Anda di halaman 1dari 8

I.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Tanaman Porang

Tanaman porang masih termasuk kedalam tanaman umbi-umbian atau lebih dikenal
familia Araceae dengan genus Amorphophallus (Koswara, 2013). Telah banyak dikenal di
seluruh dunia marga Amorphophallus sebagai bunga bangkai karena terdapat bau yang
menyengat. Persebarannya terdapat di Negara yang memiliki iklim tropic dan subtropic seperti
arfika barat, kepulauan pasifik hingga Indonesia (Saleh et al., 2015). Menurut Flach dan
rumawas (1996) dalam Saleh et al., (2015), Jenis Amorphopallus yang sangat banyak
ditemukan di Negara Indonesia ada 4 yaitu (1) Amorphophallus variabilis Blume, sinonim
Brachyspatha variabilis Schott. (2) Amorphophallus konjac Koch. Sinonim A. rivieri, Hydrosme
rivieri var. konjac, A.mairei, (3) Amorphophallus muelleri Blume, sinonim A. oncophyllus Prain,
A burmanicus Hook. (4) Amorphophallus paeoniifolius Nicolson, Sinonim A. campanalatus
Decaiisme, A. gigantiflorus Hayata. Sedangakan untuk Amorphophallus variabilis banyak
ditemukan pada daerah Jawa, Madura di kepulauan kangean. Berikut taksonomi tanaman
porang menurut Dawam (2010) dalam salah satu tesisnya :

Regnum : Plantae
Sub-Regnum : Trachebionta
Super Divisio : Spermatophyta
Divisio : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Sub Class : Arecidae
Ordo : Arales
Familia : Araceae
Genus : Amorphopallus
Species : Amorphopallus oncophylus prain

2.2 Morfologi Tanaman Porang

Batang pada tanaman porang memiliki ciri khusus tegak, halus dan lunak dengan warna
hijau atau hitam dan juga terdapat corak- corak putih yang tumbuh pada ubi di dalam tanah.
batangnya termasuk pada jenis tunggal atau semu (Sumarwoto, 2005) dengan diameter batang
5-50 mm tergantung dari umur tanamannya dan juga dapat memecah menjadi tiga batang
sekunder dan akan pecah kembali menjadi tangkai daun. Tangkai daun memiliki ukuran 40-180
cm x 1-5 cm dengan karakter yang halus, warna hijau hingga hijau kecoklatan dengan
beberapa jumlah hijau pucat. Saat musim kemarau, Saat terjadi musim kemarau, batang
porang akan mengalami layu yang biasa disebut sebgaai gejala awal dormansi, sehingga ketika
terjadi musim hujan dapat tumbuh lagi dengan baik. Tinggi tanaman porang normal bisa
mencapai 1.5 m., tergantung pada iklim dan tingkat kesuburan lahannya (Saleh et al., 2015).

Daun tanaman porang merupakan daun majemuk berwarna hijau muda hingga hijau tua
yang menyebar menjadi beberapa helai daun. Terdapat bentuk elip dengan ujung runcing
dengan permukaan daun yang halus bergelombang pada anak daun. Warna tepi normal
bermacam-macam seperti ungu muda yang terdapat pada daun yang masih muda, warna hijau
biasanya terjadi pda daun yang sedang (tidak muda/tua), dan warna kuning terdapat pada daun
yang sudah tua, Terdapat 4 daun majemuk dan setiap daunnya memiliki sekitar 10 helai daun
pada pertumbuhan yang normal.Kanopi daun memiliki lebar 25-150 cm, tergantung pada
pertumbuhan umur tanaman (Saleh et al., 2015).

Saleh et al., (2015) dalam bukunya mengatakan katak/Bulbil yang merupakan umbi
generatif yang dapat difungsikan sebagai umbi generative yang bisa digunakan sebagai bibit.
Biasanya akan tumbuh bintil dengan bentuk bulat simetris pada pertemuan antara batang
sekunder dan ketiak daun dengan ukura diameter 10-45 mm. Umur pertumbuhan tanaman juga
bergantung pada besarnya bulbil/katak. Warna luar pada bulbil/katak yaitu kuning kecoklatan
berbeda dengan dalemnya berwarna kuning hingga kecoklatan. Bulbil/katak menjadikan
tanaman porang memilki ciri khusus yang berbeda dari tanaman jenis Amorphophallus lainnya.
Ruas percabnagan daun menentukan jumlah bulbil dan normalnya berkisar 4-15 bulbil per
pohon.

Buah/biji tanaman porang termasuk kedalam jenis berdaging dan majemuk. berwarna
hijau ketika muda, saat mulai tumbuh tua akan mulai berwarna kuning kehijauan dan ketika
sudah tua akan berwarna orange-merah. Tandan buah dengan bentuk lonjong meruncing ke
pangkal, memiliki tinggi 10-22 cm. Dari setiap tandan bisa menghasilkana sebanyak 100-450
biji berbentuk oval. Dormansi biji selama 1-2 bulan. Umur untuk keluarnya bunga bisa mencapai
8-9 bulan (Saleh et al., 2015)..

Bunga pada taaman porang tidak jauh berbeda dengan tanaman lainnya yang tumbuh
saat musim hujan dari umbi yang tidak tumbuh daun (Flush), Susunan bunganya berupa
seludang bunga, putik dan benangsari. Seludang bunga pada tanaman porang memiliki bentuk
sedikit tegak dan bulat dengan tinggi 20-28 cm, warna hijau keunguan dengan bercak putih
pada bagian bawah, Wana jingga bercak putih pada bagian atas. Sedangkan putik berwarna
maron atau lebih dikenal merah hati. Benang sari yang terdapat pada butik meliputi benang sari
bawah (fertil) dan benang sari atas (steril). Tangkai pada bunga memilii panjang sekitar 25-45
cm, garis tengah 16-28 mm, dengan warna hijau muda hingga hijau tau yang terdapat bercak
putih kehijauan dengan permukaan yang halus dan licin. Bunga tanaman porang berbentuk
seperti ujung tombak tumpul dan memiliki garis tengah 4-7 cm, dengan tinggi 10-20 cm (Saleh
et al., 2015).

Umbi tanaman porang hanya bisa menghasilkan satu umbi dalam satu tanaman
sehingga bisa dinamakan sebagai umbi tunggal. Umbi tanaman porang memiliki berat 3 kg
dengan diameter bisa mencapai 28 cm. Warna coklat tua menjadikan corak utama pada
permukaan luar umbi sedangkan pada bagian dalamnya berwarna kuning kecoklatan. Umbi
tanaman porang memiliki bentuk sedikit lonjong dengan ciri berserabut akar, dalam satu
periode tumbuh umbi porang bisa mencapai 50-200 g, untuk periode kedua 250-1.350 g dan
terakhir pada periode ketiga 450-3.350 g. pada umumnya umbi saat panen akan dilakukan
dengan cara digali ketika daun sudah layu dan mati (Purwanto, 2014).

Akar pada tanaman porang merupakan akar primer yang tumbuh pada bagian pangkal
batang yang sebagiannya lagi mengumpul di umbi. Sebelum tumbuhnya daun, akar akan
tumbuh lebih dahulu dalam kurun waktu 7-14 hari baru akan mulai tumbuh tunas baru.
Sehingga tidak ada akar tunggang pada tanaman porang (Saleh et al., 2015).

2.3 Karakteristik tanaman porang

Secara ekologis tanaman porang dapat tumbuh secara liar di berbagai tempat seperti
pekarang dan hutan, belum banyak dikenal oleh kalangan masyarakat petani sehingga tidak
ada yang membudiyakannya. Dewanto dan Purnomo (2009) dalam salah satu jurnalnya
mengatakan jika tanaman porang daoat tumbuh pada ketinggian 0-700 m dpl, akan tetapi
tanaman porang dapat tumbuh lebih baik pada ketinggian 100-600 m dpl. Sedangkan Intensitas
cahaya maksimal yang dibutuhkan tanaman porang 40%, semua jenis tanah dengan pH 6-7
(netral) cocok untuk pertumbuhan tanaman porang dan dapat tumbuh dengan baik pada tanah
gembur yang tidak tergenang dengan air.

Tanaman porang memeiliki sifat yang sangat toleran terhadap adanya naungan,
sehingga sangat cocok jika dibudidayakan pada sela tanaman kayu-kayuan, yang di tanam
melalui sistem agroforestry. Besar naungan yang dibutuhkan oleh tanaman porang sebesar
40%. Unntuk mencapai hasil umbi yang maksimal pada tanaman porang dibutuhkan intensitas
naungan sebesar 50-60% (Purwanto, 2014) .

Tanaman porang merupakan tanaman sela yang dapat tumbuh pada sela tanaman lain
seperti mahoni, sonokeling, pohon jati, rumpun bambu, atau semak belukar. Dalam salah satu
jurnal Wahyuningtyas et al (2013), Porang paling banyak ditemukan berada di bawa naungan
Mahoni (Swietenia mahgoni), Jati (Tectona grandis), bambu (Gigantochloa atter). Tanaman
porang juga dapat tumbah dengan baik jika berada pada suhu 25-35 C dengan curah hujan
300-500 mm/bulan. Pada umumnya. produksi umbi tanaman orang bisa mencapai 3 periode
atau 3 tahun (Sumarwoto, 2012)

Menurut Sulistiyo & Soetopo (2014) Terdapat berbagai jenis tanaman yang memilikii
kemiripan dengan tanaman porang seperti suweg dan walur. Karakter morfologi tanaman
porang tidak memiliki perbedaan secara visual dengan tanaman walur dan suweg, akan tetapi
jika diamati secara teliti terdapat suatu khas yang dimiliki tanaman porang yang dapat
membedakan diantara ketiganya . Ciri khas yang dimiliki tanaman porang mejadikan sumber
dalam mengidentifikasi suatu jenis tanaman Amorphophallus atau lainnya. Karakter yang
membedakan diantara ketiganya yaitu bentuk corak tangkai, tekstur permukaan tangkai, warna
daging umbi, ada tidaknya bulbil, serat umbi, serta ada tidaknya mata tunas di umbi.

Tanaman porang memiliki tangkai yang halus serta agak kasar dengan getah yang
dapat meneyebabkan gatal. Tangkai tanaman suweg sedikit kasar sedangkan tanaman waluh
sangat kasar. Pada daun tanaman walur, suweg dan porang terdapat kemiripan. Corak daun
majemuk menjari dengan bentuk elips pada helaian daun, terdapat warna hijau cerah hingga
gelap pada daun. Adanya bulbil pada tanaman porang menjadikan cri khas tersendiri yang tidak
dimiliki suweg dan walur. Bulatan kecil berwarna hijau hingga coklat pada daun tanaman
porang yang terletak pada titik pangkalnya yang dapat tumbuh berusia kurang lebih 2 bulan
berguna sebagai tempat bakal tumbuhnya bulbil menjadikan pembeda dari daun suweg dan
walur (Sulistiyo & Soetopo, 2014).
Tanaman Porang dalam pertumbuhan memiliki beberapa periode (siklus) dimana satu
periode siklus pertumbuhannya bisa mencapai 12-13 bulan. Pada musim penghujan saat
dimulainya siklus pertama dapat dilihat dengan adanya tumbuhnya tunas yang berasal dari
umbi, sehingga tunas akan berlangsung pertumbuhannya selama 6-7 bulan. Kemudian saat
dimulainya musim kemarau yang akan berlangsung selama 5-6 bulan, menyebabkan tunas
mulai mengering dan rebah. Siklus selanjutnya saat awal mulai musim hujan tangkai daun
tanaman porang mengalami perkembangan dengan diameter tajuk daun yang lebih lebar dan
panjang jika dibandingkan pada siklus-siklus sebelumnya. Umbi yang lebih berat menandakan
tanaman porang sudah mengalami beberapa siklus sebelumnya. Pada siklus ketiga umumnya
umbi batang akan dipanen. fase pertumbuhan vegetative awanya dimulai pada siklus pertama
dan kedua, sedangkan fase pertumbuhan generative dimulai pada siklus ketiga (Saputra, et. al.
2010) dalam (Sari & Suhartati, 2015).

2.4 Hama dan Penyakit Tanaman Porang

Penelitian hama dan Penyakit tanaman porang sangat sedikit dilakukan. Akan tetapi,
tanaman porang tidak jauh berbeda dengan tanaman lainnya yang terdapat adanya gangguan
serangan hama dan penyakit. Adapun beberapa hama yang dilaporkan merusak tanaman
porang seperti Araecerus fasciculatus (merusak umbi), Galerucida bicolor (pemakan daun),
serta beberapa ulat perusak daun dan serangga penghisap. Sedangkan untuk penyakit yang
menyerang tanaman porang dan disebabkan oleh jamur berupa busuk kaki oleh jamur
Rhizoctonia solani, busuk umbi/batang oleh Phytium helicoides dan Sclerotium rolsfii, dan
penyakit hawar daun oleh Phytopthora colocasiae. Sedangkan untuk penyakit yang berasal dari
bakteri seperti busuk basah oleh Erwinia carotovora. Akan tetapi, sejauh ini adanya gejala
serangan hama dan penyakit bukan suatu problem dalam produksi tanaman porang (Hidayat &
Purwadi, 2021).

2.4.1 Hama tanaman porang

1. Araecerus fasciculatus (perusak umbi)


Araecerus fasciculatus merupakan serangga hama primer yang memiliki ukuran 3-5
mm dengan kaki dan antena yang panjang, warna dominan yang dimiliki coklat hingga
agak gelap. Ruas pertama pada tubuh serangga (Protoraks) dan Pasangan sayap
(elytra) terdapat bercak-bercak kecil dengan warna coklat kelabu terang. Elytra memiliki
bentuk lebih pendek daripada perut (abdomen).Tiga segmen yang terdapat pada
anthena terminal berbentuk seperti gada dan lebih tebal (Dharmaputra et al., 2018) .
2. Serangga penghisap
Menurut Purnomo (2010) Serangga penghisap merupakan serangga pada alat
mulutnya di modifikasi untuk menghisap cairan yang terdapat pada tanaman. Sehingga
serangga penghisap tidak dapat mengunyah makanannya. Terdapat beberapa tipe
serangga penghisap yang dapat menciptakan saliva selama terjadinya aktivitas
makannya, sehingga dapat menyebabkan adanya distorsi pertumbuhan tanaman atau
terjadi toksik pada daun. Adapun contoh serangga penghisap seperti kutu, kutu
putih,wereng, dan kutu perisai.
3. Hama Daun
Hama daun merupakan hama yang dapat merusak terhadap jaringan daun dengan
cara memakannya. Pada suatu tanaman hama daun dapat diamati pada tahap
persamaian atau tegakan yang berada di areal tanam. Salah satu hama yang bersifat
defoliator yaitu ulat grayak (Spodoptera sp) (Nuraeni et al., 2010).

2.4.2 Penyakit tanaman porang

1. Penyakit busuk kaki


Salah satu penyakit penting pada tanaman suweg (A. campanulatus) yaitu busuk
kaki, R. solani yang dilaporkan di india bagian selatan. Pengendalian yang dilakukan
dengan cara memberiikan larutan fungisida captan (0,2%) atau lebih dikenal Brassiol
(quentozene) (0,1%)pada tanah yang terdapat di sekitar tanaman sebanyak 2 kali
perlakuan sebanyak 1 bulan. Perlakuan tersebut memberikan kisar kematian anatar 27-
29%, jika diandingkan perlakuan control 52% (sivaprakazam et al.) dalam (Saleh et al.,
2015)
2. Penyakit hawar daun
Penyakit hawar daun biasa terjadi saat suhu sedikit tinggi (22-23 oC), dengan
kelembaban udara yang relative tinggi (85-100%) dan curah hujan yang tinggi.
Perkembangan penyakit dan tingkat keparahan suatu penyakit sangat berkaitan dengan
faktor cuaca seperti curah hujan, suhu, total hari hujan, kecepatan angin, kelembaban
relative. Singh et al. (2011) dalam Saleh et al., (2015) menjelaskan pemberian daun
dengan fungsidia Carbendazim sebanyak dua kali perlakuan dapat mengurangi
intensitas terhadap serangan hawar menjadi rendah dengan hasil ubi yang tinggi.
Penurunan keparahan hawar daun dapat dilakukan dengan perlakuan ubi melalui jamur
antagonis Trichoderma harzianum atau Pseudomonas fluerencens atau campuran
keduanya dengan ratio 3:1 atau 1:1, menunjukkan adanya fungsi agensia biologi dalam
menginduksi ketahanan sistemik.
3. Penyakit busuk leher
Penyakit busuk leher pada jamur disebabkan oleh adanya jamur Sclerotium rolfsii
yang terjadi akibat drainase yang buruk serta sering terjadinya kebanjiran. Luka mekanis
pada daerah pangkal batang juga dapat memicu terjadinya serangan pathogen.
Penyakit ini memiliki gejala yang awalnya dimulai dengan terdapat luka berwarna
kecoklatan pada leher yang dapat menyebar kesemua batang semu. Tingkat serangan
yang berat dapat menyebabkan tanaman mati. Pengendalian pada penyakit ini bisa
dilakukan dengan beberapa perlakuan seperti menghilangkan tanaman yang terserang,
menanam bibit yang sehat, memperbaiki drainase, menyemprot dengan fungisida
Mankozeb 0,2, menggunakan fungisida nabati ekstrak daun mimba (neem cake) (Jata
et al. 2009) dalam (Saleh et al., 2015). Adanya kombinasi terhadap perlakuan ubi dan
tanah dengan Trichoderma harzianum dapat menurunkan suatu kejadian penyakit pada
busuk leher Sclerotium rofsii menjadi 12,9%, dan perlakuan ubi dan tanah dengan
fungisida Captan (0,2%) dan tercatat 14,8, dibandingkan pada control sebesar 83,3%.
Penurunan populasi R. rolsfii pada daerah perakaran disebabkan adanya perlakuan
antagonis dan fungisida kimia (Saleh et al., 2015).
4. Penyakit busuk ubi
Terjadinya busuk ubi disebabkan oleh adanya adanya jamur phytium helicoides (Roy
dan Hong, 2007) dalam (Saleh et al., 2015). Tanaman yang terserang akan mengalami
gejala kerdil dan klotorik hingga hawar pada daun berat. Awal gejala seperti nekrotik
pada ujung akar,yang dapat memicu perkembangan dan mematikan akar.pada bagian
kortejs di akar akan mudah dikelupas, dan hanya menyisakan bagian jaringan pembuluh
pengangkutan (Saleh et al., 2015)
5. Penyakit bakteri busuk lunak (bacterial soft rot)
Timbulnya penyakit ini disebabkan oleh adanya Erwinia carotovora pv. Carotovora.
Luka pada daun, tangkai dan ubi merupakan celah pertama dalam menginfeksi kedalam
jaringan tanaman yang dapat menimbulkan serangan busuk basah hingga saat
mengalami serangan yang kuat bisa mengakibatkan terjadinya kematian pada tanaman.
Sumber inoculum utama saat dilapangan yaitu ubi yang sakit dan tanah yang sudah
terkontaminasi. Selain porang, Bakteri juga memiliki peralihan tanaman inang yang
sangat luas, sehingga sanggup menginfeksi sebanyak 21 jenis tanaman dari 13 famili.
Pemberian perlakuan melalui Streptomycin dan Chloramphenicol masing-masing
dengan konsentrasi 200 ppm efektif dalam melakukan pengendalian terhadap penyakit
bakteri ini (Guoxin et.al. 2006) dalam (Saleh et al., 2015)
6. Penyakit mosaic DMV dan AMV
Dashen mosaic virus (DMV) atau Amorphophallus mosaic virus (AMV) yang telah
banyak menginfeksi terhadap tanaman Araceae. Bentuk partikel virus seperti benang
lunak (filamentous) dengan ukuran panjang 750 nm dengan lebar 12 nm. Infeksi gejala
serangan DMV pada tanaman suweg yaitu, warna kuning pucat dengan adanya garis
klorotik yang sejajar, daun yang masih muda akan mengalami perubahan bentuk
(menggulung dan keriting), mosaic pada daun. Selain mosaic, pada helaian daun juga
dapat ditemukan bercak klorotik kecoklatan. Daun yang sudah terkena infeksi akan
mengalami rapuh dan ukuran tidak normal (Saleh et al., 2015)

Anda mungkin juga menyukai