standarisasi Nasional : Jakarta Malang
Badan Standarisasi Nasional . 2008. SNI Kementerian Lingkungan Hidup. 2001. Peraturan
6989.57:2008 Tahun 2008 tentang Air dan Air Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Limbah – Bagian 57 : Metoda Pengambilan Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Contoh Air Permukaan. Badan Standarisasi Pencemaran Air. Kementerian Lingkungan
Nasional : Jakarta Hidup. Kementerian Lingkungan Hidup
Badan Standarisasi Nasional . 2009. SNI 6989.72- Republik Indonesia : Jakarta
2009 tentang Air dan air limbah – Bagian 72: Kementerian Lingkungan Hidup. 2003. Keputusan
Cara uji Kebutuhan Oksigen Biokimia Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 110
(Biochemical Oxygen Demand/ BOD). Badan tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Daya
Standarisasi Nasional : Jakarta Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber
Badan Standarisasi Nasional . 2009. SNI 6989.2- Air. Kementerian Lingkungan Hidup Republik
2009 tentang Air dan air limbah – Bagian 2: Cara Indonesia: Jakarta
uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Kementerian Lingkungan Hidup. 2003. Keputusan
Oxygen Demand/COD) dengan refluks tertutup Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115
secara spektrofotometri. Badan Standarisasi tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status
Nasional : Jakarta Mutu Air. Kementerian Lingkungan Hidup
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Republik Indonesia: Jakarta
2018. Analisis Hujan Bulan November 2018 Kementerian Lingkungan Hidup. 2009. Undang-
Prakiraan Hujan Bulan Januari, Februari, & Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Maret 2019 Analisis dan Prakiraan Tingkat Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Kekeringan dan Kebasahan. Buletin Badan Hidup. Kementerian Lingkungan Hidup
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Vol. Republik Indonesia: Jakarta
XLV No. 12 Edisi Desember 2018 : Banjarbaru Kementerian Lingkungan Hidup. 2009. Status
Badan Standarisasi Nasional . 2011. SNI Lingkungan Hidup 2008. Kementerian
6487.4:2011 Tahun 2011 tentang Ikan Kerapu Lingkungan Hidup Republik Indonesia: Jakarta
Bebek (Cromileptes altivelis, Valenciences) – Kementerian Lingkungan Hidup. 2010. Peraturan
Bagian 4: Produksi pembesaran di karamba Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01
jaring apung (KJA). Badan Standarisasi Nasional Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian
: Jakarta Pencemaran Air. Kementerian Lingkungan
Djoharam, Veybi, Etty Riani, and Mohamad Yani. Hidup. Kementerian Lingkungan Hidup
2018. “Analisis Kualitas Air Dan Daya Tampung Republik Indonesia : Jakarta
Beban Pencemaran Sungai Pesanggrahan Di Kementerian Lingkungan Hidup. 2013. Ekspose
Wilayah Provinsi Dki Jakarta.” Jurnal Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran
Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Sungai Barito.
(Journal of Natural Resources and https://www.menlh.go.id/eksposeperhitungan-
Environmental Management) 8 (1): 127–33. daya-tampung-beban-pencemaran-sungai-
https://doi.org/10.29244/jpsl.8.1.127-133 : barito/
Jakarta Kementerian Lingkungan Hidup. 2014. Pedoman
Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air bagi Penentuan Daya Dukung dan Daya Tampung
pengelolaan sumberdaya lingkungan perairan. Lingkungan Hidup. Kementerian Lingkungan
Penerbit Kanisius. Yogyakarta Hidup Republik Indonesia : Jakarta
Hadi, Anwar. 2015. Pengambilan Sampel Kementerian Lingkungan Hidup, 2016. Petunjuk
Lingkungan. Penerbit Erlangga: Jakarta Teknis Pelaksanaan Pemantauan Kualitas Air
Herlambang, Arie. 2006. “Pencemaran Air Dan Melalui Dana Dekonsentrasi Tahun 2016.
Strategi Penggulangannya.” Jai 2 (1): 16–29. Kementerian Lingkungan Hidup : Jakarta
131
Analisis Status Mutu Air Sungai Petangkep Dengan Pendekatan Indeks Pencemar
(Susanto M., Muhammad R., Danang B., & Kissinger)
Kementerian Kesehatan. 2010. Peraturan Menteri Perdana Putra, Tangguh, Sidharta Adyatma, Ellyn
Kesehatan Republik Indonesia Nomor Normelani. 2016. “Analisis Perilaku Masyarakat
492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Bantaran Sungai Martapura Dalam Aktivitas
Persyaratan Kualitas Air Minum. Kementerian Membuang Sampah Rumah Tangga Di
Kesehatan : Jakarta. Kelurahan Basirih Kecamatan Banjarmasin
Khotimah, Siti. 2013. “Kepadatan Bakteri Coliform Barat.” Jurnal Pendidikan Geografi Volume 3 N
Di Sungai Kapuas Kota Pontianak.” Prosiding (e-ISSN : 2356-5225).
SEMIRATA 2013 1 (1): 339–49. http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/jpg.
Lewerissa, Frijon dan Martha Kaihena. 2014. Prilia, Desiana, and Maxdoni Idris Kamil. 2011.
“Analisis Kualitatif Bakteri Coliform Dan Fecal “Penentuan Kualitas Air Tanah Dangkal
Coliform Pada Mata Air Desa Saparua Berdasarkan Parameter Mikrobiologi (Studi
Kecamatan Saparua Kabupaten Maluku Kasus: Kecamatan Ujungberung, Kota
Tengah.” Seminar Nasional Basic Science VI Bandung).” Jurnal Teknik Lingkungan 17 (2):
FMIPA UNPATI. 11–21.
Maryono,A., 2003. River Development Impact and Puji utami, H. 2003. Hubungan Tingkat Kepadatan
River Restorations (Pembangunan Sungai Penduduk Dengan Kualitas Air Sungai Winongo
Dampak dan Restorasi sungai). Magister Sistem Di Kota Yogyakarta. Undergraduate thesis. Duta
Teknik Program Pascasarjana UGM : Wacana Christian University. Retrieved From
Yogyakarta http://sinta.ukdw.ac.id
Muriasih, Wening. 2012. “Penyebaran Oksigen Reid, G.K. 1961. Ecology of inland waters and
Terlarut Dari Sungai Cicendo Di Waduk Cirata, estuaries. Reinhold Book Corporation.
Jawa Barat,” 1–43. Newyork, Amsterdam, London. 375 p.
Noprianti, R. 2013. Status Mutu Air Dengan Rokhmawati, C. 2009. Pengelolaan Lingkungan
Menggunakan Metode Indeks Pencemaran Kawasan Usaha Peternakan Itik Alabio (Anas
(Poluttan Index) Di Sungai Lemo Kabupaten Platurynchos Borneo) di Kecamatan Daha Utara
Barito Utara Provinsi Kalimantan Tengah. Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi
Masalah Khusus. Universitas Lambung Kalimantan Selatan. Tesis. Program Magister
Mangkurat: Banjarbaru Neno, Abd Kamal, Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana
Herman Harijanto, Mahasiswa Fakultas, Universitas Diponegoro: Semarang
Kehutanan Universitas, Staf Pengajar, Fakultas Sahabuddin H, D. Harisuseno dan E. Yuliani. 2014.
Kehutanan, and Universitas Tadulako. 2016. Analisa Status Mutu Air dan Daya Tampung
“Hubungan Debit Air Dan Tinggi Muka Air Di Beban Pencemaran Sungai Wanggu Kota
Sungai Lambagu Kecamatan Tawaeli Kota Kendari. Jurnal Teknik Perairan Volume 5,
Palu.” Warta Rimba,Vol. 4 Nomor 2 Desember Nomor 1, Mei 2014, hlm 19-28
2016 4: 1–8. Sanjaya, R.E dan R. Iriani. 2018. Kualitas Air
Nurisjah S. 2001. Pengembangan Kawasan Wisata Sungai di Desa Tanipah (Gambut Pantai)
Agro (Agrotourism). Buletin Taman dan Kalimantan Selatan. Biolink Vol. 5 (1) : Hal. 1-
Lanskap Indonesia 2001;4(2):20-23. 10 : Banjarmasin
Nurjanah, Putri. n.d. 2018 “Analisis Pengaruh Saraswati, S.P., Sunyoto, Bambang A. K dan S.
Curah Hujan Terhadap Kualitas Air Parameter Hadisusanto. 2014. Kajian Bentuk Dan
Mikrobiologi Dan Status Mutu Air Di Sungai Sensitivitas Rumus Indeks Pi, Storet, Ccme
Code , Yogyakarta The Analysis of Rainfall Untuk Penentuan Status Mutu Perairan Sungai
Impact on Water Quality of Microbiological Tropis Di Indonesia (Assessment of the Forms
Parameters and Water Quality Status in Code and Sensitivity of the Index Formula PI, Storet,
River , Yogyakarta,” no. 20. CCME for The Determinat ion of Water Quality
https://doi.org/10.14710/IK.IJMS.12.2.59-66. Status of A Tropical Stream in Indonesia). Jurnal
Pahruddin, M. 2017. Risiko Pajanan Logam Berat Manusia Dan Lingkungan, Vol.21, No.2, Juli
Pada Air Sungai. Jurnal Kesehatan Lingkungan 2014:129-142
Vol. 14 No. 2 : Banjarmasin. Simanjuntak, Marojahan. 2012. “Oksigen Terlarut
Pemerintah Republik Indonesia. 2001. Peraturan Dan Apparent Oxygen Utilizationdi Perairan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun Teluk Klabat, Pulau Bangka.” ILMU
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine
Pengendalian Pencemaran Air. Pemerintah Sciences 12 (2): 59–66.
Republik Indonesia : Jakarta. https://doi.org/10.14710/IK.IJMS.12.2.59-66.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. 2007. Sinaga, Eva Lia Risky, Ahmad Muhtadi, and Darma
Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor Bakti. 2017. “Profil Suhu, Oksigen Terlarut, Dan
5 Tahun 2007 tentang Peruntukan dan Baku PH Secara Vertikal Selama 24 Jam Di Danau
Mutu Air Sungai. Pemerintah Provinsi Kelapa Gading Kabupaten Asahan Sumatera
Kalimantan Selatan : Banjarmasin Utara.” Omni-Akuatika 12 (2).
https://doi.org/10.20884/1.oa.2016.12.2.107.
132
EnviroScienteae Vol. 17 No. 2, Agustus 2021
133