Anda di halaman 1dari 4

Nama : Nanda Lia Putri Sari

NIM : 2019411005

Prodi : Biologi Semester 3

Mata Kuliah : Ekologi Perairan

Interaksi dalam Ekosistem Perairan Lotik

1. Judul : KAJIAN KESUBURAN PERAIRAN BERDASARKAN UNSUR HARA


(N,P) DAN FITOPLANKTON DI SUNGAI TULUNG DEMAK.

Penulis : Ika Novalia Sihombing, Sahala Hutabarat *), Bambang Sulardiono

Link : https://media.neliti.com/media/publications/190860-ID-kajian-kesuburan-
perairan-berdasarkan-un.pdf

Menurut Nontji (1986) dalam Handayani et. al. (2001), sungai merupakan perairan
terbuka yang mengalir (lotik) yang mendapat masukan dari semua buangan berbagai kegiatan
manusia di daerah pemukiman, pertanian, dan industri di daerah sekitarnya. Beban masukan
ke dalam sungai akan mengakibatkan terjadinya perubahan faktor fisika, kimia, dan biologi di
dalam perairan. Perubahan ini dapat menghabiskan bahan-bahan organik yang penting
sehingga dapat mengganggu lingkungan perairan.

Salah satu komponen biotik yang berperan penting dalam ekosistem air adalah
fitoplankton. Menurut Nontji (2008), fitoplankton merupakan organisme autotrof yang dapat
menghasilkan makanannya sendiri melalui proses fotosintesis. Fotosintesis yaitu proses
perubahan senyawa karbon yang difiksasi oleh organisme autotrof (fitoplankton) melalui
sintesis zat-zat organik dari senyawa anorganik seperti CO2 dah H2O dengan menggunakan
energi matahari. Fitoplankton dapat dijadikan indikator biologi sebagai penghasil oksigen dan
bahan organik yang dapat menentukan kesuburan perairan (fase trofik) dan pencemaran di
dalam perairan. Interaksi yang terjadi dalam ekosistem perairan sungai dan beban masukan
yang tidak terkendali dapat mempengaruhi ketersediaan unsur hara dan fitoplankton.
Ketersediaan unsur hara berpotensi dalam perkembangan dan keberadaan fitoplankton yang
mempengaruhi kesuburan perairan. Fitoplankton merupakan parameter biologi yang dapat
dijadikan indikator untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan perairan
(bioindikator) (Wijaya dan Hariati, 2009).

2. Judul : Kualitas Sungai Bilah Berdasarkan Biodiversitas Fitoplankton Kabupaten


Labuhanbatu, Sumatera Utara

Penulis : Rivo Hasper Dimenta1* , Riska Agustina 1 , Rusdi Machrizal1 , Khairul1

Link : file:///C:/Users/USER/Downloads/10183-Article%20Text-30393-2-10-
20200529%20(1).pdf

Ekosistem perairan meliputi ekosistem air tawar dan ekosistem air laut. Wahyuni dan
Dewi (2016) membagi habitat air tawar dibedakan menjadi dua kategori umum yaitu sistem
lentik (kolam, danau, rawa, telaga, waduk) dan sistem lotik (sungai). Sistem lentik adalah
suatu perairan yang dicirikan air yang mengenang atau tidak ada aliran air, sedangkan sistem
lotik adalah suatu perairan yang dicirikan oleh adanya aliran air yang cukup kuat, sehingga
digolongkan ke dalam perairan. Sungai sebagai salah satu contoh dari perairan mengalir
(lotik). Menurut Wardoyo (1981) kondisi sungai digambarkan sebagai badan air yang
umumnya dangkal, arus biasanya searah, dasar sungai berupa batu kerikil dan berpasir, ada
endapan atau erosi, temperatur air berfluktuasi, atas bawah hampir seragam. Habitat sungai
dan kolam dibedakan dalam hal ada tidaknya arus air, jenis endapan, volume air, kekeruhan,
dan tipe makanan yang tersedia sehingga kedua Habitat memiliki komunitas yang sangat
berbeda. Sungai dan fitoplankton yang saling berinteraksi melalui aliran energi dan daur
nutrien (Fachrul et al., 2008). Bila interaksi 2 komponen abiotik dan biotik ini terganggu,
maka akan terjadi perubahan atau gangguan yang menyebabkan ekosistem perairan itu
menjadi tidak seimbang (Soylu dan Gönülol, 2003). Diversitas plankton dalam suatu perairan
biasanya dinyatakan dalam jumlah spesies yang terdapat di tempat tersebut, jadi apabila
semakin besar jumlah spesies akan semakin besar pula diversitasnya. Hubungan antara
jumlah spesies dengan jumlah individu dapat dinyatakan dalam bentuk indeks diversitas
(Astirin et al., 2002). Adinugroho et al. (2014), menjelaskan indeks diversitas fitoplankton
menunjukkan tingkat keragaman, kesetabilan komunitas dan tekanan lingkungan berada pada
tingkat rendah hingga sedang, tingkat keseragaman jumlah tiap jenis tidak sama dan terdapat
kecenderungan dominasi jenis tertentu. Sungai Bilah merupakan ekosistem perairan mengalir
(lotik). Sungai bilah adalah sungai yang terpanjang dan terbesar di Kabupaten Labuhanbatu
tepatnya berada di tengah kota Rantauprapat. Sungai Bilah melalui enam Kecamatan, antara
lain Kecamatan Bilah Barat, Rantau Utara, Rantau Selatan, Pangkatan, Bilah Hilir dan Panai
Hulu. Informasi tentang kondisi kualitas air perairan sungai bilah masih sangat terbatas.
Penelitian tentang keanekaragaman fitoplankton di Sungai Bilah belum pernah dilakukan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang keanekaragaman fitoplankton terhadap
faktor fisik kimia dan pengaruhnya terhadap kualitas perairan tersebut.

3. Judul : Keanekaragaman dan distribusi makrozoobentos di perairan lotik dan lentik


Kawasan Kampus Institut Teknologi Bandung, Jatinangor Sumedang, Jawa Barat

Penulis : ANDRIA OKTARINA♥ , TATI SURYATI SYAMSUDIN

Link : https://smujo.id/files/psnmbi/M0102/M010210.pdf

Makrozoobentos berkontribusi sangat besar terhadap fungsi ekosistem perairan (Vyas


dan Bhawsar 2013) dan memegang peranan penting seperti proses mineralisasi dalam
sedimen dan siklus material organik (Vyas et al. 2012), serta berperan dalam transfer energi
melalui bentuk rantai makanan (Roy dan Gupta 2010; Sharma et al. 2013), sehingga hewan
ini berfungsi sebagai penyeimbang nutrisi dalam lingkungan perairan (Minggawati 2013).
Komposisi makrozoobentos dapat merespon perubahan variasi karakteristik fisika kimia air
diatasnya (Stamenkovic et al. 2010). Kondisi lingkungan yang diukur adalah suhu air
menggunakan SCT-meter, Oksigen terlarut (DO) ditentukan dengan menggunakan metoda
titrasi Winkler (Michael, 1984). pH diukur dengan pH meter (tipe Eco Tester) dan kecepatan
arus diukur dengan menggunakan meteran dan stopwatch untuk habitat sungai.

Pada perairan mengalir (lotik) dan berbatu, pengambilan sampel makrozoobentos


dilakukan dengan menggunakan jala Surber (40cm x 25cm, ukuran jala/ mesh 0,2mm)
dengan cara diletakkan di dasar perairan dan posisi menentang arus. Semua batu dan material
lain yang terdapat dalam bingkai Surber dipindahkan ke dalam baskom, lalu dibersihkan
dengan sikat. Di setiap stasiun dilakukan 3 kali pengulangan. Seluruh hewan bentos disaring
dengan saringan (ukuran mesh 0,500 mm) dan diawetkan dalam larutan alkohol 70%.

Kondisi lingkungan perairan di area penelitian pada habitat lotik, suhu perairan
berkisar antara 26,78-28,530 C dengan kadar oksigen pada semua habitat lotik berkisar antara
6,75-7,95. pH berkisar 6,36-6,41. Kecepatan arus sangat lambat sampai sedang yaitu berkisar
7,32-33,01 cm/det. TSS berkisar 191,67-291,67 mg/L, Kandungan Organik Tanah berkisar
5,52-11,70 %, amonium 0,07-0,15 ppm dan nitrat 0,15-0,50 ppm.

Hubungan komunitas makrozoobentos dengan variabel lingkungan Sebagian besar


komunitas makrozoobentos pada habitat lotik dijumpai pada kondisi lingkungan dengan
kecepatan arus dan kandungan organik tanah yang tinggi. Sebagian kecil dijumpai pada
tempat dengan pH, suhu air, oksigen terlarut, TSS, nitrat dan amonium yang tinggi (Gambar
3A). Sebagian besar komunitas makrozoobentos pada habitat lentik dijumpai pada kondisi
lingkungan dengan pH, suhu air, oksigen terlarut dan TSS yang tinggi. Sebagian kecil
dijumpai pada tempat dengan kandungan organik tanah, nitrat dan amonium yang tinggi,
Keanekaragaman komunitas makrozoobentos di perairan lotik dan lentik termasuk dalam
kategori keanekaragaman sedang dengan komposisi komunitas relatif merata. Sejak tahun
2011 di lokasi penelitian, sebagian habitat sungai telah mengalami perubahan menjadi danau
buatan serta adanya perubahan substrat dasar yang menyebabkan berubahnya fungsi
ekosistem ditandai dengan berubahnya komunitas makrozoobentos, namun perubahan habitat
sampai saat penelitian dilakukan masih dapat ditolerir oleh komunitas makrozoobentos.

Anda mungkin juga menyukai