Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MAKALAH

KESEHATAN LINGKUNGAN DENGAN MATERI PENGELOLAAN EKSKRETA

Disusun Oleh :
YANUARIA
VITASARI PRATIDINA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SORONG PRODI D III


KEPERAWATAN MANOKWARI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan, air memiliki peranan yang sangat penting. Sekitar tiga perempat dari
tubuh kita tersusun dari air. World Health Organization (WHO) dalam pernyataannya yang
berkaitan dengan air “The Best of All Things is Water” menunjukkan bahwa air itu sangat
penting bagi seluruh kehidupan dan selalu dipandang sangat berharga, sehingga perlu dijaga,
dilindungi dan dilestarikan (Hartanto 2009).
Saat ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian. Untuk mendapatkan air
yang bersih, sudah menjadi barang yang mahal dan langka karena keterbatasan perolehan air
dimana air sudah banyak yang tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan
manusia, baik limbah dari kegiatan rumah tangga, limbah industri, dan lainnya. Akibatnya
ketergantungan manusia terhadap air semakin besar sejalan dengan perkembangan jumlah
penduduk yang meningkat.
Air tanah dipandang sebagai salah satu sumber air yang bersih sangat potensial untuk
dikembangkan menjadi sangat penting artinya bagi kehidupan manusia. Dipihak lain, terdapat
kecenderungan terus menurunnya kualitas air karena meningkatnya pencemaran air oleh
buangan pemukiman, industri, pertambangan, intensifikasi pertanian, serta meningkatnya
pariwisata dan pelayaran.
Pemukiman-pemukiman penduduk yang rapat, terutama diperkotaan, membuat sistem
pembuangan limbah rumah tangga seperti pembuangan limbah kamar mandi/ wc dan atau
dapur tidak terkoordinasi dengan baik, sehingga limbah tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya pencemaran air tanah dan dapat juga mengakibatkan tercemarnya lingkungan
daerah pemukiman tersebut.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, sebanyak 15,8% rumah
tangga Indonesia tidak memiliki tempat pembuangan ekskreta atau jamban, 69,7% rumah
tangga yang memiliki kakus dan sisanya masih menggunakan kakus umum atau bersama.
Meski memiliki jamban sendiri, hanya 2,9% rumah tangga yang pembuangan akhir
ekskretanya terjangkau oleh sarana pembuangan air limbah (SPAL). Sebanyak 59,3%
dibuang ke septic tank dan sisanya dibuang ke lingkungan (kolam, lubang tanah, sawah,
sungai dan sebagainya). Septik tank merupakan sarana untuk mencegah pencemaran air
tanah. Pembangunan dan pemeliharaan septic tank merupakan cara untuk meminimalisasi
pencemaran air tanah oleh ekskreta manusia. Limbah manusia tersebut akan diolah secara
efektif dalam jangka yang panjang, sehingga akan turut memelihara lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu ekskreta manusia?
2. Bagaimana proses pencemaran air tanah akibat ekskreta?
3. Bagaimana pengelolaan ekskreta untuk mencegah terjadinya pencemaran air
Tanah

1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa itu ekskreta manusia?
2. Mengetahui proses pencemaran air tanah akibat ekskreta?
3. Mengetahui bagaimana pengelolaan ekskreta untuk mencegah terjadinya
Pencemaran air tanah
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ekskreta manusia


Ekskreta manusia merupakan hasil akhir dari proses yang berlangsung dalam tubuh
manusia yang menyebabkan pemisahan dan pembuangan zat-zat yang tidak dibutuhkan
dalam tubuh. Zat-zat yang tidak dibutuhkan tersebut berbentuk tinja dan urine. Tinja dan
urine dapat menjadi masalah lingkungan jika pembuangannya tidak secara layak dan akan
menyebabkan pencemaran permukaan tanah dan air tanah yang berpotensi menjadi penyebab
timbulnya penularan berbagai macam penyakit saluran cerna (Soeparman dan Suparmin
2001).
Ekskreta manusia merupakan bagian dari limbah rumah tangga (domestic waste water),
dimana limbah rumah tangga dibagi menjadi dua yaitu black water (dari jamban) dan grey
water (dari kamar mandi, tempat mencuci pakaian, mencuci piring dan atau peralatan dapur)
(Sudarno 2006).
Seseorang yang normal diperkirakan menghasilkan ekskreta rata-rata sehari sekitar
83gram tinja dan 970gram urin. Rata-rata orang Asia mengeluarkan 200-400gram tinja/hari,
sedangkan orang Eropa mengeluarkan tinja 100-150gram/hari. Pada daerah tropis,
pengeluaran tinja berkisar antara 280-530gram/orang/hari dan urin berkisar antara 600-1130
gram/orang/hari (Arifin 2009).
Sumber ekskreta manusia (dalam hal ini lebih ditekankan pada tinja), Manusia sebagai
individu, yaitu dimana manusia tersebut hidup sendiri dalam suatu tempat tinggal terpisah
dari individu yang menempati tempat tinggal lain atau kelompok manusia yang satu individu
dengan individu lainnya terikat dalam hubungan kekerabatan yang menempati satu tempat
tinggal sebagai satu keluarga.
Manusia sebagai kelompok, yaitu kumpulan manusia yang bertempat tinggal di satu
wilayah geografis. Individu dalam kelompok terikat oleh satu hubungan kemasyarakatan
yang memiliki norma kelompok yang disepakati bersama.
2.2 Pencemaran air tanah akibat ekskreta
a. Air Tanah
Air tanah adalah air yang tersimpan/ terperangkap didalam lapisan batuan yang
mengalami pengisian/ penambahan secara terus menerus oleh alam.
Kondisi suatu lapisan tanah membuat suatu pembagian zona air tanah menjadi :
· Zona air berudara (zone of aeration) yaitu suatu lapisan tanah yang mengandung air
yang masih kontak dengan udara. Pada zona ini terdapat tiga lapisan tanah, yaitu lapisan air
tanah permukaan, lapisan intermediate, dan lapisan kapiler.
· Zona air jenuh (zone of saturation) yaitu suatu lapisan tanah yang mengandung air
tanah yang relatif tak terhubung dengan udara luar dan lapisan tanahnya (aquifer bebas).

Keuntungan menggunakan air tanah, yaitu :


· Pada umumnya bebas dari bakteri patogen.
· Dapat dipakai tanpa pengolahan lebih lanjut.
· Paling praktis dan ekonomis untuk mendapatkan dan membagikannya.
· Lapisan tanah yang menampung air biasanya merupakan tempat pengumpulan air
alami.
Kerugiannya adalah :
· Air tanah sering kali mengandung banyak mineral-mineral, seperti Fe, Mn, Ca.
· Biasanya membutuhkan pemompaan.

b. Pencemaran air tanah


Menurut Wardhana (1995) pencemaran air tanah adalah suatu keadaan air yang
mengalami penyimpangan dari keadaan normalnya. Keadaan normal air masih tergantung
pada faktor penentu yaitu kegunaan air itu sendiri dan asal sumber air
Sumber pencemaran air tanah dapat berasal dari septic tank yang tidak dibuat dengan baik,
limbah industri, penggunaan pestisida, limbah peternakan dan sebagainya.
Akibat dari pencemaran air tanah adalah
· Perubahan warna air
· Perubahan rasa
· Perubahan bau
· Perubahan pH
· Berdampak pada kesehatan manusia

Indikator pencemaran air tanah dilihat dari adanya perubahan yang dapat diamati, menurut
Warlina (2004) dapat digolongkan menjadi
· Pengamatan secara fisik yaitu berdasarkan pada tingkat kejernihan air, perubahan
warna, bau dan rasa
· Pengamatan secara kimia, yaitu berdasarkan pada zat kimia yang terlarut, perubahan
pH
· Perubahan secara biologis, yaitu berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air
(adanya fecal coli atau total coliform)

Sedangkan indikator umum yang diketahui pada pemeriksaan pencemaran air adalah :
· pH air, dimana air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai
pH sekitar 6,5-7,5.
· Oksigen terlarut (DO), kelarutan oksigen dalam air tergantung pada temperatur dan
tekanan atmosfer. Berdasarkan data-data temperatur dan tekanan, maka kelarutan oksigen
jenuh dalam air pada 250C dan tekanan 1 atm adalah 8,32mg/L.
· BOD, merupakan banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam
lingkungan air untuk memecah bahan buangan organik yang ada dalam air menjadi
karbondioksida dan air. Kadar BOD5 (BOD dalam masa inkubasi 5hari proses oksidasi) yang
diperkenankan untuk kepentingan air minum dan menopang kehidupan mikroorganisme
akuatik adalah 3,0-6,0.
· COD, merupakan jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam
air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun
yang sukar didegradasi. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari
20mg/L.

c. Pencemaran air tanah oleh ekskreta manusia


Pencemaran dari ekskreta manusia dalam hal ini tinja manusia tetap menjadi penyebab
utama pencemaran air. Sumber air merupakan kontributor utama untuk kehidupan, Namun
dari berbagai Laporan tentang kualitas air tanah di perkotaan sangat tidak layak untuk di
konsumsi. Bahkan gangguan pencemaran air sudah sampai di bagian muara, garis pantai laut,
sungai dan waduk-waduk penampungan air
Idealnya, limbah atau air limbah diperlakukan pengolahan (septic tank) untuk
menghilangkan kuman-kuman patogen yang berbahaya sebelum dibuang ke badan air secara
langsung. Jika di luar negara seperti Amerika Serikat contohnya badan EPA mensyaratkan
setiap fasilitas yang menghasilkan limbah tidak terkecuali, libah rumah angga seperti tinja,
untuk melakukan pembuangan limbah WC langsung ke permukaan air harus mendapatkan
izin Resmi dari National Pollutant Discharge Elimination System (NPDES).
Namun, Dalam hal penanganan limbah-limbah di negara kita mungkin kurang ketat,
sehingga masih mengabaikan tentang pencemaran air tanah. Limbah Tinja yang tidak benar
dalam proses penampungan dan perawatan yang dilepaskan secara langsung ke badan air
memiliki potensi dan akibat dari gangguan pasokan air bersih di perkotaan dan sudah
mewabah ke area pedesaan.
Seperti yang telah kita ketahui Air adalah sumber kehidupan manusia, binatang dan
tumbuhan. Namun akibat dari kegagalan sistem dan tata ruang kota, instalasi pengolahan
limbah dapat memberikan kontribusi pencemran dalam bentuk bakteri patogen yang
menyebabkan bahaya kesehatan yang serius, jika bakteri patogen menemukan jalan ke
sumber air minum. Pembangunan dan pembuatan sistem penampungan limbah ( septic tank )
yang tanpa penataan tepat adalah penyumbang utama pencemaran sumber air tanah. Seperti
di daerah berpenduduk padat tentu sumber air tanah sudah berbahaya untuk dikonsumsi. Ini
adalah akibat dari tercemarnya air tanah oleh bakteri patogen.
Menurut sumber Penelitian sourcemolecular.com telah menunjukkan bahwa masih ada
probabilitas tinggi untuk menemukan bakteri indikator tinja (FIB) dan Bakteri patogen dalam
air limbah yang dirilis dari populasi manusia yang besar. Dengan demikian, pengembangan
total beban harian maksimum (TMDL) sangat penting untuk menentukan apakah tingkat FIB
cukup tinggi untuk mendapatkan perhatian dan rencana aksi perbaikan. Pelacakan sumber
mikroba (MST) memainkan peran besar dalam pengembangan dan implementasi TMDL.
Diantara metode MST banyak digunakan untuk mendeteksi kontaminasi air dari tinja
manusia, khususnya kehadiran limbah kota, adalah virus polymerase chain reaction (PCR).
Konsentrasi tinggi dari polyomaviruses manusia (HPyVs) (JC virus [JCV] dan BK virus
[BKV]) telah didokumentasikan dalam limbah kota. Sumber Molekuler Human Urine Virus
ID layanan menggunakan teknologi DNA analitis yang cepat mendeteksi adanya
polyomavirus manusia.
2.3 Pengeloaan Ekskreta untuk Mencegah Terjadinya Pencemaran Air Tanah
Diperkirakan saat ini hampir sekitar 70% air tanah di daerah perkotaan sudah tercemar
berat oleh ekskreta manusia, terutama tinja, padahal separuh penduduk perkotaan masih
menggunakan air tanah. Kondisi perumahan dan lingkungan padat serta aktivitas dan
berbagai kegiatan yang tanpa perencanaan lingkungan menjadi salah satu penyebabnya
(Arifin 2009).
Pengelolaan ekskreta manusia sangat diperlukan untuk mengurangi beban pencemaran
atau menguraikan pencemar sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Untuk
mencegah sekurang-kurangnya kontaminasi ekskreta manusia terhadap lingkungan, maka
pembuangannya harus dikelola dengan baik, dengan maksud pembuangan tersebut harus di
suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat (termasuk septic tank yang baik). Pada
pemukiman-pemukiman yang padat, terkadang pembangunan perumahan tidak dilakukan
konstruksi yang baik, sehingga dapat terjadi kerusakan septic tank. Keadaan ini tentu saja
dapat menyebabkan pencemaran air tanah.

✓ Sistem pengelolaan ekskreta manusia dapat dilakukan dalam :


· Sistem penanganan terpusat (off-site), yaitu ekskreta manusia (umumnya bersama
limbah cair rumah tangga lainnya) dialirkan kedalam bak kontrol, masuk ke jaringan
drainase, kemudian ke dalam instalasi pengolahan limbah cair (IPLC) dan dilepas ke sumber
air baku.

· Sistem penanganan setempat (on-site), yaitu hasil buangan dari daerah pemukiman/
tempat rekreasi/ perkantoran dialirkan ke tangki septik dan bidang resapan individual atau
tangki septik bidang resapan komensal, kemudian diangkut dengan truk tinja, dibawa ke
instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT).

✓ Penanganan ekskreta manusia ini juga tergantung pada kelompok manusia tersebut, yaitu
· Pada kelompok manusia sebagai individu, pengelolaan hasil buangan ini ditangani
secara perorangan/ kelompok individu/ keluarga yang menggunakan sarana pembuangan
tersebut, yang umumnya berupa jamban perorangan/ jamban keluarga (private latrine), yang
merupakan tanggung jawab keluarga/ individu dalam pengelolaan, pembangunan penggunaan
dan pemeliharaan sarana tersebut.
· Pada kelompok manusia yang hidup dengan hubungan kemasyarakatan, penanganan
hasil buangan ini sering bersifat kompleks. Berbagai faktor penyebab, yaitu keterbatasan
penyediaan lahan, kepentingan yang berbeda antara individu, faktor sumber daya, faktor
fisibilitas pengelolaan, dan sebagainya. Keadaan kelompok masyarakat sangat menentukan
keberhasilan penanganan hasil buangan ini. Penanganan ekskreta pada kelompok ini biasanya
dilakukan secara kolektif dengan menggunakan jamban umum (public latrine), yang
merupakan tanggung jawab kelompok dalam pengelolaan, pembangunan penggunaan dan
pemeliharaan sarana tersebut.

✓ Selain itu juga tergantung pada kawasan tempat tinggal penduduk, seperti :
· Rawa-rawa, dimana rumah berada diatas perairan. Sistem pengelolaan ekskreta dari
rumah-rumah dialirkan dengan pipa ke suatu pengolahan kolektif.
· Perbukitan, dimana rumah-rumah berada pada daratan yang tingginya tidak sama. Cara
pengelolaan ekskreta jika dimungkinkan menggunakan septic tank. Jika tidak
memungkinkan, menggunakan sistem off-site yang terbagi dalam beberapa cluster
(kelompok) layanan. Tiap cluster memiliki sistem pengolahan sendiri.
· Daerah pesisir, dimana air bawah permukaan tinggi, sistem pengelolaan yang dapat
digunakan adalah off-site sistem.
· Kawasan kumuh, dimana tidak ada lahan yang luas untuk membangun septic tank
(dimana dalam 50 rumah tangga dibutuhkan luasan 100m2) atau memasukkan truk tinja
untuk menguras septic tank. Keadaan ini dapat menggunakan unit pengelolaan terpusat atau
MCK bersama(Mujiyanto 2009).

✓ Soeparman (2002), memilih lokasi penempatan sarana pembuangan tinja, perlu


diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
· Pada dasarnya tidak ada aturan pasti yang dapat dijadikan sebagai patokan untuk
menentukan jarak yang aman antara jamban dan sumber air. Banyak faktor yang
mempengaruhi perpindahan bakteri melalui air tanah, seperti tingkat kemiringan, tinggi
permukaan air tanah serta permeabilitas tanah. Hal penting yang harus diperhatikan adalah
jamban atau kolam buangan (cesspool) harus ditempatkan lebih rendah, atau sekurang-
kurangnya sama tinggi dengan sumber air bersih. Apabila memungkinkan, harus dihindari
penempatan langsung dibagian yang lebih tinggi dari sumur. Jika penempatan di bagian yang
lebih tinggi tidak dapat dihindarkan, jarak 15m akan mencegah pencemaran akan mencegah
pencemaran bakteriologis ke sumur. Penempatan jamban di sebelah kanan atau kiri akan
mengurangi kemungkinan kontaminasi air tanah yang mencapai sumur. Pada tanah pasir,
jamban dapat ditempatkan pada jarak 7,5m dari sumur apabila tidak ada kemungkinan untuk
menempatkannya pada jarak yang lebih jauh.
Pada tanah yang lebih homogen (tanah berpasir), kemungkinan pencemaran air tanah
sebenarnya nol apabila dasar lubang jamban berjarak lebih dari 1,5m diatas permukaan air
tanah atau apabila dasar air kolam pembuangan berjarak lebih dari 3m diatas permukaan air
tanah.
· Penyelidikan yang seksama harus dilakukan sebelum membuat jamban cubluk (pit
privy), kakus bor (bored-hole latrine), kolam pembuangan dan sumur resapan di daerah yang
mengandung lapisan batu karang dan batu kapur. Hal ini dikarenakan pencemaran dapat
terjadi secara langsung melalui saluran dalam tanah tanpa filtrasi alam ke sumur yang jauh
atau sumber penyediaan air minum lainnya (Arifin 2009).

Tangki septik atau septik tank merupakan unit pengolahan limbah yang diperlukan
guna mengolah air limbah sebelum dibuang ke sumber air baku. Disamping untuk mencegah
pencemaran termasuk diantaranya organisme penyebab penyakit, pengolahan air limbah
dimaksudkan untuk mengurangi beban pencemaran atau menguraikan pencemar sehingga
memenuhi persyaratan standar kualitas ketika dibuang ke suatu sumber air baku (Dinkes
Banggai 2009).
Pembangunan septik tank juga perlu memperhatikan keadaan tanah, pada kondisi tanah
yang terlalu lembab dalam jangka waktu yang lama, maka tanah tersebut tidak sesuai untuk
lokasi septik tank karena bahan pencemar (ekskreta manusia) dapat melewati aquifer tanah
melalui berbagai sumber diantaranya meresapnya bakteri dan virus melalui septic tank. Pada
kondisi tanah yang kering, gerakan bahan dan bakteri relatif sedikit, dengan gerakan ke
samping praktis tidak terjadi, sehingga jika terjadi pencucian yang berlebihan, tidak
dikhawatirkan terjadi kontaminasi air tanah karena perembesan ke bawah secara vertikal
hanya sekitar 3m (Arifin 2009).
Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa septik tank terdiri dari tangki sedimentasi
yang kedap air, sebagai tempat tinja dan air buangan masuk dan mengalami dekomposisi.
Di dalam tangki tersebut, tinja akan mengalami proses:
a. Proses kimiawi
Akibat penghancuran tinja akan direduksi dan sebagian besar (60-70%) zat-zat yang padat
akan mengendap di dalam tangki sebagai sludge. Zat- zat yang tidak dapat hancur besama-
sama dengan lemak dan busa akan mengapung dan membentuk lapisan yang menutup
permukaan air dalam tangki tersebut. Lapisan ini disebut scum yang berfungsi
mempertahankan suasana anaerob dari cairan dibawahnya, yang memungkinkan bakteri-
bakteri anaerob dapat tumbuh subur, yang akan berfungsi pada proses berikutnya.

b. Proses biologis
Dalam proses ini terjadi dekomposisi melaluli aktivitas bakteri anaerob dan fakultatif anaerob
yang memakan zat-zat organik dalam sludge dan scum. Hasilnya, selain terbentuknya gas dan
zat cair lainnya, terjadi pengurangan volume sludge, sehingga memungkinkan septik tank
tidak cepat penuh. Kemudian cairan enfluent sudah tidak mengandung bagian-bagian tinja
dan mempunyai BOD yang relatif rendah. Cairan enfluent ini akhirnya dialirkan keluar
melalui pipa dan masuk ke tempat perembesan (Arifin 2009).
Menurut Chandra (2007) yang perlu diperhatikan dalam mekanisme dekomposisi tinja
ini adalah :
· Penumpukan endapan lumpur mengurangi kapasitas septik tank sehingga isi septik
tank harus dibersihkan minimal sekali setahun.
· Penggunaan air sabundan desinfektan seperti fenol, sebaiknya dihindari karena dapat
membunuh flora normal bakteri dalam septic tank.
· Septik tank baru sebaiknya diisi dahulu dengan air sampai saluran pengeluaran,
kemudian dilapisi dengan lumpur dari septik tank lain untuk memudahkan proses
dekomposisi bakteri (Arifin 2009).
Pengelolaan ekskreta manusia ini juga harus didukung oleh peran pemerintah agar
dapat menjadi pedoman masyarakat untuk turut serta dalam memelihara air tanah sebagai
salah satu sumber air. Peran pemerintah tersebut diwujudkan dalam Hukum, yaitu dengan
adanya berbagai undang-undang atau peraturan yang mengatur kelestarian lingkungan hidup
dan atau sumber daya air, antara lain :
· UU No. 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup
· UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
· PP No. 43 tahun 2008 tentang Air Tanah
· PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air

Selain itu dilakukan juga Pendekatan kelembagaan, dengan membentuk lembaga


seperti Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) atau Badan Pengendalian
Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD). Tahun 2006 telah dibentuk suatu badan sanitasi yang
berbasis masyarakat, yaitu CLTS (Community Led Total Sanitation), hasil kerjasama dengan
World Bank, dimana tujuan utamanya yaitu meningkatkan penggunaan jamban yang dikelola
dengan baik.
Kerjasama dengan LSM, seperti pembentukan KOLILA (Komite Peduli Lingkungan).
Peran pemerintah ini tidaklah mudah jika tidak didukung oleh masyarakat. Ada baiknya
pengelolaan ini diawali dari diri kita sendiri, dengan menggunakan fasilitas buang air besar
yang telah tersedia serta memeliharanya (jamban dan septik tank).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Eksreta manusia berupa tinja dan urin dapat harus dikelola dengan baik. Karena
pengelolaan pembuangan eksreta yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan dapat
memberikan dampak negative seperti sebaagai sarang vector, memberikan bau busuk, dan
yang paling penting dapat menyebabkan pencemaran air, khususnya air tanah. Pengelolaan
ekskreta manusia di Indonesia masih terabaikan. Banyak rumah tangga yang belum memiliki
jamban sehat dan septic tank yang baik. Keadaan ini dapat mencemari lingkungan, khususnya
air tanah, dimana air tanah ini masih banyak digunakan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari.

3.2 Saran
Sebagai masyarakat yang menginginkan kehidupan yang sehat dan terbebas dari
penyakit, maka kita perlu memperhatikan pengelolaan pembuangan eksreta ini. Selain itu,
peran pemerintah memang diperlukan terutama dalam penanganan limbah ekskreta manusia
ini, disamping menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk turut serta menjaga lingkungan,
yang salah satu caranya adalah dengan membangun, menggunakan dan memelihara sarana
pengelolaan ekskreta ini.
DAFTAR PUSTAKA

http://pika12543.files.wordpress.com/2011/06/paper-2-makalah-pengelolaan-ekskreta-
sebagai-upaya-pencegahan-pencemaran-air-tanah.html (diakses pada tanggal 4 Juni 2014)

http://bamspratama01.blogspot.com/2013/11/ekskreta-by-bambang.html (diakses pada


tanggal 4 Juni 2014)

http://wiazka05falih.blogspot.com/2011/07/instalasi-pengelolaan-fisik-tinja.html (diakses
pada tanggal 4 Juni 2014)

http://achmadinblog.wordpress.com/2010/03/24/pencemaran-air-tanah/ (diakses pada tanggal


4 Juni 2014)

Anda mungkin juga menyukai