Anda di halaman 1dari 42

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Air

2.1.1 Umum
Secara kimia, air terdiri atas dua atom hidrogen dan satu atom oksigen
dengan rumus kimia Air adalah H2O. Air bisa berwujud cair, padat, gas dan uap
air. Bila dilihat secara terpisah, Hidrogen dan oksigen adalah dua unsur yang unik.
Hidrogen dan oksigen bila secara terpisah dapat bereaksi dan menghasilkan energi
panas yang besar, sedangkan setelah bergabung dan membentuk molekul air,
justru bersifat sebaliknya yakni bersifat mendinginkan.
Lebih dari 70% permukaan bumi kita ini ditutupi oleh air, yang berwujud
samudera, danau, sungai dan sebagainya. Sisanya merupakan wilayah daratan.
Keberadaan air di alam ini sangat dinamis, bergerak dari satu tempat ke tempat
lain, berubah wujud dari cair ke gas atau padat dan sebaliknya. Pergerakan air di
alam ini sering disebut dengan istilah siklus hidrologi.
Dengan adanya siklus hidrologi dari air ini, maka air dapat memperbaharui
dirinya sendiri dan terus-menerus ada, akan tetapi dari masa ke masa jumlah
penggunaan air mengalami peningkatan yang tajam, hal ini dikarenakan pesatnya
jumlah penduduk di bumi setiap tahunnya. Peningkatan jumlah penduduk ini akan
mempengarui aktivitas manusia dalam memanfaatkan air di muka bumi, fakta
yang ada saat ini, manusia tidak lagi memperhatikan lingkungan yang mereka
huni, akibatnya karakter dari air yang dapat memperbaharui diri menjadi
berbanding terbalik dan tidak sejalan dengan aktivitas manusia yang tidak
mementingkan lingkungan dan sumber daya alam yang tersedia. Perilaku ini
mengakibatkan kuantitas air semakin menurun dan begiu pula sama halnya
dengan mutu atau kualitas air yang mengalami penurunan pula.
Terdapat beberapa klasifikasi mengenai kualitas air yang dimanfaatkan
untuk peruntukan tertentu dalam kehidupan, diantaranya air tercemar dan air tidak
tercemar. Air dinyatakan tercemar apabila terdapat ganguan terhadap kualitas air
sehingga air tersebut tidak dapat di gunakan untuk tujuan penggunaannya.Yang
dimaksud dengan air tercemar air adalah air yang telah di masuki makhluk hidup
(mikro organisme), zat atau energi akibat kegiatan manusia sehingga kualitas air

turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebababkan air tidak berfungsi sesuai
dengan peruntukannya.
Pencemaran terjadi bila dalam lingkungan terdapat bahan yang menyebabkan
timbulnya perubahan yang tidak diharapkan, baik yang bersifat fisika, kimiawi
maupun biologis sehingga mengganggu kesehatan eksistensi manusia, dan
aktivitas manusia serta organisme lainnya. Bahan penyebab pencemaran disebut
bahan pencemar atau polutan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pencemaran adalah :
1. Jumlah penduduk;
2. Jumlah sumberdaya alam yang digunakan oleh setiap individu;
3. Jumlah polutan yang dikeluarkan oleh setiap jenis sumberdaya alam;
4. Teknologi yang digunakan.
2.1.2 Sumber-Sumber Air
Untuk daerah tropis dan sub tropis sumber air yang pokok adalah dari
hujan, sedangkan untuk daerah yang sedang adalah dari salju. Tetapi hujan bukan
merupakan satu-satunya sumber air bagi kehidupan. Terdapat 4 macam sumber air
minum di Bumi ini, diantaranya :
1. Air Laut
Air yang dijumpai di dalam alam berupa air laut sebanyak 80%, sedangkan
sisanya berupa air tanah/daratan, es, salju, dan hujan. Air laut mempunyai sifat
asin, karena mengandung garam NaCl. Kadar NaCl dalam air laut 3%. Dengan
keadaan ini, maka air laut tak memenuhi syarat untuk air minum.
2. Air Hujan
Dalam keadaan murni, sangat bersih, karena dengan adanya pengotoran
udara yang disebabkan oleh kotoran-kotoran industri/debu dan lain
sebagainya. Maka untuk menjadikan air hujan sebagai sumber air minum
hendaknya pada waktu menampung air hujan jangan dimulai pada saat hujan
mulai turun, karena masih mengandung banyak kotoran.
3. Air Permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada
umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama pengalirannya,
misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran industri kota
dan sebagainya.

Setelah mengalami suatu pengotoran, pada suatu saat air permukaan itu
akan mengalami suatu proses pembersihan sendiri. Udara yang mengandung
oksigen atau gas O2 akan membantu mengalami proses pembusukan yang
terjadi pada air permukaan yang telah mengalami pengotoran, karena selama
dalam perjalanan, O2 akan meresap ke dalam air permukaan.
Air permukaan ada 3 macam yaitu:
a. Air Sungai
Dalam penggunaannya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu
pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada
umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali. Debit yang
tersedia untuk memenuhi kebutuhan akan air minum pada umumnya dapat
mencukupi.
b. Air Rawa
Kebanyakan air rawa ini berwarna yang disebabkan oleh adanya zatzat organik yang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam
air yang menyebabkan warna kuning coklat.
c. Air Danau dan / atau Waduk
Danau merupakan bagian permukaan

bumi

yang

berupa

cekungan/ledok atau lembah (basin) yang luas dan digenangi air serta
terletak ditengah-tengah daratan. Air yang menggenangi danau bisa berasal
dari mata air, air tanah, air sungai yang berpelepasan atau bermuara di
danau tersebut dan bisa juga berasal dari air hujan. Di Indonesia danau
juga sering disebut setu, tasik, ranu , atau tao. Sumber air danau berasal
dari air hujan , aliran sungai dan air tanah. Air yang mengisi danau
biasanya air tawar, contohnya di Indonesia antara lain , Danau Toba di
Sumatera Utara dan Danau Poso di Sulawesi Tengah.
Waduk adalah kolam besar tempat menyimpan air untuk berbagai
kebutuhan. Waduk dapat terjadi secara alami maupun dibuat manusia.
Waduk buatan dibangun dengan cara membuat bendungan lalu dialiri air
sampai waduk tersebut penuh dan sering juga disebut danau buatan yang
besar. Sistem tata air waduk berbeda dengan danau alami, komponen tata
air waduk umumnya telah direncanakan sedemikian rupa sehingga
volume, kedalaman, luas, presepitasi, debit inflow/outflow waktu tinggal
air diketahui dengan pasti. Sebagian besar waduk di Indonesia

10

mendapatkan aliran air dari sungai, mata air, maupun air hujan namun
akan menimbulkan bahaya ketika debit air yang ada melebihi dari
kapasitas yang seharusnya.
4. Air Tanah
Air tanah adalah air yang berasal dari permukaan yang merembes ke
dalam tanah, yang terdapat di dalam ruang-ruang butir antara butir-butir tanah
di dalam lapisan bumi. Suatu saat air ini akan memenuhi lapisan tanah yang
keras dan kuat, maka air ini akan keluar permukaan sebagai mata air.
Air tanah terbagi antara:
a. Air Tanah Dangkal
Air tanah dangkal terjadi karena daya proses peresapan air dari
permukaan tanah. Lumpur akan bertahan, demikian pula dengan sebagian
bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat
kimia (garam-garam yang larut) karena melalui lapisan tanah yang
mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapisan
tanah. Lapisan tanah ini berfungsi sebagai saringan. Disamping
penyaringan, pengotoran juga masih terus berlangsung, terutama pada
muka air yang dekat dengan muka tanah, setelah lapisan rapat air, air yang
terkumpul merupakan air tanah dangkal dimana air tanah ini dimanfaatkan
sebagai air minum melalui sumur-sumur dangkal.
b. Air tanah dalam
Terdapat setelah lapis rapat air yang pertama. Pengambilan air tanah
dalam, tidak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini harus
digunakan bor dan memasukkan pipa ke dalamnya sehingga dalam suatu
kedalaman (biasanya antara 100-300 m) akan didapatkan suatu lapis air.
Kualitas air tanah dalam pada umumnya lebih baik dari air dangkal, karena
penyaringanya lebih sempurna dan bebas dari bakteri. Susunan dari unsurunsur kimia tergantung pada lapis-lapis tanah yang dilalui. Jika melalui
tanah kapur, maka air itu akan menjadi sadah, karena mengandung
Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2.
c. Mata air
Mata Air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke
permukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak

11

terpengaruh oleh musim dan kualitasnya sama dengan keadaan air tanah
dalam.
.2 Pencemaran Air
Definisi pencemaran air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup,
zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga
mutu air menurun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat
berfungsi sesuai peruntukannya (Permenneg LH No.01 Pasal 1, 2010)
Pencemaran air yang disebabkan oleh manusia dapat timbul dari bermacammacam kegiatan, baik sengaja maupun tidak, dan pada umumnya berpengaruh
besar bagi lingkungan akibat dari pencemaran oleh makhluk hidup. Pencemaran
apabila tidak dicegah atau dikurangi pada dasarnya akan membahayakan dan
merugikan bagi manusia dari segi kesehatan maupun segi kehidupan sosial atau
kelangsungan makhluk hidup.
Definisi lain dari pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu
tempat penampungan air seperti danau/waduk, sungai, lautan dan air tanah akibat
aktivitas manusia maupun fenomena alam seperti gunung berapi, badai, gempa
bumi juga mengakibatkan perubahan yang besar terhadap kualitas air. Pencemaran
air dapat disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik yang berbedabeda. Meningkatnya kandungan nutrien dapat mengarah pada eutrofikasi.
Pencemaran air berdampak bagi organisme dan tanaman di dalam badan
air. Dalam banyak kasus efek ini merusak tidak hanya populasi dan spesies
individu namun juga komunitas biologi alami. Pencemaran air merupakan
masalah global yang memerlukan evaluasi segera dan kebijakan sumber air pada
semua level. Hal ini dianggap juga sebagai penyebab utama penyakit dan
kematian.
Bahan yang menyebabkan pencemaran air adalah bahan-bahan kimia,
pathogen, dan perubahan fisik seperti kenaikan suhu, dan perubahan warna, serta
bahan pencemar lainnya. Bahan pencemar kimia ini terbagi menjadi 2 macam,
yaitu :
a. Bahan pencemar air organik, contohnya :
Deterjen
Desinfektan produk yang digunakan untuk pembersihan air
minum secara kimia, seperti chloroform.
Sampah pembuangan makanan termasuk lemak, dan minyak.

12

Insektisida dan Herbisida


Petroleum hydrocarbon, termasuk bahan bakar minyak (bensin,
solar, dll.)
Sampah semak-semak dan pepohonan yang berasal dari
penebangan hutan.
Senyawa organik volatile (VOCs), seperti dalam industri
pelarut.
Pelarut Chlorinated.
Perchlorate.
Berbagai senyawa kimia yang digunakan pada kosmetik dan
kebersihan pribadi.
Dll.
b. Bahan pencemar anorganik, contohnya :
Asam yang disebabkan oleh

bahan

industri

terutama

sulfurdioksida
Amonia dari sampah pengolahan makanan.
Sampah kimia akibat produk industri.
Pupuk yang mengandung penyubur seperti, nitrat dan pospat
yang sering digunakan di dalam aliran pengairan di
persawahan.
Logam berat dari kendaraan bermotor.
Dll.
Pencemaran yang disebabkan oleh limbah pertanian seperti pupuk organic
dengan kandungan nitrogen dan fosfat yang larut dalam air dapat menyuburkan
lingkungan air (eutrofikasi). Karena air kaya nutrisi, ganggang dan tumbuhan air
tumbuh subur (blooming). Hal yang demikian akan mengancam kelestarian
waduk, waduk akan cepat dangkal dan biota air akan mati karenanya. Sama
halnya seperti kandungan abu vulkanik yang dihasilkan oleh letusan gunung
berapi akan menyisakan endapan-endapan debu yang mengandung beberapa unsur
hara tanaman, baik mengendap pada sungai-sungai yang terdistribusi masuk ke
dalam waduk maupun abu vulkanik yang langsung masuk ke dalam waduk.
Kandungan lumpur dari endapan abu vulkanik yang meningkat di dalam
air mengurangi jumlah cahaya yang masuk yang diperlukan untuk berfotosintesis.
Unsur hara yang masuk berlebihan ke ekosistem perairan dapat menyebabkan
pertumbuhan yang sangat cepat dari algae atau tanaman air, sehingga

13

menyebabkan berkurangnya bentuk kehidupan lainnya seperti ikan dan kerangkerangan.


Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya
perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui :
1. Adanya perubahan suhu Air.
Adanya perubahan suhu ini pada umumnya terjadi akibat adanya
limbah industri dalam hal proses pendinginan air untuk menghilangkan
panas dari mesin mesin yang dipakai. Air yang menjadi panas tersebut
kemudian dibuang ke lingkungan. Apabila air yang panas tersebut di
buang ke sungai, maka air sungai akan menjadi panas, air sungai yang
suhunya naik akan mengganggu kehidupan hewan air dan organisme air
lainnya karena kadar oksigen yang terlarut dalam air akan turun bersamaan
dengan kenaikan suhu. Padahal setiap kehidupan memerlukan oksigen
untuk bernafas. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara yang
secara lambat terdifusi ke dalam air. Makin tinggi kenaikan suhu air makin
sedikit oksigen yang terlarut di dalamnya.
2. Perubahan pH atau konsentrasi Ion Hidrogen.
Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan
mempunyai pH berkisar antara 6,5 7,5. Air dapat bersifat asam atau basa,
tergantung pada besar

kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion

Hidrogen di dalam air. Air yang mempunyai pH lebih kecil dari pH normal
akan bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH lebih besar dari
pH normal.
3. Perubahan Warna, Bau dan Rasa Air.
Bahan buangan atau limbah yang berupa bahan organic dan
anorganik seringkali dapat larut di dalam air. Apabila bahan buangan dan
air limbah dapat larut dalam air maka akan terjadi perubahan warna air. Air
dalam keadaan normal dan bersih tidak akan berwarna, sehingga tampak
bening dan jernih.
Pencemaran air tidak mutlak harus bergantung pada warna air.
Karena bahan buangan yang memberikan warna belum tentu berbahaya
dari buangan yang tidak berwarna, seringkali zat-zat beracun justru
terdapat pada bahan buangan yang tidak berwarna sehingga air tetap
tampak jernih.

14

Bau yang keluar dari dalam air dapat berasal dari bahan buangan
atau limbah industri atau dapat pula berasal dari degradasi bahan buangan
oleh mikroba yang hidup di dalam air. Mikroba di dalam air akan
mengubah bahan buangan organic, terutama gugus protein, secara
degradasi menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau.
Air normal yang dapat digunakan untuk suatu kehidupan pada
umumnya tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Air yang berasa
pada umumnya berasal dari garam-garam yang terlarut. Bila hal ini terjadi
maka berarti telah terjadi pelarutan ion-ion logam yang dapat mengubah
konsentrasi Hidrogen dalam air. Adanya rasa pada air umumnya diikuti
oleh perubahan pH air.
4. Timbulnya Endapan, Koloidal, dan Bahan Terlarut.
Endapan dan koloidal serta bahan terlarut berasal dari adanya
bahan buangan yang bebentuk padat. Bahan buangan yang berbentuk
padat kalau tidak dapat larut sempurna akan mengendap di dasar sungai
dan yang dapat larut sebagaian akan menjadi koloidal. Endapan sebelum
sampai ke dasar sungai akan melayang di dalam air bersama-sama dengan
koloidal. Endapan dan koloidal yang melayang di dalam air akan
menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam lapisan air. Sedangkan
sinar matahari dibutuhkan mikroorganisme untuk proses fotosintesis.
Karena

tidak

ada

sinar

matahari,

mikroorganisme

tidak

dapat

berfotosintesis dan kehidupannya akan terganggu.


Apabila endapan dan koloidal yang terjadi berasal dari bahan
buangan organik, maka mikroorganisme dengan bantuan oksigen yang
terlarut dalam air akan melakukan degradasi bahan organik tersebut
sehingga menjadi bahan yang lebih sederhana. Dalam hal ini kandungan
oksigen yang terlarut di dalam air akan berkurang sehingga organisme lain
yang memerlukan oksigen akan terganggu pula. Jika bahan buangan
berupa bahan anorganik yang dapat larut maka air akan mendapat
tambahan ion-ion logam yang berasal dari bahan anorganik tersebut
banyak bahan anorganik yang memberikan ion-ion logam berat yang pada
umumnya bersifat racun, seperti Cd,Cr,Pb.
5. Mikroorganisme

15

Mikroorganisme sangat berperan dalam proses degradasi bahan


buangan dari kegiatan industri atau lainnya yang dibuang ke air
lingkungan, baik sungai, danau maupun laut. Kalau bahan buangan yang
harus didegradasi cukup banyak, berarti mikroorganisme akan ikut
berkembang biak. Pada perkembang biakan mikroorganisme ini tidak
menutup kemungkinan bahwa mikroba pathogen ikut berkembang pula.
Mikroba pathogen adalah penyebab timbulnya berbagai penyakit.
2.2.1 Akibat Terjadinya Pencemaran Air
Pengaruh pencemaran air dapat berdampak sangat luas, misalnya dapat
meracuni

air

minum,

meracuni

makanan

hewan,

menjadi

penyebab

ketidakseimbangan ekosistem sungai dan danau atau waduk, pengrusakan hutan


akibat hujan asam,dsb. Manahan ( 2005 ) dalam Asus Maizar (2011) menyebutkan
bahwa pengaruh pencemaran perairan terhadap parameter fisika, kimia, dan
biologis perairan adalah :
1. Parameter Fisika
- Mengganggu transmisi sinar matahari ke dalam sungai
- Pengaruh psikologi dan estetika
- Membutuhkan proses pengolahan untuk menghilangkannya
2. Parameter Kimia
- Mengurangi kandungan oksigen dalam air dan dapat menyebabkan

2.3

kondisi septik
- Bersifat racun/karsinogen pada manusia dan hewan
- Menyebabkan terjadinya proses eutrofikasi
- Menurunkan kandungan oksigen dan menyebabkan bau
- Merusak estetika lingkungan
3. Parameter Biologis
- Menimbulkan bau dan merusak estetika
- Dapat menimbulkan penyakit
Analisis Kualitas Air
Kualitas air didefinisikan sebagai kadar parameter air yang dianalisis secara

teliti sehingga menunjukkan mutu dan karakteristik air. Mutu dan karakteristik air
ditentukan oleh jenis dan sifat-sifat bahan yang terkandung didalamnya. Bahanbahan tersebut, baik padat, cair, maupun gas, terlarut maupun tidak terlarut, secara
alamiah mungkin sudah terdapat di dalam air dan diperoleh selama air mengalami
siklus hidrologi. Dengan demikian mutu dan karakteristik air ditentukan oleh
kondisi lingkungan dimana air itu berada. Aktivitas manusia dalam memanfaatkan
sumber daya alam dan lingkungan sering menimbulkan bahan sisa atau buangan
yang mempunyai kecenderungan pada peningkatan jumlah dan kandungan bahan-

16

bahan di dalam air. Bahan bahan ini apabila tidak ditangani secara baik dapat
menimbulkan permasalahan pencemaran, lebih-lebih apabila lingkungan tidak
mempunyai daya dukung yang cukup untuk menetralisir dan mengurangi beban
pencemar.
2.3.1

Parameter Fisika Pada Status Trofik


Salah satu derajat kekotoran air dipengaruhi oleh sifat fisik air, yang dapat

dilihat dengan mata dan dirasakan secara langsung. Dalam standar persyaratan
status trofik perairan terdapat parameter fisika berupa cahaya atau kecerahan
yang dijelaskan berikut ini :
1. Cahaya / Kecerahan
Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan
merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual
dengan menggunakan secchi disk. secchi disk dikembangkan oleh
Profesor Secchi pada sekitar abad 19, yang berusaha menghitung tingkat
kekeruhan air secara kuantitatif. Tingkat kekeruhan air tersebut dinyatakan
dengan suatu nilai yang dikenal dengan kecerahan secchi disk. Nilai
kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi
oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan
tersuspensi

serta

ketelitian

orang

yang

melakukan

pengukuran.

Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah.


kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan oleh
banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan yang terdapat
di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan
anorganik yang terlarut ( misalnya lumpur dan pasir halus ) maupun bahan
anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme.
Cahaya merupakan sumber energi utama dalam ekosistem perairan.
Di perairan, cahaya memiliki dua fungsi utama yaitu :
a. Memanasi air sehingga terjadi perubahan suhu dan berat jenis
(densitas) dan selanjutnya menyebabkan terjadinya percampuran
massa dan kimia air. Perubahan suhu juga mempengaruhi tingkat
kesesuaian perairan sebagai habitat bagi suatu organism akuatik,
karena setiap organisme akuatik memiliki kisaran suhu minimum dan
maksimum bagi kehidupannya.

17

b. Merupakan sumber energi bagi proses fotosintesis algae dan tumbuhan


air.
Cahaya sangat mempengaruhi tingkah laku organisme akuatik.
Algae planktonik menunjukkan respon yang berbeda terhadap perubahan
intensitas cahaya. Perubahan intensitas cahaya menyebabkan ceratium
hirudinella (Dinoflagellata) melakukan pergerakan vertikal pada kolom air
dan blue green algae (Cyanopyta) mengatur volume vakuola gas untuk
melakukan pergerakan secara vertikal pada kolom air, sedangkan
zooplankton melakukan migrasi vertical harian. (Jeffries dan Mills, 1996
dalam Effendi, 2003 ).
Pigmen klorofil menyerap cahaya biru dan merah, karoten
menyerap cahaya biru dan hijau, fikoeritrin menyerap warna hijau, dan
fikosianin menyerap cahaya kuning. ( Cole, 1988 dan Moss, 1993 dalam
Effendi, 2003 ).
2.3.2

Parameter Kimia Pada Status Trofik


Kandungan bahan kimia yang terdapat di dalam air menentukan tingkat

bahaya keracunan yang ditimbulkan. Semakin besar jumlah zat kimia yang
terkandung maka semakin terbatas pula penggunaan air tersebut, serta parameter
kimia ini dapat menentukan tingkat status trofik dari perairan, bahan kimia yang
mempangaruhi status trofik tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
A. Nitrogen
Nitrogen dan senyawanya tersebar secara luas dalam biosfer. Lapisan atmosfer
bumi mengandung sekitar 78 % gas nitrogen. Bebatuan juga mengandung
nitrogen. Pada tumbuhan dan hewan, senyawa nitrogen ditemukan sebagai
penyusun protein dan klorofil.
Sumber utama nitrogen antropogenik di perairan berasal dari wilayah
pertanian yang menggunakan pupuk secara intensif maupun dari kegiatan
domestik.
1. Amonia
Amonia (NH3) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air.
Ion amonium adalah bentuk transisi dari amonia. Amonia banyak
digunakan dalam proses produksi urea, industry bahan kimia (asam nitrat,
amonium, fosfat, amonium nitrat, dan amonium sulfat ), serta industri

18

bubur kertas dan kertas (pulp dan paper ). Sumber amonia di perairan
adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen
anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air, yang berasal dari
dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati)
oleh mikroba dan jamur. proses ini dikenal dengan istilah amonifikasi.
Reduksi nitrat (denitrifikasi) oleh aktivitas mikroba pada kondisi anaerob,
yang merupakan proses yang biasa terjadi pada pengolahan limbah, juga
menghasilkan gas amonia dan gas-gas lainnya, misalnya N2O, NO2,NO,
dan N2 ( Novotny dan Olem, 1994 dalam Effendi 2003).
Tinja dari biota akuatik yang merupakan limbah aktivitas metabolisme
juga banyak mengeluarkan amonia. Sumber amonia yang lain adalah
reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara atmosfer, limbah
industri, dan domestik. Amonia yang terdapat dalam mineral masuk ke
badan air melalui erosi tanah. Di perairan alami, pada suhu dan tekanan
normal amonia berada dalam bentuk gas dan membentuk kesetimbangan
dengan gas amonium. Selain terdapat dalam bentuk gas, amonia
membentuk kompleks dengan beberapa ion logam. Amonia juga dapat
terserap ke dalam bahan-bahan tersuspensi dan koloid sehingga
mengendap di dasar perairan. Amonia di perairan dapat menghilang
melalui proses volatilisasi karena tekanan parsial amonia dalam larutan
meningkat dengan semakin meningkatnya pH. Hilangnya amonia ke
atmosfir juga dapat meningkat dengan meningkatnya kecepatan angin dan
suhu.
Amonia yang terukur di perairan berupa amonia total (NH3 dan NH4+).
Amonia bebas tidak dapat terionisasi, sedangkan amonium (NH 4+)
dapat terionisasi. hubungan antara kadar amonia total dan amonia bebas
pada berbagai pH dan suhu ditunjukkan dalam tabel 2.1 sebagai berikut :
Tabel 2.1 Persentase (%) Amonia Bebas (NH3) terhadap Amonia Total
pH
7,0
7,2
7,4
7,6
7,8

Suhu (0C)
26
28
0,6
0,7
0,95
1,10
1,50
1,73
2,35
2,72
3,68
4,24

30
0,81
1,27
2,00
3,13
4,88

32
0,95
1,50
2,36
3,69
5,72

19

8,0

5,71
8,75

6,55
10,0

7,52
11,4

8,77
13,2

13,2

0
14,9

1
16,9

2
19,4

0
8
19,4
21,8
8,62.1 Lanjutan
Tabel
2
3
0
pH
Suhu ( C)
26
28
27,6
30,6
8,8
4
8
37,7
41,2
9,0
1
3
48,9
52,6
9,2
6
5
60,3
63,7
9,4
3
9
70,6
73,6
9,6
7
3
79,2
81,5
9,8
5
7
85,8
87,5
10,0
2
2
90,5
91,7
10,2
6
5

6
24,4

6
27,6

30
33,9

32
37,7

0
44,8

6
49,0

4
56,3

2
60,3

0
67,1

8
70,7

2
76,3

2
79,2

9
83,6

9
85,8

8
89,0

5
90,5

5
92,8

8
93,8

8,2
8,4

Sumber : Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003

Kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/liter
(McNeely et al.,1979 dalam Effendi, 2003 ). Kadar amonia bebas yang
tidak terionisasi (NH3) pada perairan tawar sebaliknya tidak lebih dari
0,02 mg/liter. Jika kadar amonia bebas lebih dari 0,02 mg/liter, perairan
bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan (Sawyer dan McCarty, 1978 dalam
Effendi,2003).Kadar amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya
pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri,
dan limpasan (run-off) pupuk pertanian. kadar amonia yang tinggi juga
dapat ditemukan pada dasar danau atau waduk yang mengalami kondisi
tanpa oksigen (anoxic).
2. Nitrat

20

Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan


merupakan nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat
nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. senyawa ini
dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan.
Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan
nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung
pada kondisi aerob. Oksidasi amonia menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri
Nitrosomonas, sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh
bakteri Nitrobacter.
Nitrat dan amonium adalah sumber utama nitrogen di perairan. Namun
amonium lebih disukai oleh tumbuhan. Kadar nitrat di perairan yang tidak
tercemar biasanya lebih tinggi daripada kadar amonium. Kadar nitratnitrogen pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/liter.
Kadar nitrat lebih dari 5 mg/liter menggambarkan terjadinya pencemaran
antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Kadar
nitrat-nitrogen yang lebih dari 0,2 mg/liter dapat mengakibatkan terjadinya
eutrofikasi

(pengayaan)

perairan,

yang

selanjutnya

menstimulir

pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat (blooming). Kadar nitrat
dalam air tanah dapat mencapai 100 mg/liter. Air hujan memiliki kadar
nitrat sekitar 0,2 mg/liter. Pada perairan yang menerima limpasan air dari
daerah pertanian yang banyak mengandung pupuk, kadar nitrat dapat
mencapai 1000 mg/liter. Kadar nitrat untuk keperluan air minum
sebaiknya tidak melebihi 10 mg/liter (Davis dan Cornwell, 1991 dalam
Effendi, 2003).
Nitrat dapat digunakan untuk mengelompokkan tingkat kesuburan
perairan. Perairan oligotrofik memiliki kadar nitrat antara 0 1 mg/liter,
perairan mesotrofik memiliki kadar nitrat antara 1 -5 mg/liter, dan perairan
eutrofik memiliki kadar nitrat yang berkisar antara 5 50 mg/liter
(Volenweider, 1969 dalam Wetzel, 1975 dalam Effendi, 2003).
B. Fosfor
Di perairan, unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen,
melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan
polifosfat ) dan senyawa organik yang berupa partikulat. Senyawa fosfor

21

anorganik yang biasa terdapat di perairan ditunjukkan dalam tabel 2.2. Fosfor
membentuk kompleks dengan ion besi dan kalsium pada kondisi aerob, bersifat
tidak larut, dan mengendap pada sedimen sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh
algae akuatik (Jeffries dan Mills, 1996 dalam Effendi, 2003).
Tabel 2.2 Senyawa Fosfor Anorganik yang Biasa Terdapat di Perairan
Nama Senyawa Fosfor
Ortofosfat :

Rumus Kimia

1. Trinatrium fosfat

Na3PO4

Tabel 2.2 Lanjutan


Nama Senyawa Fosfor

Rumus Kimia

Na2HPO4
2. Dinatrium fosfat
3. Mononatrium fosfat
4. Diamonium fosfat

NaH2PO4
(NH3)2HPO4

Polifosfat :
1. Natrium heksametafosfat
2. Natrium tripolifosfat
3. Tetranatrium pirofosfat

Na3(PO3)6
Na5P3O10
Na4P2O7

Sumber : Sawyer dan McCarty, 1978 dalam Effendi,2003

Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan


(Dugan, 1972 dalam Effendi,2003). Karakteristik fosfor sangat berbeda dengan
unsur-unsur utama lain yang merupakan penyusun biosfer karena unsur ini tidak
terdapat di atmosfer. Pada kerak bumi keberadaan fosfor relatif sedikit dan mudah
mengendap. Fosfor juga merupakan unsur esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi
dan algae, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas nagi tumbuhan dan algae
akuatik serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan. Jones dan
Bachmann(1976) dalam Davis dan Cornwell (1991) dalam Effendi,2003
mengemukakan korelasi positif antara kadar fosfor total dengan klorofil a.
Hubungan antara kadar fosfor total dan klorofil a tersebut ditunjukkan dalam
persamaan (2-2) sebagai berikut :
Log (Klorofil a) = - 1,09 + 1,46 Log Pt (2-2)
dengan : Klorofil a
Pt

= Konsentrasi klorofil a (mg/m3).


= Fosfor total (mg/m3).

22

Ortofosfat yang merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat adalah


bentuk fosfor yang paling sederhana di perairan (Boyd, 1988). Ortofosfat
merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh
tumbuhan akuatik, sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis membentuk
ortofosfat terlebih dahulu, sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfor.
Setelah masuk ke dalam tumbuhan, misalnya fitoplankton, fosfat anorganik
mengalami perubahan menjadi organofosfat. Fosfat yang berikatan dengan ferri
(Fe2(PO4)3) bersifat tidak larut dan mengendap di dasar perairan. pada saat
terjadi kondisi anaerob, ion besi valensi tiga (ferri) ini mengalami reduksi menjadi
ion besi valensi dua (ferro) yang bersifat larut dan melepaskan fosfat ke perairan,
sehingga meningkatkan keberadaan fosfat di perairan (Brown, 1987 dalam
Effendi, 2003).
Fosfor total menggambarkan jumlah total fosfor, baik berupa partikulat
maupun terlarut, anorganik maupun organik. Fosfor anorganik biasa disebut
soluble reactive phosphorus, misalnya ortofosfat. Fosfor organik banyak terdapat
pada perairan yang banyak mengandung bahan organik. Oleh karena itu, pada
perairan yang memiliki kadar bahan organik tinggi sebaiknya ditentukan juga
kadar fosfor total, di samping ortofosfat (Mackereth et al.,1989 dalam
Effendi,2003).
Di perairan, bentuk unsur fosfor berubah terus menerus, akibat proses
dekomposisi dan sintesis antara bentuk organik dan bentuk anorganik yang
dilakukan oleh mikroba. Keberadaan fosfor di perairan alami biasanya relatif
kecil, dengan kadar yang lebih sedikit daripada kadar nitrogen; karena sumber
fosfor lebih sedikit dibandingkan dengan sumber nitrogen di perairan. Sumber
alami fosfor di perairan adalah pelapukan batuan mineral, misalnya fluorapatite
[Fe(PO4)3F],

hydroxylapatite

[Ca5(PO4)3OH],

strengite

[Fe(PO4)2H2O],

whitlockite [Ca3(PO4)2], dan berlinite (AlPO4). Selain itu, fosfor juga berasal dari
dekomposisi bahan organik. Sumber antropogenik fosfor adalah limbah industri
dan domestik, yakni fosfor yang berasal dari detergen. Limpasan dari daerah
pertanian yang menggunakan pupuk juga memberikan konstribusi yang cukup
besar bagi keberadaan fosfor. Zat-zat organik terutama protein mengandung gugus
Fosfor yang terdapat dalam sel makhluk hidup dan berperan penting dalam

23

penyediaan energi. Dalam suatu ekosistem, Fosfor akan membentuk suatu


rangkaian interaksi yang kompleks seperti terlihat pada Gambar 1. Dalam perairan
Danau, keberadaan Fosfor dalam badan air ditentukan oleh 3(tiga) faktor yaitu :
(1) faktor eksternal yaitu yang berasal dari luar dimana masuknya Fosfor melalui
aliran air (water inflow), (2) faktor internal yaitu yang berasal dari sedimen, (3)
faktor siklus nutrien yaitu Fosfor dilepas oleh biota danau (Sigee, 2004 dalam
http://repository.usu.ac.id ).

Gambar 2.1 Siklus Fosfor dalam Perairan Danau atau Waduk


Sumber : http://repository.usu.ac.id/bitstream/

Kadar fosfor yang diperkenankan bagi kepentingan air minum adalah 0,2
mg/liter dalam bentuk fosfat (PO4). Kadar fosfor pada perairan alami berkisar
antara 0,005 0,02 mg/liter P-PO4, sedangkan pada air tanah biasanya sekitar 0,02
mg/liter P-PO4 (UNESCO/WHO/UNEP,1992 dalam Effendi, 2003). Kadar fosfor
dalam ortofosfat (P-PO4) jarang melebihi 0,1 mg/liter, meskipun pada perairan
eutrof. Kadar fosfor total pada perairan alami jarang melebihi 1 mg/liter (Boyd,
1988 dalam Effendi,2003).
Keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai dengan keberadaan
nitrogen dapat menstimulir ledakan pertumbuhan algae di perairan (algae bloom).
Algae yang berlimpah ini dapat membentuk lapisan pada permukaan air, yang
selanjutnya dapat menghambat penetrasi oksigen dan cahaya matahari sehingga
kurang menguntungkan bagi ekosistem perairan. Pada saat perairan cukup

24

mengandung fosfor, algae mengakumulasi fosfor di dalam sel melebihi


kebutuhannya. Fenomena yang demikian dikenal dengan istilah konsumsi lebih
(luxury consumption). Kelebihan fosfor yang diserap akan dimanfaatkan pada saat
perairan mengalami defisiensi fosfor, sehingga algae masih dapat tumbuh selama
beberapa waktu selama periode kekurangan pasokan fosfor. Selama defisiensi
fosfor algae juga dapat memanfaatkan fosfor organik dengan bantuan enzim
alkalin fosfat yang berfungsi memecah senyawa organofosfor. Keberadaan enzim
alkalin fosfat akan meningkat jika terjadi defisiensi fosfor di perairan (Boney,1989
dalam Effendi,2003).
Berdasarkan kadar ortofosfat, perairan diklasifikasikan menjadi tiga,
(Vollenweider dalam Wetzel,1975 dalam Effendi,2003), yaitu:
1. perairan oligotrofik yang memiliki kadar ortofosfat 0,003 0,01 mg/liter
2. perairan mesotrofik yang memiliki kadar ortofosfat 0,011 0,03 mg/liter
3. perairan eutrofik yang memiliki kadar ortofosfat 0,031 0,1 mg/liter
Sedangkan berdasarkan kadar fosfor total, perairan diklasifikasikan
menjadi tiga, (Yoshimura dalam Liaw, 1969 dalam Effendi, 2003), yaitu :
1. Perairan dengan tingkat kesuburan rendah, memiliki kadar fosfat total berkisar
antara 0 0,02 mg/liter.
2. Perairan dengan tingkat kesuburan sedang, memiliki kadar fosfat total berkisar
antara 0,02 0,05 mg/liter.
3. Perairan dengan tingkat kesuburan tinggi, memiliki kadar fosfat total 0,051
0,1 mg/liter.
2.3.3 Parameter Klorofil Pada Status Trofik
a. Klorofil
Klorofil (dari bahasa Inggris, chlorophyll) atau zat hijau daun (terjemah
langsung dari bahasa Belanda, bladgroen) adalah pigmen yang dimiliki oleh
berbagai organisme dan menjadi salah satu molekul berperan utama dalam
fotosintesis. Klorofil memberi warna hijau pada daun tumbuhan hijau dan alga
hijau, tetapi juga dimiliki oleh berbagai alga lain, dan beberapa kelompok
bakteri fotosintetik. Molekul klorofil menyerap cahaya merah, biru, dan ungu,
serta memantulkan cahaya hijau dan sedikit kuning, sehingga mata manusia
menerima warna ini. Pada tumbuhan darat dan alga hijau, klorofil dihasilkan
dan terisolasi pada plastida yang disebut kloroplas.

25

Klorofil memiliki beberapa bentuk. Klorofil-a terdapat pada semua


organisme autotrof. Klorofil-b dimiliki alga hijau dan tumbuhan darat.
Klorofil-c dimiliki alga pirang, alga keemasan, serta diatom (Bacillariophyta).
Klorofil-d dimiliki oleh alga merah (Rhodophyta). Selain berbeda rumus
kimia, jenis-jenis klorofil ini juga berbeda pada panjang gelombang cahaya
yang diserapnya.
Meskipun bervariasi, semua klorofil memiliki struktur kimia yang
bermiripan, yaitu terdiri dari porfirin tertutup (siklik), suatu tetrapirol, dengan
ion magnesium di pusatnya dan "ekor" terpena. Kedua gugus ini adalah
kromofor ("pembawa warna") dan berkemampuan mengeksitasi elektron
apabila terkena cahaya pada panjang gelombang tertentu.
Klorofil-a adalah salah satu parameter indikator tingkat kesuburan dari
suatu perairan. Tinggi rendahnya klorofil-a di perairan sangat dipengaruhi oleh
faktor hidrologi perairan (suhu, salinitas, nitrat dan fosfat). Kandungan
klorofil-a di suatu perairan dapat digunakan sebagai ukuran standing stock
fitoplankton yang dapat dijadikan petunjuk produktivitas primer suatu
perairan. Semakin tinggi kandungan klorofil-a fitoplankton dalam suatu
perairan, berarti semakin tinggi pula produktivitas perairan tersebut, sehingga
daya dukung terhadap komunitas penghuninya semakin tinggi. Sebaran dan
tinggi rendahnya kandungan klorofil-a sangat terkait dengan kondisi
hidrologis perairan. Beberapa parameter fisika-kimia yang mengontrol dan
mempengaruhi sebaran klorofil-a adalah intensitas cahaya, suhu, dan nutrien
terutama nitrat dan fosfat.
2.4

Penggolongan Air Sesuai Peruntukannya


Klasifikasi mutu air berdasarkan PP RI No. 82 Tahun 2001 pasal 8 ayat 1
ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas, yaitu :
1. Air Kelas Satu.
Yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
2. Air Kelas Dua.
Yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi

26

pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air


yang sama dengan kegunaan tersebut.
3. Air Kelas Tiga.
Yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan
lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
4. Air Kelas Empat.
Yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
2.5

Metode Status Trofik Perairan Waduk/Danau


Eutrofikasi merupakan problem lingkungan perairan yang diakibatkan

oleh limbah fosfat (PO3-). Deinisi dasarnya adalah pencemaran air yang
disebabkan oleh munculnya nutrien yang berlebihan ke dalam ekosistem perairan.
Air dikatakan eutrofik jika konsentrasi total phosphorus (TP) dalam air berada
dalam rentang 35- 100 g/l. Sejatinya, eutrofikasi

merupakan suatu proses

alamiah, waduk mengalami penuaan secara bertahap dan menjadi lebih produktif
bagi tumbuhnya biomassa. Diperlukan proses ribuan tahun untuk sampai pada
kondisi eutrofik. Proses alamiah ini, oleh manusia dengan segala aktivitas
modernnya, secara tidak disadari dipercepat menjadi dalam hitungan beberapa
dekade atau bahkan beberapa tahun saja. Maka tidaklah mengherankan jika
eutrofikasi menjadi masalah di sebagian besar waduk atau danau di muka bumi,
sebagaimana dikenal lewat fenomena algae bloom.
Definisi lain mengenai Eutrofikasi merupakan pengkayaan (enrichment)
air dengan nutrient/unsur hara berupa bahan anorganik yang dibutuhkan oleh
tumbuhan dan mengakibatkan terjadinya peningkatan produktivitas primer
perairan. Nutrien yang dimaksud adalah nitrogen dan fosfor. Eutrofikasi
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu artificial atau cultural eutrophication dan
natural eutrophication. Eutrofikasi diklasifikasikan sebagai artificial (cultural)
eutrophication apabila peningkatan unsur hara di perairan disebabkan oleh
aktivitas manusia; dan diklasifikasikan sebagai natural eutrophication jika
peningkatan unsur hara di perairan bukan disebabkan oleh aktivitas manusia,
aktivitas alam. ( Effendi,2003)

27

Kondisi kualitas air danau dan/atau waduk diklasifikasikan berdasarkan


eutrofikasi yang disebabkan adanya peningkatan kadar unsur hara dalam air.
Faktor pembatas sebagai penentu eutrofikasi adalah unsur Fosfor (P) dan Nitrogen
(N). Sedangkan beberapa elemen (misalnya silikon, mangan, dan vitamin)
merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan algae. Akan tetapi, elemen-elemen
tersebut tidak dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi meskipun memasuki
badan air dalam jumlah yang cukup banyak. Eutrofikasi diklasifikasikan menjadi
empat kategori status trofik (PerMNLH Nomor 28 tahun 2009), yaitu:
a. Oligotrof; adalah status trofik air danau dan/atau waduk yang mengandung
unsur hara dengan kadar rendah, status ini menunjukkan kualitas air masih
bersifat alamiah belum tercemar dari sumber unsur hara N dan P.
b. Mesotrof; adalah status trofik air danau dan/atau waduk yang mengandung
unsur hara dengan kadar sedang, status ini menunjukkan adanya peningkatan
kadar N dan P, namun masih dalam batas toleransi karena belum menunjukkan
adanya indikasi pencemaran air.
c. Eutrofik; adalah status trofik air danau dan/atau waduk yang mengandung
unsur hara dengan kadar tinggi, status ini menunjukkan air telah tercemar oleh
peningkatan kadar N dan P.
d. Hipereutrofik; adalah status trofik air danau dan/atau waduk yang
mengandung unsur hara dengan kadar sangat tinggi, status ini menunjukkan
air telah tercemar berat oleh peningkatan kadar N dan P.
Pada umumnya rata-rata tumbuhan air mengandung nitrogen dan fosfor
masing-masing 0,7% dan 0,09% dari berat basah. Fosfor membatasi proses
eutrofikasi jika kadar nitrogen lebih dari delapan kali kadar fosfor, nitogen
membatasi proses eutrofikasi jika kadarnya kurang dari delapan kali kadar fosfor
(UNEP-IETC/ ILEC : 2001). Klorofil-a adalah pigmen tumbuhan hijau yang
diperlukan untuk fotosintesis. Parameter klorofil-a mengindikasikan kadar
biomassa algae, dengan perkiraan rata-rata beratnya adalah 1% dari biomassa.
Berikutnya mengenai kriteria status trofik danau menurut PerMNLH Nomor
28 tahun 2009 terdapat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.3 Kriteria Status Trofik Danau/Waduk

28

Status
Trofik

Oligotrof
Mesotrof
Eutrof
Hipereutrof

Kadar Rata-

Kadar Rata-

rata Total N

rata Total P

(g/l)

(g/l)

650
750
1900
>1900

<10
<30
<100
100

Kadar Ratarata
Khlorofil a
(g/l)
<2.0
<5.0
<15
200

Kecera
han
Ratarata
(m)
10
4
2,5
<2,5

Sumber : KLH 2009, Modifikasi OECD 1982, MAB 1989 ; UNEP ILEC, 2001
Sedangkan penjelasan mengenai klasifikasi status trofik perairan disebutkan dalam
penjelasan berikut ini : (http://denclik.blogspot.com/2009/05/suksesi-danau-dan-strukturkomunitas.html ).

a. Perairan waduk atau danau Oligotrofik


Oligotrofik, menurut etimologinya berasal dari bahasa Yunani yaitu
oligo yang berarti sedikit atau buruk, dan trofik yang berarti makanan,
jadi perairan oligotrofik merupakan perairan yang memiliki kandungan
makanan (nutrien) sedikit. Secara geologis perairan oligotrofik termasuk
golongan perairan yang masih muda, sebab perairan yang berada pada
tahap awal suksesinya ini adalah perairan waduk atau danau yang baru
terbentuk baik secara tektonis, glasier, vulkanis dan lain-lain.
Secara fisik dan biologis, karakteristik perairan waduk atau danau
oligotrofik

antara lain : kondisi perairannya dalam dengan zona

hipolimnion yang lebih besar daripada zona epilimnion. Hal ini


disebabkan karena kondisi perairan pada danau atau waduk oligotrofik ini
yang sangat jernih dengan kandungan oksigen yang terlarut dalam air
tinggi akibat dari sedikitnya materi organik yang terlarut. Karena jernihnya
perairan danau ini maka sinar matahari dapat menembus ke dalam air dan
dipantulkan kembali sehingga airnya menjadi dingin.
Rendahnya kandungan nutrien pada suatu perairan danau akan
dapat mengakibatkan rendahnya produktivitas danau tersebut, seperti
sangat jarangnya keberhasilan tanaman literal, dan rendahnya densitas
plankton meskipin jumlah jenis yang ditemukannya besar. Rendahnya
kandungan nutrien seperti nitrogen, fosfor, fosfat dan kalsium pada danau
oligotrofik disebabkan karena masih mudanya danau tersebut sehingga

29

jumlah nutrien yang terakumulasi dari masukan air sungai dan


lingkungannya masih sangat sedikit, dan umumnya organisme-organisme
yang toleran terhadap kandungan nutrien yang rendah dan oksigen yang
tinggi.
Organisme akuatik yang paling khas ditemukan pada danau
oligotrofik adalah organisme bentos dari marga Tanytarsus yang
ditemukan dalam jumlah (kelimpahan) yang sangat besar yaitu berkisar
antara 300 1000 individu/m2. Namun menurutnya bila organisme ini
dihitung berat keringnya hanya didapatkan nilai sebesar 2-4 gram/m2.
Melimpahnya marga Tarnytarsus pada perairan danau atau waduk ini
dapat dikatakan bahwa danau atau waduk ini sebagai danau Tanytarsus,
sebab meskipun pada danau ini dapat pula ditemukan organisme bentos
lainnya seperti Coregonus sp & Bathohylus sp tetapi hewan ini hanya
ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit dan bahkan tidak ditemukan
organisme bentos dari jenis Chironomus sp dan Chooborus sp.
b. Perairan waduk atau danau Mesotrofik
Beberapa ahli Limnologi menyatakan bahwa suatu danau atau
waduk oligotrofik sebelum memasuki tahapan eutrofik. Pada fase ini
danau atau waduk baru mengalami tahap awal pengkayaan nutrien.
Dengan meningkatnya kandungan nutrisi seperti nitrogen, fosfor dan
kalsium dalam perairan tersebut, maka akan terjadi juga peningkatan
aktifitas biologi. Organisme seperti ganggang, fitoplankton, zooplankton
dan sampah organik makin tertimbun di permukaan air sehingga kecerahan
air semakin menurun dan semakin keruh. Laju penumpukan bahan organik
ini kemudian relatif semakin cepat.
Semakin keruhnya air danau atau waduk ini mengakibatkan sinar
matahari tidak dapat menembus ke dalam air seperti sebelumnya, sehingga
proses fotosintesis dalam perairan itu makin lama semakin terbatas pada
permukaan air. Dengan meningkatnya total kegiatan biologi dalam danau
atau waduk maka jumlah sampah organik meningkat. Pada awalnya
sampah ini mengapung di danau tetapi kemudian tenggelam ke dasar
danau sehingga danau tersebut akan semakin dangkal oleh pengendapan.
Proses pendangkalan ini biasanya terjadi pada bagian tepi danau sehingga
danau oligotrofik berubah menjadi danau mesotrofik . Daya pengendapan

30

pada perairan mesotrofik sangat bervariasi. Ada perairan danau atau


waduk mesotrofik yang sangat lama dari tingkat satu ke tingkat berikutnya
yaitu danau atau waduk eutrofik tetapi ada juga yang sangat cepat.
c. Perairan waduk atau danau Eutrofik
Perairan danau atau waduk eutrofik merupakan tipe danau
oligotrofik yang telah mengalami proses pengkayaan bahan organik
(nutrien). Eu dalam bahasa Yunani berarti lebar, luas atau banyak,
sehingga danau eutrofik berarti danau atau waduk yang kandungan
makanannya banyak. Danau eutrofik (kadar hara tinggi) merupakan danau
yang memiliki perairan yang dangkal, tumbuhan litoral melimpah,
kepadatan plankton lebih tinggi, sering terjadi blooming alga dengan
tingkat penetrasi cahaya matahari umumnya rendah.. Mikroorganisme di
perairan danau atau waduk eutrofik berdasarkan sifat trofiknya meliputi :
Alga: Chlorophyta
Alga ini merupakan kelompok alga yang paling beragam karena
ada yang bersel tunggal, berkoloni, ataupun bersel banyak. Pigmen yang
dimilikinya adalah klorofil yang mengandung karoten. Banyak terdapat di
air tawar, tetapi sebagian ada juga yang hidup di laut. Chlorophyta bersel
tunggal tidak bergerak Chlorella. Banyak ditemukan sebagai plankton air
tawar. Ukuran tubuhnya mikroskopis, bentuk bulat, serta berkembangbiak
dengan pembelahan sel. Chlorella sebagai makanan suplemen.

Gambar 2.2 Sel Alga : Chloropyta


Sumber : http://dayuardiyuda.blogspot.com

Terdapat beberapa pengaruh eutrofikasi terhadap perairan ditunjukkan pada tabel


2.4 sebagai berikut :
Tabel 2.4 Pengaruh dan Permasalahan yang ditimbulkan oleh Eutrofikasi
pada Perairan
Pengaruh
1. Keanekaragaman dan dominasi organisme akuatik berubah.
2. Biomassa tumbuhan dan hewan akuatik meningkat.
3. Kekeruhan meningkat.

31

4. Kecepatan sedimentasi meningkat.


5. Terbentuk kondisi anoksik.
Permasalahan
1. Pengolahan air untuk kepentingan domestik mengalami kesulitan.
2. Air mungkin kurang baik bagi kesehatan.
3. Keindahan air berkurang, terutama perairan yang diperuntukkan bagi
kepentingan rekreasi.
4. Peningkatan kepadatan vegetasi akuatik menghambat aliran air dan kegiatan
navigasi.
5. Ikan-ikan ekonomis penting menghilang.
Sumber : Marson, 1993 dalam Effendi,2003.
2.6
2.6.1

Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel


Persiapan Peralatan Pengambilan Sampel
Secara umum, peralatan pengambilan sampel lingkungan harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut :


1. Terbuat dari bahan yang tidak mempengaruhi sifat sampel sehingga bahan
tersebut tidak menyerap zat-zat kimia dari sampel, tidak melarutkan zat2.
3.
4.
5.

zat kimia ke dalam sampel, dan tidak bereaksi dengan sampel.


Mudah dicuci.
Kapasitas atau volumenya sesuai dengan tujuan pengambilan sampel.
Tidak mudah pecah atau bocor.
Mudah dan aman dibawa.
Untuk menghindari kontaminasi, peralatan tersebut harus dicuci di

laboratorium sebelum sampel diambil. Apabila peralatan itu digunakan lebih dari
sekali di lokasi berbeda, pencucian di lapangan dilakukan pada jeda pengambilan
untuk menghindari kontaminasi silang.
Jika pengambilan sampel telah selesai, peralatan tersebut harus dicuci dan
diberi label bertuliskan Peralatan telah dicuci, siap digunakan atau kalimat lain
yang serupa. Label juga harus dilengkapi dengan tanggal dan tanda tangan
personel yang mencuci. Pencucian tersebut sedapat ,ungkin dilakukan segera
setelah peralatan itu digunakan. Hal itu untuk menghindari korosi atau
kontaminan yang melekat secara permanen sehingga sulit untuk dibersihkan.
Untuk media cair, peralatan pengambilan dan wadah sampel harus dibilas
dengan media tersebut sesaat sebelum sampel sesungguhnya diambil. Akan tetapi,
hal itu tidak berlaku untuk sampel yang mengandung senyawa organik mudah
menguap, minyak dan lemak, mikroorganisme, arau parameter yang harus diambil
secara sesaat (grab). Berikut ini adalah tahapan pencucian tersebut, baik yang

32

dilakukan di laboratorium maupun di lapangan (Csuros, 1994 dalam Anwar hadi,


2005).
2.6.1.1 Pencucian di laboratorium
1) Cuci dengan air keran hangat yang mengandung sabun dan gosok dengan
sikat.
2) Bilas secara merata dengan air keran hangat.
3) Bilas dengan 10-15 % asam nitrat (HNO3). Jika peralatan digunakan untuk
parameter nutrien, bilas ulang dengan 10-15 % asam klorida (HCl). Dalam
hal ini, agar lebih praktis, pencucian dapat dilakukan dengan HCl saja.
tetapi, asam tidak boleh digunakan untuk mencuci peralatan dari stainless
4)
5)
6)
7)
8)

steel atau logam lainnya karena dapat menimbulkan korosi.


Bilas secara merata dengan air bebas ion (deionized water).
Bilas secara merata dengan pesticide grade isopropanol.
Bilas secara merata dengan air bebas analit (analyte free water).
Keringkan di udara secara optimal.
Bungkus dengan aluminium foil atau tempatkan pada fasilitas penyimpan
sedemikian rupa sehingga terhindar dari kontaminan.

2.6.1.2 Pencucian di lapangan


1) Gunakan prosedur yang sama seperti pencucian di laboratorium,
namun kali ini tanpa air hangat.
2) Bersihkan partikel yang menempel dengan larutan sabun yang sesuai,
bilas dengan air keran, kemudian air bebas ion, dan keringkan di udara.
3) Untuk peralatan yang terkontaminasi cukup berat, gunakan aseton atau
aseton-heksan-aseton.
4) Bila perlu, bilas dengan air bebas analit.
5) Jika peralatan tersebut hanya untuk parameter anorganik, bilas dengan
2.6.2

air bebas ion dan air sampel yang akan diambil.


Persiapan Peralatan Pendukung
Pengambil sampel juga harus menyiapkan semua peralatan pendukung,

misalnya kotak pendingin (ice box) yang biasa digunakan untuk mengangkut
wadah sampel. Berdasarkan pengalaman, pendinginan sampel secara sederhana
dapat dilakukan dengan menggunakan pecahan es batu atau dry ice. Di atas semua
itu, hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa proses pendinginan jangan sampai
terhenti selama perjalanan.

33

Dengan demikian, kotak pendingin plastik harus

memadai untuk

menyimpan wadah sampel, termasuk pecahan es, sehingga suhu tetap berkisar 4 0
C 20C ( = 20C 60C ). Untuk itu, petugas harus dapat menghitung jumlah total
volume sampel, termasuk untuk pengendalian mutu di lapangan ( duplicate, split,
blank), sehingga dapat ditentukan volume kotak pendingin yang harus di bawa.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kotak pendingin harus dirancang khusus
sehingga sampel tidak mudah tumpah selama pengangkutan yang dilakukan
secepat-cepatnya agar sampel itu dapat segera dianalisis.
2.6.3

Persiapan Wadah Sampel


Pengambil sampel harus menetapkan tipe dan volume wadah beserta cara

pencuciannya. Wadah sampel harus dipilih berdasarkan parameter yang akan


dianalisis. Jika pengambil sampel salah pilih, akan terjadi kontaminasi terhadap
sampel tersebut. Berikut adalah cara pencucian wadah sampel berdasarkan
parameter uji (Csuros, 1994 dalam Anwar Hadi, 2005) :
1) Nutrien
Jenis wadah
Sabun
Prosedur

: plastik atau gelas.


: liquinox atau yang ekuivalen.
: 1. Cuci wadah dan tutupnya dengan air keran hangat dan
sabun.
2. Bilas secara merata dengan air keran sampai busanya
habis.
3. Bilas dengan 1 + 1 HCl.
4. Bilas dengan air suling 3-5 kali .
5. Keringkan dan simpan dalam keadaan tertutup rapat
hingga digunakan.

Selanjutnya, yang perlu diperhatikan untuk menghindari kontaminasi


adalah :
1. Wadah baru atau bekas pemakaian sebelumnya harus dicuci terlebih dahulu
sesuai dengan syarat pencucian untuk masing-masing parameter.
2. Wadah yang dicuci dengan bahan kimia tertentu tidak boleh digunakan untuk
uji parameter yang sama dengan bahan tersebut, misalnya wadah yang dicuci
dengan asam kromat tidak boleh digunakan sebagai wadah untuk analisis
krom.
3. Wadah dengan pengawet tertentu tidak boleh digunakan sebagai wadah untuk
analisis parameter yang sama dengan pengawet tersebut, misalnya wadah

34

untuk analisis logam berat dengan pengawet asam nitrat maka wadah tersebut
tidak boleh dipakai sebagai wadah analisis nitrat.
4. Wadah yang digunakan hanya untuk parameter tertentu tidak boleh dipakai
untuk parameter lain yang dapat menyebabkan kontaminasi silang. Oleh sebab
itu, wadah sebaiknya diberi label yang menunjukkan peruntukan parameter
tertentu.
5. Wadah tidak boleh digunakan untuk menyimpan zat pereaksi atau reagen
kimia.
6. Wadah pengujian bakteri harus steril dan dibungkus dengan aluminium foil.
Bila aluminium foil atau top seal-nya rusak, wadah tersebut tidak boleh
digunakan.
2.6.4 Persiapan Pengawetan
Sesaat setelah sampel diambil, penting untuk tetap memelihara
keutuhannya dan memastikannya tidak terkontaminasi, atau mencegah terjadinya
perubahan. Memelihara keutuhan dan menghindari kontaminasi sampel dapat
dilakukan dengan menambahkan bahan pengawet ke dalam sampel sesuai dengan
parameter uji. Pengawet tersebut dapat menghambat perubahan parameter uji
secara mikrobiologi, kimia, atau fisika sehingga keadaannya stabil dalam waktu
tertentu.
Meskipun demikian, sampel harus dianalisis sesegera mungkin agar
hasilnya mencerminkan keadaan sampel pada waktu diambil.
Pengawetan sampel lingkungan, khususnya yang bersifat cair, tidak dapat
dilakukan sekaligus sebab parameter yang satu memerlukan pengawet yang
berbeda dengan yang lainnya. Oleh sebab itu, pengawetan harus dilakukan secara
khusus sesuai dengan masing-masing parameter uji.
Pengawetan dapat dilakukan secara fisika, kimia, atau gabungan keduanya.
Cara fisika adalah dengan mendinginkan sampel pada suhu 40 C 20 C dan
menutup rapat wadah sampel sehingga tidak ada pengaruh udara luar. Sementara
itu, cara kimia dilakukan dengan menambahkan bahan kimia tertentu yang dapat
menghambat aktivitas mikroorganisme atau mencegah terjadinya reaksi kimia.
Hal yang perlu diperhatikan disini adalah bagaimana bahan pengawet yang
ditambahkan tidak mengganggu analisis. Secara umum, berikut hal-hal yang harus
diperhatikan dalam mengawetkan sampel lingkungan :
1. Sampel lingkungan harus diawetkan di lapangan sesaat setelah pengambilan.

35

2. Setelah ditambahi bahan pengawet, sampel lingkungan harus diaduk secara


merata dan harus dicek pH-nya. Apabila pH belum memenuhi persyaratan,
penambahan pengawet dilakukan hingga tercapai pH yang diminta.
Pengecekan pH dan penambahan pengawet harus didokumentasikan.
3. Jumlah penambahan bahan pengawet ke dalam sampel harus sama dengan
jumlah penambahan ke dalam sampel blanko (blank sample) yang digunakan
sebagai pengendalian mutu lapangan.
4. Penambahan asam kuat sebagai pengawet harus dilakukan di area terbuka.
Apabila terjadi reaksi tidak bias, hal itu harus direkam dalam catatan lapangan.
5. Hindari percikan atau tumpahan asam. Jika mengenai anggota badan, segera
mungkin bilas dengan air, siram dengan larutan soda kue (NaHCO 3 5%), dan
netralkan dengan larutan amonia (NH4OH 5%).
6. Bahan pengawet harus ditambahkan dengan menggunakan pipet atau botol
tetes ke tiap wadah sampel.
7. Pengawet harus merupakan bahan kimia yang mempunyai kemurnian tinggi
(reagent grade atau higher grade chemical).
8. Semua bahan pengawet harus disimpan di laboratorium dan dipisahkan
menurut karakteristik kimianya. Asam harus disimpan dalam lemari asam
(acid-storage cabinet), sedangkan pelarut harus disimpan dalam lemari pelarut
(solvent-storage cabinet)
9. Semua bahan pengawet yang dibawa ke lokasi pengambilan sampel harus
disimpan dalam wadah plastik atau teflon yang bersih. Hindarilah kebocoran
atau tumpahan dan pisahkan semua itu dari wadah sampel untuk menghindari
kontaminasi.
Tabel 2.5 Persyaratan Penanganan Sampel Lingkungan
Tip
Parameter

Klorofil

Volume

Batas

ad

minimum(

sa

ah

mL)

mp

anan

P,

500

el
g

28 hari.

Pengawetan

a. Tidak disaring,
gelapkan pada 40 C 20 C
G
b. Disaring, gelapkan
pada -200C.
Sumber : Standard Methods edisi ke-20 dan 40 CFR part 136 dalam Anwar Hadi, 2005.

Keterangan : P

= Plastik (polietilen atau sejenisnya).

= Gelas.

= Grab (sesaat).

penyimp

36

= Composite (gabungan).

Analisis segera = Analisis biasanya dilakukan 15 menit setelah


setelah sampel dikumpulk

2.6.5

Saring

= Gunakan ukuran 0,45 m.

Gelapkan

= Hindari sinar matahari/lampu.

Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel Air Danau/Waduk

2.6.5.1 Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel.


Homogenitas air danau atau air waduk dipengaruhi oleh beberapa faktor,
anatara lain bentuk danau dan arah angin. Ketika air sungai masuk ke danau
terjadi pencampuran di daerah tersebut. Cekungan danau yang terisolasi akan
mempunyai kualitas air yang berbeda dengan bagian lainnya. Sebagai contoh, jika
angin berembus hanya mengarah pada salah satu sudut danau/waduk, ada
kemungkinan terjadi konsentrasi alga pada sudut tersebut yang akan
mengakibatkan kualitas air di tempat tersebut berbeda dengan bagian lainnya.
Pengambilan sampel air danau/waduk diutamakan pada :
a. Daerah masuknya air sungai ke danau/waduk. Hal itu untuk mengetahui
kualitas air danau/waduk setelah masuknya air sungai ke badan air
danau/waduk.
b. Bagian tengah danau/waduk. Tujuannya adalah mengetahui kualitas air
danau/waduk secara umum.
c. Daerah di mana air danau/waduk dimanfaatkan untuk bahan baku air
minum, perikanan, pertanian, pembangkit listrik tenaga air, dan
sebagainya. Lokasi itu dipilih untuk mengetahui kualitas air danau/waduk
yang akan dimanfaatkan.
d. Daerah keluarnya air danau/waduk. Penentuan lokasi itu untuk mengetahui
kualitas air danau/waduk secara keseluruhan bila dibandingkan dengan
kualitas air di daerah masuknya air sungai ke danau/waduk.
Air Masuk
Daerah Perikanan

Daerah pertanian

Danau
Air Keluar

37

Daerah rekreasi

2.3 Lokasi
Pengambilan
Sampel Air Danau/Waduk.
2.6.5.2Gambar
Penentuan
Titik Pengambilan
Sampel
Sumber : Anwar Hadi, 2005

Apabila kualitas air danau/waduk ditentukan berdasarkan kedalamannya,

perbedaan temperatur pada satu meter di bawah permukaan dan satu meter di atas
dasar danau/waduk harus diketahui terlebih dahulu. Jika perbedaan temperaturnya
lebih dari 30 C, penentuan titik pengambilan sampel didasarkan pada stratifikasi
temperatur.
Pada umumnya, danau/waduk dengan kedalaman rata-rata kurang dari
sepuluh meter tidak mempunyai perbedaan temperatur yang nyata. Sebaliknya,
danau/waduk dengan kedalaman lebih dari sepuluh meter mempunyai stratifikasi
temperatur sebagai berikut (SNI 06-2421-1991) :
a. Epilimnion, yaitu lapisan air danau/waduk yang berada di bawah permukaan
dengan suhu relatif sama.
b. Metalimnion/termoklin, yaitu lapisan air danau/waduk yang mengalami
penurunan suhu cukup besar (lebih dari 10C/m) yang mengarah ke dasar
danau/waduk. Lapisan tersebut dapat ditentukan dengan cara mengukur
temperatur pada interval kedalaman tertentu.
c. Hipolimnion, yaitu lapisan bawah air danau/waduk yang mempunyai
temperatur relatif sama dan lebih dingin daripada lapisan di atasnya. Biasanya
lapisan itu mengandung kadar oksigen yang rendah dan relatif stabil.
Sebagai ilustrasi, Gambar 2.4 di bawah ini menunjukkan stratifikasi
temperatur air danau/waduk berdasarkan kedalamannya.
0

Suhu ( 0 C )

Lapisan epilimnion
Kedalaman
(m)

Lapisan metalimnion/termoklin
Lapisan hipolimnion

Gambar 2.4 Stratifikasi Temperatur Air Danau/Waduk Berdasarkan


Kedalamannya.

38

Sumber : Anwar Hadi, 2005.

Jika

stratifikasi

temperaturnya

telah

diketahui,

penentuan

titik

pengambilannya adalah sebagai berikut :


a. Pada danau/waduk yang mempunyai kedalaman rerata kurang dari sepuluh
meter, sampel diambil di dua titik, yaitu 0,2X dan 0,8X kedalaman air.
b. Pada danau/waduk dengan kedalaman 10-30 meter, sampel diambil di
permukaan, di lapisan metalimnion, dan di dasar danau/waduk.
c. Pada danau/waduk dengan kedalaman 30-100 meter, sampel diambil di
permukaan, di lapisan metalimnion, di lapisan hipolimnion, dan di dasar
danau/waduk.
d. Pada danau/waduk yang kedalamannya > 100 meter, titik pengambilan
sampel dapat ditambah sesuai tujuannya.
Secara umum, perlu diperhatikan bahwa sampel diambil minimal 1 meter
di bawah permukaan danau/waduk. Sementara itu, untuk pengambilan sampel
di dasar danau/waduk, jangan sampai endapan atau sedimen danau/waduk ikut
terambil.

0,2 d
0,8 d

Gambar 2.5 Penentuan Titik Pengambilan Sampel Air


Danau/Waduk dengan Kedalaman <10 m.
Sumber : Anwar Hadi, 2005

39

Epilimnion
Metalimnion
Hipolimniom

n
Gambar 2.6 Penentuan Titik Pengambilan Sampel Air
Danau/Waduk dengan Kedalaman 10 - 30 m.
Sumber : Anwar Hadi, 2005

Epilimnion

Metalimnion
Hipolimniom

n
Gambar 2.7 Penentuan Titik Pengambilan Sampel Air
Danau/Waduk dengan Kedalaman 30 - 100 m.
Sumber : Anwar Hadi, 2005.

2.7

Metode Analisa Di Labaroratorium

A. Analisa Kadar Klorofil a


Metode ini mengikuti metode Parsons et al (1984) yang merupakan
modifikasi dari metode yang ditentukan oleh Richard and Thopsons 1952,
Strickland and Parsons 1968, Jeffrey and Humphrey 1975 dalam Hutagalung,dkk
(1997). Metode ini didasarkan pada penyerapan tiga panjang gelombang
(trichromatic) yang masing-masing merupakan penyerapan maksimum untuk
klorofil a,b,c dalam pelarut aceton.
Alat dan bahan :
1. Water sampler(Van Dorn) dari PVC untuk mengambil contoh air.
2. Es box berisi es batu untuk menyimpan sampel air dari lapangan.
3. Botol atau jerigen dari polietilen yang berwarna gelap untuk menampung
sampel air.
4. Kertas saring dari bahan organik (bukan fiber glass) berukuran 0,45 m.

40

5. Alat saring (filter holder) warna gelap, dilengkapi pompa vakum (hisap)
dengan tekanan 30 cm Hg.
6. Aluminium foil.
7. Tabung reaksi 15 ml.
8. Tissue grinder.
9. Centrifuge.
10. Freezer untuk menyimpan sampel air yang tidak langsung dianalisis.
11. Larutan magnesium karbonat (10 ml) untuk membilas dinding gelas
penyaring, dimaksudkan membersihkan klorofil yang menempel pada gelas,
juga untuk mencegah terjadinya pengasaman.
Pembuatan zat pereaksi
1. Aceton 90%.
masukkan 900 aceton (pekat/p.a) ke dalam labu ukur. Tambahkan 100 ml air
suling, kocok hati-hati sampai homogeny. Simpan dalam botol gelap dan tutup
rapat, karena mudah menguap.
2. Magnesium karbonat
Timbang 1 g bubuk magnesium karbonat, masukkan ke dalam labu ukur 100
ml, encerkan dengan air suling, tepatkan sampai tanda tera.
Prosedur analisis :
Pasang atau letakkan filter pada alat saring (filter holder)
Sampel air (0,5 2 liter untuk perairan pantai,2-4 liter untuk perairan lepas
pantai) disaring.
Bilas dengan 10 ml larutan magnesium karbonat, hisap kembali sampai filter
tampak kering.
Filter diambil dan bungkus dengan aluminium foil (beri label) dan simpan
dalam desikator aluminium yang berisi silika gel (simpan dalam freezer jika
proses analisis berikutnya tidak dilakukan.
Filter hasil saringan masukkan ke dalam tabung reaksi 15 ml, tambahkan 10

ml aceton 90 %.
Sampel dalam tabung reaksi digerus sampai halus dengan tissue grinder.
Sampel di-centrifuge dengan putaran 4000 rpm selama 30 -60 menit.
Cairan yang bening masukkan dalam kuvet 1 cm (10 atau 15 cm).
Periksa absorbsinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang
750,664,647 dan 630.

Perhitungan :
Untuk menghitung kandungan klorofil, absorban dari panjang gelombang
664,647 dan 630 nm dikurangi absorban pada panjang gelombang 750 nm. Pada

41

panjang gelombang 664,647 dan 630 nm terdapat penyerapan yang dilakukan oleh
klorofil, sedangkan pada panjang gelombang 750 nm penyerapan hanya
diakibatkan oleh faktor kekeruhan sampel.
Kandungan klorofil dihitung dengan rumus :
3

Chl-a (mg/m ) =

{( 11,48 x E 664) ( 1,54 x E647 ) ( 0,08 x E 630) } x Ve


Vs x d

E664

= absorban 664 nm absorban 750 nm

E647

= absorban 647 nm absorban 750 nm

E630

= absorban 630 nm absorban 750 nm

Ve

= volume ekstrak aceton (ml)

Vs

= volume sampel air yang disaring (liter)

= lebar diameter kuvet (1,10 atau 15 cm)

B. Pengukuran parameter fisika ( Kecerahan)


Alat : Secchi disc
Cara Kerja :
Secchi disc diturunkan ke dalam perairan hingga batas tidak terlihat dan
dicatat tinggi permukaan air pada tambang secchi disc ( A cm ).
Kemudian secchi disc diangkat perlahan hingga kelihatan dan dicatat kembali
tinggi permukaan air pada tambang secchi disc ( B cm ).
Perhitungan :
A+ B
2
2.8

= ...................................cm.
Daya Tampung Beban Pencemaran Air Waduk
Daya tampung beban pencemaran air adalah batas kemampuan sumber

daya air untuk menerima masukan beban pencemaran yang tidak melebihi batas
syarat kualitas air untuk berbagai peruntukannya. Daya tampung danau dan/atau
waduk yaitu kemampuan perairan danau dan/atau waduk menampung beban
pencemaran air sehingga memenuhi baku mutu air dan status trofik.
Baku mutu air danau dan/atau waduk terdiri dari parameter fisika, kimia
dan mikrobiologi. Sedangkan persyaratan status trofik danau dan/atau waduk
meliputi parameter kecerahan air, nitrogen, phosphor serta klorofil. Kadar P-total
merupakan faktor penentuan status trofik.

42

Metode penentuan daya tampung beban pencemaran air danau dan/atau


waduk terdiri dari rumus umum perhitungan daya tampung beban pencemaran air
dan rumus perhitungan daya tampung beban pencemaran untuk budidaya
perikanan. Rumus umum perhitungan beban pencemaran air tersebut digunakan
untuk menghitung beban pencemaran dari berbagai sumber, sedangkan
perhitungan daya tampung untuk budidaya perikanan ditentukan berdasarkan
jumlah limbah budidaya dan status trofik.
2.8.1 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Daya Tampung Beban
Pencemaran Air Danau dan/atau Waduk
Daya tampung beban pencemaran air danau dan/atau waduk tergantung
kepada karakteristik dan kondisi lingkungan di sekitarnya, yaitu :
a. Morfologi dan Hidrologi Danau dan/atau Waduk
Morfologi danau dan/atau waduk terdiri dari parameter karakteristik fisik,
yaitu :
1. Luas perairan danau dan/atau waduk.
2. Volume air danau dan/atau waduk.
3. Kedalaman rata-rata danau dan/atau waduk.
Sedangkan hidrologi danau dan/atau waduk terdiri dari parameter
karakteristik aliran air, yaitu :
1. Debit air keluar danau dan/atau waduk.
2. Laju penggantian air danau dan/atau waduk.
b. Kualitas Air dan Status Trofik Danau dan/atau Waduk
Parameter kualitas air yang diperlukan untuk perhitungan daya tampung
beban pencemaran air danau dan/atau waduk ialah berdasarkan :
1. Penentuan daya tampung beban pencemaran air agar kualitas air
memenuhi baku mutu air, maka parameter kualitas air yang dipilih
sesuai dengan peruntukannya.
2. Penentuan daya tampung beban pencemaran air agar kualitas air
memenuhi status trofik yang ditetapkan, maka parameter kualitas air
yang dipilih adalah unsur hara terutama kadas phosphor sebagai P
total.
c. Pemanfaatan Sumber Daya Air Danau dan/atau Waduk Sesuai
dengan Baku Mutu Peruntukannya.
Air danau dan/atau waduk pada umumnya bersifat multiguna antara lain
sebagai air baku minum, perikanan, pertanian dan sebagai sumber daya tenaga

43

listrik. Sumber daya air danau dan/atau waduk tersebut perlu dipelihara agar
kualitasnya memenuhi baku mutu sesuai dengan peruntukannya. Baku mutu
air danau dan/atau waduk tersebut juga digunakan sebagai bahan acuan
perhitungan daya tampugn beban pencemaran airnya.
d. Alokasi Beban Pencemaran Air
Danau dan/atau waduk juga berfungsi sebagai penampung air dari daerah
tangkapan air (DTA) dan daerah aliran sungai (DAS). Oleh karena itu
berbagai sumber pencemaran air dari DTA dan DAS serta bantaran danau
dan/atau waduk terbawa masuk ke dalam perairannya. Sumber pencemaran
tersebut berasal dari kegiatan antara lain limbah penduduk, pertanian,
peternakan, serta industri dan pertambangan Erosi DAS juga merupakan
sumber pencemaran air dan pendangkalan danau dan/atau waduk.
e. Persyaratan atau Baku Mutu Air untuk Pemanfaatan Sumber Daya
Air Danau dan/atau Waduk
Air danau dan/atau waduk pada umumnya bersifat multiguna antara lain
sebagai air baku minum, perikanan, pertanian, dan sebagai sumber daya
tenaga listrik. Sumber daya air danau dan/atau waduk tersebut perlu dipelihara
agar kualitasnya memenuhi baku mutu sesuai dengan peruntukannya. Baku
mutu air danau dan/atau waduk tersebut juga digunakan sebagai bahan acuan
perhitungan daya tampung beban pencemaran airnya.
f. Alokasi Beban Pencemaran Air dari Berbagai Sumber dan Jenis Air
Limbah yang Masuk Danau dan/atau Waduk
Danau dan/atau waduk juga berfungsi sebagai penampung air dari daerah
aliran sungai (DAS). Oleh karena itu berbagai sumber pencemaran air dan
DAS serta bantaran danau dan/atau waduk terbawa masuk ke dalam
perairannya. Sumber pencemaran tersebut berasal dari kegiatan antara lain
limbah penduduk, pertanian, peternakan, serta industry dan pertambangan.
Erosi DAS juga merupakan sumber pencemaran air dan pendangkalan danau
dan/atau waduk.
Beban pencemaran air dari berbagai sumber akan meningkat seiring
dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan kegiatan lainnya. Oleh karena itu
jumlah beban pencemaran yang masuk perairan danau dan/atau waduk

44

termasuk limbah pakan ikan dari budidaya ikan (KJA) perlu ditentukan
alokasinya dengan memperhatikan kondisi social ekonomi serta konservasi
sumber daya air jangka panjang.
Penentuan alokasi beban pencemaran air danau dan/atau waduk
memerlukan kajian dengan memperhatikan pemanfaatan dan kelestarian air
danau dan/atau waduk, sumber dan beban pencemaran air serta tingkat
pengendaliannya pada berbagai sumber pencemar pada kegiatan di DAS.
2.8.2

Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan/atau


Waduk.
Perhitungan daya tampung beban pencemaran air danau dan/atau waduk

tersedia pada rumus umum daya tampung beban pencemaran air danau dan/atau
waduk (lampiran 1 peraturan menteri negara lingkungan hidup, 2009) yang
dinyatakan dalam satuan luas danau/waduk (m2) atau perairan danau/waduk per
satuan waktu (tahun). Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut :
1. Morfologi dan Hidrologi Danau dan/atau Waduk
Rumus morfologi dan hidrologi danau dan/atau waduk adalah sebagai
berikut :
a. Morfologi danau dan/atau waduk, yaitu luas perairan (A) dan volumenya
(V), diperoleh dari hasil pengukuran dan kedalaman rata-rata (Z) yang
diperoleh dari hasil perhitungan rumus (2.1).
b. Hidrologi danau dan/atau waduk, yaitu debit air keluar dari waduk (Q0),
yang diperoleh dari hasil pengukuran.
c. Laju penggantian air danau dan/atau waduk (p), yang diperoleh dari hasil
perhitungan rumus (2.2)
2. Alokasi Beban Pencemaran Air yang Masuk Danau dan/atau Waduk
Alokasi beban pencemaran air yang dinyatakan dengan kadar parameter Pa
adalah sebagai berikut :
a. Syarat kadar parameter Pa maksimal sesuai ketentuan dalam baku mutu air
atau kelas air yaitu [Pa]STD.
b. Kadar parameter Pa hasil pemantauan danau dan/atau waduk yaitu [Pa]i.
c. Jumlah alokasi beban kadar parameter Pa dari DAS atau DTA yaitu
[Pa]DAS yang diperoleh dari hasil penentuan atau kajian dan perhitungan
rumus (2.3).
d. Alokasi beban kadar parameter Pa yang berasal dari limbah yang langsung
masuk danau dan/atau waduk berasal dari kegiatan yang berada pada

45

perairan danau dan/atau waduk yaitu [Pa]d, yang diperoleh dari hasil
perhitungan rumus (2.3) atau rumus (2.4).
3. Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan/atau Waduk
Perhitungan daya tampung beban pencemaran

air danau/waduk adalah

sebagai berikut :
a. Daya tampung parameter Pa per satuan luas danau dan/atau waduk yaitu,
L, merupakan fungsi dari kedalaman rata-rata danau Z, laju penggantian
air danau/waduk yaitu p dan kadar parameter yang terbawa lumpur dan
mengendap ke dasar danau/waduk. L dihitung dengan rumus (2.5) dan
rumus (2.6).
b. Jumlah daya tampung parameter Pa pada perairan danau dan/atau waduk
yaitu, La yang merupakan fungsi L dan luas perairan danau atau A. La
dihitung berdasarkan Rumus (2.7).
2.8.2.1Rumus Umum Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan/atau
Waduk
Morfologi dan Hidrologi danau dan/atau Waduk
= 100 x V/A (2.1)
Dengan :
: Kdalaman rata-rata danau dan/atau waduk (m)
V : Volume air danau dan/atau waduk (Juta m3)
A : Luas perairan danau dan/atau waduk (Ha)
: Qo/V..(2.2)
Dengan :
: Laju penggantian air danau dan/atau waduk ( l/tahun )
Qo : Jumlah debit air keluar danau ( juta m3/tahun ) pada tahun kering.
Alokasi beban pencemaran parameter Pa
[Pa]STD
= [Pa]i + [Pa]d (2.3)
[Pa]d
= [Pa]STD - [Pa]i .(2.4)
[Pa]STD
: Syarat kadar parameter Pa maksimal sesuai baku mutu air
[Pa]i

atau kelas air (mg/m3)


: Kadar parameter Pa hasil pemantauan danau dan/atau

[Pa]d

waduk ( mg/m3)
: Alokasi beban Pa limbah kegiatan pada perairan danau

dan/atau waduk (mg/m3)


Daya tampung beban pencemaran air parameter Pa pada air danau
dan/atau waduk
L
= [Pa]d / (1- R ) (2.5)
R
= 1 / ( 1 + 0,7470,507 ) (2.6)

46

La
Dengan
L

= L x A / 100 = [Pa]d A / 100 (1-R) (2.7)


:
: Daya Tampung limbah Pa per satuan luas danau dan/atau

La

waduk (mg/Pa/m2.tahun)
: Jumlah daya tampung limbah Pa pada perairan danau

dan/atau waduk (kg Pa / tahun )


R
: Total Pa yang tinggal bersama sedimen
Persamaan pada rumus-rumus (2.5), (2.6), dan (2.7) berkaitan dengan
alokasi beban pencemaran dari DAS atau DTA dan kegiatan lain pada
perairan danau dan/atau waduk pada rumus (2.3)
2.9

Uji Homogenitas Data ( Analisa Variansi )


Pada uji Z dan uji T dibandingkan antara dua sampel. Apabila

pembandingan itu lebih dari dua sampel, digunakan analisa variansi (Analysis of
Variance atau disingkat ANOVA). Apabila terhadap sejumlah sampel (lebih dari
dua sampel) diterapkan uji t, dengan cara melakukan uji t terhadap setiap
pasangan sampel yang mungkin, probabilitas melakukan kesalahan (error) Tipe I
bertambah setiap kalinya. Kesalahan Tipe I adalah dimana H0 ditolak pada saat
hipotesa benar. Pada analisa Variansi, uji dilakukan sekaligus sehingga
probabilitas kesalahan Tipe I dibatasi seminimum mungkin.
Analisa Variansi dikenalkan oleh salah satu seorang statistikawan yaitu Sir
Ronald A. Fisher (1890-1962). Analisa variansi merupakan salah satu metode
analisis statistik yang bertujuan untuk menganalisis variansi data yang terjadi
karena berbagai variasi sumber (sources) atau sebab (causes). Pada mulanya
dikembangkan terutama dalam bidang penelitian di bidang pertanian, misal untuk
mengetahui pengaruh dosis pemupukan terhadap produksi padi. Namun sekarang
metode ini telah dikembangkan untuk berbagai ilmu pengetahuan termasuk
hidrologi (Soewarno, 1995 : 57).
Hal yang perlu diingat pada analisa variansi bahwa analisa ini tidak
dimaksudkan untuk menguji perbedaan nilai varian setiap populasi akan tetapi
untuk menguji nilai rata-ratanya dengan menggunakan Uji F. Umumnya analisa
variansi dapat dibedakan menjadi dua model, yaitu :
1. Klasifikasi satu arah (one way classification) merupakan model klasifikasi
satu arah yang digunakan untuk menguji apakah ada perbedaan atau tidak dari
beberapa kelompok sampel.

47

2. Klasifikasi dua arah (two way classification) merupakan model klasifikasi dua
arah yang digunakan untuk menguji apakah ada perbedaan atau tidak setiap
kelompok sampel.
Pada dasarnya uji analisa variansi adalah menghitung nilai F. Kemudian
nilai F ini dibandingkan dengan nilai F kritis (Fcr) dari tabel. Adapun yang diuji
adalah ketidaktergantungan(independence) dan keseragaman (homogenitas).
Besaran F berupa nisbah (ratio). Karena itu ada dua parameter derajat bebas yaitu
v1 (derajat bebas pembilang) dan v2 (derajat bebas penyebut). Nilai Fcr dapat
diperoleh dari tabel F untuk berbagai nilai level of significance (), dengan
menggunakan kedua parameter derajat bebas v1 dan v2 tersebut. Untuk menguji
hipotesa ini dihitung nilai F dengan rumus berikut :
k

( nk ) . (xix)2
F=

i=1

( k1 ) . ( xijxi)2

.(2-8)

j=1

Dengan :
xi

= harga rerata untuk kelas i

= harga rerata keseluruhan data

xij

= pengamatan untuk kelas i pada tahun j

ni

= banyaknya pengamatan untuk kelas i

= banyaknya pengamatan keseluruhan

= banyaknya kelas
Analisa variansi dengan menggunakan uji F dilakukan dengan langkah

sebagai berikut :
1. Melakukan pengumpulan data
2.
3.
4.
5.
6.

mutu air secara periodik sehingga

membentuk data dari waktu ke waktu ( time series data ).


Menjumlahkan dan mencari rerata tiap kelas dari data mutu air tersebut.
Menghitung nilai F dengan menggunakan rumus (2-8)
Mencari nilai kritis Fcr dari tabel F dimana v1 = (n k ) dan v2 = (k 1).
Membandingkan nilai F dengan nilai Fcr yang didapat dari tabel F.
Jika nilai F<Fcr, maka data mutu air diterima atau homogen dan jika nilai
F > Fcr, maka data mutu air tidak diterima atau tidak homogen.

48

Anda mungkin juga menyukai