Anda di halaman 1dari 14

KARAKTER MORFOLOGI DAN FITOKIMIA

TANAMAN PORANG (Amorphophallus muelleri)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai Negara yang mempunyai keragaman hayati, terutama


keberagaman pada jenis tumbuhannya.Salah satu tumbuhan yang banyak terdapar di Indonesia
ialah jenis Amorphophallus sp. Jenis Amorphophallus yang banyak di jumpai di Indonesia adalah
A. companulatus (suweg),A. variabilis (walur), dan A. muelleri blume (porang ). Porang banyak
di usahakan ialah Amorphophallus muelleri blume (porang ). Porang termasuk dalam family
Araceae,yaitu jenis tanaman umbi-umbian yang mampu hidup di berbagai jenis dan kondisi
tanah (Pitojo,2007)

Menurut asalnya porang berasal dari daerah tropis Afrika Barat kemudian menyebar ke arah
timur melalui Kepulauan Andaman India, Myanmar, Thailand, Cina, Jepang dan Indonesia
(Sumatera, Jawa, Madura, Bali dan NTB). Porang mempunyai nama daerah yang berbeda-beda
seperti ponang (Jawa), kruwu, lorkong, labing, subeg leres, subeg bali (Madura), acung, cocoan
oray (Sunda), badur (Nusa Tenggara Barat) (Dwiyono, 2009).

Porang merupakan tanaman yang potensial untuk dikembangkan sebagai komoditi ekspor
karena beberapa negara membutuhkan tanaman ini sebagai bahan makanan maupun bahan
industri. Indonesia mengekspor porang dalam bentuk gaplek atau tepung ke Jepang, Australia,
Srilanka, Malaysia, Korea, Selandia Baru, Pakistan, Inggris dan Italia. Permintaan porang dalam
bentuk segar maupun chip kering terus meningkat. Sebagai contoh, produksi porang di Jawa
Timur tahun 2009 baru mencapai 600 - 1000 ton chip kering sedangkan kebutuhan industri
sekitar 3.400 ton chip kering (Wijanarko, 2009).

Umbi porang mempunyai potensi yang sangat besar dalam bidang produksi, namun hal ini
belum dikelola secara benar dan maksimal, padahal umbi porang adalah bahan baku dalam
pembuatan tepung mannan yang mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi dan kegunaan
yang luas dalam bidang pangan. Zat mannan tersebut apabila diproduksi secara besar-besaran
dapat meningkatkan ekspor non migas, devisa negara, kesejahteraan masyarakat, dan
menciptakan lapangan kerja. Zat mannan ini dapat digunakan untuk bahan perekat, bahan
seluloid, kosmetik, bahan makanan, industri tekstil dan kertas (Sumarwoto, 2007).

Dari hasil penelitian skrining fitokimia, umbi porang mengandung beberapa senyawa kimia,
antara lain lemak, protein, karbohidrat, flavanoid, dan fenol. Beberapa senyawa kimia yang
terdapat dalam tanaman umbi porang diketahui berkhasiat obat (Veriani, 2012)

Umbi porang banyak mengandung glukomannan dan dikenal dengan nama Konjac
Glucomannan (KGM). KGM banyak digunakan sebagai makanan tradisional di Asia seperti mie,
tofu dan jelly. Tepung konjac juga merupakan salah satu makanan sehat dari Jepang yang
dikenal dengan nama ‘konyaku. Beberapa manfaat dari tepung konjak atau KGM adalah
mengurangi kolesterol darah, memperlambat pengosongan perut, mempercepat rasa kenyang
sehingga cocok untuk makanan diet dan bagi penderita diabetes, sebagai pengganti agar-agar dan
gelatin (An. et al., 2011, Chua et al., 2010).

Keunggulan porang adalah untuk industri antara lain untuk mengkilapkan kain, perekat
kertas, cat kain katun, woll dan bahan imitasi yang memiliki sifat lebih baik dari amilum dengan
harga lebih murah, tepungnya dapat dipergunakan sebagai penganti agar-agar, sebagai bahan
pembuat negative flem, isolator dan seluloid karena yang sifatnya yang mirip selulosa.
Sedangkan larutannya bila dicampur dengan gliserin atau natrium hidroksida bisa dibuat bahan
kedap air, juga dapat dipergunakan untuk menjernihkan air dan memurnikan bagian – bagian
keloid yang terapung dalam industri bir, gula, minyak dan serat. Bahan makanan dari porang
banyak disukai oleh masyarakat Jepang untuk makanan khas Jepang berupa mie shirataki atau
tahu konyaku (Vuksan, Sievenpiper, Owen, Swilley, Spadafora, Jenkins, Vidgen, Brighenti,
Josse, Leiter, Xu dan Novokmet, 2000).

Kebutuhan ini belum dapat dipenuhi karena di Indonesia porang belum di budidayakan
secara intensif dan masih sangat tergantung pada potensi alam, luas penanaman yang masih
terbatas dan belum adanya pedoman budidaya yang lengkap. Selain itu, juga disebabkan belum
banyak masyarakat yang mengenal, umur tanaman yang relatif lebih lama dibandingkan jenis
umbi dan palawija lain (Sumarwoto, 2004).
1.2. Rumusan Masalah
1) Bagaimana mengidentifikasi ciri atau karekter morfologi Tanaman Porang
(Amorphophallus muelleri) yang ada di Desa Sribunga,OKU TIMUR. ?
2) Apa saja kandungan fitokimia yang terdapat Tanaman Porang (Amorphophallus muelleri)
terutama pada Umbinya ,yang ada di Desa Sribunga,Oku Timur?
1.3. Tujuan Penelitian
1) Untuk mengidentifikasi ciri atau karakter yang ada pada Tanaman Porang
(Amorphophallus muelleri) di Desa Sribunga,Oku Timur
2) Untuk mengetahui kandungan fitokimia yang terdapat pada Tanaman Porang
(Amorphophallus muelleri) terutama pada Umbinya di Desa Sribunga,Oku Timur
1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah bisa menjadi refrensi atau informasi pengetahuan tentang
mengindentifikasi karakter morfologi Tanaman Porang (Amorphophallus muelleri) dan juga
dapat mengetahui manfaat dari kandungan fitokimia umbi Tanaman Porang itu sendiri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KLASIFIKASI TANAMAN PORANG ((Amorphophallus muelleri)

Tumbuhan porang tergolong dalam familia Araceae (talastalasan) dan tergolong genus
Amorphophallus. Di Indonesia,ditemukan beberapa spesies yaitu A. Campanulatus, A.
oncophyllus, A. variabilis, A. spectabilis, A. decussilvae, A. muellleri dan beberapa jenis lainnya
(Koswara, 2013). Taksonomi porang :

Regnum : Plantae
Sub Regnum : Tracheobionta
Super Divisio : Spermatophyta
Divisio : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Sub Class : Arecidae
Ordo : Arales
Familia : Araceae
Genus : Amorphophallus
Species : Amorphophallus oncophyllus Prain

Gambar 1 : Tanaman Porang (Amorphophallus muelleri)


Tumbuhan porang (Amorphophallus oncophyllus Prain) sinonim dengan
Amorphophallus muelleri Blume dan Amorphophallus blumei Scott (Sumarwoto, 2005).
Porang dikenal dengan beberapa nama lokal, tergantung pada daerah asalnya seperti acung
atau acoan oray (Sunda), kajrong (Nganjuk) (Dewanto dan Purnomo, 2009). Amorphophallus
spp. awalnya ditemukan di daerah tropis dari Afrika sampai ke pulau-pulau Pasifik,
kemudian menyebar ke daerah beriklim sedang seperti Cina dan Jepang. Jenis A.
onchophyllus awalnya ditemukan di Kepulauan Andaman (India) dan menyebar ke arah
timur melalui Myanmar lalu ke Thailand dan ke Indonesia .

2.2. MORFOLOGI TANAMAN PORANG ((Amorphophallus muelleri)

Morfologi tumbuhan merupakan ilmu yang mempelajari bentuk fisik dan struktur tubuh
tumbuhan. Morfologi berasal dari kata morphus yang berarti wujud atau bentuk dan logos yang
berarti ilmu. Morfologi tumbuhan berbeda dengan anatomi tumbuhan yang secara khusus
mempelajari struktur internal tumbuhan pada tingkat mikroskopis.( Hamid, Mustofa Abi dkk.
2020)

Morfologi tumbuhan adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk luar tumbuhan
meliputi organ vegetatif (akar, batang, daun) dan organ generatif (bunga, buah, dan biji)
tumbuhan. ( Handayani, 2018)

Tumbuhan porang mempunyai batang tegak, lunak, halus berwarna hijau atau hitam
dengan bercak putih. Batang tunggal (sering disebut batang semu) memecah menjadi tiga batang
sekunder dan akan memecah menjadi tangkai daun. Perkembangan morfologinya berupa daun
tunggal menjari dengan ditopang oleh satu tangkai daun yang bulat. Pada tangkai daun akan
keluar beberapa umbi batang sesuai musim tumbuh (Sumarwoto, 2005).

Helaian daun memanjang dengan ukuran antara 60 - 200 cm dengan tulang-tulang daun yang
kecil terlihat jelas pada permukaan bawah daun. Panjang tangkai daun antara 40 - 180 cm dengan
daun-daun yang lebih tua berada pada pucuk di antara tiga segmen tangkai daun (Ganjari, 2014).
A B C
Gambar 2 : (A) batang porang, cenderung tegak dan lunak serta terdapat bercak putih-hijau;
(B) daun tanaman, menjari berpangkal 3, mempunyai titik pangkal daun tempat tumbuhnya
bulbil (sejak tanaman umur 2 bulan); (C) bunga porang (Sumber : Koswara, 2013 dan
Sumarwoto, 2005).

Tumbuhan ini mencapai tinggi ±1,5 meter, tergantung umur dan kesuburan tanah. Daur
tumbuhnya antara 4 - 6 tahun, dan menghasilkan bunga besar di bagian terminal (terdiri atas
batang pendek, spatha, dan gagang) yang mengeluarkan bau busuk (Purwanto, 2014). Tangkai
bunga polos, bentuk jorong atau oval memanjang, berwarna merah muda pucat, kekuningan, atau
cokelat terang. Panjang biji 8 - 22 cm, lebar 2,5 - 8 cm dan diameter 1 - 3 cm (Ganjari, 2014).

Umbi porang terdiri atas dua macam, yaitu umbi batang yang berada di dalam tanah dan
umbi katak (bulbil) yang terdapat pada setiap pangkal cabang atau tangkai daun. Umbi yang
banyak dimanfaatkan adalah umbi batang yang berbentuk bulat dan besar, biasanya berwarna
kuning kusam atau kuning kecokelatan. Bentuk umbi khas, yaitu bulat simetris dan di bagian
tengah membentuk cekungan. Jika umbi dibelah, bagian dalam umbi berwarna kuning cerah
dengan serat yang halus, karena itu sering disebut juga iles kuning. (a) (b) (c) Tumbuhan Porang:
Prospek Dibudidayakan sebagai ... Ramdana Sari dan Suhartati 101 Panen umbi dengan cara
digali pada saat daunnya layu dan mati, bobot umbi 3 - 9 kg tergantung kondisi iklim yang sesuai
untuk pertumbuhannya (Purwanto, 2014). Pada setiap pertemuan batang dan pangkal daun akan
ditemukan bintil atau umbi katak (bulbil) berwarna cokelat kehitam-hitaman yang berfungsi
sebagai alat perkembangbiakan secara generatif. Sumarwoto (2005) menyatakan bahwa bulbil ini
merupakan ciri khusus yang dimiliki porang dan tidak ditemukan pada jenis tanaman iles
lainnya.

2.3. FITOKIMIA TANAMAN PORANG ((Amorphophallus muelleri)

Uji fitokimia merupakan untuk menetukan ciri senyawa aktif penyebab efek racun atau efek
yang bermanfaat, yang ditunjukkan oleh ekstrak tumbuhan kasar bila diuji dengan sistem
biologis. Pemanfaatan prosedur uji fitokimia telah mempunyai peranan yang mapan dalam
semua cabang ilmu tumbuhan. Meskipun cara ini penting dalam semua telaah kimia dan
biokimia juga telah dimanfaatkan dalam kajian biologis.

Fitokimia yang terdapat pada Tanaman porang adalah mengandung alkaloid dan polifenol
serta Kandungan dalam umbi porang yakni karbohidrat berbentuk polisakarida. Turunan
karbohidrat ini dinamakan glukomanan yang memiliki sifat larut dalam air dan dapat
difermentasi (Purwanto, 2014).

Selanjutnya oleh Koswara (2013) bahwa glukomanan mempunyai beberapa sifat istimewa, di
antaranya dapat membentuk larutan yang kental dalam air, dapat mengembang, dapat
membentuk gel, dapat membentuk lapisan kedap air (dengan penambahan NaOH atau gliserin),
serta dapat mencair seperti agar sehingga dapat digunakan untuk media pertumbuhan mikroba.
Glukomanan memiliki manfaat dalam bidang industri yaitu dapat digunakan sebagai bahan
perekat kertas, bahan pengisi (filler) untuk pembuatan tablet (obat), pengikat mineral yang
tersuspensi secara koloidal pada penambangan, serta sebagai penjernih air minum yang berasal
dari sungai dengan cara mengendapkan lumpur yang tersuspensi di dalam air.

Struktur kimia glukomanan mirip dengan selulosa sehingga dapat digunakan dalam
pembuatan seluloid, bahan peledak, isolasi listrik, bahan negatif film, bahan toilet, kosmetik dan
bahan pemadat dalam media kultur jaringan. Pradipta dan Mawarani (2012) bahwa umbi porang
yang mengandung ± 55 % glukomanan dapat dimanfaatkan untuk pembuatan plastik
biodegradable. Umbi porang yang mengandung glukomanan 15 % - 64 % (basis kering), dapat
digunakan sebagai bahan baku untuk industri pangan dan kesehatan (Faridah, et al., 2012).

Umbi porang mengandung serat tinggi dan tidak mengandung lemak sehingga dapat
digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol dan mencegah kegemukan, serta cocok
dikonsumsi untuk penderita darah tinggi dan kencing manis. Jenis umbi ini mengandung mineral
konsentrasi tinggi seperti kalium, magnesium, fosfor, unsur kelumi, selenium, seng dan tembaga
sehingga bermanfaat bagi metabolisme . Umbi yang sudah tua (matang) dapat dijadikan olahan
makanan tradisional, seperti brem padat yang merupakan hasil fermentasi oleh khamir yang
dipadatkan. Brem padat memiliki rasa manis atau manis keasaman,

Kadar glukomanan pada umbi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain, jenis
tanamannya, umur tanaman, lama waktu setelah panen, perlakuan pengeringan, bagian yang
digiling, dan alat penggiling yang digunakan (Sumarwoto, 2005). Pengolahan umbi porang harus
cermat, karena mengandung kalsium oksalat berbentuk jarum yang menyebabkan rasa gatal dan
zat konisin penyebab rasa pahit. Asam oksalat dapat menyerap kalsium yang penting untuk
fungsi saraf dan serat-serat otot. Asam oksalat yang terlarut akan mengikat kalsium dalam tubuh
manusia sehingga terjadi kekurangan kalsium. Oksalat tak larut berupa kalsium oksalat yang
dikonsumsi bersama makanan akan terakumulasi pada ginjal yang dapat menyebabkan batu
ginjal (Indriyani, et al., 2010).

Umbi porang tidak dapat disimpan dalam waktu lama, sehingga harus segera diolah menjadi
tepung agar awet. Cara pengolahan umbi menjadi tepung belum banyak diketahui oleh
masyarakat, sehingga umbi ini hanya dapat dibuat dalam bentuk chip atau keripik kering yang
harga jualnya rendah dan selanjutnya dikirim ke pabrik. Umbi porang dapat juga diolah menjadi
bahan dasar dalam pembuatan mie dan kosmetik. Peluang pemasaran ke luar negeri masih sangat
terbuka, terutama untuk tujuan ke Jepang, Taiwan, Korea dan beberapa Negara Eropa. Pitojo
(2007) menyatakan Jepang membutuhkan porang sekitar 3.000 ton /tahun, tetapi Indonesia baru
mampu memenuhi sekitar 600 ton per tahun.

2.4. GLUKOMANNAN

Glukomannan adalah polisakarida dari jenis hemiselulosa yang terdiri dari ikatan rantai
galaktosa, glukosa, dan mannosa. Ikatan rantai utamanya adalah glukosa dan mannosa. Berat
molekul sedikit cabang polisakasrida berkisar antara 200 kilodalton hingga 2000 kilodalton
(Fernida, 2009).

Glukomannan merupakan salah satu komponen kimia terpenting yang terdapat dalam
umbi porang. Jika irisan umbi porang diamati di bawah mikroskop akan terlihat sebagian besar
umbi terusus oleh sel-sel glukomannan. Sel-sel glukomannan berukuran 0,5-2 mm, lebih besar
10-20 kali dari sel pati. Satu sel glukomannan terdiri dari satu butir glukomannan (Fernida, 2009)

Menurut Nurjanah, 2010 dalam satuan molekul glukomannan terdapat D-mannosa


sebanyak 67% dan D-glukosa 33%. Hal tersebut merupakan hasil analisa dengan cara hidrolisa
asetolisis dari glukomannan menghasilkan triskarida yang tersusun atas dua D-mannosa dan D-
glukosa. Berdasarkan hasil analisis secara metilasi, menunjukkan bahwa glukomannan terdiri
atas komponen penyusun berupa D-glukopiranosa dan Dmanopiranosa dengan ikatan β-1,6-
glikosidik. Glukomannan ternyata mempunyai sifat-sifat antara selulosa dengan galaktomannan
yaitu dapat mengkristal dan dapat membentuk struktur serat-serat halus. Keadaan diatas
mengakibatkan glukomannan mempunyai manfaat yang lebih luas dari pada selulosa dan
galaktomanan.

2.5. MANFAAT GLUMANNAN

Berdasarkan sifat-sifat glukomannan, maka penggunaan atau manfaat zat tersebut


menurut Supriyanto, (2013) antara lain :

Industri Farmasi Di industri farmasi,

Larutan glukomannan digunakan sebagai bahan pengikat dalam pembuatan tablet. Pada
bahan tablet dibutuhkan suatu bahan pengisi yang dapat memecah tablet di dalam lambung.
Biasanya digunakan pati atau agar-agar yang mempunyai sifat mengembang dalam air. Tetapi
karena glukomannan mempunyai sifat pengembangan yang lebih besar (sampai 200%) dibanding
pati, maka pemakaian glukomannan dalam pembuatan tablet akan memberikan hasil yang lebih
memuaskan.

Industri Makanan dan Minuman Pada industri minuman.

Tepung glukomannan dapat digunakan sebagai zat pengental misalnya dalam pembuatan
sirup, sari buah dan sebagainya. Begitupun tepung glukomannan dapat dibuat makanan yaitu
dengan mencampur larutan glukomannan dengan air kapur, produk yang dihasilkan dikenal
dengan nama konyaku. Konyaku merupakan makanan sehat yang tidak mengandung lemak, kaya
akan serat dan mineral, serta rendah kalori. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa konyaku
berfungsi dalam menormalisasi level kolestrol, mencegah tekanan darah tinggi, dan
menormalisasi kadar gula dalam darah sehingga dapat mencegah diabetes. Selain fungsi yang
telah disebutkan, glukomannan juga memiliki manfaat dalam perawatan sembelit anak-anak.
Apa`bila glukomannan dikombinasi dengan sterol tanaman maka dapat memperbaiki konsentrasi
plasma kolestrol LDL. Makanan yang tinggi kandungan glukomanannya dapat memperbaiki
kontrol glisemik dan profil lemak dalam tubuh.

Industri Tekstil dan Kertas


Sifat tidak melarut kembali yang dimiliki oleh glukomannan juga digunakan di dalam industri
tekstil, yaitu untuk percetakan, penguatan tenunan, pengkilapan dan tahan air. Sedangkan di
dalam industri kertas, glukomannan digunakan sebagai pembuat kertas tipis, lemas, kuat dan
tahan air. Industri Lainnya Sifat glukomannan yang mirip dengan selulosa dapat digunakan
sebagai pengganti selulosa di dalam industri selenoid, isolasi listrik, film, bahan toilet dan
kosmetika. Adapun sifat glukomannan yang berkemampuan tinggi dalam menyerap air dapat
dipergunakan dalam industri absorbent.

2.7. EKOLOGIS TANAMAN PORANG ((Amorphophallus muelleri)

Kondisi ekologis jenis porang tumbuh secara sporadis di hutan maupun di pekarangan
sebagai tumbuhan liar (wild type), belum dibudidayakan secara besar-besaran serta belum
banyak dikenal di kalangan masyarakat tani. Dewanto dan Purnomo (2009) menyatakan bahwa
porang dapat tumbuh pada ketinggian 0 - 700 m dpl, namun tumbuh baik pada ketinggian 100 -
600 m dpl. Pertumbuhan porang membutuhkan intensitas cahaya maksimum 40%, dapat tumbuh
pada semua jenis tanah pada pH 6 - 7 (netral), dan tumbuh baik pada tanah yang gembur serta
tidak tergenang air. Tumbuhan porang sifatnya toleran naungan (membutuhkan naungan),
sehingga sangat cocok dikembangkan sebagai tanaman sela di antara jenis kayu-kayuan, yang
dikelola dengan sistem agroforestry. Intensitas naungan yang dibutuhkan porang untuk
mendukung pertumbuhannya adalah minimal 40%.

Menurut Purwanto (2014) bahwa untuk mencapai produksi umbi porang yang tinggi
diperlukan intensitas naungan antara 50 - 60%. Tumbuhan porang dapat dibudidayakan sebagai
tanaman sela di antara pohon jati, mahoni, sonokeling, rumpun bambu, atau di antara semak
belukar. Berdasarkan hasil analisis vegetasi oleh Wahyuningtyas, et al. (2013), porang banyak
ditemukan di bawah naungan tegakan bambu (Gigantochloa atter), jati (Tectona grandis), dan
mahoni (Swietenia mahagoni). Porang tumbuh optimal pada kondisi lingkungan, yaitu; suhu 25 -
35 °C dan curah hujan antara 300 - 500 mm/bulan. Produksi umbi yang optimal dapat diperoleh
setelah tiga periode daur, yaitu sekitar tiga tahun (Sumarwoto, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

Aprilia, Veriani, 2012. Karakterisasi dan Potensi Prebiotik Glukomanan dari Umbi

Porang (Amorphophallus muelleri Blume syn Amorphophallus oncophyllus

Prain). Tesis. Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Ilmu –Ilmu

Pertanian, Sekolah Pasca Sarjana UGM : Yogyakarta

Chua, M., Baldwin, T. C., Hocking, T. J. and Chan., K., 2010. Traditional uses and potential

health benefits of Amorphophallus konjac K. Koch ex N.E. Br.: Review Article, J. of


Ethnopharmac. 128(2), 268-278.

Daw1am. 2010. Kandungan Pati Umbi Suweg (Amorphophallus campanulatus) pada Berbagai
Kondisi Tanah di Daerah Kalioso, Matesih dan Baturetno. [Tesis]. Universitas Sebelas
Maret. Surakarta.
Dewanto, J. dan B. H. Purnomo. 2009. Pembuatan Konyaku dari Umbi Ilesiles (Amorphophallus
oncophyllus). [Tugas Akhir]. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Dwiyono, K. 2009. Tanaman Iles•Iles (Amorphophallus muelleri Blume) dan Beberapa
Manfaatnya, Ilmu Budaya Vol 29, No. 16. Hal 1523.
Faridah, A., S. B. Widjanarko, A. Sutrisno, dan B. Susilo. 2012. Optimasi Produksi Tepung
Porang dari Chip Porang Secara Mekanis dengan Metode Permukaan Respons. Jurnal
Teknik Industri, 13 (2) : 158-166.
Fernida, A. N., 2009, ”Pemungutan Glukomannan dari Umbi Iles-Iles (Amoprphophallus Sp)”,
Tugas Akhir, Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta.
Ganjari, L. E. 2014. Pembibitan Tanaman Porang (Amorphophallus muelleri Blume) dengan
Model Agroekosistem Botol Plastik. Widya Warta No. 01 Tahun 2014 : 43 - 58.
Hamid, Mustofa Abi dkk. 2020. Media Pembelajaran. Medan: Yayasan Kita Menulis.
Handayani, Sri. 2018. Identifikasi Jenis Tanaman Mangrove sebagai Bahan Pangan Alternatif di
Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur, Jurnal Teknologi Pangan . vol. 12. No 2
Indriyani, S., E. Arisoesilaningsih, T. Wardiyati, dan H. Purnobasuki. 2010. Hubungan Faktor
Lingkungan Habitat Porang (Amorphophallus muelleri Blume) pada Lima Agroforestry
di Jawa Timur dengan Kandungan Oksalat Umbi. Proceeding Book Volume 1. 7 th Basic
Science National Seminar. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Brawijaya. Malang.
Koswara, S. 2013. Teknologi Pengolahan Umbi-umbian: Pengolahan Umbi Porang. [Modul].
Institute Pertanian Bogor.
Sumarwoto. 2004. Pengaruh pemberian kapur dan ukuran bulbil terhadap pertumbuhan porang
(Amorphophallus muelleri Blume) pada tanah ber-Al Tinggi. Jurnal Ilmu Pertanian.
11(2): 45- 53
Sumarwoto, 2005. Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume); Deskripsi dan Sifat-sifat Lainnya.
Biodiversitas, 6 (3) : 185-190
Sumarwoto, 2012. Peluang Bisnis beberapa Macam Produk Hasil Tanaman Iles Kuning di DIY
Melalui Kemitraan dan Teknik Budaya. Business Conference, Yogyakarta tanggal 6
Desember 2012.
Supriyanto, A., 2013, “Karakterisasi Glukomannan dari Tanaman Iles-Iles (Amorphophallus
Oncophyllus) ,di Daerah Goa Kreo Semarang.
Pitojo, S. 2007. Seri Budidaya Suweg : Bahan Pangan Alternatif, Rendah Kalori. Kanisius :
Yogyakarta.
Purwanto, A. 2014. Pembuatan Brem padat dari Umbi Porang (Amorphophallus Omcophyllus
Prain). Widya Warta, No. 01 Tahun 2014 : 16 – 28
Ohtsuki, Torao. 2000. “Studies on Reserve Carbohydrates of Four Amorphophallus Species,
with Special Reference to Mannan”. Bot. Mag. Tokyo 81: 119-126
Vuksan, V., J.L. Sievenpiper, R. Owen, J.A. Swilley, P. Spadafora, D.J. Jenkins, E. Vidgen, F.
Brighenti, R.G. Josse, L.A. Leiter, Z. Xu and R. Novokmet. 2000. Benefecial effects of
viscous dietary fiber from konjuc-mannan in subjects with the insulin resistance
syndrome: results of a controlled metabolic trial. Diabetes Care, Januari 23(1):9-14
Wijanarko, S.B., A. Sutrisno, dan B. Susilo. 2012. Optimasi Produksi Tepun Porang dari Chip
Porang Secara Mekanis dengan Metode Permukaan Respons. Jurnal Teknik Industri.
13(2): 158±166.
Wijayanto, N. dan E. Pratiwi. 2011. Pengaruh Naungan dari Tegakan Sengon (Paraserianthes
falcataria (L.) Nielsen) terhadap Pertumbuhan Tanaman Porang (Amorphophallus
onchophyllus). Jurnal Silvikultur Tropika. 2(01):46 ± 51.

Anda mungkin juga menyukai