Anda di halaman 1dari 28

TUGAS MANDIRI

MEKANIKA FLUIDA DAN HIDROLIKA


“ UNIT DISTRIBUSI AIR BERSIH “

DISUSUN OLEH :
NAMA : WILLY SANDI SAMBONU
NPM : 12122201210123
KELAS : B

FALKUTAS TEKNIK PRODI TEKNIK SIPIL


UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas berkat rahmatnya penulis bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul tentang " Unit Distribusi Air Bersih".
Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan karya ilmiah ini. Tentunya, tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan maupun tata
bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis dengan rendah hati
menerima saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaikinya.
Penulis berharap semoga makalah yang penulis susun ini memberikan manfaat dan juga
inspirasi untuk pembaca.

Ambon, 9 Desember 2022

Penulis
DAFTAR ISI
Cover
Lembar asistensi
Kata pengantar
Daftar isi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Air Bersih

2.1.1 Sumber Air Bersih


2.1.2 Syarat Air Bersih
2.1.3 Sistem Penyediaan Air Bersih
2.2 Unit Distribusi Air Bersih
2.3 Analisa jaringan pipa
2.4 Solusi Untuk Menyelesaikan Pemasalahan Jaringan Air Bersih
2.5 Jenis – Jenis Aliran

BAB III PENUTUP


3.1 kesimpulan
3.2 saran
DAFRTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang
Air bersih merupakan sumber daya yang sangat utama bagi kehidupan manusia.
Untuk mencapai derajat kesehatan dan kesejahteraan hidup masyarakat, kebutuhan akan air
bersih adalah sebuah keniscayaan dalam pembangunan (Sadyohutomo dalam Hakim, 2010).
Ketersediaan air bersih menjadi salah satu faktor pendukung dalam peningkatan kemampuan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (Barbier, 2004). Dengan adanya
penyediaan air bersih yang baik, akan menunjang peningkatan kesejahteraan hidup
masyarakat
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.32 tahun 2017 dinyatakan bahwa yang
dimaksud dengan air adalah Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk media Air
untuk Keperluan Higiene Sanitasi meliputi parameter fisik, biologi, dan kimia yang dapat
berupa parameter wajib dan parameter tambahan Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi
tersebut digunakan untuk memeliharaan kebersihan perorangan seperti mandi dan sikat gigi,
serta untuk keperluan cuci bahan pangan, peralatan makan, dan pakaian. Selain itu Air untuk
Keperluan Higiene Sanitasi dapat digunakan sebagai air baku air minum.
Menurut Effendi (2003), siklus hidrologi air tergantung pada proses evaporasi dan
presipitasi. Air yang terdapat dipermukaan bumi berubah 2 menjadi uap air dilapisan
atmosfer melalui proses evaporasi (penguapan) air sungai, danau dan laut serta proses
penguapan air oleh tanaman. Uap air bergerak ke atas hingga membentuk awan yang dapat
berpindah karena tiupan angin. Ruang udara yang mendapat akumulasi uap air secara kontinu
akan menjadi jenuh. Pengaruh udara dingin pada lapisan atmosfer, uap air tersebut
mengalami sublimasi sehingga butiran – butiran uap air membesar dan akhirnya jatuh sebagai
hujan.Zat yang bersifat higroskopis (menyerap air) dapat mempercepat integrasi pengikatan
molekul uap air menjadi air.Sehingga pada pembuatan hujan buatan, dilakukan penambahan
zat yang bersifat higroskopis terhadap awan (NaCl atau Urea).
Masalah air bersih yang memenuhi syarat kesehatan tidak hanya dialami oleh
masyarakat umum, tetapai juga sering dialami oleh masyarakat industri khususnya industri
kecil dan menengah yang bergerak di dalam industri proses khususnya proses pengolahan
makanan dan minuman serta proses yang berhubungan dengan senyawa kimia. Masalah air
bersih yang kurang memenuhi syarat tersebut sangat berpengarauh terhadap kualitas produk.
Sebagai contoh di dalam industri makanan dan minuman jika air yang digunakan kurang baik
maka produk yang dihasilkan juga kurang baik, apalagi jika air yang digunakan tidak steril
maka produk yang dihasilkan dapat terkontaminasi oleh mikroorganisme patogen yang mana
dapat membayakan konsumen.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Air Bersih
Dalam UU RI No.7 Tahun 2004 dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun
2002, disebutkan beberapa pengertian terkait dengan air, yaitu sebagai berikut : Sumber daya
air adalah air, dan daya air yang terkandung didalamnya. Air adalah semua air yang terdapat
pada diatas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air
permukaan. Air Bersih (clean water) adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-
hariyang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak.
Air Minum (drinking water) adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses
pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Sumber air
adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, diatas, ataupun di
bawah permukaan tanah. Dalam referensi lain disebutkan bahwa air adalah adalah zat kimia
yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi
tidak di planet lain. Air menutupi hampir 71% permukaan bumi.
Saat ini kualitas air minum di kota-kota besar di Indonesia masih memprihatinkan.
Kepadatan penduduk, tata ruang yang salah dan tingginya eksploitasi sumber daya air sangat
berpengaruh pada kualitas air. Pemerintah telah mengeluarkan Kepmenkes No
907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Syarat air
minum sesuai Permenkes yaitu harus bebas dari bahan-bahan anorganik dan organik. Dengan
kata lain kualitas air minum harus bebas bakteri, zat kimia, racun, limbah berbahaya dan lain
sebagainya.
Parameter kualitas air minum yang berhubungan langsung dengan kesehatan sesuai
Permenkes tersebut adalah berhubungan dengan mikrobiologi, seperti bakteri E.Coli dan total
koliform. Yang berhubungan dengan kimia organik berupa arsenik, flourida, kromium,
kadmium, nitrit, sianida dan selenium. Sedangkan parameter yang tidak langsung
berhubungan dengan kesehatan, antara lain berupa bau, warna, jumlah zat padat terlarut
(TDS), kekeruhan, rasa, dan suhu. Untuk parameter kimiawi berupa aluminium, besi,
khlorida, mangan, pH, seng, sulfat, tembaga, sisa khlor dan ammonia.
Menurut Effendi (2003), siklus hidrologi air tergantung pada proses evaporasi dan
presipitasi. Air yang terdapat dipermukaan bumi berubah menjadi uap air dilapisan atmosfer
melalui proses evaporasi (penguapan) air sungai, danau dan laut serta proses penguapan air
oleh tanaman. Uap air bergerak ke atas hingga membentuk awan yang dapat berpindah
karena tiupan angin. Ruang udara yang mendapat akumulasi uap air secara kontinu akan
menjadi jenuh. Pengaruh udara dingin pada lapisan atmosfer, uap air tersebut mengalami
sublimasi sehingga butiran butiran uap air membesar dan akhirnya jatuh sebagai hujan.Zat
yang bersifat higroskopis (menyerap air) dapat mempercepat integrasi pengikatan molekul
uap air menjadi air.Sehingga pada pembuatan hujan buatan, dilakukan penambahan zat yang
bersifat higroskopis terhadap awan (NaCl atau Urea).
2.1.1 Sumber Air Bersih

Berdasarkan petunjuk Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu perihal


Pedoman Perencanaan dan Desain Teknis Sektor Air Bersih, disebutkan bahwa
sumber air baku yang perlu diolah terlebih dahulu adalah:

1. Mata air, Yaitu sumber air yang berada di atas permukaan tanah. Debitnya sulit untuk
diduga, kecuali jika dilakukan penelitian dalam jangka beberapa lama.
2. Sumur dangkal (shallow wells), Yaitu sumber air hasil penggalian ataupun
pengeboran yang kedalamannya kurang dari 40 meter.
3. Sumur dalam (deep wells), Yaitu sumber air hasil penggalian ataupun pengeboran
yang kedalamannya lebih dari 40 meter.
4. Sungai, Yaitu saluran pengaliran air yang terbentuk mulai dari hulu di daerah
pegunungan/tinggi sampai bermuara di laut/danau. Secara umum air baku yang
didapat dari sungai harus diolah terlebih dahulu, karena kemungkinan untuk tercemar
polutan sangat besar.
5. Danau dan Penampung Air (lake and reservoir), Yaitu unit penampung air dalam
jumlah tertentu yang airnya berasal dari aliran sungai maupun tampungan dari air
hujan.

Sumber-sumber air yang ada dapat dimanfaatkan untuk keperluan air minum adalah
(Budi D. Sinulingga, Pembangunan Kota Tinjauan Regional dan Lokal, 1999):

1. Air hujan. Biasanya sebelum jatuh ke permukaan bumi akan mengalami pencemaran
sehingga tidak memenuhi syarat apabila langsung diminum.
2. Air permukaan tanah (surface water). Yaitu rawa, sungai, danau yang tidak dapat
diminum sebelum melalui pengolahan karena mudah tercemar.
3. Air dalam tanah (ground water). Yang terdiri dari air sumur dangkal dan air sumur
dalam. Air sumur dangkal dianggap belum memenuhi syarat untuk diminum karena
mudah tercemar. Sumber air tanah ini dapat dengan mudah dijumpai seperti yang
terdapat pada sumur gali penduduk, sebagai hasil budidaya manusia. Keterdapatan
sumber air tanah ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti topografi,
batuan, dan curah hujan yang jatuh di permukaan tanah. Kedudukan muka air tanah
mengikuti bentuk topografi, muka air tanah akan dalam di daerah yang bertopografi
tinggi dan dangkal di daerah yang bertopografi rendah.

Di lain pihak sumur dalam yang sudah mengalami perjalanan panjang adalah air yang
jauh lebih murni, dan pada umumnya dapat langsung diminum, namun memerlukan
pemeriksaan laboratorium untuk memastikan kualitasnya. Keburukan dari pemakaian
sumur dalam ini adalah apabila diambil terlalu banyak akan menimbulkan intrusi air
asin dan air laut yang membuat sumber air jadi asin, biasanya daerah-daerah sekitar
pantai.
1. Mata air (spring water). Sumber air untuk penyediaan air minum berdasarkan
kualitasnya dapat dibedakan atas:
1. Sumber yang bebas dari pengotoran (pollution).
2. Sumber yang mengalami pemurniaan alamiah (natural purification).
3. Sumber yang mendapatkan proteksi dengan pengolahan buatan (artificial
treatment).

2.1.2 Syarat Air Bersih

Agar dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari air bersih harus


memenuhi syarat secara kualitas seebagai berikut.

1. Syarat fisik

Syarat air dikatakan bersih dapat dilihat secara fisik atau yang biasa disebut
syarat fisik. Syarat fisik ini terdiri dari beberapa komponen, yaitu;

1. Tidak berwarna
2. Tidak berbau
3. Tidak berasa
4. Tidak keruh
5. Tidak mengandung zat padat (terlarut) lebih dari atau sama dengan 1000 mg/liter
6. Tidak ada endapan (merujuk ke poin 5)
7. Memiliki suhu antara 10 hingga 15 derajat celcius

Enam syarat fisik di atas dapat dengan mudah digunakan untuk mengenali air
yang bersih pertama kali. Hanya dengan melihat, merasakan, mencium, dan
mengukurnya dengan termometer. Cukup menggunakan panca indera manusia.

2. Syarat kimia

Selain syarat fisik, ada syarat secara kimia yang harus digunakan sebagai
syarat air bersih dan cara mendapatkannya dengan penyaring air. Di antaranya adalah;

1. Tidak mengandung bahan kimia dan dapat meracuni tubuh manusia


2. Kandungan zat kimia yang tidak terlalu berlebihan
3. Derajat keasaman atau pH dari air tersebut dalam batas normal, yakni 6,5 hingga
9,2
4. Mengandung yodium dalam jumlah yang cukup dan normal

3. Syarat mikrobiologi

Setelah Anda menggunakan panca indera dan ilmu kimia untuk mengenali air
bersih, kini saatnya melihat lebih jauh tentang syarat secara mikrobiologi. Yakni
mengacu pada kandungan air yang berbentuk mikro dan bisa diteliti di laboratorium.
Berikut adalah syaratnya;

1. Tidak mengandung bakteri patogen yang dapat menjadi penyebab penyakit


2. Tidak mengandung kuman penyakit, baik disentri, tipus, maupun yang lainnya, dll

Dari keterangan ini, dapat disimpulkan bahwa air dapat dikatakan bersih jika aman,
higienis, layak minum, baik, harga yang relatif murah, dan jumlahnya tidak krisis.

2.1.3 Sistem Penyediaan Air Bersih

Sistem penyediaan air bersih meliputi besarnya komponen pokok antara lain: unit
sumber air baku, unit pengolahan, unit produksi, unit transmisi, unit distribusi dan
unit konsumsi.

1. Unit sumber air baku merupakan awal dari sistem penyediaan air bersih yang mana
pada unit ini sebagai penyediaan air baku yang bisa diambil dari air tanah, air
permukaan, air hujan yang jumlahnya sesuai dengan yang diperlukan.
2. Unit pengolahan air memegang peranan penting dalam upaya memenuhi kualitas air
bersih atau minum, dengan pengolahan fisika, kimia, dan bakteriologi, kualitas air
baku yang semula belum memenuhi syarat kesehatan akan berubah menjadi air bersih
atau minum yang aman bagi manusia.
3. Unit produksi adalah salah satu dari sistem penyediaan air bersih yang menentukan
jumlah produksi air bersih atau minum yang layak didistribusikan ke beberapa tandon
atau reservoir dengan sistem pengaliran gravitasi atau pompanisasi. Unit produksi
merupakan unit bangunan yang mengolah jenis-jenis sumber air menjadi air bersih.
Teknologi pengolahan disesuaikan dengan sumber air yang ada.
4. Unit transmisi berfungsi sebagai pengantar air yang diproduksi menuju ke beberapa
tandon atau reservoir melalui jaringan pipa.
5. Unit distribusi adalah merupakan jaringan pipa yang mengantarkan air bersih atau
minum dari tandon atau reservoir menuju ke rumah-rumah konsumen dengan tekanan
air yang cukup sesuai dengan yang diperlukan konsumen.
6. Unit konsumsi adalah merupakan instalasi pipa konsumen yang telah disediakan alat
pengukur jumlah air yang dikonsumsi pada setiap bulannya.

2.2 Unit Distribusi Air Bersih


Sistem distribusi air bersih adalah pendistribusian atau pembagian air melalui sistem
perpipaan dari bangunan pengolahan (reservoir) kedaerah pelayanan (konsumen).

1. Jenis Pipa Distribusi Jenis Pipa Distribusi yang biasa dipakai dalam jaringan distribusi air
adalah:
a. Asbes Cement
b. Polivinyl Chloride (PVC)
Pemeliharaan bahan pipa yang akan digunakan tergantung pada:
a. Harga pipa
b. Tekanan dalam system
c. Sifat korosif dari tanah terhadap pipa
d. Keadaan lalu lintas
Dari pemeliharaan keempat poin diatas lebih ekonomis memakai pipa AC dan PVC.
Dalam perencanaannya dipakai pipa AC dan PVC karena:
a. Murah
b. Perawatan mudah (tidak mudah korosif)
c. Perlengkapan mudah diganti dan diperoleh
d. Ringan
2. Perlengkapan Distribusi Perlengkapan untuk menunjang sistem distribusi agar berfungsi
secara teratur, adalah sebagai berikut:

a Fire Hydrant Berfungsi sebagai pemadam ketika kebakaran, biasa ada didaerah
padat penduduk atau tempat keramaian, ditempatkan pada persimpangan
/persilangan jalan, di tepi jalan.

b. Monhole Berfungsi sebagai pemeriksa/perbaikan bila ada kerusakan. Biasa


ditempatkan pada jalur pipa dengan jarak 300-600 m atau pada tempat yang
terdapat peralatan penting. 24

c. Pembuangan Lumpur Berfungsi sebagai pembuang lumpur yang terendap pada


jalur pipa. Biasa diletakkan pada titik rendh suatu jalur pipa, dimana yang
berdekatan dengan saluran pembuang

d. Bangunan Perlintasan Biasanya digunakan ketika ada jaringan pipa yang


memotong atau melintasi sungai/ rel kereta api. Jika pipa tersebut memotong
sungai maka harus adanya angker yang disatukan pada pipa yang ada, ataupun jika
tidak memungkinkan bisa dibuatkan jembatan pipa sendiri. Sedangkan untuk pipa
yang memotong rel kereta api biasanya digunakan pipa beton yang lebih besar dari
pipa air minum, karena untuk melindungi dari tekanan dan getaran bila kereta api
sedang melintasinya, dengan konstruksi pemasangan pipa air minum tidak
bersentuhan dengan betonnya.

e. Gate Valve Berfungsi sebagai pengatur udara pada pipa, yang penempatannya
diletakan pada bagian tertinggi suatu pipa.

f. Air Valve Berfungsi sebagai pelepasan udara yang terdapat (terperangkap) dalam
pipa, diletakan pada bagian tertinggi suatu pipa.

g. Non Return Valve Berfungsi untuk menghindari water hamer dalam pipa.
h. Bak Pelepas Tekanan Berfungsi untuk melepas tekanan yang berlebihan dalam
pipa.

i. Blow Off Valve Biasa dipasang pada setiap titik mati atau titik terendah dari setiap
jalur pipa.

j. Check Valve Berfungsi ketika pompa mati maka pukulan akibar aliran balik tidak
merusak pipa. Biasa dipasang pada pengaliran pipa satu arah diantara pompa dari
gate valve. 25

k. Thrust Block Berfungsi sebagai penahan untuk menjaga agar fitting tidak bergerak
ketika pipa mengalami beban hidrolik yang tidak seimbang, semisal pergantian
diamater, akhir pipa dan belokan. Pada umumnya, Thrust Blok lebih praktis setelah
saluran ditimbun dengan tanah dan dipadatkan, untuk menahan getaran/gaya
hidrolik atau beban lain. Thrust Blok hendaknya dipasang pada sisi parit, maka
perlu meratakan sisi parit, maka perlunya meratakan sisi parit atau menggali
sebuah lubang masuk ke dalam dinding parit untuk menahan gaya geser.

l. Meter Tekanan Berfungsi untuk mengetahui besar tekanan kerja pompa. Untuk
mengkontrol dari tekanan pipa agar aman, serta menjaga kontinuitas aliran. Meter
tekanan biasanya dipasang pada pompa.

m. Sambungan pipa dan perlengkapannya

Perlengkapan yang sering digunakan untuk menyambung antar pipa antara lain:
1. Bell and Spigot Spigot dari suatu pipa dimasukkan kedalam bell (socket) pipa
lainnya. Untuk menghindari kebocoran dan menahan pipa serta
memungkinkan terjadinya defleksi (berubahnya sudut sambungan) maka
sambungan biasanya dilengkapi dengan gasket.
2. Bend Merupakan belokan pipa, dengan sudut belokan 900; 450; 22,50; 11,50.
3. Flange Joint Biasanya dipakai untuk pipa bertekanan tinggi, untuk sambungan
yang dekat dengan instalasi pompa sebelum kedua flange disatukan dengan
mur dan baut, maka diantara flange disisipkan packing untuk mencegah
kebocoran. 26
4. Increaser dan Reduser Increaser digunakan untuk menyambung pipa diameter
kecil ke diameter besar (arah aliran dari diameter kecil ke diameter besar).
Sedangkan reduser sebaliknya.
5. Tee Untuk menyambung pipa pada percabangan.
6. Tapping Bend Dipasang pada tempat yang tidak perlu disadap, untuk dialirkan
ke tempat yang lain dalam hal ini pipa distribusi dibor dan tapping bend
dipasang dengan baut disekeliling pipa dengan memeriksa. agar cicin
melingkar penuh pada sekeliling lubang dan tidak menutupi lubang tapping.
2.3 ANALISIS JARINGAN PIPA

DEBIT

ALIRA
KEBUTUHAN DEBIT ( L/S) DEBIT M3/S N DEBIT ( L/S) DEBIT M3/S
Q0 18.7 0.0188 QAB 4 0.004
Q1 1.3 0.0013 QBC 4.2 0.0042
Q2 2 0.002 QAF 2.7 0.0027
Q3 1.3 0.0013 QBE 7.2 0.0072
Q4 2 0.002 QCD 2.2 0.0022
Q5 2.4 0.0024 QEF 1.5 0.0015
Q6 1.2 0.0012 QED 1.5 0.0015
Q7 1.3 0.0013 QFG 1.9 0.0019
Q8 1.5 0.0015 QEG 1.7 0.0017
Q9 1.3 0.0013 QDH 2.2 0.0022
Q10 1.3 0.0013 QGH 1.3 0.0013
Q11 1.2 0.0012 QGJ 1 0.001
Q12 2 0.002 QHI 2.2 0.0022
QIJ 1 0.001
LUAS PENAMPANG

ALIRAN Q (m3/s) V (M/S) A = Q/V


(M2)
QAB 0.004 1.45 0.0028
QBC 0.0042 1.45 0.0029
QAF 0.0027 1.45 0.0019
QBE 0.0072 1.45 0.0050
QCD 0.0022 1.45 0.0015
QEF 0.0015 1.45 0.0010
QED 0.0015 1.45 0.0010
QFG 0.0019 1.45 0.0013
QEG 0.0017 1.45 0.0012
QDH 0.0022 1.45 0.0015
QGH 0.0013 1.45 0.0009
QGJ 0.001 1.45 0.0007
QHI 0.0022 1.45 0.0015
QIJ 0.001 1.45 0.0007

-Penyelesaian luas penampang


Q 0.004
A= A(A-B)¿ =0.0028 m2
V 1.45

DIAMETER
A = Q/V D= (A/0.25×∏)0.5
ALIRAN 0.25 × ∏ D2 (m2)
(M2) (m)
QAB 0.0028 0.785 0.0035 0.0593
QBC 0.0029 0.785 0.0037 0.0607
QAF 0.0019 0.785 0.0024 0.0487
QBE 0.0050 0.785 0.0063 0.0795
QCD 0.0015 0.785 0.0019 0.0440
QEF 0.0010 0.785 0.0013 0.0363
QED 0.0010 0.785 0.0013 0.0363
QFG 0.0013 0.785 0.0017 0.0409
QEG 0.0012 0.785 0.0015 0.0386
QDH 0.0015 0.785 0.0019 0.0440
QGH 0.0009 0.785 0.0011 0.0338
QGJ 0.0007 0.785 0.0009 0.0296
QHI 0.0015 0.785 0.0019 0.0440
QIJ 0.0007 0.785 0.0009 0.0296

-Penyelesaian diameter QAB

D (AB)¿
A
0.25 √
× π
D ( AB)=
0.0028
BILANGAN REYNOLDS 0.25 ×3.14
= 0.0593

ALIRA V (M/S) D=(A/0.25×∏)0.5 (m) ɛ (m2/s) Re
N
QAB 1.45 0.0593 0.000001 85956.6
QBC 1.45 0.0607 0.000001 88079.3
QAF 1.45 0.0487 0.000001 70620.5
QBE 1.45 0.0795 0.000001 115322.9
QCD 1.45 0.0440 0.000001 63747.1
QEF 1.45 0.0363 0.000001 52637.4
QED 1.45 0.0363 0.000001 52637.4
QFG 1.45 0.0409 0.000001 59241.5
QEG 1.45 0.0386 0.000001 56036.8
QDH 1.45 0.0440 0.000001 63747.1
QGH 1.45 0.0338 0.000001 49002.8
QGJ 1.45 0.0296 0.000001 42978.3
QHI 1.45 0.0440 0.000001 63747.1
QIJ 1.45 0.0296 0.000001 42978.3

-Peyelesaian bilangan Reynolds QAB

V .D 1.45× 0.0593
ℜ= ℜ( AB)= =
ε 10
−6

85956.6

KEKASARAN RELATIVE

ALIRAN K (mm) D (mm) k


QAB 0.08 59.28 0.00135
QBC 0.08 60.74 0.00132
QAF 0.08 48.70 0.00164
QBE 0.08 79.53 0.00101
QCD 0.08 43.96 0.00182
QEF 0.08 36.30 0.00220
QED 0.08 36.30 0.00220
QFG 0.08 40.86 0.00196
QEG 0.08 38.65 0.00207
QDH 0.08 43.96 0.00182
QGH 0.08 33.80 0.00237
QGJ 0.08 29.64 0.00270
QHI 0.08 43.96 0.00182
QIJ 0.08 29.64 0.00270

-Penyelesaian kekasaran relative Q AB


ε
k¿ 0.08
D × 1000 ( AB)=
k 0,0593 x 1000 ¿ =0.00135
¿
KOEFISIEN DARI
MOODY
ALIRAN F
QAB 0.0228
QBC 0.0221
QAF 0.0245
QBE 0.0210
QCD 0.0245
QEF 0.0219
QED 0.0255
QFG 0.0242
QEG 0.0245
QDH 0.0250
QGH 0.0250
QGJ 0.0254
QHI 0.0240
QIJ 0.0254

KEHILANGAN TENAGA
ALIRAN 8 F L (m) g (m2/s) ∏ D5(m) K
QAB 8 0.0228 530 9.81 3.14 0.0000007 4286928.3
QBC 8 0.0221 530 9.81 3.14 0.0000008 3678158.1
QAF 8 0.0245 430 9.81 3.14 0.0000003 9984138.8
QBE 8 0.0210 430 9.81 3.14 0.0000032 736956.7
QCD 8 0.0245 430 9.81 3.14 0.0000002 16659551.9
QEF 8 0.0219 530 9.81 3.14 0.0000001 47816448.4
QED 8 0.0255 530 9.81 3.14 0.0000001 55676686.5
QFG 8 0.0242 682.495 9.81 3.14 0.0000001 37680470.5
QEG 8 0.0245 430 9.81 3.14 0.0000001 31739327.1
QDH 8 0.0250 430 9.81 3.14 0.0000002 16999542.8
QGH 8 0.0250 530 9.81 3.14 0.0000000 78062593.6
QGJ 8 0.0254 430 9.81 3.14 0.0000000 123990283.0
QHI 8 0.0240 430 9.81 3.14 0.0000002 16319561.1
QIJ 8 0.0254 530 9.81 3.14 0.0000000 152825232.5

-Penyelesaian kehilangan tenaga QAB

HF =K . Q 2 8. f . L
K=
g . π 2 . D5

8.0.0228 . 53 0
K ( AB )= 2 5 =
9.81.( 3.14) .(0.0593)
4286928.3

ITERASI 1
JARINGAN 1
ALIRAN K Q (m3/s) K.Q2 2K. Q Qkoreksi
QAB -4286928.3 0.00400 -68.59 34295.43 0.00402
QAF -9984138.8 0.00270 -72.78 53914.35 0.00268
QBE 736956.73 0.00720 38.20 10612.18 0.00712
QEF 47816448.4 0.00150 107.59 143449.35 0.00110
TOTAL 4.42 242271.30
∆Q 0.00002

JARINGAN 2
ALIRAN K Q (m3/s) K. Q2 2K. Q Qkoreksi
QBC 3678158.1 0.004 64.88 30896.53 0.00426
QBE -736956.7 0.0072 -38.20 10612.18 0.00712
QCD 16659551.9 0.002 80.63 73302.03 0.00226
QED -55676686.5 0.002 -125.27 167030.06 0.00129
TOTAL -17.96 281840.79
∆Q -0.00006

JARINGAN 3
ALIRAN K Q (m3/s) K.Q2 2K. Q Qkoreksi
QEF -47816448.4 0.0015 -107.59 143449.35 0.00110
QFG -37680470.5 0.0019 -136.03 143185.79 0.00152
QEG 31739327.1 0.0017 91.73 107913.71 0.001811
TOTAL -151.89 394548.85
∆Q -0.00038

JARINGAN 4
ALIRAN K Q (m3/s) K. Q2 2K. Q Qkoreksi
QED 55676686.5 0.002 125.27 167030.06 0.001289
QDH 16999542.8 0.0025 106.25 84997.71 0.002774
0.00
QEG -31739327.1 26 -214.56 165044.50 0.002711
QGH -78062593.6 0.0016 -199.84 249800.30 0.000974
TOTAL -182.88 666872.57
∆Q -0.00027

JARINGAN 5
ALIRAN K Q (m3/s) K. Q2 2K. Q Qkoreksi
QGH 78062593.6 0.0016 199.84 249800.30 0.000974
QHI 16319561.1 0.0022 78.99 71806.07 0.002552
0.0
QIJ 152825232.5 01 152.83 305650.47 0.000648
QGJ -123990283.0 0.0010 -123.99 247980.57 0.001352
TOTAL 307.66 875237.40
∆Q 0.00035

ITERASI 2
JARING I
ALIRAN K Q koreksi lit I K.Q2 2K. Q Qkoreksi
QAB -4286928.274 0.00402 -69.22 34451.69 0.003791
QBE 736956.7283 0.00712 37.34 10491.38 0.007431
QEF 47816448.44 0.00110 57.5 104891.18 0.001204
QAF -9984138.767 0.002682 -71.81 53550.41 0.002455
TOTAL -46.16 203384.67
∆Q -0.00023

JARING II

ALIRAN K Q Koreksi lit I K. Q2 2K. Q Qkoreksi


QBC 3678158.1 0.004264 66.87 31365.34 0.004178
QBE -736956.7 0.007118 -37.34 10491.38 0.007431
QCD 16659551.9 0.002264 85.37 75425.42 0.002178
QED -55676686.5 0.001289 -92.58 143589.74 0.001524
TOTAL 22.32 260871.89
∆Q 0.00009

JARING III

Q Koreksi
ALIRAN K K.Q2 2K. Q Qkoreksi
lit I
QEF -47816448.4 0.00110 -57.523 104891.18 0.001204
QFG -37680470.5 0.00152 -86.49 114174.59 0.001395
QEG 31739327.1 0.00181 104.07 114942.73 0.001781
TOTAL -39.95 334008.50
∆Q -0.00012

JARING IV

ALIRAN K Q Koreksi lit I K. Q2 2K. Q Qkoreksi

QED 55676686.5 0.001289 92.58 143589.74 0.001524


QDH 16999542.8 0.002774 130.83 94321.38 0.002924
QEG -31739327.1 0.002711 -233.22 172073.52 0.002681
QGH -78062593.6 0.000974 -74.09 152104.79 0.000801
TOTAL -83.90 562089.44
∆Q -0.00015

JARING V

ALIRAN K Q Koreksi lit I K. Q2 2K. Q Qkoreksi

QGH 78062593.6 0.000974 74.09 152104.79 0.000801


QHI 16319561.1 0.002552 106.24 83279.31 0.002528
QIJ 152825232.5 0.0006485 64.27 198208.77 0.000625
QGJ -123990283.0 0.001352 -226.48 335150.25 0.001375
TOTAL 18.12 768743.12
∆Q 0.00002

ITERASI 3

JARING I

ALIRA
N K Q koreksi lit II K.Q2 2K. Q Qkoreksi
QAB -4286928.274 0.003791 -61.62 32505.76 0.003735
QBE 736956.7283 0.007431 40.69 10952.01 0.007393
QEF 47816448.44 0.001204 69.34 115158.55 0.001135
QAF -9984138.767 0.002455 -60.17 49018.38 0.002398
TOTAL -11.76 207634.70
∆Q -0.00006

JARINGII

ALIRA
K Q Koreksi lit II K. Q2 2K. Q Qkoreksi
N
QBC 3678158.1 0.004178 64.21 30735.95 0.004273
QBE -736956.7 0.007431 -40.69 10952.01 0.007393
QCD 16659551.9 0.002178 79.04 72574.70 0.002273
QED -55676686.5 0.001524 -129.37 169738.54 0.001436
TOTAL -26.81 284001.19
∆Q -0.00009

JARING III
ALIRA
K Q Koreksi lit II K. Q2 2K. Q Qkoreksi
N
QEF -47816448.4 0.001204 -69.335 115158.55 0.001135
QFG -37680470.5 0.001395 -73.37 105161.50 0.001269
QEG 31739327.1 0.001781 100.68 113059.32 0.001901
TOTAL -42.03 333379.37
∆Q -0.00013

JARING IV

ALIRA
K Q Koreksi lit II K. Q2 2K. Q Qkoreksi
N
QED 55676686.5 0.001524 129.37 169738.54 0.001436
QDH 16999542.8 0.002924 145.29 99396.39 0.002930
QEG -31739327.1 0.002681 -228.14 170190.11 0.002801
QGH -78062593.6 0.000801 -50.14 125119.15 0.000823
TOTAL -3.62 564444.19
∆Q -0.00001

JARING V

ALIRA
K Q Koreksi lit II K. Q2 2K. Q Qkoreksi
N
QGH 78062593.6 0.000801 50.14 125119.15 0.000823
QHI 16319561.1 0.002528 104.29 82509.77 0.002555
QIJ 152825232.5 0.0006249 59.68 191002.36 0.000652
QGJ -123990283.0 0.001375 -234.45 340996.95 0.001348
TOTAL -20.35 739628.23
∆Q -0.00003

ITERASI 4

JARING I
ALIRA
K Q Koreksi lit III K.Q2 2K. Q Qkoreksi
N
QAB -4286928.274 0.003735 -59.79 32020.19 0.003658
QBE 736956.7283 0.007393 40.28 10896.35 0.007463
QEF 47816448.44 0.001135 61.57 108519.16 0.001188
QAF -9984138.767 0.002398 -57.42 47887.50 0.002321
TOTAL -15.36 199323.20
∆Q -0.00008

JARING II
ALIRA
K Q Koreksi lit III K. Q2 2K. Q Qkoreksi
N
QBC 3678158.1 0.004273 67.14 31430.34 0.004280
QBE -736956.7 0.007393 -40.28 10896.35 0.007463
QCD 16659551.9 0.002273 86.04 75719.82 0.002280
QED -55676686.5 0.001436 -114.87 159941.52 0.001502
TOTAL -1.96 277988.02
∆Q -0.00001

JARING III
ALIRA
K Q Koreksi lit III K. Q2 2K. Q Qkoreksi
N
QEF -47816448.4 0.001135 -61.571 108519.16 0.001188
QFG -37680470.5 0.001269 -60.72 95661.49 0.001246
QEG 31739327.1 0.001901 114.66 120654.39 0.001852
TOTAL -7.62 324835.05
∆Q -0.00002

JARING IV
ALIRA
K Q Koreksi lit III K. Q2 2K. Q Qkoreksi
N
QED 55676686.5 0.001436 114.87 159941.52 0.001502
QDH 16999542.8 0.002930 145.93 99614.40 0.003002
QEG -31739327.1 0.002801 -248.96 177785.18 0.002752
QGH -78062593.6 0.000823 -52.81 128413.03 0.000751
TOTAL -40.98 565754.13
∆Q -0.00007

JARING V
ALIRAN K Q Koreksi lit III K. Q2 2K. Q Qkoreksi
QGH 78062593.61 0.0008225 52.80988259 128413.0274 0.000751057
QHI 16319561.09 0.002555451 106.5721157 83407.67717 0.002556435
QIJ 152825232.5 0.000652415 65.04927045 199410.831 0.000653399
QGJ -123990283 0.001347585 -225.1646633 334174.986 0.001346601
TOTAL -0.733394511 745406.5216
∆Q -9.83885E-07
JARING I
ALIRA Q koreksi lit V Qkoreks
K K.Q2 2K. Q
N i

QAB -4286928.274 0.003645 -56.95 31250.51 0.003612


ITERASI 5
JARING
QBE I
736956.7283 0.007431 40.70 10952.93 0.007457
ALIRAN 47816448.44
QEF K Q Koreksi lit IV63.04
0.001148 K.Q2 109804.51
2K. Q 0.001172
Qkoreksi
QAB -4286928.27 0.003658 -57.35 31359.27 0.003645
QAF
QBE -9984138.767
736956.7283 0.002308
0.007463 -53.20
41.04 46094.94
10999.58 0.002276
0.007431
QEF 47816448.44
TOTAL 0.001188 67.53 198102.89
-6.42 113647.19 0.001148
QAF -9984138.77 0.002321 -53.79 46348.23 0.002308
∆Q
TOTAL -0.00003202354.27
-2.57
JARING II ∆Q -0.00001
ALIRA Qkoreks
K Q Koreksi lit V K. Q2 2K. Q
JARING
N II i
ALIRAN K Q Koreksi lit IV K. Q2 2K. Q Qkoreksi
QBC 3678158.1 0.004324 68.77 31808.33 0.004330
QBC 3678158.1 0.004280 67.37 31482.19 0.004324
QBE
QBE -736956.7
-736956.7 0.007431
0.007463 -40.70
-41.04 10999.58 0.007457
10952.93 0.007431
QCD 16659551.9
QCD 16659551.9 0.002280
0.002324 86.57 77431.88
89.97 75954.68 0.002330
0.002324
- - ITERASI 6
-
QED -55676686.5
QED 55676686.5 0.001502
0.001467 125.56163390.40
119.87 167221.600.001493
0.001467
TOTAL -12.66 285658.05
TOTAL∆Q -1.83 283583.54
-0.00004
∆Q -0.00001
JARING III
ALIRAN K Q Koreksi lit IV K. Q2 2K. Q Qkoreksi
JARING III - -
QEF 47816448.4 0.001188 67.527 113647.19 0.001148
-
QFG
ALIRA 37680470.5 0.001246 -58.49 93893.26 Qkoreks
0.001193
K Q Koreksi lit V K. Q2 2K. Q
NQEG 31739327.1 0.001852 108.83 117546.26 0.001895
i
TOTAL -
-17.19 325086.70
QEF -47816448.4
∆Q 0.001148 63.038 -0.00005
109804.51 0.001172

QFG -37680470.5
JARING IV 0.001193 -53.63 89909.22 0.001185

QEG
ALIRAN 31739327.1
K Q0.001895
Koreksi lit IV 113.94
K. Q2 120271.83
2K. Q 0.001871
Qkoreksi
QED 55676686.5
TOTAL 0.001502 125.56319985.56
-2.73 167221.60 0.001467
QDH 16999542.8 0.003002 153.23 102076.86 0.003012
0.0
- -0.00001
-
QEG 31739327.1 0.002752 240.33 174677.05 0.002795
-
QGH 78062593.6 0.000751 -44.03 117258.95 0.000753
TOTAL -5.57 561234.45
JARING IV ∆Q -0.00001

ALIRA Qkoreks
K Q Koreksi lit V K. Q2 2K. Q
N i
JARING55676686.5
QED V 0.001467 119.87 163390.40 0.001493
Q Koreksi lit
ALIRAN K K. Q2 2K. Q Qkoreksi
QDH 16999542.8 IV
0.003012 154.25 102414.44 0.003044
QGH 78062593.6 0.000751 -
44.03 117258.95 0.000753
QEGQHI -31739327.1
16319561.1 0.002795
0.002556 247.89
106.65 177402.62
83439.79 0.002771
0.002569
QGHQIJ -78062593.6
152825232.5 0.000653
0.000753 65.25 117601.39
-44.29 199711.560.000723
0.000666
QGJ -123990283.0 0.001347 -224.84 333931.00 0.001334
TOTAL
TOTAL -18.06
-8.90 560808.85
734341.30
∆Q -0.00001
ITERASI 8
JARING I
ALIRAN K Q Koreksi lit VII K.Q2 2K. Q Qkoreksi
QAB -4286928.274 0.003607 -55.79 30929.86 0.003593
QBE 736956.7283 0.007442 40.82 10969.50 0.007454
QEF 47816448.44 0.001154 63.65 110340.43 0.001164
QAF -9984138.767 0.002271 -51.49 45348.17 0.002257
TOTAL -2.81 197587.97
∆Q -0.00001
JARING II
ALIRAN K Q Koreksi lit VII K.Q2 2K. Q Qkoreksi
QBC 3678158.1 0.004350 69.60 32000.75 0.004353
QBE -736956.7 0.007442 -40.82 10969.50 0.007454
QCD 16659551.9 0.002350 92.01 78303.41 0.002353
QED -55676686.5 0.001478 -121.68 164619.95 0.001490
TOTAL -0.89 285893.61
∆Q 0.00000
JARING III
ALIRAN K Q Koreksi lit VII K. Q2 2K. Q Qkoreksi
QEF -47816448.4 0.001154 -63.65 110340.43 0.001164
QFG -37680470.5 0.001161 -50.81 87513.19 0.001161
QEG 31739327.1 0.001889 113.29 119928.74 0.001879
TOTAL -1.18 317782.37
∆Q 0.00000

JARING IV
ALIRAN K Q Koreksi lit VII K. Q2 2K. Q Qkoreksi
QED 55676686.5 0.001478 121.68 164619.95 0.001490
QDH 16999542.8 0.003049 158.08 103679.17 0.003064
QEG -31739327.1 0.002789 -246.93 177059.53 0.002779
QGH -78062593.6 0.000724 -40.87 112971.17 0.000710
TOTAL -8.04 558329.82
∆Q -0.00001

JARING V
ALIRAN K Q Koreksi lit VII K. Q2 2K. Q Qkoreksi
QGH 78062593.6 0.000724 40.87 112971.17 0.000710
QHI 16319561.1 0.002575 108.17 84030.28 0.002575
QIJ 152825232.5 0.000673 69.23 205721.97 0.000674
QGJ -123990283.0 0.001329 -218.84 329444.67 0.001328
TOTAL -0.56 732168.08
∆Q 0.00000
ITERASI 9

JARING I
ALIRAN K Q Koreksi lit VIII K.Q2 2K. Q Qkoreksi
QAB -4286928.274 0.003593 -55.35 30808.04 0.003591
QBE 736956.7283 0.007454 40.94 10985.86 0.007453
QEF 47816448.44 0.001164 64.82 111344.68 0.001163
QAF -9984138.767 0.002257 -50.85 45064.45 0.002255
TOTAL -0.44 198203.03
∆Q 0.00000

JARINGAN II
ALIRAN K Q Koreksi lit VIII K.Q2 2K. Q Qkoreksi
QBC 3678158.1 0.004350 69.60 32000.75 0.004353
QBE -736956.7 0.007442 -40.82 10969.50 0.007442
QCD 16659551.9 0.002350 92.01 78303.41 0.002353
QED -55676686.5 0.001478 -121.68 164619.95 0.001478
TOTAL -0.89 285893.61
∆Q 0.00000

JARING III
ALIRAN K Q Koreksi lit VIII K. Q2 2K. Q Qkoreksi
QEF -47816448.4 0.001154 -63.65 110340.43 0.001152
QFG -37680470.5 0.001161 -50.81 87513.19 0.001161
QEG 31739327.1 0.001889 113.29 119928.74 0.001891
TOTAL -1.18 317782.37
∆Q 0.00000

JARING IV
ALIRAN K Q Koreksi lit VIII K. Q2 2K. Q Qkoreksi
QED 55676686.5 0.001490 123.55 165877.02 0.001489
QDH 16999542.8 0.003064 159.58 104168.76 0.003066
QEG -31739327.1 0.002779 -245.04 176380.78 0.002780
QGH -78062593.6 0.000710 -39.35 110842.74 0.000708
TOTAL -1.26 557269.30
∆Q 0.00000

JARING V
Q Koreksi lit
ALIRAN K K. Q2 2K. Q Qkoreksi
VIII
QGH 78062593.6 0.000724 40.87 112971.17 0.000722
QHI 16319561.1 0.002575 108.17 84030.28 0.002575
QIJ 152825232.5 0.000673 69.23 205721.97 0.000674
QGJ -123990283.0 0.001329 -218.84 329444.67 0.001328
TOTAL -0.56 732168.08
∆Q 0.00000

2.4 Solusi Untuk Menyelesaikan Pemasalahan Jaringan Air Bersih


Untuk mencegah masalah air bersih di Indonesia, diperlukan peran aktif dari
pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat umum. Apa saja?
Penetapan hukum yang tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh sektor swasta
maupun masyarakat sekitar. Beberapa pabrik masih “nakal” dalam hal membuang limbah.
Alih-alih mengolah atau menetralkan limbah terlebih dahulu, pihak pengelola justru langsung
membuangnya ke sungai. Pemerintah seharusnya lebih tegas dalam menindak pelanggaran
tersebut. Tidak hanya pada sektor swasta, tetapi juga pada masyakarat sekitar yang kerap
membuang limbah rumah tangga secara sembarangan.
Teknologi dalam penyediaan sanitasi dan air bersih perlu dikembangkan. Mengingat
kepadatan penduduk di Indonesia, teknologi level standar tidak bisa betul-betul bekerja
efektif pada pengairan. Kurangnya ruang dan jarak sumber air yang dekat juga menjadi
alasan lainnya. Dalam penyediaan air, melakukan penyebaran sumber daya teknologi ke
daerah-daerah lebih efektif daripada pemusatan di satu sektor. Bagaimanapun, sumber air
yang tersedia tidak terletak pada satu titik saja.
Diperlukan pengkajian terhadap PDAM, baik dari segi tugas, proses kerja, maupun
tanggung jawab kelembagaan. Pemerintah harus menetapkan standar minimal kinerja untuk
PDAM, melakukan pemantauan rutin, penegakan, dan memberikan insentif sebagai apresiasi
pekerjaan.
Sosialisasi intensif kepada masyarakat pun mengambil peran yang sangat
penting. Pemerintah harus memberikan imbauan terkait beberapa hal penting kepada
masyarakat. Salah satunya adalah penghapusan BAB (buang air besar) di ruang terbuka,
terutama sumber-sumber air semisal sungai dan danau. Selain itu, limbah rumah tangga juga
perlu diolah dengan tidak mencampur atau membuang limbah cair bersama benda-benda
padat dan cemaran berbahaya. Upaya membenahi kesadaran akan lingkungan ini bisa
dikatakan lebih besar pengaruhnya daripada tindakan memperbaiki.
Menanamkan gagasan pentingnya air bersih sejak dini. Poin ini juga merupakan
tindakan penyuluhan, hanya saja lebih menjurus kepada anak-anak yang berusia lebih muda.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggaet sekolah-sekolah untuk terus mengingatkan
para siswa. Tema-tema kesehatan, lingkungan, dan peduli sosial diangkat menjadi salah satu
materi pembelajaran. Dengan terlibatnya para generasi muda, kita bisa lebih antisipatif
terhadap masalah air bersih di masa depan.
Melakukan pertolongan alternatif dengan sedekah air bersih. Dibandingkan dengan
kelompok berfinansial cukup, mereka yang kekurangan cenderung terbebani biaya besar
untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Jika kekeringan melanda, sumber-sumber air dengan
jarak dan biaya terjangkau akan menipis.

2.5 Jenis – Jenis Aliran


Aliran fluida merupakan perpindahan fluida yang membentuk garis
aliran dengan kecepatan tertentu. Penandaan terhadap garis aliran adalah pada garis
singgung antara tiap titik perpindahan fluida dengan pengamatan vektor kecepatan.
Berdasarkan garis aliran ini, aliran fluida terbagi menjadi aliran stasioner dan aliran non-
stasioner. Aliran stasioner terbentuk ketika garis aliran berimpit dengan arah aliran setiap
saat. Sementara aliran non-stasioner adalah aliran yang selalu tidak berimpit dengan garis
alirannya. Kedua jenis aliran ini akhirnya juga membentuk tabung aliran, yang merupakan
suatu ruangan berbentuk tabung dengan pembatas berupa kumpulan garis aliran.

Jenis-jenis Aliran adalah sebagai berikut :

1. Aliran laminar
Aliran laminar merupakan aliran fluida yang terbentuk sebagai akibat dari tidak
adanya gangguan pada pengaliran fluida di tiap lapisan yang saling sejajar. Kondisi ini
membuat garis aliran dari masing-masing aliran fluida tidak saling berpotongan. Karakteristik
dari aliran laminar adalah tidak membentuk pusaran, persilangan maupun percampuran garis
aliran. Setiap partikel di dalam fluida bergerak serenjang dengan arah garis aliran secara
teratur. Aliran laminar dipelajari dalam dinamika fluida. Kondisi yang memungkinkan
terbentuknya aliran laminar adalah fluida bergerak dengan kecepatan yang sangat lambat.
Pembentukan aliran laminar juga dapat terjadi pada fluida yang memiliki
tingkat kekentalan yang tinggi. Difusi momentum pada aliran laminar sangat besar.
Sebaliknya, momentum konveksi yang dihasilkan oleh aliran laminar bernilai sangat kecil.
Nilai bilangan Reynolds pada aliran laminar selalu kurang dari 2000. Setelah waktu dan
kondisi tertentu, aliran laminar akan berubah menjadi aliran turbulen.

2. Aliran transisi
Aliran transisi merupakan aliran fluida dengan bentuk peralihan antara aliran laminar
menjadi aliran turbulen. Keberadaan aliran transisi merupakan akibat dari perbedaan sifat
antara aliran laminar dan aliran turbulen. Perbedaan sifa ini utamanya dalam hal
kehilangan energi akibat gaya gesek. Kehilangan energi ini terjadi selama pengaliran fluida.
Status aliran transisi dapat diketahui melalui nilai bilangan Reynolds. Aliran transisi dapat
terbentuk ketika terjadi peningkatan pada nilai bilangan Reynolds dari aliran laminar. Nilai
bilangan Reynolds pada aliran transisi berada di dalam rentang bilangan Reynolds aliran
laminar dan aliran turbulen. Kisaran nilainya antara 2000 hingga 4.000. Rentang nilai aliran
transisi dipengaruhi oleh tingkat ketidaksempurnaan sistem aliran fluida beserta dengan
tingkat gangguan lainnya. Setelah waktu dan kondisi tertentu, aliran transisi akan berubah
menjadi aliran turbulen. Aliran transisi umumnya terbentuk pada aliran udara yang
bertumbukan dengan benda yang melengkung. Permukaan benda yang mengalami tumbukan
umumnya berbentuk bola.

3. Aliran turbulen
Aliran turbulen merupakan aliran fluida yang memiliki kecepatan yang berubah-ubah.
Di dalam aliran turbulen terdapat   partikel-partikel yang bergerak secara acak dan
tidak stabil. Garis aliran pada masing-masing partikel dalam aliran turbulen selalu saling
berpotongan satu dengan yang lainnya. Aliran turbulen hanya dapat terbentuk pada
kecepatan fluida yang sangat tinggi dengan nilai kecepatan yang selalu berubah-ubah setiap
waktu. Aliran turbulen umumnya hanya terbentuk dalam waktu yang singkat. Setelahnya,
aliran turbulen akan menghilangakibatkan partikel-partikel di dalamnya saling
bertumbukan. Persamaan matematika yang digunakan agar suatu aliran disebut sebagai aliran
turbulen adalah bilangan Reynolds tak-berdimensi. Suatu aliran fluida dinyatakan sebagai
aliran turbulen ketika bilang Reynolds mencapai lebih dari 4000. Perhitungan bilangan
Reynolds pada aliran turbulen menambahkan faktor gaya inersia, tetapi tidak menambahkan
faktor gaya akibat kekentalan.

4. Saluran Uniform dan Non Uniform, Aliran Steady dan Unsteady


Banyak parameter hidrolika dalam perencanaan didekati dengan anggapan kondisi aliran
normal yang didasarkan pada penyelesaian rumus Manning. Cara ini sebenarnya hanya sesuai
untuk kondisi aliran uniform yaitu ketika gaya gravitasi ditahan oleh gaya gesek yang
menganggap kedalaman rata-rata, kecepatan dan luas tampang basah tetap sama sepanjang
aliran. Hal ini dapat terjadi hanya pada saluran prismatic yang lurus dan panjang atau saluran
uniform ( dQ/dx = 0 dan dy/dx = 0).
Dalam kenyataannya aliran sungai adalah non uniform (dQ/dx tidak = 0 dan dy/dx tidak = 0)
dan unsteady (debitnya berubah - dQ/dt dan dy/dt tidak = 0).

5. Aliran Air Rendah


Aliran air rendah (low flows) direncanakan pada musim kemarau dengan alur tertentu agar
kehidupan biota air di sungai dapat tetap terjaga. Saat musim kemarau umumnya merupakan
perioda yang kritis bagi kehidupan berbagai jenis ikan. Informasi para ahli biologi tentang
kebutuhan alur air saat musim kemarau merupakan prasyarat untuk mendisain aliran
minimum yang masih harus tersedia di sungai, misalnya paling tidak masih tersedia aliran
95% sebagai aliran pemeliharaan sungai.
6. Aliran Pembentuk Alur (Channel-Forming Discharge)
Aliran ini digunakan untuk analisis stable channel yaitu saluran yang dalam waktu lama tidak
menunjukkan perubahan dimensi yang berarti (relative tetap). Aliran ini adalah aliran tunggal
yang dapat dijadikan pengganti aliran alam yang selalu berubah. Konsep ini hanya cocok
untuk sungai-sungai alluvial di bagian hilir yang selalu ada airnya bukan sungai musiman
ataupun sungai di daerah hulu. Aliran pembentuk alur umumnya didekati dengan besaran Q2
disebut juga dominant discharge.

7. Aliran Banjir (High Flows)


Aliran banjir dinyatakan dalam probabilitas / kemungkinan terjadi disamai atau dilampaui
nya besaran debit banjir tertentu. Umumnya dinyatakan dalam periode ulang (tahun)
misalnya debit banjir Q100 tahun di suatu lokasi adalah = 500 m3/det.

Periode ulang yang relative tinggi digunakan pada wilayah pengembangan ekonomi yang
lebih maju (perkotaan / metropolitan) sementara yang lebih kecil digunakan untuk wilayah
yang belum maju (pedesaan). Hal yang demikian mengingat kerugian banjir yang
ditimbulkan untuk wilayah perkotaan jauh lebih besar dibanding dengan wilayah pedesaan,
sehingga memerlukan tingkat keamananan yang lebih tinggi.

Pemilihan periode ulang banjir untuk alur dan prasarana yang akan dibangun didasarkan
pada analisis kelayakan ekonomi.
Untuk keperluan praktis restorasi sungai alluvial berikut ketentuan berikut ini dapat
dipertimbangkan :
a. Untuk menjaga agar tidak terjadi kenaikan muka air yang berlebihan misalnya karena
banyak bangunan untuk keperluan umum di dekat sempadan sungai, debit rencana untuk
restorasi sungai dibatasi untuk Q5th.
b. Banjir dengan periode ulang Q10th- Q25th digunakan untuk memperkirakan gerusan
yang terjadi pada tebing dan dasar sungai, agar dampak yg timbul seminimal mungkin.
c. Banjir dengan periode ulang Q50th-Q100th digunakan untuk memperkirakan batas
dataran banjir, juga alur banjir (flood way) yang tidak menimbulkan kenaikan muka air
yang tinggi (< 1 feet) di dataran banjir.

Untuk keperluan pengendalian banjir di Indonesia berlaku ketentuan rule of thumb sbb :
1. Untuk ibukota kabupaten/kotamadya digunakan periode ulang Q10
2. Untuk ibukota provinsi / kota besar digunakan periode ulang Q20-Q50

Untuk ibukota Negara/metropolitan digunakan periode ulang Q50-Q100


Persamaan konservasi massanya adalah sbb :

Q = V.A

dengan :
Q = debit aliran (m3/det)
A = luas tampang basah (m2)
V = kecepatan rata-rata (m/det)

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

1. Air bersih merupakan sumber daya yang sangat utama bagi kehidupan manusia. Untuk
mencapai derajat kesehatan dan kesejahteraan hidup masyarakat, kebutuhan akan air bersih
adalah sebuah keniscayaan dalam pembangunan .Ketersediaan air bersih menjadi salah satu
faktor pendukung dalam peningkatan kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari . Dengan adanya penyediaan air bersih yang baik, akan menunjang peningkatan
kesejahteraan hidup masyarakat.
2. Masalah air bersih yang memenuhi syarat kesehatan tidak hanya dialami oleh masyarakat
umum, tetapai juga sering dialami oleh masyarakat industri khususnya industri kecil dan
menengah yang bergerak di dalam industri proses khususnya proses pengolahan makanan dan
minuman serta proses yang berhubungan dengan senyawa kimia. Masalah air bersih yang
kurang memenuhi syarat tersebut sangat berpengarauh terhadap kualitas produk. Sebagai
contoh di dalam industri makanan dan minuman jika air yang digunakan kurang baik maka
produk yang dihasilkan juga kurang baik, apalagi jika air yang digunakan tidak steril maka
produk yang dihasilkan dapat terkontaminasi oleh mikroorganisme patogen yang mana dapat
membayakan konsumen.

B. SARAN
Demikian setelah menyusun makalah terkait unit distribusi air bersih kami menyarakan agar
lebih meningkatkan air bersih bagi seluruh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun 2002


Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/menkes/sk/xi/2002
Kindangen, Jefrey I. (2017). Pendinginan Pasif untuk Arsitektur Tropis Lembab. Sleman.
Sleman: Deepublish. ISBN 978-602-401-925-9.

Kodoatie,Robert J.,dan Roestam,Sjarief.2005”Pengelolaan Sumber Daya Air


Terpadu”Yogyakarta:Andi.
Modul V Hidrolika Sungai

Suharto, Bambang (2013). Mekanika Fluida (edisi ke-2). Malang: UB Press.

Anda mungkin juga menyukai