Disusun Oleh :
YANUARIA
VITASARI PRATIDINA
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa itu ekskreta manusia?
2. Mengetahui proses pencemaran air tanah akibat ekskreta?
3. Mengetahui bagaimana pengelolaan ekskreta untuk mencegah terjadinya
Pencemaran air tanah
BAB II
PEMBAHASAN
Indikator pencemaran air tanah dilihat dari adanya perubahan yang dapat diamati, menurut
Warlina (2004) dapat digolongkan menjadi
· Pengamatan secara fisik yaitu berdasarkan pada tingkat kejernihan air, perubahan
warna, bau dan rasa
· Pengamatan secara kimia, yaitu berdasarkan pada zat kimia yang terlarut, perubahan
pH
· Perubahan secara biologis, yaitu berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air
(adanya fecal coli atau total coliform)
Sedangkan indikator umum yang diketahui pada pemeriksaan pencemaran air adalah :
· pH air, dimana air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai
pH sekitar 6,5-7,5.
· Oksigen terlarut (DO), kelarutan oksigen dalam air tergantung pada temperatur dan
tekanan atmosfer. Berdasarkan data-data temperatur dan tekanan, maka kelarutan oksigen
jenuh dalam air pada 250C dan tekanan 1 atm adalah 8,32mg/L.
· BOD, merupakan banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam
lingkungan air untuk memecah bahan buangan organik yang ada dalam air menjadi
karbondioksida dan air. Kadar BOD5 (BOD dalam masa inkubasi 5hari proses oksidasi) yang
diperkenankan untuk kepentingan air minum dan menopang kehidupan mikroorganisme
akuatik adalah 3,0-6,0.
· COD, merupakan jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam
air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun
yang sukar didegradasi. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari
20mg/L.
· Sistem penanganan setempat (on-site), yaitu hasil buangan dari daerah pemukiman/
tempat rekreasi/ perkantoran dialirkan ke tangki septik dan bidang resapan individual atau
tangki septik bidang resapan komensal, kemudian diangkut dengan truk tinja, dibawa ke
instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT).
✓ Penanganan ekskreta manusia ini juga tergantung pada kelompok manusia tersebut, yaitu
· Pada kelompok manusia sebagai individu, pengelolaan hasil buangan ini ditangani
secara perorangan/ kelompok individu/ keluarga yang menggunakan sarana pembuangan
tersebut, yang umumnya berupa jamban perorangan/ jamban keluarga (private latrine), yang
merupakan tanggung jawab keluarga/ individu dalam pengelolaan, pembangunan penggunaan
dan pemeliharaan sarana tersebut.
· Pada kelompok manusia yang hidup dengan hubungan kemasyarakatan, penanganan
hasil buangan ini sering bersifat kompleks. Berbagai faktor penyebab, yaitu keterbatasan
penyediaan lahan, kepentingan yang berbeda antara individu, faktor sumber daya, faktor
fisibilitas pengelolaan, dan sebagainya. Keadaan kelompok masyarakat sangat menentukan
keberhasilan penanganan hasil buangan ini. Penanganan ekskreta pada kelompok ini biasanya
dilakukan secara kolektif dengan menggunakan jamban umum (public latrine), yang
merupakan tanggung jawab kelompok dalam pengelolaan, pembangunan penggunaan dan
pemeliharaan sarana tersebut.
✓ Selain itu juga tergantung pada kawasan tempat tinggal penduduk, seperti :
· Rawa-rawa, dimana rumah berada diatas perairan. Sistem pengelolaan ekskreta dari
rumah-rumah dialirkan dengan pipa ke suatu pengolahan kolektif.
· Perbukitan, dimana rumah-rumah berada pada daratan yang tingginya tidak sama. Cara
pengelolaan ekskreta jika dimungkinkan menggunakan septic tank. Jika tidak
memungkinkan, menggunakan sistem off-site yang terbagi dalam beberapa cluster
(kelompok) layanan. Tiap cluster memiliki sistem pengolahan sendiri.
· Daerah pesisir, dimana air bawah permukaan tinggi, sistem pengelolaan yang dapat
digunakan adalah off-site sistem.
· Kawasan kumuh, dimana tidak ada lahan yang luas untuk membangun septic tank
(dimana dalam 50 rumah tangga dibutuhkan luasan 100m2) atau memasukkan truk tinja
untuk menguras septic tank. Keadaan ini dapat menggunakan unit pengelolaan terpusat atau
MCK bersama(Mujiyanto 2009).
Tangki septik atau septik tank merupakan unit pengolahan limbah yang diperlukan
guna mengolah air limbah sebelum dibuang ke sumber air baku. Disamping untuk mencegah
pencemaran termasuk diantaranya organisme penyebab penyakit, pengolahan air limbah
dimaksudkan untuk mengurangi beban pencemaran atau menguraikan pencemar sehingga
memenuhi persyaratan standar kualitas ketika dibuang ke suatu sumber air baku (Dinkes
Banggai 2009).
Pembangunan septik tank juga perlu memperhatikan keadaan tanah, pada kondisi tanah
yang terlalu lembab dalam jangka waktu yang lama, maka tanah tersebut tidak sesuai untuk
lokasi septik tank karena bahan pencemar (ekskreta manusia) dapat melewati aquifer tanah
melalui berbagai sumber diantaranya meresapnya bakteri dan virus melalui septic tank. Pada
kondisi tanah yang kering, gerakan bahan dan bakteri relatif sedikit, dengan gerakan ke
samping praktis tidak terjadi, sehingga jika terjadi pencucian yang berlebihan, tidak
dikhawatirkan terjadi kontaminasi air tanah karena perembesan ke bawah secara vertikal
hanya sekitar 3m (Arifin 2009).
Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa septik tank terdiri dari tangki sedimentasi
yang kedap air, sebagai tempat tinja dan air buangan masuk dan mengalami dekomposisi.
Di dalam tangki tersebut, tinja akan mengalami proses:
a. Proses kimiawi
Akibat penghancuran tinja akan direduksi dan sebagian besar (60-70%) zat-zat yang padat
akan mengendap di dalam tangki sebagai sludge. Zat- zat yang tidak dapat hancur besama-
sama dengan lemak dan busa akan mengapung dan membentuk lapisan yang menutup
permukaan air dalam tangki tersebut. Lapisan ini disebut scum yang berfungsi
mempertahankan suasana anaerob dari cairan dibawahnya, yang memungkinkan bakteri-
bakteri anaerob dapat tumbuh subur, yang akan berfungsi pada proses berikutnya.
b. Proses biologis
Dalam proses ini terjadi dekomposisi melaluli aktivitas bakteri anaerob dan fakultatif anaerob
yang memakan zat-zat organik dalam sludge dan scum. Hasilnya, selain terbentuknya gas dan
zat cair lainnya, terjadi pengurangan volume sludge, sehingga memungkinkan septik tank
tidak cepat penuh. Kemudian cairan enfluent sudah tidak mengandung bagian-bagian tinja
dan mempunyai BOD yang relatif rendah. Cairan enfluent ini akhirnya dialirkan keluar
melalui pipa dan masuk ke tempat perembesan (Arifin 2009).
Menurut Chandra (2007) yang perlu diperhatikan dalam mekanisme dekomposisi tinja
ini adalah :
· Penumpukan endapan lumpur mengurangi kapasitas septik tank sehingga isi septik
tank harus dibersihkan minimal sekali setahun.
· Penggunaan air sabundan desinfektan seperti fenol, sebaiknya dihindari karena dapat
membunuh flora normal bakteri dalam septic tank.
· Septik tank baru sebaiknya diisi dahulu dengan air sampai saluran pengeluaran,
kemudian dilapisi dengan lumpur dari septik tank lain untuk memudahkan proses
dekomposisi bakteri (Arifin 2009).
Pengelolaan ekskreta manusia ini juga harus didukung oleh peran pemerintah agar
dapat menjadi pedoman masyarakat untuk turut serta dalam memelihara air tanah sebagai
salah satu sumber air. Peran pemerintah tersebut diwujudkan dalam Hukum, yaitu dengan
adanya berbagai undang-undang atau peraturan yang mengatur kelestarian lingkungan hidup
dan atau sumber daya air, antara lain :
· UU No. 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup
· UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
· PP No. 43 tahun 2008 tentang Air Tanah
· PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air
3.1 Kesimpulan
Eksreta manusia berupa tinja dan urin dapat harus dikelola dengan baik. Karena
pengelolaan pembuangan eksreta yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan dapat
memberikan dampak negative seperti sebaagai sarang vector, memberikan bau busuk, dan
yang paling penting dapat menyebabkan pencemaran air, khususnya air tanah. Pengelolaan
ekskreta manusia di Indonesia masih terabaikan. Banyak rumah tangga yang belum memiliki
jamban sehat dan septic tank yang baik. Keadaan ini dapat mencemari lingkungan, khususnya
air tanah, dimana air tanah ini masih banyak digunakan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari.
3.2 Saran
Sebagai masyarakat yang menginginkan kehidupan yang sehat dan terbebas dari
penyakit, maka kita perlu memperhatikan pengelolaan pembuangan eksreta ini. Selain itu,
peran pemerintah memang diperlukan terutama dalam penanganan limbah ekskreta manusia
ini, disamping menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk turut serta menjaga lingkungan,
yang salah satu caranya adalah dengan membangun, menggunakan dan memelihara sarana
pengelolaan ekskreta ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://pika12543.files.wordpress.com/2011/06/paper-2-makalah-pengelolaan-ekskreta-
sebagai-upaya-pencegahan-pencemaran-air-tanah.html (diakses pada tanggal 4 Juni 2014)
http://wiazka05falih.blogspot.com/2011/07/instalasi-pengelolaan-fisik-tinja.html (diakses
pada tanggal 4 Juni 2014)