Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sungai Metro merupakan salah satu anak Sungai Brantas yang ada di Kota
Malang. Sungai ini masih dimanfaatkan oleh masyarakat yang berada di sekitar
sungai sebagai sumber air untuk pertanian. Sungai metro sendiri merupakan
golongan air kelas III yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman (Ali
2013). Namun, pemanfaatan yang tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya
penurunan kualitas air sungai. Hasil pemantauan yang dilakukan pada tahun 2013
oleh Perum Jasa Tirta I selama triwulan I (Januari, Februari, Maret), triwulan II
(April, Mei, Juni) pada lokasi stasiun pemantauan kualitas air di Sungai Metro
Kecamatan Kepanjen menunjukan pada lokasi tersebut memiliki nilai DO, BOD
dan COD yang tinggi atau diatas baku mutu, begitu juga hasil Pemantauan kualitas
air yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Malang di titik pantau
Jembatan Metro Talangagung kecamatan Kepanjen secara periodik sejak tahun
2012 sampai bulan Maret 2015 menunjukan konsentrsi BOD, phosphat dan nitrit
telah melebihi baku mutu air, sehingga diindikasikan telah mengalami pencemaran
yang disebabkan air limbah domestik, industri dan pertanian. (Prayogo, 2015)
Perubahan kualitas air erat kaitannya dengan organisme perairan Sungai
Metro. Keberadaan organisme perairan dapat digunakan sebagai indikator terhadap
pencemaran air selain indikator kimia dan fisika. Pengukuran parameter fisika dan
kimia hanya dapat menggambarkan kualitas lingkungan pada waktu tertentu.
Sedangkan indikator biologi dapat memantau secara kontinyu dan merupakan
petunjuk yang mudah untuk memantau terjadinya pencemaran (Awaludin, Dewi, &
Ngabeti, 2015). Organisme perairan dapat digunakan sebagai indikator pencemaran
karena habitat, mobilitas dan umurnya yang relatif lama mendiami suatu wilayah
perairan tertentu. Salah satu organisme tersebut yaitu plankton yang merupakan
parameter biologi dan dapat dijadikan bioindikator untuk mengevaluasi kualitas
perairan (Kamilah, Rachmadiarti, & Indah 2014)

1
2

Plankton yang mempunyai sifat selalu bergerak dapat juga dijadikan


indikator pencemaran perairan. Plankton akan bergerak mencari tempat yang sesuai
dengan hidupnya apabila terjadi pencemaran yang mengubah kondisi tempat
hidupnya. Jenis-jenis spesies plankton di suatu lokasi perairan dapat memberikan
indikasi kualitas air di perairan tersebut. Berbagai jenis plankton mempunyai
kisaran toleransi yang berbeda terhadap bioindikator lingkungan di habitatnya.
Plankton yang toleran terhadap berbagai kondisi akan terdistribusi meluas,
sedangkan yang tidak toleran terhadap salah satu kondisi lingkungan hanya akan
hidup pada kondisi yang sesuai untuknya (Hutabarat, & Soedarsono, 2014)
Berdasarkan kondisi Sungai Metro yang telah dipaparkan sebelumnya,
maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air yang berada di Sungai
Metro menggunakan plankton sebagai bioindikator, Selain itu penelitian
sebelumnya hanya meneliti pada Sungai Brantas dengan hasil yaitu sungai yang
berada di wilayah Kota Malang tercemar berat dibandingkan dengan wilayah
kabupaten yang tergolong kondisi baik belum tercemar. Hal ini bertujuan untuk
memberi informasi baru kepada masyarakat, sehingga dapat segera dilakukan
tindakan yang tepat sasaran dan dapat mengurangi tingkat pencemaran serta
menyelamatkan kehidupan makhluk hidup yang ada di perairan tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
1) Apa saja jenis plankton yang mempengaruhi kualitas air Sungai Metro?
2) Bagaimana keanekaragaman plankton mempengaruhi kualitas air Sungai
Metro?
1.3. Tujuan Penelitian
1) Mengetahui keanekaragaman dan distribusi plankton yang berada di
perairan Sungai Metro.
2) Mengetahui keanekaragaman plankton yang mempengaruhi kualitas air
Sungai Metro
1.4. Manfaat Penelitian
1) Sebagai data atau bahan informasi tentang tingkat pencemaran di Sungai
Metro.
2) Sebagai dasar pengambilan keputusan untuk pemantauan dan pengelolaan
kawasan sekitar sungai
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Sungai


Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011
tentang sungai disebutkan bahwa sungai adalah wadah air alami atau buatan berupa
jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara
dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Sungai mengalir dari hulu
dengan kondisi kemiringan lahan yang curam, agak curam, agak landai, landai, dan
relatif rata. Arus kecepatan sungai berbanding lurus dengan kemiringan lahan. Arus
di daerah hulu mengalir lebih cepat dibandingkan daerah hilir.
Pada umumnya, sungai bagian hulu mempunyai kualitas air yang lebih baik
dibandingkan bagian hilir. Berdasarkan pemanfaatan lahannya, daerah hulu relatif
sederhana dan masih alami seperti hutan dan perkampungan kecil. Semakin ke hilir,
pemanfaatan lahan semakin meningkat. Sejalan dengan hal tersebut, limbah cair
dari daerah hulu ke hilir pun menjadi meningkat (Wiwoho, 2005)

2.2. Kualitas Air Sungai Metro


Sungai Metro merupakan anak sungai Brantas yang alirannya berakhir di
Kecamatan Kepanjen dengan panjang sungai 18,2 Km. Sungai Metro dimanfaatkan
oleh masyarakat yang berada disekitar sungai sebagai tempat pembuangan air
limbah dari aktivitas rumah tangga seperti MCK, industri dan limpasan dari
aktivitas pertanian. Pemanfaatan sungai sebagai tempat pembuangan air limbah
yang dilakukan oleh masyarakat tersebut dapat menyebabkan terjadinya penurunan
kualitas air sungai. Berdasarkan data dari BLH Kabupaten Malang Tahun 2017,
bahwa kualitas air sungai yang ada di Kabupaten Malang termasuk kedalam
kategori tercemar ringan, kondisi ini ditunjukkan dengan adanya beberapa
parameter yang melebihi baku mutu. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kualitas air sungai adalah perubahan tata guna lahan (Novilyansa, 2017).

3
4

2.3. Jenis- Jenis Plankton di Sungai


Plankton adalah organisme baik tumbuhan maupun hewan yang umumnya
berukuran relatif kecil, hidup melayang di perairan, mempunyai daya gerak relatif
lemah sehingga distribusinya sangat dipengaruhi arus air (Kamilah dkk, 2014).
Berdasarkan kemampuan mensintesis bahan organiknya, plankton dibagi menjadi
dua, yaitu:
a. Fitoplankton
Phytoplankton atau plankton nabati merupakan golongan plankton yang
mempunyai klorofil (zat hijau daun) di dalam tubuhnya. Phytoplankton dapat
membuat makanannya sendiri dengan mengubah bahan anorganik menjadi bahan
organik melalui proses fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari.
b. Zooplankton
Zooplankton merupakan golongan plankton yang tidak mempunyai zat hijau
daun (klorofil) didalam tubuhnya. Zooplankton tidak dapat melakukan fotosintesis
atau disebut juga dengan heterotrof. Zooplankton juga umumya mempunyai sifat
fototaksis negatif atau menjauhi sinar matahari. Oleh sebab itu, zooplankton dapat
bertahan hidup di lapisan perairan yang tidak mendapat cahaya matahari. Dalam
suatu perairan, zooplankton berperan sebagai konsumen primer.
Plankton di hilir sangat sedikit dalam jumlah jenis dan pada umumnya
didominasi oleh jenis Diatom. Genera Diatom yang mendominiasi adalah
Skeletonema sp., Asterionella sp., Chaetoceros sp., Nitzchia sp. Zooplankton laut
yang khas yang terbawa ke luar dan masuk bersama pasang surut meliputi spesies
dari genera Copepoda Eurytemora sp., Acartia sp., Pseudodioptomus sp., dan
Centropeges sp. (Nybakken, 1992). Sedangkan menurut Barnes (1976),
fitoplankton yang sering dijumpai di daerah hilir adalah genera dari Diatom yaitu
Asterionella sp., Skeletonema sp., Nitzchia sp., Thalassionema sp., Chaetoceros sp.,
dan Milosira sp. Sedangkan genera dari Dinoflagelata adalah Gymnodinium sp. dan
Gonyaulax sp. Genera zooplankton yang ditemukan di hilir sungai adalah Acartia
sp., Eurytemora sp., Pseudodioptomus sp., Podon sp., Centropagus sp., dan
Pseudocalanus sp.
5

2.4. Tingkat Saprobitas Berdasarkan Spesies Plankton


Saprobitas perairan adalah keadaan kualitas air yang diakibatkan adanya
penambahan bahan organik dalam suatu perairan yang memiliki indikator berupa
jumlah dan susunan spesies dari organisme di dalam perairan tersebut (Anggoro,
1988). Menurut Basmi (2000), menggolongkan tingkat saprobitas sebagai berikut :
1. Polisaprobik, yaitu saprobitas perairan yang tingkat pencemarannya
berat, sedikit atau tidak adanya oksigen terlarut (DO) di dalam perairan, populasi
bakteri padat, dan H2S tinggi.
2. α - Mesosaprobik, yaitu saprobitas perairan dengan tingkat
pencemarannya sedang sampai berat, kandungan oksigen terlarut (DO) di dalam
perairan meningkat, tidak ada H2S, dan bakteri yang cukup tinggi
3. β - Mesosaprobik, yaitu saprobitas perairan yang tingkat pencemarannya
ringan sampai sedang, kandungan oksigen terlarut (DO) dalam perairan tinggi,
jumlah bakteri lebih sedikit, menghasilkan produk akhir nitrat.
4. Oligrosaprobik, yaitu saprobitas perairan yang belum tercemar atau
mempunyai tingkat pencemaran ringan, penguraian bahan organik sempurna,
kandungan oksigen terlarut (DO) di dalam perairan tinggi, serta jumlah bakteri
sangat rendah. Untuk lebih lengkapnya, pembagian tingkat saprobitas dapat dilihat
pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Tingkat Saprobik Berdasarkan pada Ciri Struktur Komunitas
No Tingkat Saprobitas Ciri Struktur Komunitas
1 Polisaprobik - Organisme produsen sangat rendah
- DO rendah dan BOD tinggi
- Organisme kemolitropik dan produsen primer
rendah

2 α – Mesosaprobik - Jumlah produsen mulai menurun


- DO rendah dan BOD tinggi
- Muncul fitoplankton yang terdiri dari Diatom,
Cyanopiceae dan Blue Green Algae

3 β – Mesosaprobik - Jumlah organisme produsen, konsumen, dan


dekomposer seimbang.
- Struktur komunitas oganisme melimpah dalam
jenis dan jumlah spesies.
- Oksidasi dengan reduksi imbang.
6

No Tingkat Ciri Struktur Komunitas


Saprobitas
4 Oligrosaprobik - Jumlah organisme produsen, konsumen, dan
dekomposer seimbang.
- Struktur komunitas organisme sangat melimpah
dalam jenis dan jumlah spesies.
- Variasi jenis rendah dan didominasi jenis kecil.
- Organisme sensitif tipe trophik dan
kemolitrophik (Produsen primer lebih besar dari
konsumen dan decomposer).
Sumber: Zahidin (2008)
Organisme renik di perairan terdiri dari berbagai jenis plankton atau algae
yang memiliki sifat yang khas sehingga memungkinkan hidup pada lingkungan
tertentu. Jenis-jenis organisme saprobitas yang berada pada lingkungan tercemar
akan berbeda satu dengan yang lainnya. Keadaan ini dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan di perairan tersebut. Berdasarkan organisme penyusunnya, maka
tingkat saprobitas dapat dibagi menjadi empat kelompok, yang tiap tingkatan
saprobitas terdapat berbagai macam spesies plankton sebagai berikut :
Kelompok Polisaprobik (A), organisme yang menyusun saprobitas adalah
Zoogla ramigera, Sarcina paludosa, Beggiota alba, Streptococcus margariticus,
Sphaerotilus oxaliferum, Chlorobacterium agregatum, Ascilatoria putrida,
Spirullina jenneri, Chromatum okenii, Trigonomonas compresa, Tubifex
rivulorum, Hexotrica caudate, Acrhomatium oxaliferum, Tetramitus pyriformis,
Euglena viridis, Enchelys caudate, Glaucoma scintilans, Trimyema compresa,
Metopus sp., Saprodenium dentatum, Vorticella microstoma, Rotary neptunia,
Larva of eriscalis, Colpidium colpoda, Lamprocystis rose sp., Bidullphia sp.,
Clamydomnas sp., Pelomixa palustri, Chiromonas thummi, Caenomopha
medusula.
Kelompok α-Mesosaprobik (B), organisme penyusun saprobitas adalah
Lenamitus lacteus, Oscillatoria Formosa, Nitzschia palaea, Chilomonas
paramecium, Hantzchia amphioxys, Stephanodiscus sp., Stentor coerolu,
Spirostomum ambigum, Spharium cornium, Uronema marinum, Chilodenella
uncinata, Closterium uncinata, Closterium acresum, Anthophsa vegetans,
Vorticella convalararis, Stratomis chamaelon, Herpobdella atomaria, Coelastrum
sp., Chaetoceros sp., Rhizosolenia sp., Navicula sp., Eudorina sp.
7

Kelompok β-Mesosaprobik (C), organisme penyusun saprobitas adalah


Asterionella Formosa, Oscillatoria rubescens, Oscillatoria redeksii, Melosira
varians, Colleps hirtus, Scenedesmus caudricaudata, Aspesdisca lynceus, Synura
uvella, Tabellaria fenestrate, Paramecium bursaria, Cladophora erispate,
Spyrogira crassa, Polycelis cornuta, Uroglena volvox, Stylaria lacustris,
Hydropsyche lepida Cloendipterum larva, Branchionus ureus, Actyosphaerium
eichhornii, Nauplius sp., Anabaena sp., Hidrocillus sp., Ceratium sp.
Kelompok Oligosaprobik (D), organisme penyusun sabrobitas adalah
Cyclotella bodanica, Synedra acus var, Holteria cirrivera, Holopedium gebberum,
Tabellaria flocullosa, Bibochaesta mirabilis, Strombidinopsis sp., Staurastrum
puntulatum, Ulotrix zonata, Vorticella nebulivera, Clodophora glomera, Eastrum
oblongum, Fontilus antipyrotica, Planaria gonochepala, Larva of oligoneura,
Larva of perla bipunctata, Notholca longispina, Skeletonema sp., Pinnularia sp. .
Untuk lebih lengkapnya, organisme penyusun tingkat saprobitas dapat dilihat pada
Tabel 2.2
Tabel 2.2. Organisme Penyusun Kelompok Saprobitas
Kelompok Saprobitas Organisme Penyusun
Kelompok Polisaprobik (A) 1. Zoogla ramigera 17. Enchelys caudate
2. Sarcina paludosa 18. Glaucoma scintilans
3. Beggiota alba 19. Trimyema compresa
4. Streptococcus margariticus 20. Metopus sp.
5. Sphaerotilus oxaliferum 21. Saprodenium dentatum
6. Chlorobacterium agregatum 22. Vorticella microstoma
7. Ascilatoria putrida 23. Rotary neptunia
8. Spirullina jenneri 24. Larva of eriscalis
9. Chromatum okenii 25. Colpidium colpoda
10. Trigonomonas compresa 26. Lamprocystis rose sp.
11. Bodoputrisnus sp. 27. Bidullphia sp.
12. Tubifex rivulorum 28. Clamydomnas sp.
13. Hexotrica caudate 29. Pelomixa palustris
14. Acrhomatium oxaliferum 30. Chiromonas thummi
15. Tetramitus pyriformis 31. Caenomopha medusula
16. Euglena viridis
8

Kelompok Saprobitas Organisme Penyusun


Kelompok α-Mesosaprobik 1. Lenamitus lacteus 12. Closterium uncinata
(B) 2. Oscillatoria Formosa 13. Closterium acresum
3. Nitzschia palaea 14. Anthophsa vegetans
4. Chilomonas paramecium 15. Vorticella convalararis
5. Hantzchia amphioxys 16. Stratomis chamaelon
6. Stephanodiscus sp. 17. Herpobdella atomaria
7. Stentor coerolus 18. Coelastrum sp.
8. Spirostomum ambigum 19. Chaetoceros sp.
9. Spharium cornium 20. Rhizosolenia sp.
10. Uronema marinum 21. Navicula sp.
11. Chilodenella uncinata 22. Eudorina sp.
Kelompok β-Mesosaprobik 1. Asterionella Formosa 13. Polycelis cornuta
(C) 2. Oscillatoria rubescens 14. Uroglena volvox
3. Oscillatoria redeksii 15. Stylaria lacustris
4. Melosira varians 16. Hydropsyche lepida
5. Colleps hirtus 17. Cloendipterum larva
6.Scenedesmus caudricaudata 18. Branchionus ureus
7. Aspesdisca lynceus 19. Actyosphaerium eichhornii
8. Synura uvella 20. Nauplius sp.
Kelompok Oligosaprobik 1. Cyclotella bodanica 11. Clodophora glomera
(D) 2. Synedra acus var. 12. Eastrum oblongum
3. Holteria cirrivera 13. Fontilus antipyrotica
4. Holopedium gebberum 14. Planaria gonochepala
5. Tabellaria flocullosa 15. Larva of oligoneura
6. Bibochaesta mirabilis 16. Larva of perla bipunctata
7. Strombidinopsis sp. 17. Notholca longispina
8. Staurastrum puntulatum 18. Skeletonema sp.
9. Ulotrix zonata 19. Pinnularia sp.
10. Vorticella nebulivera
Sumber: Zahidin (2008)

2.5. Indeks Keanekaragaman, Indeks Dominasi dan Indeks Keseragaman


Kelimpahan organisme dalam perairan dapat dinyatakan sebagai jumlah
individu per liter. Zahidin (2008), menggolongkan perairan berdasarkan
kelimpahan individu yaitu suatu perairan dengan kelimpahan <10.000 Ind/L adalah
termasuk dalam perairan dengan tingkat kelimpahan rendah (Oligotrooph),
9

kelimpahan antara 10.000 – 12.000 Ind/L termasuk dalam tingkat sedang


(Mesotrooph), dan perairan dengan kelimpahan >12.000 Ind/L adalah tingkat tinggi
(Eutrooph). Indeks keanekaragaman yaitu suatu pernyataan sistematik yang
menyatakan struktur komunitas untuk mempermudah menganalisis informasi
tentang jumlah dan macam organisme (Odum, 1971). Menurut Dianthani (2003)
kisaran total indeks keanekaragaman dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
- H’< 2,3026 : keanekaragaman kecil dan kestabilan komunitas
rendah
- 2,3026<H’<6,9078 : keanekaragaman sedang dan kestabilan komunitas
sedang
- H’ > 6,9078 : keanekaragaman tinggi dan kestabilan komunitas
tinggi.
Berdasarkan indeks keanekaragaman juga dapat ditentukan kriteria mutu
kualitas perairan. Apabila indeks keanekaragaman >3 berarti perairan tidak
tercemar. Perairan termasuk tercemar sedang bila H’ dalam kisaran 1 - 3. Yang
terakhir perairan termasuk tercemar berat bila H’<1. Indeks keseragaman adalah
perbandingan keanekaragaman maksimal dalam suatu komunitas. Nilai indeks
keseragaman antara 0 – 1, makin besar nilainya berarti penyebaran individu tiap
jenis atau genera semakin merata dan tidak ada spesies yang mendominasi, begitu
pula sebaliknya.
Indeks dominasi digunakan untuk melihat ada tidaknya suatu jenis tertentu
yang mendominasi dalam suatu populasi. Jumlah jenis Nilai D berkisar antara 0 dan
1, apabila nilai D mendekati 0 berarti hampir tidak ada individu yang mendominasi,
sedangkan bila D mendekati 1 berarti ada individu yang mendominasi populasi.
(Esty, 2015).
Penyebaran jumlah individu pada masing-masing organisme dapat
ditentukan dengan membandingkan nilai indeks keanekaragaman dengan nilai
maksimumnya. Dari perbandingan ini akan didapatkan nilai E antara 0 sampai 1,
semakin kecil nilai E maka semakin kecil juga keseragaman suatu populasi, artinya
penyebaran jumlah individu tiap genus tidak sama dan ada kecenderungan bahwa
suatu genera mendominasi populasi tersebut. Sebaliknya semakin besar nilai E,
10

maka populasi menunjukkan keseragaman yaitu jumlah individu setiap genus dapat
dikatakan relatif sama, atau tidak jauh berbeda (Esty, 2015).

2.6. Faktor Kimia dan Fisika dalam Perairan


Dalam perkembangan suatu organisme, terdapat beberapa faktor yang
sangat mempengaruhinya. Keberadaan organisme saprobik sebagai indikator
perairan juga ditentukan oleh sifat fisika dan kimia perairan terdiri dari suhu, derajat
keasaman (pH), dan Oksigen Terlarut (DO)

2.6.1. Temperatur Optimal Untuk Pertumbuhan Plankton


Salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses
kehidupan dan penyebaran organisme adalah temperatur. Menurut
Handayani (2009), temperatur air banyak mempengaruhi kehidupan hewan
dan tumbuhan air seperti plankton. Temperatur yang optimal untuk
pertumbuhan fitoplankton secara umum di perairan adalah 200 C – 300 C.
Pertumbuhan yang optimal Filum Chlorophyta akan terjadi pada kisaran
temperatur 300 C – 350 C dan untuk Diatom pada temperatur 200 C – 300 C.
Phylum Cyanophyta dapat bertoleransi terhadap kisaran suhu yang lebih
tinggi bila dibandingkan dengan Chlorophyta dan Diatom.

2.6.2. Nilai Optimum Derajat Keasaman Perairan


Derajat keasaman (pH) merupakan suatu ukuran dari konsentrasi ion
hidrogen. Kondisi tersebut akan menunjukkan suasana air itu bereaksi asam
atau basa. Menurut Effendi (2003) sebagian besar organisme air peka
terhadap perubahan pH dan menyukai pH sekitar 7 – 7,5. Apabila nilai pH
6,0 – 6,5 akan menyebabkan keanekaragaman plankton akan menurun. Nilai
pH dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu fotosintesis dan respirasi
organisme, suhu dan adanya ion-ion dalam perairan. Kondisi fotosintesis
akan terjadi optimal ketika pH dalam keadaan normal (Asih, 2014).
11

2.6.3. Oksigen terlarut (DO) pada Perairan


Sumber utama oksigen di perairan selain dari proses difusi oksigen
dari udara adalah dari hasil fotosintesis fitoplankton, sehingga tingginya
kandungan oksigen di perairan akan mengindikasi tingginya kelimpahan
organisme pada perairan tesebut (Patty, 2014).
Menurut Yazwar (2008), nilai oksigen terlarut antara 5,45 -7,00 mg/l
cukup baik bagi proses kehidupan biota perairan. Sehingga makin rendah
nilai oksigen terlarut maka semakin rendah keanekaragaman plankton dan
semakin tinggi tingkat pencemaran suatu ekosistem perairan.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2019 serta mengambil
sampel di tiga titik lokasi yang meliputi bagian hulu, tengah dan hilir Sungai Metro.
pengambilan sampel air sungai dibagi menjadi tiga stasiun yaitu, (1) Stasiun I
berada di Sungai Metro yang terletak Kelurahan Karangbesuki, merupakan lokasi
yang berada di hulu Sungai Metro Kecamatan Sukun; (2) Stasiun II berada di
Sungai Metro yang terletak di Kelurahan Pisangcandi, merupakan lokasi yang
berada di tengah Sungai Metro, Kecamatan Sukun: serta (3) Stasiun III berada di
Sungai Metro yang terletak di Kelurahan Bandungrejosari, merupakan lokasi yang
berada di hilir Sungai Metro, Kecamatan Sukun. Identifikasi sampel plankton
dilaksanakan di Laboratorium Keankearagaman Hewan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang.

3.2. Alat dan Bahan


Alat dan bahan sampling yang digunakan antara lain Plankton net
berukuran 70 μm digunakan untuk mengambil dan menyaring sampel plankton,
botol sampel/flacon 5 ml sebagai wadah sampel plankton, formalin 4% untuk
mengawetkan plankton, pipet tetes, ember plastik 4 liter untuk mengambil sampel
air, kertas label memberi tanda pada sampel, dan alat tulis. Alat yang digunakan
sebagai pengukuran kualitas air antara lain termometer, pH meter dan DO meter.
Sedangan alat untuk mengidentifikasi plankton yaitu mikroskop cahaya monokuler,
kaca benda, kaca penutup, pipet tetes, counter dan buku identifikasi.

3.3. Prosedur Kerja


Pengambilan sampel air dalam penelitian ini menggunakan metode
sampling. Penelitian dilakukan dengan mengambil sampling pada bagian hulu
dengan kode stasiun A, bagian tengah dengan kode stasiun B, dan bagian hilir
dengan kode stasiun C. Pengambilan sampel air dimulai dengan menyaring air
sebanyak 40 liter menggunakan plankton net yang di ujungnya dilekatkan botol

12
13

flacon 5 ml yang berfungsi untuk menampung air hasil saringan. Air hasil saringan
yang berada di botol flacon, ditetesi formalin 4% selanjutnya di identifikasi melalui
mikroskop cahaya monookuler, kemudian dihitung menggunakan counter,
sedangkan identifikasinya menggunakan buku identifikasi. Selain parameter
biologi, diamati juga parameter fisika dan kimia seperti temperatur air, derajat
keasaman (pH), dan oksigen terlarut (DO).

3.4. Analisis Data


Menurut Romimohtarto & Juwana (2005), untuk mengetahui
keanekaragaman jenis biota perairan dilakukan dengan cara menghitung Indeks
keragaman Shannon–Wienner (H’) yaitu :
H’ = -  ( ni / N ) ln ( ni / N )
H’ = Indeks diversitas Shannon-Wienner ,
Ni = Jumlah individu/spesies
N = Jumlah individu keseluruhan
Penggolongan kondisi komunitas biota berdasarkan H’ adalah:
H’ < 2,30 = Keanekaragaman kecil
2,30 < H’< 6,91= Keanekaragaman sedang.
H’ > 6,91 = Keanekaragaman tinggi
Indeks dominansi (D) bertujuan untuk mengetahui ada atau tidak jenis yang
mendominasi dalam suatu perairan. Indeks dominansi dihitung dengan persamaan
(Odum, 1999)
D =  ( ni / N )2
keterangan :
D = Indeks Dominansi Simpson
ni = Jumlah Individu tiap spesies
N = Jumlah Individu seluruh spesies
14

Penyebaran jumlah individu pada masing-masing organisme dapat


ditentukan dengan membandingkan nilai indeks keanekaragaman dengan nilai
maksimumnya. Analisis indeks keseragaman plankton menggunakan rumus
sebagai berikut :
E = H’/ Hmaks
Keterangan :
E = Indeks Keseragaman
H’ = Indeks Keanekaragaman
Hmaks = ln S
S= Jumlah Spesies
Dari perbandingan ini akan didapatkan nilai E antara 0 sampai 1, semakin
kecil nilai E maka semakin kecil juga keseragaman suatu populasi, artinya
penyebaran jumlah individu tiap genus tidak sama dan ada kecenderungan bahwa
suatu genera mendominasi populasi tersebut. Sebaliknya semakin besar nilai E,
maka populasi menunjukkan keseragaman yaitu jumlah individu setiap genus dapat
dikatakan relatif sama, atau tidak jauh berbeda (Esty, 2015). Sedangkan untuk
Indeks Saprobik plankton (X) dapat dihitung dengan rumus:
X= (C + 3D – B – 3A) / (A + B + C + D)
keterangan:
A : Grup Ciliata menunjukkan polisaprobitas
B : Grup Euglenophyta, menunjukkan α Mesosaprobitas
C : Grup Chloroccales + Diatomae, menunjukkan β Mesosaprobitas
D : Grup Peridinae/Chrysophyceae/Conjugatae, Oligosaprobitas
15

Tabel 3.1. Nilai Indeks Saprobik dengan Penafsiran Kualitas Air Secara Biologis

Sumber : Zahidin (2008)


Keterangan :
- Fase Saprobik adalah fase perombakan (dekomposisi) bahan-bahan organik
- Polisaprobik adalah fase yang dilakukan oleh banyak jenis jasad renik
- α Mesosaprobik adalah fase saprobik yang berlangsung pada tahap awal (bakteri)
- β Mesosaprobik adalah fase saprobik yang berlangsung pada tahap lanjut oleh
kelompok ciliata
- Oligosaprobik adalah fase yang dilakukan oleh beberapa jasad renik
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Pada penelitian yang telah dilakukan terdapat jenis-jenis spesies plankton


dari tiga stasiun yang berada di Sungai Metro. Hasil yang didapatkan dari stasiun I
terdiri dari 11 spesies, stasiun II 20 spesies, dan stasiun III 17 spesies. Jumlah
individu terbanyak terdapat pada stasiun III yaitu 295 spesies.

Tabel 4.1 Jenis-jenis plankton Sungai Metro

Kelas Spesies Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Zooplankton
Monogononta Euchlanis sp 2
Keratella sp 1
Lepadella sp 4 5
Adineta sp 1
Tubulinea Centropyxis sp 2 9 8
Lobosa Arcella sp 86 58 83
Dynophyceae Peridinium sp 1 3 4
Fitoplankton
Fragilariophyceae Tabellaria sp 7 15 2
Synedra ulna 102 94 105
Euglenoidea Euglena sp 1
Chlorophyceae Coelastrum sp 25 14
Pediastrum sp 4 22 23
Scenedesmus 1 1 1
Dimorphus
Zygnematophyceae Closterium sp 4 4 4
Spyrogyra sp 1 6
Bacillariophyceae Navicula sp 20 24 16
Surirella sp 2 18
Bacillaria sp 3
Pleurosigma sp 1
Diatom 2 2
Ulvophyceae Ulothrix 2 3
Chlorophyta 1 1
Cyanophyceae Calothrix 1
Jumlah Individu 231 273 295
Jumlah Spesies 11 20 17
Indeks Saprobitas 2,1 1,53 1,01
Kategori Tercemar Tercemar Tercemar
Sangat Ringan Sedang
Ringan
Sumber: Data primer (2019)

Berdasarkan tabel 4.2 terdapat parameter air Sungai Metro serta baku mutu
air kelas II. Temperatur air dan Ph air dari ketiga stasiun masih dalam deviasi tiga

16
17

sehingga air masih layak digunakan dalam kebutuhan sehari-hari. Oksigen terlarut
(DO) pada stasiun III menurun, sehingga tidak termasuk baku mutu air kelas II.

Tabel 4.2 Parameter Air Sungai Metro

Parameter Air Satuan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Baku Mutu


Air Kelas II
Temperatur °C 26 27°C 26,5°C Deviasi 3
Air
pH Air - 7,63 8,08 8,20 6-9
DO mg/L 7,6 6,02 4,5 4,7-6,5

Sumber: Data primer (2019)

Tabel 4.3 menunjukkan jumlah spesies dari kelas yang mendominasi tiap-
tiap stasiun Sungai Metro. Stasiun I sampai III didominasi oleh kelas
Fragilariophyceae, Bacillariaphyceae, dan Chlorophyceae dengan jumlah spesies
yang berbeda dalam setiap stasiun.

Tabel 4.3 Dominasi Kelas Setiap Stasiun

107

109

35 38
109
29 48
22 5
FRAGILARIOPHYCEAE BACILLARIOPHYCEAE CHLOROPHYCEAE
Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Sumber: Data primer (2019)

4.2 Pembahasan

Komposisi jenis plankton yang ditemui pada perairan Sungai Metro di tiga
titik stasiun bagian hulu, tengah dan hilir, sebanyak 11 kelas yang terdiri dari 22
spesies. Pada fitoplankton, kelas yang ditemukan yaitu : Fragillariophyceae (2
spesies), Euglenoidea (1 spesies), Chlorophyceae (3 spesies), Zygnematoceae (2
spesies), Bacillariophyceae (5 spesies), Ulvophyceae (2 spesies), dan
Cyanophyceae (1 spesies). Sedangkan pada zooplankton kelas yang ditemukan
18

yaitu: Monogononta (4 spesies), Tubulinea (1 spesies), Lobosa (1 spesies), dan


Dinophyceae (1 spesies).

Keanekaragaman jenis plankton di perairan Sungai Metro berkisar antara


1,36 - 2,06. Menurut (Oktavia dkk., 2009) kestabilan ekosistem dikatakan sedang
apabila nilai indeks keanekaragaman (H’) antara 1-3. Jika ekosistem tersebut
mengalami pencemaran, maka nilai indeks keanekaragaman jenisnya akan menurun
dengan nilai (H’)<1. Nilai keanekaragaman tertinggi berada pada stasiun II yaitu
sungai bagian tengah, dengan nilai 2,06 (tabel 4.3). Hal ini karena kondisi fisik dan
kimiawi perairan yang mendukung plankton untuk berkembang dengan baik yang
dibuktikan dengan kandungan oksigen terlarut 6,02 mg/L, pH air 8,08 dan
temperatur air 27°C. Temperatur yang optimal untuk pertumbuhan fitoplankton
secara umum di perairan adalah 200C – 300C (Handayani, 2009).

Nilai indeks dominasi dari ke-tiga stasiun berkisar antara 0,19 - 0,34.
Kisaran nilai indeks dominasi tertinggi berada pada stasiun I dengan nilai 0,34. Hal
tersebut menandakan bahwa ada spesies yang mendominasi pada bagian hulu
sungai. Spesies yang mendominasi yaitu Synedra ulna dari kelas
Fragillariophyceae. Indeks keseragaman plankton yang ditemukan berkisar antara
0,56 – 0,68. Pada ketiga stasiun didapatkan nilai keseragaman yang sama. Sesuai
dengan pernyataan (Awaludin dkk, 2015), apabila nilai indeks mendekati 1, maka
keseragaman antar spesies tergolong merata. Indeks saprobitas plankton (X) pada
tiga stasiun bervariasi antara 1,01-2,1 dengan kategori β-Mesosaprobik (tercemar
ringan-sedang) dan Oligosaprobik (tercemar sangat ringan). Dari data pengamatan,
sungai bagian hulu sampai ke hilir semakin tercemar. Bagian hilir (Stasiun III)
termasuk kategori tercemar sedang, dikarenakan wilayah sungai yang padat
penduduk dan banyak limbah domestik. Selain itu kandungan oksigen pada stasiun
III paling rendah dengan nilai 4,5 mg/L. Pada umumnya air yang telah tercemar,
memiliki kandungan oksigen yang rendah. Makin banyak limbah organik dalam air,
makin sedikit sisa kandungan oksigen terlarut (Ali, 2013).
19

Tabel 4.4. Nilai Indeks Setiap Stasiun

Indeks Nilai Kategori

Keanekaragaman
(H’)
Stasiun I 1,36 Keanekaragaman kecil dan tercemar sedang
Stasiun II 2,06 Keanekaragaman kecil dan tercemar sedang
Stasiun III 1,91 Keanekaragaman kecil dan tercemar sedang
Dominasi (D)
Stasiun I 0,34 Ada individu yang mendominasi (banyak)
Stasiun II 0,19 Ada individu yang mendominasi (sedikit)
Stasiun III 0,22 Ada individu yang mendominasi (banyak)
Keseragaman (E)
Stasiun I 0,56 Keseragaman plankton relatif sama
Stasiun II 0,68 Keseragaman plankton relatif sama
Stasiun III 0,67 Keseragaman plankton relatif sama
Saprobitas (X)
Stasiun I 2,1 Tercemar sangat ringan
Stasiun II 1,53 Tercemar ringan
Stasiun III 1,01 Tercemar sedang
Sumber: Data primer (2019)

Fragillariophyceae, Bacillariophyceae dan Chlorophyceae merupakan


kelompok besar penyusun komunitas fitoplankton yang ada di perairan Sungai
Metro, Keanekaragaman Fragillariophyceae di suatu perairan dapat dijadikan
bioindikator dalam menentukan kualitas air. Apabila dalam suatu perairan
didominasi oleh spesies dari kelas Fragillariophyceae, maka perairan tersebut dapat
diindikasikan adanya pencemaran. Salah satu contoh dari kelas Fragillariophyceae
adalah Synedra ulna. Kelompok Synedra sp. dapat dijadikan indikasi turunnya
kualitas air.. Selain itu, Synedra sp. ditemukan mendominasi pada perairan dalam
kondisi tercemar ringan dan mampu hidup pada kondisi DO yang rendah (Isti’anah,
Huda, & Laily, 2015)
Kelas kedua yang mendominasi perairan Sungai Metro yaitu
Bacillariophyceae. Anggota Bacillariophyceae digunakan sebagai bioindikator
pencemaran air karena memiliki dinding sel yang terbuat dari silika. Dinding sel
yang terbuat dari silika pada umumnya kuat atau masih tetap utuh, serta dapat
menyimpan bahan-bahan pencemar yang terakumulasi pada suatu perairan. Selain
itu, Bacillariophyceae mempunyai peranan yang penting di dalam proses
mineralisasi dan pendaur-ulangan bahan-bahan organik, baik yang berasal dari
perairan maupun dari daratan (Amedia, 2013)
20

Chlorophyta merupakan mikroalga yang ditemukan dominan pada Stasiun


II dan III. Hal ini disebabkan pada masing-masing stasiun arusnya lebih tenang dan
tidak begitu deras. Semiden, dkk (2013) menyatakan, kecepatan arus yang rendah
pada suatu perairan menyebabkan kelimpahan yang tinggi pada kelas
Chlorophyceae, karena kemungkinan terjadinya migrasi horizontal sangat tinggi.
BAB V
PENUTUP

5.1. Simpulan

Keanekaragaman plankton pada Sungai Metro terdiri dari 23 spesies yang


didominasi oleh kelas Fragillariophyceae, Chlorophyceae, dan Basilllariophyceae,
dengan keseragaman plankton yang relatif sama. Bagian hulu sungai tergolong
tercemar sangat ringan ditandai dengan adanya plankton Tabellaria sp., dan
Synedra ulna. Semakin ke hilir, sungai tergolong tercemar sedang ditandai dengan
adanya plankton Navicula sp., Closterium sp., dan Coelastrum sp.

5.2. Simpulan

Perlu adanya pemantauan dan pengelolaan agar tingkat pencemaran di


Sungai Metro tidak meningkat seiring dengan kepadatan penduduk. Pembuangan
limbah dan sedimentasi di Sungai Metro harus lebih dikurangi. Hal ini untuk
mencegah terjadinya pencemaran yang lebih berat lagi. Selain itu, perlu dilakukan
penelitian lanjutan untuk mengetahui hubungan kelimpahan plankton dengan
komunitas perairan sungai seperti ikan, benthos dan biota perairan lainnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ali, A. 2013. Kajian Kualitas Air dan Status Mutu Air Sungai Metro di Kecamatan
Sukun Kota Malang. Bumi Lestari, 13(2), 265–274.
Amedia, I. 2013. Diatom sebagai Bioindikator Kualitas Air. Semarang : Universitas
Diponegoro
Anggoro, S. 1988. Analisa Tropic-Saprobik (Trosap) Untuk Menilai Kelayakan
Lokasi Budidaya Laut dalam : Workshop Budidaya Laut Perguruan Tinggi
Se-Jawa Tengah. Semarang: Universitas Diponegoro
Asih. P. 2014. Produktivitas Primer Fitoplankton di Perairan Teluk Dalam Desa
Malng Rapat Bintan.Skripsi. Tanjung Pinang: UMRAH FIKP
Awaludin, A., Dewi, N., & Ngabeti, S. 2015. Koefisien Saprobik Plankton di
Perairan Embung. Jurnal MIPA. 38(2), 115–120.
Basmi. 2000. Planktonologi : Plankton Sebagai Indikator Kualitas Perairan.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Barnes, R.S.K. 1976. Estuarine Biology. Southampton: The Camelot Press Ltd
Dianthani, D. 2003. Identifikasi Jenis Plankton di Perairan Muara Badak
Kalimantan Timur. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Effendi, H. 2003. Telaahan Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius
Esty. 2015. Hubungan Kelimpahan Plankton Terhadap Kualitas Air di Perairan
Malang Rapat Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau .Riau: FIKP
UMRAH
Handayani. S & Patria M.P. 2009. Komunitas Zooplankton di Perairan Waduk
Krenceng Cilegon, Banten. Makara Sains. 9(2): 75-80
Isti’anah, D., Faizul H., & Ainun L. 2015. “Synedra Sp. Sebagai Mikroalga Yang
Ditemukan Di Sungai Besuki Porong Sidoarjo, Jawa Timur.” Bioedukasi:
Jurnal Pendidikan Biologi 8(1):57.
Kamilah, F., Fida R., & Novita K.I. 2014. “Keanekaragaman Plankton Yang
Toleran Terhadap Kondisi Perairan Tercemar.” LenteraBio 3(3):226–31.

22
23

Novilyansa, E. 2017. Analisis Kualitas Air Di Wilayah Sungai Seputih-Sekampung


Berbasis Sistem Informasi Geografis. Bandar Lampung: Universitas
Lampung
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Biologis. Jakarta: PT
Gramedia
Odum, E.P.1999. Fundamentals of Ecology. Tokyo: Toppan Company
Oktavia, N., Tarzan P., Lisa L., 2009. Keanekaragaman Plankton Dan Kualitas Air
Kali Surabaya. Surabaya: Lentera Bio
Patty S.I. 2014. Karakteristik Fosfat, Nitrat, dan Oksigen Terlarut di Perairan Pulau
Gangga dan Pulau Siladen Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax. 2 (2) : 1-7
Puslit Sumberdaya Air dan Perum Jasa Tirta I. 2002. Pengkajian Awal Kasus
Pencemaran Waduk Karang Kates Malang, Jawa Timur, Malang.
Romimohtarto, K & Juwana. 2005. Biologi Laut : Ilmu Pengetahuan tentang
Biologi Laut. Jakarta: Djambatan.
Semiden. 2013. Keanekaragaman Rheofitoplankton Sebagai Bioindikator Kualitas
Air Sungai Kapuas di Kabupaten Sanggau. Jurnal: Protobiont. 2(2), 63–
69.
Wiwoho. 2005. Model Identifikasi Daya Tampung Beban Cemaran Sungai dengan
Qual2e – Studi Kasus Sungai Babon. Semarang: Universitas Diponegoro
Yazwar. 2008. Keanekaragaman Plankton dan Keterkaitannya dengan Kualits air
di Parapat Danau Toba. Thesis tidak diterbitkam. Medan: Pascasarjana
USU Medan
Zahidin, M. 2008. Kajian Kualitas Air Di Muara Sungai Dan Pelabuhan
Pekalongan Ditinjau Dari Indeks Keanekaragaman Makrobenthos Dan
Indeks Saprobitas Plankton. Semarang: UNDIP
LAMPIRAN

Stasiun 1 hulu Sungai Metro terletak di Kelurahan Karangbesuki, Kecamatan


Sukun

Gambar 1. Stasiun 1 Sungai Metro Gambar 2. Proses Penyaringan


Plankton

Gambar 3. Pengukuran Suhu Air Gambar 4. Hasil Pengukuran Suhu Air

24
25

Stasiun 2 tengah Sungai Metro terletak di Kelurahan Pisangcandi, Kecamatan


Sukun

Gambar 5. Stasiun 2 Sungai Metro

Stasiun 3 hilir Sungai Metro terletak di Kelurahan Bandungrejosari, Kecamatan


Sukun

Gambar 6. Stasiun 3 Sungai Metro Gambar 7. Stasiun 3 Sungai Metro


26

RIWAYAT HIDUP

Alief Sella dilahirkan di kota Malang pada tanggal 09 November 2000.


Anak pertama dari empat bersaudara, pasangan Bapak Agus Rachmadi dan Ibu
Atim Siti Kholifah,
Pendidikan menengah ditempuh di SMA Negeri 1 Waikabubak dan selesai
pada tahun 2018, serta masih menempun Pendidikan Sarjana Biologi di Universitas
Negeri Malang. Semasa menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam Kelompok Studi
Burung Liar Malang Eyes Lapwing serta menjadi anggota Mahasiswa Pencinta
Alam Jonggring Salaka di Universitas Negeri Malang

Anda mungkin juga menyukai