Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan salah satu unsur penting bagi kelangsungan hidup organisme,
yaitu sebagai pengangkutan zat-zat makanan dan juga sebagai zat pelarut. Tanpa
adanya air maka tidak ada kehidupan di dunia ini. Manusia membutuhkan air minum
agar proses metabolisme dalam tubuh dapat berlangsung dengan baik. Selain
bermanfaat bagi tubuh, air juga dapat menjadi perantara penularan penyakit karena
adanya mikroorganisme yang mampu hidup di dalamnya, baik mikroorganisme
patogen maupun non patogen.
Air yang memenuhi persyaratan fisika, kimia, dan mikrobiologi, merupakan air
yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari air
yang relatif bersih sangat didambakan oleh manusia untuk digunakan sebagai
keperluan mandi, masak, minum, mencuci, melarutkan obat, membersihkan rumah
dan sebagai pembawa bahan buangan limbah industri (Sutrisno, 2004). Namun, air
dapat menjadi malapetaka bilamana tidak tersedia dalam kondisi benar, baik kualitas
maupun kuantitasnya (Warlina, 2004). Di Indonesia saat ini penyediaan sumber air
bersih masih menjadi masalah. Di perkotaan misalnya, penyediaan air minum melalui
perpipaan mengalami penurunan kualitas dalam tahun 2000–2006 dari 36,2%
menjadi hanya 30,8% (Sutjahjo, 2011) sementara salah satu target Millenium
Development Goals (MDGs) tahun 2015 adalah menurunkan hingga separuhnya
proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak
(Algamar,2012). Khusus untuk Indonesia, target sampai dengan Tahun 2015 yaitu
meningkatkan pelayanan air minum perpipaan hingga mencapai 80% perkotaan, 40%
pedesaan, dan 62% untuk perkotaan dan pedesaan (Masduqi, 2007). Namun
kenyataanya sampai dengan Tahun 2010, capaian Indonesia untuk air minum layak
baru mencapai 49,19%. Faktor teknis dan non teknis menjadi penyebab rendahnya
capaian air minum layak di Indonesia. Faktor teknis misalnya debit sumber air, jarak
sumber air ke permukiman, kondisi perpipaan, dan sebagainya, sedangkan faktor non
teknis misalnya kebiasaan atau adat masyarakat, serta kontribusi masyarakat dalam

1
peningkatan kualitas penyediaan air. Kondisi yang disebutkan di atas terjadi tidak
hanya di perkotaan tetapi juga pedesaan dan dialami di berbagai provinsi di Indonesia
salah satunya di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Penyediaan air bersih di NTT dilakukan melalui Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) yang bersumber dari air sumur, sungai dan mata air, dan lain-lain tetapi
belum menjangkau seluruh penduduk karena ketersediaan sumber air yang kurang
memadai, jumlah curah hujan yang rendah, kondisi tanah, sampai pada sosial budaya
masyarakatnya. Masyarakat NTT memanfaatkan air bersih dari air permukaan, air
hujan, dan air laut serta air tanah. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus
dilakukan secara bijaksana dan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang dan
generasi mendatang (Nugroho, 2008).
Salah satu upaya perlindungan air adalah pembangunan sarana air bersih secara
individual seperti pembuatan sumur warga maupun berupa bantuan proyek dari
pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan air yang sehat bagi masyarakat. Air
sumur merupakan air yang berasal dari dalam tanah yang di dapatkan dengan cara
menggali tanah sehingga akan terbentuk sumur. Namun, air sumur mempunyai resiko
pencemaran yang sangat tinggi berupa pencemaran fisik, kimia maupun biologi. Di
sisi lain, sumur gali tidak kedap air yang menyebabkan mudah terkontaminasi oleh
bakteri yang berasal dari limbah rumah tangga dan sisa buangan manusia. Menurut
(Marsono, 2009) kualitas air sumur gali dapat dipengaruhi oleh rembesan air limbah
rumah tangga, limbah kimia, limbah cucian seperti detergen, rembesan air sungai
terdekat yang tercemar dan lainnya.
Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukannya makluk hidup, zat, energi
dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai
dengan peruntukannya (PP No 82 Tahun 2001). Yang dimaksud dengan tingkat
tertentu adalah baku mutu air yang di tetapkan dan berfungsi sebagai tolak ukur untuk
menentukan telah terjadi pencemaran air dan sebagai arahan tentang tingkat kualitas
air yang akan dicapai dalam upaya pengendalian pencemaran air.

2
Masyarakat yang berdomisili di Kelurahan Sonraen kecamatan Amarasi Selatan
kabupaten kupang masih minim pengetahuan tentang dampak pencemaran limbah
domestik terhadap sumber air sebagai air minum. Umumnya masyarakat melakukan
aktivitas seperti mandi dan mencuci hanya di pinggir sumur saja dan membiarkan air
cucian mengalir begitu saja dan juga masih ada penduduk yang langsung membuang
limbah rumah tangga langsung ke saluran kali, bahkan hanya mengalirkan ke atas
tanah di pekarangan rumah yang dekat sekali dengan sumur. Sebagian besar
masyarakat membangun kandang ternak seperti kandang ayam dan kandang babi
yang jaraknya hanya kurang lebih 5-6 meter dari letak sumur. Terdapat juga bengkel
yang tidak memiliki tempat sampah sehingga sisa-sisa oli dibuang begitu saja tanpa
memperhatikan resiko yang ditimbulkan terhadap ekosistem perairan. Namun
keberadaan air sumur tersebut perlu ditinjau dari jarak peletakannya terhadap
sumber pencemaran masih sangat memprihatinkan sehingga mempunyai resiko tinggi
terjadinya pencemaran kualitas air baik yang berasal dari jamban, sampah dan dari air
buangan lainnya.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “ANALISIS KUALITAS AIR SUMUR SEBAGAI SUMBER AIR
MINUM DI KELURAHAN SONRAEN KECAMATAN AMARASI SELATAN
KABUPATEN KUPANG”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan pendahuluan diatas maka rumusan masalah yang dapat dikaji
adalah apakah air sumur di kelurahan Sonraen kecamatan Amarasi Selatan
memenuhi baku mutu sebagai sumber air minum ?

1.3 Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui kelayakan air sumur di Kelurahan Sonraen berdasarkan
Baku Mutu sebagai sumber air minum

3
1.4 Manfaat Penelitian
a) Untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang kualitas air sumur
sebagai sumber air minum di kelurahan Sonraen kecamatan Amarasi Selatan.
b) Sebagai sarana peneliti dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan
keterampilan di laboratorium.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumber Air


Air adalah zat cair yang tidak mempunyai rasa, warna dan bau, terdiri dari
hidrogen dan oksigen dengan rumus molekul H2O. Air adalah semua air yang
terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian
ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat (UU No.7
Tahun 2004 pasal 1 ayat ).
Menurut Sutrisno (2010) sumber-sumber air dapat dibagi menjadi empat yaitu:
1. Air laut
Air laut mempunyai sifat asin, karena mengandung garam NaCI. Kadar garam
NaCI dalam air laut 3%. Dengan keadaan ini maka air laut tidak memenuhi syarat
sebagai air minum.
2. Air hujan
Air hujan merupakan hasil penyubliman awan (uap air) yang ketika turun dan
melalui udara akan melarutkan benda-benda yang terdapat di udara, gas (O 2, CO2, N2
dan lain-lain), jasad renik dan debu. Air hujan terbentuk dari proses penguapan air,
vegetasi, hewan maupun dari tubuh manusia yang berada di permukaan bumi yang
melayang sebagai awan, terdiri dari udara lembab yang mengalami pengembunan,
sehingga mengalami tingkat kejenuhan dan jatuh ke permukaan bumi sebagai air
hujan. Air hujan merupakan air yang memiliki sifat lunak, terutama terhadap pipa-
pipa penyalur maupun bak-bak reservoir, sehingga hal tersebut dapat mempercepat
korosi (karatan).
3. Air permukaan
Air permukaan adalah air yang mengalir di permukaan bumi. Air ini berasal
dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi, kemudian mengalir dari daerah yang
tinggi ke daerah yang lebih rendah melalui celah-celah sesuai topografi wilayah yang
dilewatinya. Pada umumnya air permukaan mudah terkontaminasi oleh bahan-bahan
percemar, sehingga air ini banyak mengandung bakteri, zat-zat kimia dan zat lainnya

5
yang bersifat merusak. Air ini dapat berupa air parit, air sungai, air danau, air
bendungan, air waduk dan air rawa.
4. Air tanah
Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan yang
berada dalam permukaan tanah. Pada dasarnya air tanah dapat berasal dari air hujan,
baik melalui proses infiltasi secara langsung ataupun secara tidak langsung dari air
sungai, danau dan genangan air lainnya. Air yang berada di rawa-rawa seringkali
dikategorikan sebagai peralihan antara air permukaan dan air tanah.
Sutrisno (2010) menyatakan air tanah terbagi menjadi dua jenis yaitu: air
tanah dangkal dan air tanah dalam.
1. Air tanah dangkal
Air tanah dangkal adalah air tanah yang terdapat di atas lapisan kedap air
pertama, biasanya terletak tidak terlalu dalam di bawah permukaan tanah. Air tanah
terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur yang ada di
dalam tanah ini akan tertahan begitupun dengan bakterinya, sehingga air tanah akan
jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena
melalui lapisan tanah yang melalui unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing
lapisan tanah. Lapisan tanah dalam hal ini berfungsi sebagai saringan. Di samping
penyaringan pengotoran juga masih terus berlangsung terutama pada muka air yang
lebih dekat dengan muka tanah, setelah bertemu dengan muka tanah dengan lapisan
rapat air, air akan terkumpul menjadi air tanah dangkal yang dimanfaatkan untuk
sumber air minum malalui sumur-sumur gali. Air tanah dangkal biasanya terdapat
pada kedalaman 15 meter. Sebagai salah satu sumber yang dimanfaatkan untuk air
minum, air dipandang cukup baik, sedangkan untuk kuantitasnya tidak terlalu banyak
tergantung pada musim yang ada di lingkungan sekitarnya. Jika terjadi musim
penghujan maka debit airnya akan meningkat, begitupun sebaliknya, debit air akan
berkurang jika terjadi musim panas. Bahkan pada beberapa jenis tanah seringkali
terjadi kekeringan pada sumur dangkal.
2. Air tanah dalam

6
Air tanah dalam terdapat setelah lapisan rapat air yang pertama, kualitas air
tanah dalam pada umumnya lebih baik dari air dangkal, karena penyaringannya lebih
sempurna dan bebas bakteri. Susunan unsur-unsur kimia tergantung pada lapisan-
lapisan tanah yang di lalui. Jika melalui tanah kapur, maka air itu akan menjadi sadah,
karena mengandung Ca dan Mg. Jika batuan granit, maka air itu lunak dan agresif
karena mengandung gas CO2.
2.2 Pengertian Sumur
Sumur merupakan salah sumber air yang berasal dari dalam tanah yang di
dapatkan dengan cara menggali tanah. Sumur gali menyediakan air yang berasal dari
lapisan tanah yang relatif dekat dari permukaan tanah, oleh karena itu dengan mudah
terkena kontaminasi melalui rembesan. Umumnya rembesan berasal dari tempat
buangan kotoran manusia kakus/jamban dan hewan, juga dari limbah sumur itu
sendiri, baik karena lantainya maupun saluran air limbahnya yang tidak kedap air.
Keadaan konstruksi dan cara pengambilan air sumur pun dapat merupakan sumber
kontaminasi, misalnya sumur dengan konstruksi terbuka dan pengambilan air dengan
timba. Sumur dianggap mempunyai tingkat perlindungan sanitasi yang baik, bila
tidak terdapat kontak langsung antara manusia dengan air di dalam sumur (Dep. Kes.
RI. 1985).
Keberadaan sumber air ini harus dilindungi dari aktivitas manusia ataupun hal
lain yang dapat mencemari air. Sumber air ini harus memiliki tempat (lokasi) dan
konstruksi yang terlindungi dari drainase permukaan dan banjir. Sumur sebagai
sumber air harus ditunjang dengan syarat konstruksi dan syarat lokasi untuk
dibangunnya sumur gali. Hal ini diperlukan agar kualitas air sumur aman dan sesuai
dengan aturan yang ditetapkan (Waluyo, 2009). Dari segi kesehatan penggunaan
sumur gali ini kurang baik bila cara pembuatannya tidak benar-benar diperhatikan,
tetapi untuk memperkecil kemungkinan terjadinya pencemaran dapat diupayakan
pencegahannya dengan memperhatikan syarat-syarat fisik dari sumur tersebut yang
didasarkan atas kesimpulan dari pendapat beberapa pakar di bidang ini, diantaranya
lokasi sumur tidak kurang dari 10 meter dari sumber pencemar, lantai sumur
sekurang-kurang berdiameter 1 meter jaraknya dari dinding sumur dan kedap air,

7
saluran pembuangan air limbah minimal 10 meter dan permanen, tinggi bibir sumur
0,8 meter, memililki cincin (dinding) sumur minimal 3 meter dan memiliki tutup
sumur yang kuat dan rapat.
2.3 Sifat Air
Air merupakan senyawa yang paling penting dalam kehidupan karena tidak
ada senyawa yang memiliki sifat-sifat seperti air. Menurut (Effendi, 2003), Air
memiliki karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh senyawa kimia yang lain.
Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yakni 00 C merupakan titik
beku (freezing point) dan suhu 100 0 C merupakan titik didih (boilling point)
air pada tekanan 1 atm.
2. Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai
penyimpan panas yang sangat baik. Sifat ini memungkinkan air tidak menjadi
panas ataupun dingin dalam seketika.
3. Air memerlukan panas yang tinggi dalam proses penguapan. Penguapan
( evaporasi) adalah proses perubahan air menjadi uap air. Proses ini
memerlukan energi panas dalam jumlah yang besar. Sebaliknya, proses
perubahan uap air menjadi cairan (kondensasi) melepaskan energi panas yang
besar.
4. Air merupakan pelarut yang baik. Air mampu melarutkan berbagai jenis
senyawa kimia.
5. Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi. Tegangan permukaan yang
tinggi menyebabkan air memiliki sifat membasahi suatu bahan secara baik.
6. Air merupakan satu-satunya senyawa yang merenggang ketika membeku, air
merenggang sehingga es memiliki nilai densitas (massa/volume) yang lebih
rendah dari pada air. Sifat ini menyebabkan danau di daerah beriklim dingin
hanya membeku pada bagian permukaan (bagian dibawah permukaan masih
berupa cairan ), sehingga kehidupan organisme akuatik tetap berlangsung.
Sifat ini juga menyebabkan pecahnya pipa air pada saat air di dalam pipa

8
membeku. Densitas (berat jenis) air maksimum sebesar 1 g / cm 3 terjadi pada
suhu 3,950 C. Pada suhu lebih besar atau kecil dari 3,950 C, densitas air lebih
kecil dari 1 (Moss dan Tebbut dalam Effendi, 2003).
2.4 Kualitas Air Minum
Peraturan Menteri Keseharan RI No.492/Menkes/Per/1V/2010 dalam pasal 1
ayat 1 menyatakan bahwa air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau
tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum. Air
yang baik untuk dikonsumsi tidak dapat hanya dinilai lewat kasat mata manusia saja
namun ada beberapa parameter air yang harus memenuhi standar baku mutu air
minum yang meliputi parameter fisik, kimiawi dan biologi, sehingga peraturan
Menteri Kesehatan No.492/Menkes/ Per/IV/2010 tentang baku mutu air minum yang
baik untuk dikonsumsi. Jadi kualitas air yang digunakan oleh masyarakat untuk
kebutuhan air minum harus memenuhi persyaratan air minum sesuai dengan
peraturan undang-undangan yang berlaku dan layak diminum apabila dimasak.
Adapun persyaratan yang harus dimiliki air agar dapat dikonsumsi dapat disajikan
pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1. Baku Mutu Air Minum No. 492/MENKES/PER/IV/2010

Kadar maksimum
No Jenis parameter Satuan yang diperbolehkan

1 1. Parameter fisik
a. Bau - Tidak berbau
b. Warna TCU 15
c. Total zat padat terlarut (TDS) Mg/l 500
d. Kekeruhan NTU 5
e. Rasa - Tidak berasa
f. Suhu DC Suhu udara ± 30
2 2. Parameter kimiawi
a. Aluminium Mg/l 0,2
b. Besi Mg/l 0,3
c. Kesadahan Mg/l 500
d. Khlorida Mg/l 250
e. Mangan Mg/l 0,4
f. PH Mg/l 6,5-8,5
g. Nitrat Mg/l 3
h. Nitrit Mg/l 50
i. Seng Mg/l 3
j. Sulfat Mg/l 250

9
k. Tembaga Mg/l 2
l. Amonia Mg/l 1,5
m. DO Ppm 6–8
n. BOD Mg/l 150
o. COD Mg/l 300
p. Arsen Mg/l 0.01
Sumber: Keputusan Menteri No. 492/MENKES/PER/IV/2010

Bau dan rasa pada air minum akan mengurangi penerimaan masyarakat
terhadap air tersebut. Bau dan rasa biasanya terjadi bersama-sama dan disebabkan
oleh adanya bahan-bahan organik yang membusuk, tipe-tipe tertentu organisme
mikroskopik, serta persenyawaan-persenyawaan kimia seperti pHenol. Bahan-bahan
yang menyebabkan bau dan rasa ini berasal dari berbagai sumber (Sutrisno, 2010).
Air yang normal sebenarnya tidak mempunyai rasa. Timbulnya rasa yang
menyimpang biasanya disebabkan oleh adanya polusi, dan rasa yang menyimpang
tersebut biasanya dihubungkan dengan bau karena pengujian terhadap rasa air jarang
dilakukan.Air yang mempunyai bau tidak normal juga dianggap mempunyai rasa
yang tidak normal juga (Suripin, 2002).
Warna yang timbul pada air dihasilkan dari kontak air dengan reruntuhan
organisme seperti daun, pohon atau kayu, yang semuanya dalam berbagai tingkat-
tingkat pembusukan (Sutrisno, 2010). Bahan padat (solids) adalah bahan yang
tertinggal sebagai residu pada penguapan dan pengeringan pada suhu 103ºC -105 ºC.
Kebanyakan bahan padat terdapat dalam bentuk terlarut (dissolved) yang terdiri dari
garam anorganik, selain gas-gas yang terlarut. Kandungan total solids pada portable
water biasanya dalam rentang antara 20-1000 mg/L, dan sebagai satu pedoman,
kekerasan dari air akan meningkat dengan meningkatnya total solids. Disamping itu,
pada semua bahan cair, jumlah koloid yang tidak terlarut dan bahan yang tersuspensi
akan meningkat sesua derajat dari pencemaran (Sutrisno, 2010).
Kekeruhan menunjukkan tingkat kejernihan aliran air atau kekeruhan aliran
air yang diakibatkan oleh unsur-unsur muatan sedimen, baik yang bersifat mineral
atau organik. Kekeruhan air dapat dianggap sebagai indikator kemampuan air dalam
meloloskan cahaya yang jatuh di atas badan air. Semakin kecil atau rendah tingkat
kekeruhan suatu perairan, semakin dalam cahaya dapat masuk ke dalam badan air dan

10
dengan demikian semakin besar kesempatan bagi vegetasi akuatis untuk melakukan
prosos fotosintesis. Dengan semakin meningkatnya proses fotosintetis, maka semakin
besar persediaan oksigen dalam air (Asdak, 2002).
Derajat keasaman atau pH adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan
intensitas keadaan asam atau basa suatu larutan. pH juga merupakan satu cara untuk
menyatakan konsentrasi ion H+ (Sutrisno, 2010). Oksigen terlarut atau Disolved
Oxygen (DO) merupakan parameter penting untuk mengukur pencemaran air.
Walaupun oksigen (O2) sulit larut dibutuhkan oleh semua jenis kehidupan di air.
Tanpa adanya oksigen tidak ada kehidupan tanaman dan binatang di perairan seperti
air sungai, danau, dan reservoir (Sutrisno, 2010).

Biochemical Oxygen Demand (BOD) adalah banyaknya oksigen yang


dibutuhkan oleh mikroorganisme pada waktu melakukan proses dekomposisi bahan
organik yang ada di perairan (Sutrisno, 2010). Air yang hampir murni mempunyai
nilai BOD kira-kira 1 ppm, dan air yang mempunyai nilai BOD 3 ppm masih
dianggap cukup murmi, tetapi kemurnian air diragukan jika nilai BODnya mencapai
5 ppm atau lebih. Sementara itu, untuk perairan yang menampung limbah dari limbah
permukiman dan industri mempunyai angka indeks BOD seringkali melampaui 100
ppm (Fardiaz, 2002)
Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia adalah
banyaknya oksigen dalam ppm atau miligram per liter yang dibutuhkan dalam kondisi
khusus untuk menguraikan benda organik secara kimiawi (Sugiharto, 1987). Angka
COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis yang secara
alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologi, dan mengakibatkan
berkurangnya oksigen terlarut dalam air”
Arsen (As) merupakan bahan kimia beracun yang secara kimia ada di alam,
selain dapat ditemukan di udara, air maupun makanan, arsen juga ditemukan di
industri seperti industri pestisida, proses pengecoran logam maupun pusat tenaga
geoterma. arsen yang terdapat dalam air dapat berasal dari persenyawaan-
persenyawaan yang banyak digunakan sebagai inteksida. Persenyawaan arsen

11
termasuk salah satu racun sistemik yang paling penting dan dapat berakumulasi
dalam tubuh manusia. Arsen dapat menyebabkan gangguan pada sistem pencernaan
dan kemungkinan dapat menyebabkan kanker kulit, hati dan saluran empedu”
(Sutrisno, 2010).

2.5 Pencemaran Air

Peraturan pemerintah Nomor 82 tahun 2001, menyatakan pencemaran air


adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau
komponen lain kedalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air menurun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan tidak lagi berfungsi sesuai
peruntukkannya.

Menurut (Warlina, 2004) indikator atau tanda bahwa lingkungan air telah
tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat di
golongkan menjadi :

 Pengamatan secara fisik, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan


tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, adanya perubahan warna,
bau dan rasa
 Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan
zat kimia yang terlarut, perubahan pH.
 Pengamatan secara biologi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan
mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen.

Kualitas perairan merupakan tingkat kesesuaian air terhadap penggunaan


tertentu dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, mulai dari air untuk
memenuhi kebutuhan langsung yaitu air minum, mandi dan cuci, air irigasi atau
pertanian, peternakan, rekreasi dan transportasi. Kualitas perairan yang dapat
digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran air mencakup 3 karakteristik
yaitu:

12
1. Sifat-sifat fisik air, seperti suhu, daya hantar listrik, kekeruhan, konsentrasi
padatan terlarut dan padatan tersuspensi.
2. Sifat-sifat kimia air, seperti nilai pH, oksigen terlarut, BOD, COD, minyak dan
lemak, logam berat dan bahan pencemar lainnya.
3. Sifat-sifat biologis air, seperti adanya bakteri escherchia coli ysng merupakan
salah satu indikator yang menunjukkan pencemaran air.

Kategori mutu kualitas Air

Indeks Kualitas Air Keterangan

0 ≤ Pij ≤ 1,0
1,0 < Pij ≤ 5,0 Memenuhi Baku mutu (Kondisi Baik)
5,0 < Pij ≤ 10 Cemar Ringan
Pij > 10 Cemar Sedang
Cemar Berat
Sumber : KepMen LH No. 115 Tahun 2003
2.6 Sumber Pencemaran Perairan

Di Indonesia banyak air sumur telah mencapai taraf pencemaran yang


merugikan, khususnya air sumur yang terdapan di daerah perkotaan (daerah padat
penduduk) dan wilayah perindustrian (Saeni, 1989). Penyebab pencemaran
sebenarnya berasal dari sisa-sisa benda yang dibuat, dipakai dan dibuang oeleh
manusia. Selain itu pencemaran juga berasal dari lolosnya sebagian atau sisa
bahan baku yang digunakan dalam proses suatu produksi. Pencemaran meningkat
bukan hanya disebabkan oleh meningkatnya pemakain lahan oleh manusia, tetapi
juga disebabkan oleh meningkatnya tuntutan hidup manusia dari tahun ke tahun.

Pada dasarnya sumber pencemaran air berasal dari industri, limbah rumah
tangga (permukiman), pertanian dan peternakan. Tanah dan air tanah
mengandung sisa dari aktivitas pertanian misalnya pupuk dan pestisida.
Kontaminan dari atmosfir juga berasal dari aktifitas manusia yaitu pencemaran
udara yang menghasilkan hujan asam (Warlina, 2004). Menurut Wardana (1995),

13
komponen pencemaran air yang berasal dari industri, rumah tangga (permukiman)
dan pertanian dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Bahan buangan padat yang berbentuk padat baik yang kasar atau yang
halus, misalnya sampah.
2. Bahan buangan organik dan olahan makanan, berupa limbah yang dapat
membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme.
3. Bahan buangan anorganik yang sukar di degradasi oleh mikroorganisme,
umumnya adalah logam.
4. Bahan buangan berminyak yang dibuang ke air lingkungan akan
mengapung menutupi permukaan air.
5. Bahan buangan zat kimia berupa sabun, bahan pemberantasan hama, zat
warna kimia, zat radioaktif.

2.7 Kriteria dan Baku Mutu Air

Kualitas air sangat ditentukan oleh konsentrasi bahan pencemar di dalam air.
Pasal 8 Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001, menggolongkan air berdasarkan
peruntukannya menjadi empat (4) kelas yaitu:

1. Kelas satu, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
2. Kelas dua, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana
atau saran rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu
air yang sama dengan kegunaan tersebut
3. Kelas tiga, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.

14
4. Kelas empat, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
tanaman dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.

Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makluk hidup, zat, energi atau
komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaanya di dalam air. Baku mutu air ini di tetapkan pemerintah berdasarkan
undang-undang mencantumkan batasan konsentrasi dari berbagai parameter kualitas
air. Baku mutu air berlaku untuk lingkungan perairan suatu badan air, sedangkan
baku mutu limbah berlaku untuk limbah cair yang akan masuk ke perairan.

BAB III

METODE PENELITIAN

15
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakasanakan di Laboratorium Kimia Fakultas


Sains dan Teknik Undana dan laboratorium Riset Terpadu Univessitas Nusa
Cendana pada bulan September sampai dengan bulan November 2019.

3.2. Lokasi dan Teknik Pengambilan Sampel

Sampel air diperoleh dari tiga sumur di Kelurahan Nonbes Kecamatan


Amarasi Kabupaten Kupang. Adapun teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik
sampling yang dilakukan dengan pertimbangan tertentu yaitu stasiun (ST)
pengamatan di tentukan dengan memperhatikan kondisi daerah penelitian,
dan aktivitas masyarakat pada lokasi penelitian yang diduga berpengaruh pada
kualitas air sumur. Dalam hal ini peneliti mengambil sampel dengan melihat
lokasi yang aktivitas masyarakat langsung disekitar sumur seperti mandi,
mencuci pakaian, mencuci kendaraan dan kegiatan lainnya yang berpotensi
mencemari air sumur sebagai sumber air minum.

ST 1

16
Gambar 3.1 Lokasi pengambilan sampel 1 (stasiun 1 )

ST 2

Gambar 3.2 Lokasi pengambilan sampel 2 (stasiun 2)

ST 3

17
Gambar 3.3 Lokasi pengambilan sampel 3 (stasiun 3)

3.3. Bahan dan Alat

a. Alat

Alat – alat yang di gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
pH meter, peralatan gelas, tabung inkubasi, desikator, tabung inkubsi, pipet tetes,
pipet volum, kondensor, pemanas listrik, timbangan analitik, penjepit, buret,
oven, alat penyaring, wadah sampel / botol sampel dan alat sampling.

b. Bahan

Bahan –bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai


berikut:

Sampel air sumur yang yang berasal dari kelurahan Nonbes kecamatan
Amarasi kabupaten kupang, K2Cr2O7, Ag2SO4, HgSO4, NaCl, K2CrO4, AgNO3,
NaOH, Hcl, asam sulfat pekat dan amilum.

3.4. Tahapan Penelitian


3.4.1 Persiapan Alat Penelitian
a. Botol sampel
Digunakan Botol sampel berukuran ± 750
b. Kotak pendingin
Kotak pendingin digunakan sebagai wadah ketika pengangkutan ke
laboratorium disamping itu sebagai tempat pengawetan sampel. Adapun
tahapan yang akan dilakasanakan pada penentuan analisis kualitas air antara
lain. Penelitian ini dimulai dari penentuan data kualiatas air yang mencakup
parameter suhu, TSS, TDS, pH, DO, COD,BOD dan kesadahan. Prosedur
kerja untuk parameter –parameter tersebut sebagai berikut:
3.4.2 Analisis Parameter Fisika

18
a. Pengukuran Suhu (SNI O6-6989.23-2005)

Sampel air diambil dan dimasukkan ke dalam botol sampel .


Termometer dicelupkan kedalam air. Dibiarkan selama ± hingga skala
termometer menunjukkan angka yang stabil, dicatat nilai suhu yang di dapat.

b. Analisis Total Padatan Tersuspensi (SNI O6-6989.27-2005)

Sampel air sumur dikocok sampai homogen, kemudian dipipet 50 mL


sampai 100 mL sampel tersebut, dimasukkan kedalam alat penyaring yang
telah di lengkapi dengan alat pompa penghisap dan kertas saring. Setelah
sampel tersaring semuanya kertas saring dibilas dengan air suling sebanyak
10 ml dan dilakukan 3 kali pembilasan. Penghisapan dilanjutkan selama 3
menit setelah penyaringan sempurna. Seluruh hasil saringan dipindahkan
termasuk air bilasan kedalam cawan yang telah mempunyai berat tetap.
Kemudian hasil saringan yang ada dalam cawan diuapkan hingga kering pada
penangas air. Cawan yang berisi padatan terlarut yang sudah kering
dimasukkan kedalam oven pada suhu 180 0C selama tidak kurang dari 1 jam .
Cawan dari oven dipindahkan dengan penjepit dan didinginkan dalam
desikator. Setelah dingin segera di timbang dengan neraca analitik. Langkah
diatas diulangi sehingga diperoleh berat tetap.

c. Analisis Total Padatan Terlarut

Cawan penguapan dipanaskan pada oven suhu 1050C selama 1


jam.Kemudian didinginkan dalam desikator sampai waktu akan digunakan.
Ditimbang dengan cepat. Dituangkan sampel yang lolos dari filter kertas ke
dalam cawan penguapan. Cawan yang berisi sampel tersebut, diuapkan dan
dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0C sampai semua air menguap.
Pemanasan dan penimbangan di ulang sampai di peroleh berat yang
konstan atau berkurangnya berat ≤ 0,5 mg. Selanjutnya kadar zat padat
terlarut dihitung menggunakan persamaan :

19
Mg/L zat padat terlarut =

Di mana :
a = berat cawan dan residu sesudah pemanasan (mg/L)
b = berat cawan kosong (mg/L)
c = mL sampel

3.4.3 Analisis Parameter Kimia


a. Analisis pH

Diambil sebanyak 100 mL menggunakan botol sampel dan di ukur pH


menggunakan pH meter, kemudian di catat nilai pH yang terterah pada pH
meter sebagai pH air yang terukur.

b. Analisis DO
Sampel yang sudah ada dalam erlenmeyer ditambahkan dengan pipet 2
mL larutan mangan sulfat dibawah permukaan cairan. Ditambahkan 2 mL
larutan alkali- iodid- acid dengan pipet yang lain. Botol ditutup kembali
dengan hati-hati untuk mencegah terperangkapnya udara dari luar,
kemudian campuran dihomogenkan dengan cara membolak- balikkan
botol beberapa kali. Dibiarkan endapan mengendap selama 10 menit. Bila
proses pengendapan sudah sempurna, selanjutnya bagian larutan yang
sudah jernih di keluarkan dari botol dengan menggunakan pipet ke dalam
erlenmeyer 500 mL. Ditambahkan 2 mL H2SO4 pada sisa larutan yang
mengendap dalam botol yang dialirkan melalui dinding bagian dalam dari
leher botol, kemudian botol segera di tutup kembali. Botol digoyang
perlahan sehingga semua endapan melarut. Seluruh isi botol dituangkan

20
kedalam erlenmeyer 500 mL tadi. Iodin yang dihasilkan dari kegiatan
tersebut, selanjutnya dititrasi dengan larutan tiosulfat 0,025 N hingga
terbentuk warna coklat mudah. Ditambahkan indikator amilum 1-2 mL
sehingga terbentuk warna biru. Dititrasi dengan tiosulfat di lanjutkan
hingga warna biru hilang ( setelah beberapa saat akan timbul lagi). Kadar
oksigen terlarut selanjutnya di tentukan menggunakan persamaan berikut :

DO =

Dimana :
DO = oksigen terlarut
a = Volume titran natrium tiosulfat (mL)
N = Normalitas natrium tiosulfat
V = Volume botol Winkler (mL)

c. Analisis BOD

Sampel yang diinkubasi pada kondisi gelap dengan suhu inkubasi


200C selanjutnya ditetapkan kandungan oksigen terlarutnya(DO).
Perbedaan harga DO dari yang diinkubasi dengan cuplikan yang tidak di
inkubasi menjadi nilai BOD520 cuplikan tersebut. Kebutuhan oksigen
biologi selanjutnya di tentukan menggunakan persamaan berikut :

BOD520= DO0 – DO5

Dimana :

DO0 = DO sampel yang tidak diinkubasi

DO5 = DO sampel yang di inkubasi 5 hari pada suhu 200 C

d. Analisis COD

21
Sampel diambil sebanyak 4 mL kemudian dimasukkan kedalam
tabung COD. Setelah itu ditambah dengan 0,04 g HgSO4, 2 mL K2Cr2O7
0,25 N 2 mL reagen yang berisi campuran Ag2SO4 dan H2SO4 kemudian
mulut tabung COD ditutup rapat , dikocok sampai homogen. Selanjutnya
tabung COD beserta isinya dimasukkan kedalam COD reaktor, pengatur
suhu 1500 C, putar pengatur waktu sampai angka 120 menit. Tabung
didinginkan, kemudian larutan dimasukkan ke dalam erlenmeyer,
ditambah tetes indikator feroin dan dititrasi dengan larutan Ferro
Amunium Sulfat (FAS) 0,025 N. Selanjutnya di lakukan perhitungan
COD :

COD (mg/L) =

Dimana :

B = Volume FAS yang digunakan dalam larutan blanko (mL)

S = Volume FAS yang digunakan dalam air sampel (mL)

N = Normalitas FAS

e. Analisis Kesadahan

dipipet 25 ml sampel dan di masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml.


Ditambahkan 3 ml larutan buffer NH4OH-NH4CL dan di tambahkan 5
tetes indikator EBT lalu di homogenkan. Dititrasi dengan larutan
Na2EDTA 0,01 M sampai warna merah anggur berubah menjadi warna
biru.

3.5 Preparasi Sampel

22
Sampel air sumur ditambahkan dengan larutan asam nitrat (HNO 3)
beberapa tetes sampai pH >2 kemudian dimasukkan kedalam kotak
pendingin.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian terletak di kelurahan Sonraen kecamatan Amarasi Selatan


kabupaten Kupang yang berbatasan langsung dengan bagian utara kecamatan
Amarasi, bagian timur kecamatan Amarasi Timur, bagian Laut Timor, dan bagian

23
barat kecamatan Amarasi Barat. Berdasarkan data dari kelurahan Sonraen, Jumlah
penduduk pada tahun 2019 sebanyak 1.008 jiwa yang terdiri dari 467 kepala
keluarga (KK) dengan luas wilayah 26,47 km2.

.Jumlah sumur yang terdapat di desa tersebut sebanyak 130 buah yang terdiri
dari 5 sumur kering dan 125 sumur yang masih terdapat air dan tersebar di sekitar
pemukiman warga. Ada tiga sumur yang mewakili penelitian ini dari 125 sumur.
Secara astronomis 3 sumur gali tersebut berada pada masing-masing titik koordinat
yaitu lokasi I : S:10º 16’57,5” E:123°50”52.0”, lokasi II : S 10º17’06.0”
E:123º50’33.i” dan lokasi III: S:10º 17’20,4” E:123°50’30.0”,. Sumur pada stasiun 1
( ST 1) memiliki karakteristik dekat dengan sekolah dimana tidak ada aktivitas seperti
mandi dan mencuci sehingga, tidak di jumpai limbah domestik. Berbeda dengan
sumur pada stasiun 2 dan stasiun 3 yang terdapat pada rumah warga dimana sumur
tersebut dimana sumur tersebut digunakan sebagai sumber air minum, keperluan
mandi dan mencuci.

4.2. Parameter Kualitas Air

Setelah dilakukan pengambilan sampel di lakukan analisis kualitas air di


lapangan (pH dan suhu) dan selanjutnya dilakukan laboratorium guna mendapatkan
data kualitas air sumur di Kecamatan Amarasi Selatan kelurahan Sonraen. Data hasil
analisis kualitas air berdasarkan parameter analisis adalah sebagai berikut :

4.2.1 Suhu

Suhu merupakan faktor penting dalam keberlangsungan proses biologi dan


kimia yang terjadi di dalam air, seperti kehidupan dan perkembangbiakan organisme
air. Hasil pengukuran suhu air sumur di tampilkan pada Gambar 1 di bawah ini:

24
Gambar 1. Hasil pengukuran suhu

Hasil pengukuran suhu menunjukkan bahwa pada stasiun stasiun I 31,16 0C,
stasiun II 27,06 0C sedangkan stasiun 3 27,8 0C. Tingginya nilai suhu pada stasiun I
disebabkan karena posisi bangunan sumur dengan karakteristik lingkungan yang
terbuka, sehingga penetrasi cahaya matahari secara langsung mengalami kontak
dengan mata air dan berpengaruh terhadap tingginya nilai suhu. Tingginya nilai suhu
juga di sebabkan karena curah hujan berkurang sehingga air sumur mendapatkan
sinar matahari lebih banyak dan perbedaan suhu ini dipengaruhi oleh luas permukaan
dan kedalaman sumur. Hal yang berbeda ditemukan pada stasiun II dan stasiun III
yang memiliki nilai suhu terendah, dimana daerah sekitar air sumur banyak terdapat
vegetasi (pepohonan) yang menghalangi penetrasi cahaya matahari secara langsung
ke perairan. Dari hasil analisis suhu pada air sumur di kelurahan Sonraen dikatakan
memenuhi syarat baku mutu air yang sesuai dengan keputusan Menteri
no.492/MENKES/PER/IV/2010. dimana suhu rata – rata yang di peroleh dari 3
stasiun adalah stasiunI 31,160C, ST II 27,060C dan stasiun III 27,80C. Air yang baik
harus memiliki temperatur sama dengan tempertur udara (20 °C sampai dengan 60
°C). Air yang secara mencolok mempunyai temperatur di atas atau di bawah
temperatur udara berarti mengandung zat-zat tertentu (misalnya fenol yang terlarut di

25
dalam air cukup banyak) atau sedang terjadi proses tertentu (proses dekomposisi
bahan organik oleh mikroorganisme yang menghasilkan energi) yang mengeluarkan
atau menyerap energi dalam air.

Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Marwati pada tahun 2008
dikatakan bahwa tinggi rendahnya temperatur air dipengaruhi oleh proses fisik yang
berlangsung dalam air maupun atmosfir sekitarnya.

4.2.2 pH

Derajat keasaman atau pH merupakan parameter kualitas air yang sangat


penting dalam mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan dalam air
(Darmono, 2001). Untuk mengetahui pH suatu badan air maka di lakukan
pengukuran dengan alat pH meter. Hasil pengukuran pH untuk sampel air sumur di
kelurahan Sonraen di tampilkan pada Gambar 2 di bawah ini:

Gambar. 2. Hasil nilai pengukuran pH

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai rata- rata pH pada masing-masing


stasiun adalah: stasiun 1 adalah 7,0; stasiun II 7,33 dan stasiun III adalah 7,11.

26
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa PH air sumur yang paling tinggi adalah
pada stasiun II dan stasiun III. (Rahayu 2009), mengemukakan bahwa nilai pH 6,5-
8,2 merupakan kondisi optimum untuk makluk hidup. Perubahan pH tersebut dapat
terjadi karena pH air dapat berubah antar musim bahkan antar jam dalam satu hari.
Air yang cenderung asam dengan nilai pH < 6,5 dapat melarutkan besi sehingga dapat
menyebabkan tingginya kadar besi dalam air. Selain itu, air dengan pH rendah juga
dapat meningkatkan korosifitas pada benda-benda logam. Sedangkan Air yang
memiliki nilai pH tinggi atau basa dapat merubah rasa air menjadi pahit. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI No .492/MENKES/PER/IV/2010 standar parameter
pH yang diperuntukkan sebagai air bersih berkisar antara 6,5 – 8,5. Rata-rata hasil
pengukuran pH air sumur kelurahan sonraen pada masing-masing stasiun adalah 7,0,
7,33 dan 7,11. Dapat di lihat bahwa pH air sumur palin tinggi adalah pada ST III dan
yang terendah adalah pada stasiun, Sehingga dapat di simpulkan bahwa pH air sumur
di kelurahan sonraen masih memenuhi standar baku mutu yang di tentukan. Dengan
begitu dapat di katakan bahwa sampel air sumur di Kelurahan Sonraen masih dalam
kategori aman dan layak digunakan sebagai air minum.

4.2.3 Total Padatan Tersuspensi (TSS)

Padatan tersuspensi merupakan padatan yang terdapat dalam air namun tidak
larut yang dapat menyebabkan kekeruhan. Pengukuran total padatan tersuspensi
bertujuan untuk mengetahui jumlah padatan yang terdiri atas lumpur dan pasir halus
yang disebabkan oleh kikisan tanah dan masuk kedalam badan air. Hasil pengukuran
total padatan tersuspensi pada air sumur di kelurahan sonraen ditampilkan pada
Gambar 3 di bawah ini :

27
Gambar 3. Hasil pengukuran TSS

Jumlah rata-rata padatan tersuspensi pada air sumur di kelurahan sonraen pada
stasiun I 0,58 mg/L; stasiun II 0,624 mg/L sedangkan pada stasiun III 0,629 mg/L.
pada stasiun I memiliki nilai 0,58 mg/L dan memiliki kdar TSS ynag lebih kecil dari
kedua stasiun hal ini karena pada stasiun I kurangnya aktivitas rumah tangga seperti
mencuci, pada stasiun I hanya digunakan untuk penyiraman tanaman di sekolah
sedangkan pada stasiun II dan III diperoleh kadar TSS yang lebih tinggi karena pada
stasiun II dan stasiun III memiliki jarak dengan rumah warga cukup dekat dan
digunakan untuk keperluan mandi, mencuci dan untuk keperluan lain di rumah
tangga. Selain itu, di sebabkan karena limbah deterjen yang di buang oleh warga
masih tertahan oleh batuan pada dinding sumur. TSS juga dapat meningkatkan nilai
kekeruhan, yang selanjutnya akan menghambat penetrasi cahaya matahari ke kolom
air dan akhirnya berpengaruh pada proses fotosintesis (Effendi, 2003). Selain itu, TSS
juga dapat menyebabkan pendangkalan badan air, sebab meningkatkan jumlah
padatan yang terendap dalam badan air (Widyaningsih, V., 2011).

Menurut peraturan menteri kesehatan RI No .


492/MENKES/PER/IV/2010 standar parameter yang di peruntukkan untuk total
padatan tersuspensi adalah 50 mg/L. Sehingga dapat di dikatakan bahwa air sumur di

28
kelurahan sonraen masih dalam kategori aman dan layak digunakan sebagai air bersih
karena tidak melampaui standar baku mutu air minum.

4.2.4 Total Padatan Terlarut (TDS)

Pengukuran total padatan terlarut perlu dilakukan dalam pengujian kualitas


air. Rendahnya kualitas bahan terlarut mengakibatkan pertumbuhan organisme air
menjadi terhambat karena kekurangan nutrisi. Namun tingginya konsentrasi bahan
terlarut dapat menyebabkan matinya jenis organisme air ( Rahayu, 2009). Hasil
pengukuran total padatan terlarut air sumur di kelurahan Sonraen ditampilkan pada
Gambar 4 di bawah ini.

Gambar 4. Hasil pengukuran TDS

Hasil pengukuran zat padat terlarut pada stasiun I adalah 490,45 mg/L (normal) dan
sesuai dengan standar baku mutu yang di tetapkan. Hal ini dipengaruhi karena sumur
pada stasiun I tidak digunakan untuk aktivitas rumah tangga,seperti mandi dan
mencuci. Sementara pada stasiun II adalah 504,263 mg/L dan stasiun III 534,956
mg/L melampaui standar baku mutu yang di tetapkan. Hal ini di sebabkan oleh
aktivitas rumah tangga seperti mandi dan mencuci tidak terkontrol. Penyebab utama
keberadaan TDS di perairan adalah sisa-sisa bahan anorganik sisa-sisa air buangan,

29
seperti sabun dan deterjen yang larut dalam air (Setiari dkk., 2012). Nilai TDS di
perairan dapat pula dipengaruhi oleh pelapukan batuan dan limpasan dari tanah
(Effendie, 2003). Rendahnya nilai TDS pada stasiun I di lokasi penelitian disebabkan
oleh tidak adanya aktivitas yang menghasilkan limbah anorganik begitu tinggi di
sekitar sumur. total padatan terlarut pada ST II adalah 503 mg/L dan ST III adalah
536 mg/L. Jadi pada ST II dan ST III melampaui baku mutu air bersih. Standar baku
mutu air bersih yang di tetapakan mentri kesehatan RI No .
492/MENKES/PER/IV/2010 adalah 500 mg/L. Jadi dapat di simpulkan bahwa sumur
pada ST II dan III tidak layak untuk di konsumsi sesuai peruntukannya.

4.2.5 Oksigen terlarut (DO)

Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan,


karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan
anorganik. Karena proses oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut
sangat penting untuk membantu mengurangi beban pencemaran pada perairan secara
alami (Salmin, 2005). Hasil analisis kadar oksigen terlarut pada air sumur di
kelurahan sonraen di tampilkan pada Gambar 5 di bawah ini.

Gambar 5. Hasil pengukuran DO

30
Berdasarkan grafik di atas hasil pengukuran kadar oksigen terlarut meningkat dari
stasiun I sampai stasiun III dimana kadar oksigen terlarut pada stasiun I adalah 3,3
mg/L sedangkan stasiun II 4,04 mg/L dan pada stasiun III adalah 4,95 mg/L. Jadi
hasil pengukuran kadar oksigen terlarut pada air sumur di kelurahan Sonraen cukup
baik dengan kadar DO diatas 3 mg/L yang merupakan standar minimum konsentrasi
DO berdasarkan peraturan mentri kesehatan RI No .492/MENKES/PER/IV/2010.
Menurut ( Effendi 2003) kadar oksigen terlarut dalam air bersih biasanya kurang dari
10 mg/L. Jika dibandingkan dengan hasil pengukuran nilai oksigen terlarut (DO )
yang memiliki nilai 3,3 mg/L – 4,95 mg/L masih tergolong perairan yang baik dan
rendah tingkat pencemarannya, sehingga masi bisa digunakan sesuai peruntukkannya.

4.2.6 Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)

Kebutuhan oksigen biologi (BOD) merupakan gambaran jumlah oksigen yang


di butuhkan oleh mikroorganisme ( bakteri) untuk menguraikan bahan-bahan organik
dalam air (Rahayu, 2009).pengukuran BOD bertujuan untuk menentukan beban
pencemaran akibat buangan penduduk. Hasil analisis kebutuhan oksigen biologi
(BOD) air sumur di kelurahan sonraen di tampilkan pada Gambar 6 di bawah ini.

Gambar 6. Hasil pengukuran BOD

31
Berdasarkan grafik diatas dapat di lihat bahwa kadar BOD tertinggi adalah pada
sumur stasiun II yaitu 1,65 mg/L sementara pada stasiun III adalah 1,07 mg/L dan
pada ST I adalah 3,3 mg/L. Berdasarkan peraturan mentri kesehatan RI No .
492/MENKES/PER/IV/2010 baku mutu air untuk parameter BOD adalah 150 mg/L.
Jika di bandingkan dengan hasil analisis kualitas air sumur di kelurahan Sonraen,
maka kondisi kondisi kualitas air sumur di kelurahan Sonraen masi dalam batas baku
mutu air sehingga air sumur di kelurahan sonraen masih sangat baik dan bisa di
gunakan sesuai peruntukannya.

Makin besar kadar BOD nya, maka merupakan indikasi bahwa perairan
tersebut telah tercemar . Kadar BOD dalam air yang tingkat pencemarannya masih
rendah dan dapat dikategorikan sebagai perairan yang baik berkisar 0 – 10 ppm
(Salmin, 2005). Naiknya angka BOD dapat berasal dari bahan-bahan organik yang
berasal dari limbah domestik dan limbah lainnya (Rahayu , 2009)

4.2.7 Kebutuhan Oksigen Kimia (COD)

COD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-


bahan organik secara kimia (Yudo, 2010). Hasil pengukuran parameter COD
ditampilkan pada Gambar 7 di bawah ini.

32
Gambar 7. Hasil pengukuran COD

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa kadar COD tertinggi adalah
pada stasiun II dengan kadar COD nya adalah 2,56 mg/L sedankan pada stasiun III
adalah 1,76 mg/L dan pada ST I adalah 1,41 mg/L. Jika di bandingkan dengan baku
mutu air menurut mentri kesehatan RI No .492/MENKES/PER/IV/2010 untuk
parameter COD yaitu sebesar 300 mg/L. Dengan demikian maka kualitas air sumur di
kelurahan Sonraen untuk parameter COD masih sangat bisa di gunakan sesuai
peruntukkannya. Dengan demikian maka kualitas air sumur di kelurahan Sonraen
untuk parameter COD masih sangat bisa di gunakan sesuai peruntukkannya. Apabila
COD melebihi baku mutu maka semakin rendah kandungan oksigen dalam air. dan
kalau tidak ada sama sekali oksigen terlarut mengakibatkan munculnya kondisi
anaerobik dengan bau busuk dan permasalahan estetika (Aswir, 2006).

Angka COD yang tinggi, mengindikasikan semakin besar tingkat pencemaran


yang terjadi (Yudo, 2010). Peningkatan nilai COD air sumur di kelurahan Sonraen
terutama pada ST II di sebabkan oleh buangan limbah rumah tangga seperti air cucian
dan sisa- sisa detergen. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang
dari 20 mg/l, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 300 mg/L (Effendi,
2003).

33
4.2.8 Kesadahan

Kesadahan merupakan suatu keadaan dimana banyaknya kandungan kapur


yang berlebihan dalam air. Pada umumnya, kesadahan dalam air sebagian besar
berasal dari kontaknya dengan tanah dan pembentukan batuan. Umumnya air sadah
berasal dari daerah di mana lapisan tanah atas tebal, dan adanya pembentukan kapur
(Astuti, dkk. 2016). Nilai kesadahan sangat diperlukan dalam penilaian kelayakan
perairan untuk kepentingan domestik air minum. Hasil analisis kesadahan
ditampilkan pada Gambar 8 di bawah ini :

Gambar 8. Hasil pengukuran kesadahan

Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa kesadahan tertinggi terdapat


pada stasiun 1 yaitu 5,84 mg/ L. Tingginya nilai kesadahan pada air sumur di
kelurahan sonraen sangat di pengaruhi oleh lapisan tanah dan batuan kapur yang ada
di sekitar sumur tersebut. Perairan dengan nilai kesadahan tinggi pada umumnya
merupakan perairan yang berada di wilayah yang memiliki lapisan tanah tebal dan
batuan kapur (Effendi, 2003). Menurut peraturan mentri kesehatan RI No .
492/MENKES/PER/IV/2010 untuk parameter kesadahan yang diperbolehkan untuk
air bersih yaitu sebesar 500 mg/L. Hasil penelitian terhadap sampel air sumur di

34
Kelurahan Sonraen menunjukkan nilai kandungan kesadahan (CaCO2) yang masih
berada di bawah ambang batas maksimum yang diperbolehkan yaitu pada stasiun 1
5,8 mg/ L, stasiun II 5,6 mg/ L dan pada stasiun III adalah 4,24 mg/L. Hasil
penelitian, tingkat kesadahan yang rendah juga diimbangi dengan jumlah padatan
terlarut yang juga rendah. Tingkat keasaman air (pH) sumur pun cenderung netral
karena kesadahan yang rendah. Pengaruh langsung terhadap kesehatan akibat
penyimpangan terhadap parameter ini tidak ada , namun tingkat kesadahan yang
tinggi dalam air akan menyebabkan air sabun sulit berbusa sehingga penggunaan
sabun pada air yang tingkat kesadahannya tinggi tidak efektif dan tidak efisien. Hasil
penelitian untuk seluruh sampel didapatkan nilai kesadahan yang sangat rendah, hal
itu diartikan bahwa air sumur tidak mendapatkan kontaminasi dari ion-ion penyebab
kesadahan.

35
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat di
simpulkan bahwa berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan RI No .
492/MENKES/PER/IV/2010 tentang air minum, sumber air sumur gali
yang berada di Desa Sonraen secara umum memenuhi Baku Mutu dan
layak dikonsumsi kecuali pada ST III parameter TDS tidak memenuhi
baku mutu.
5.2. Saran
1. Agar Sumber daya air yang ada dapat tersedia secara berkelanjutan
dan berkualitas, perlu dipelihara, dijaga dan dikelola dengan baik.
2. Memelihara, menjaga dan mengelola lingkungan adalah bagian dari
upaya mencegah pencemaran air, termasuk pencemaran lingkungan
dari dampak negativ pembuangan sampah, limbah organik dan limbah
zat kimia.

36
DAFTAR PUSTAKA

Algamar. 2012. Pemetaan Permasalahan Penyediaan Air Minum di Privinsi Nusa


Tenggara Timur dengan Sistem Interrelationship Model. Jurnal Lingkungan
Tropis. 6(2). 105-109.

Asdak. 2002. Hidrolodi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta. Gadjah
Mada University Press.

Astuti,dkk. 2006. Penetapan Kesadahan Total ( CaCO3) Air Sumur di Dusun Cekelan
Kemusu Boyolali dengan Metode Kompleksometri. Jurnal Kesmas. 9(2) 2-3

Aswir. 2006. Analisis Pencemaran Air Sungai Tapung Kiri oleh Limbah Industri
Kelapa Sawit PT. Peputra Masterindo di Kabupaten Kampar. Thesis. Semarang:
Program Magister Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas
Diponegoro (http://eprints. undip.ac.id/15421/1/Aswir pdf akses pada tanggal
20 November 2013)

Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. UI-Press. Jakarta

Depkes RI. 1985. Pedoman Pelaksanaan Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi Depot


Air Minum. Jakarta. Depkes RI.

Depkes RI. 1985. Peraturan Mentri Kesehatan RI No.180/Menkes/Per/IV/1985.


Jakarta. Depkes RI.

Efendi. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
perairan. Kanisius. Yogyakarta

Fardiaz Srikandi. 2002. Polusi Air dan Udara. Kanisius (Anggota IKAPI).
Yogyakarta. 12

Marsono. 2009. Kajian kualitas air dan penggunaan sumur gali oleh masyarakat di
sekitar sungai kaliyasa Kabupatan Cilacap. Jurnal Ilmu Lingkungan. 12(2) 72-
82.

Masduqi. 2007. Pemetaan Permasalahan Penyediaan Air Minum di Privinsi Nusa


Tenggara Timur dengan Sistem Interrelationship Model. Jurnal Lingkungan
Tropis. 6(2). 105-109.

Nugroho. 2008. Kajian Kualitas Air dan Status Mutu Air Sungai Metro di
Kecamatan Sukun Kota Malang. Jurnal Bumi Lestari. 13(2) 265-274.

Permenkes, 492/Menkes/Per/2010. Persyaratan Kualitas air Minum.

37
Permenkes RI No. 736/Menkes/Per/2010. tentang Tatalaksana pengawasan kualitas
air minum.

PP RI No 82 Tahun 2011. Pengelolaan Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran


Air. Presiden Republik Indonesia.

Rahayu, S. 2009. Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai. Bogor, Indonesia.

Saeni.1989. Kimia Lingkungan. Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan Bogor :


Ditjen pendidikan tinggi pusat antar universitasilmu hayati Institut Pertanian
Bogor. 1-5.

Salmin. 2005. Analisis Kualitas Air dan Cemaran Logam Berat Merkuri (Hg) dan
Timbal (Pb) Pada Ikan di Kanal Daerah Hertasing Kota Makassar. Jurnal
Pendidikan Teknologi Pertanian, 3 (9). 197-210

Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta. Universitas


Indonesia.

Suripin. 2002. Pengelolaan Sumber Daya Tanah Dan Air. Yogyakarta. Andi. 13.

Sutjahjo. 2011. Pemetaan Permasalahan Penyediaan Air Minum di Privinsi Nusa


Tenggara Timur dengan Sistem Interrelationship Model. Jurnal Lingkungan
Tropis. 6(2). 105-109.

Sutrisno Totok dan Suciantur Emi. 2010. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta.
PT Rineka Cipta. 14-17.

Sutrisno. 2004. Kajian kualitas air sumur gali dan perilaku masyarakat di sekitar
pabrik semen kelurahan kararangtalun kecamatan cilacap utara kabupaten
cilacap. Jurnal Sains dan Teknologi. 7(1). 01-17.

Undang-Undang Republik Indonesia No.7 Tahun 2004. Tentang Sumber Daya Air.

Waluyo l .2009. Kualitas bakteriologis dan fisik air sumur gali sekitar aliran sungai
buha di Kelurahan Bailang kecamatan Bunaken kota Manado. Publikasi
skripsi. 1-8

Wardhana, Wisnu Arya. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta.


Buletin Epidemiologi surveilans dan teknologi. 9(2). 15-24

Warlina. 2004. Analisis Fisik, Biologis dan Kimia terbatas pada air sungai Singolot
dan air bersih yang di gunakan oleh para santri serta keluhan kesehatan kulit
pondok pesantren purba baru kabupaten mandailing. 2-9.

38
Widyaninsih,V. 2011. Pengolahan Limbah Cair Kantin Yogma FISIP UI. Publikasi
Skripsi. Program Studi Teknik Lingkungan UI. Depok

Yudo, 2010. Kajian Kualitas Air dan Status Mutu Air Sungai Metro di Kecamatan
Sukun Kota Malang. Jurnal Bumi Lestari. 2 (13). 265-274.

39
LAMPIRAN

1. Perhitungan
a. Parameter Fisika
1. Suhu

ST Suhu (oC) Rata-rata

I 31,6

31,1
31,26

31,1

II 28

26,6
27,06

26,6

III 27,8

27,2
27,43

27,3

2. Total padatan terlarut ( TDS)

Mg/L padatan terlarut =

Dimana :

a = berat filter dan residu sesudah pemanasan 1050 C (mg)

40
b = berat filter kering sesudah di panaskan 1050 C (mg)
c = mL sampel

ST A B c TDS (mg/L Rata-rata


26,9861 31,8921 490,6
25

I 25 490,81
26,9792
31,8873 490,45
31,9007
27,0013 25 489,94

26,0367 507,5
31,1126 25

31,0113
II 26,0256 25 498,57 504,263
26,0213
31,0885 25 506,72
29,2222 34,5758 535,36
25
III
30,1132
35,4452 25 533,2 534,956
29,0137 34,3768
25 536,31

3. Total padatan tersuspennsi

Mg/L padatan tersuspensi =

Dimana :

a = berat filter dan residu sesudah pemanasan 1050 C (mg)


b = berat filter kering sesudah di panaskan 1050 C (mg)
c = mL sampel

41
ST A B C TSS( mg/L) Rata-rata

I 0,631 0,6465 25 0,62 0,58

0,6395 0,6533 25 0,552

0,6381 0,6523 25 0,568

II 0,6314 0,6464 25 0,6 0,624

0,6153 0,6301 25 0,592

0,6451 0,6603 25 0,608

III 0,6202 0,6537 25 0,62 0.6293


0,6312
0,6471 25 0,636
0,6422
0,658 25 0,632

b. Parameter Kimia
1. Analisis kesadahan

ST V Sanpel M NA2 EDTA V NA2 EDTA Kesadahan

I 25 0,01 1,6 5,84

25 0,01 1,5

25 0,01 1,3

II 25 0,01 1,5 5,6

25 0,01 1,3

25 0,01 1,4

III 25 0,01 1,1 4,24

42
25 0,01 1

25 0,01 1,1

2. Analisis Oksigen Terlarut (DO), kebutuhan oksigen biologi (BOD) dan


kebutuhan oksigen kimia (BOD) adalah sebagai berikut :

43
44
45
46
2. Foto Penelitian

Gambar pengambilan sampel di sumur 1, 2, dan 3

Gambar pengukuran kesadahan

47
Gambar pengukuran TSS, dan TDS

48

Anda mungkin juga menyukai