Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan Oyong (Luffa acutangula (L.) Roxb

2.1.1 Daerah Tumbuh


Oyong (Luffa acutangula (L.) Roxb ) atau ridged gourd, disebut juga

gambas. Tanaman ini termasuk dalam famili Cucurbitaceae, berasal dari India,

namun telah beradaptasi baik di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Bagian yang

dapat dimakan dari gambas adalah buah muda, daunnya digunakan untuk lalap

atau dapat juga digunakan untuk obat demam (Edi dan Bobihoe, 2010).

Tanaman oyong merupakan tanaman setahun dan tumbuh dari dataran

rendah hingga dataran tinggi, dapat ditanam disawah dan tegalan. Tanaman ini

merupakan tanaman yang memanjat. Tanaman oyong membutuhkan iklim yang

kering, dengan ketersediaan air yang cukup sepanjang musim. Lingkungan

tumbuh ideal bagi tanaman oyong adalah di daerah yang bersuhu 18-24oC. Tanah

yang paling ideal bagi budidaya oyong adalah jenis tanah liat berpasir (Edi dan

Bobihoe, 2010).

Untuk mendapatkan hasil yang optimal, tanaman ini membutuhkan tanah

yang subur, gembur, banyak mengandung humus, beraerasi dan berdrainase baik,

serta mempunyai pH 5,5–6,8. Panen pertama dilakukan pada saat tanaman

berumur 40-70 hari setelah tanam. Ciri-ciri umum buah oyong yang siap dipanen

antara lain adalah buah berukuran maksimum, tidak terlalu tua, belum berserat,

dan mudah dipanen. Produksi buah oyong setiap tanaman mencapai 15-20 buah

atau 8-12 ton per hektar. Pada suhu 12-16oC, buah oyong bisa disimpan sampai

2-3 minggu (Edi dan Bobihoe, 2010).

6
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Nama Daerah dan Nama Asing

Oyong dikenal dengan nama asing sidegourd atau towelgourd (inggris).

Dan nama Indnesia (daerah) ialah gambas atau oyong (Smith, 2002).

Menurut Dashora, dkk., 2013 di India sendiri ada beberapa sebutan nama

untuk tumbuhan oyong antara lain:

Sanskrit : Gantali

Bengali : Zinga

English : Ribbed gourd

2.1.3 Morfologi Tumbuhan

Menurut Dashora, dkk., 2013, tumbuhan oyong memiliki morfologi

sebagai berikut:

Daun : Tangkai daun berwarna kuning kecoklatan, panjang 3-8 cm, beberapa

membelit berbulu halus dan berlekuk sementara helaian daunnya

bewarna hijau redup atau terang, panjang 6-9 cm, kasar dan lebar.

Bunga : Bunga jantan dengan panjang 1,3 cm, bewarna kuning kehijauan,

berkelompok dalam tandan dan ketiak daun. Ada tiga benang sari dan

mahkota berwarna kuning , bunga betina tumbuh tunggal dan juga

terbentuk pada ketiak daun yang sama, panjang pedikel 5-10 cm.

Buah : Bulat telur , silinder atau berbentuk sudut, pucat coklat kekuningan,

panjang 9-12 cm, lebar 2-4 cm, besar dan bersudut lebih banyak

dengan cuping yang lebih beragam, ada tiga ruang yaitu bagian dalam

adalah berserat dan bagian luar mudah dilepas.

Biji : Hitam, pahit, bulat telur-lonjong, panjang 0,6-0,8 cm, lebar

0,5-0,6 cm.

7
Universitas Sumatera Utara
Batang : Kuning kecoklatan, tebal 0,2-0,4 cm, bersudut 5, tak bercabang dan

bersulur.

Akar : Kuning - kecoklatan, silinder, panjang 8-12cm, tebal 0,5-0,7 cm,

memanjang, keriput,dan akar adventif.

2.1.4 Sistematika Tumbuhan

Menurut Dashora (2013) dan LIPI, sistematika tumbuhan oyong adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Dilleniidae

Ordo : Cucurbitales

Famili : Cucurbitaceae

Genus : Luffa

Spesies : Luffa acutangula (L.) Roxb

2.1.5 Kandungan dan Manfaat Tanaman Oyong

Buah oyong dikonsumsi seluruh bagian buahnya untuk mengobati gigitan

serangga. Bubuk buah ini digunakan mengobati wasir dengan cara menggosokan

pada bagian yang bengkak. Biji oyong yang berbentuk serbuk digunakan

mengobati disentri. Sementara buah muda yang dipanggang untuk mengobati

sakit kepala (Dashora, 2013). Oleh masyarakat melayu, buah oyong biasanya

digunaka sebagai obat kencing manis (diabetes mellitus) (Lingga, 2010).

8
Universitas Sumatera Utara
Kandungan nutrisi yang terdapat dalam 100 gram buah oyong adalah

kalori (18 kal), protein (0,8 g), lemak (0,2 g), karbohidrat (4,1 g), kalsium (19

mg), fosfor (33 mg), besi (0,9 mg), vitamin A (380 mg), vitamin B1 (0,03 mg),

vitamin C (8 mg) (Lingga, 2010). Buah oyong berkhasiat sebagai pengobatan

radang telinga, batuk, batuk rejan, bronchitis, terkilir/keseleo dan kudis (Smith,

2002). Selain itu, biji tanaman oyong mengandung lemak jenuh dan tak jenuh

seperti asmam palmitat, stearate, oleat, linoleat dan buah tanaman oyong

mengandung kukurbitasi B, E dan olenat (Dashora, dkk., 2013).

2.2 Mineral

Mineral merupakan unsur esensial bagi fungsi normal bagian enzim dan

sangat penting dalam pengendalian komposisi cairan tubuh 65% adalah air dalam

bobot tubuh. Air merupakan tempat semua metabolism berlangsung. Kehilangan

air terjadi melalui udara pernafasan di samping lewat keringat, urin dan feses yang

berarti juga kehilangan mineral. Mineral merupakan konstituen esensial pada

jaringan lemak, cairan dan steletan (yang mengandung mineral tubuh dalam

proporsi yang besar) (Budiyanto, 2001).

Keseimbangan ion-ion mineral dalam tubuh mengatur proses metabolisme,

mengatur keseimbangan asam basa, tekanan osmosis, membantu transport

senyawa-senyawa penting pembentuk membran, beberapa diantaranya merupakan

konstituen pembentuk jaringan tubuh. Secara tidak langsung, mineral banyak yang

berperan dalam proses pertumbuhan. Peran mineral dalam tubuh kita berkaitan

satu sama lainnya, dan kekurangan atau kelebihan salah satu mineral akan

berpengaruh terhadap kerja mineral lainnya. Mineral yang essensial sebagai zat

9
Universitas Sumatera Utara
gizi dibagi dalam dua kategori, yaitu unsur-unsur makronutrien (> 0,005% berat

badan) dan unsur-unsur mikronutrien (< 0,005% berat badan) (Poedjiadi, 1994).

Unsur-unsur mineral yang telah terbukti essensial dalam makanan ada

kurang lebih tujuh belas. Analisis abu mineral menunjukan bahwa ada lebih dari

dua puluh macam unsur yang terdapat dalam tubuh yaitu: kalsium, fosfor, kalium,

sulfur, natrium, klor, magnesium, besi, seng, selenium,, mangan, tembaga,

iodium, molibden, kobalt, krom, fluor, dan sedikit vanadium, barium, brom,

stronsium, emas, perak, nikel, aluminium, timah, bismuth, gallium, silicon, arsen

dan lain-lain. Sebagian besar mineral terdapat dalam tulang, dan kurang lebih

kandungan mineral tubuh adalah 4% (Poedjiadi, 1994).

Menurut Budiyanto (2001), mineral dalam tubuh memiliki tiga fungsi

yaitu:

1. Mineral merupakan konstituen tulang dan gigi, yang memberikan kekuatan

serta iriditas kepada jaringan tersebut misalnya: Fe, P dan Mg.

2. Mineral membentuk garam-garam yang dapat larut sehingga dapat

mengendalikan komposisi cairan tubuh. Na dan Cl merupakan unsur penting

dalam cairan ekstra seluler dan darah. Sedangkan Fe, Mg dan P merupakan

unsur penting dalam cairan intraseluler.

3. Mineral turut membangun enzim dan protein dan merupakan bagian dari asam

amino misalnya sistein.

10
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Besi

Zat besi (Fe) merupakan mikroelemen yang essensial bagi tubuh. Zat

terutama diperlukan dalam hemopobesis (Pembentukan darah), yaitu dalam

sintesa hemoglobin (Hb). Di samping itu berbagai jenis enzim memerlukan Fe

sebagai faktor penggiat (Sediaoetama, 2008). Besi dalam makanan terdapat dalam

bentuk besi-hem seperti terdapat dalam hemoglobin dan myoglobin makanan

hewani dan besi non-hem dalam makanan nabati (Almatsier, 2004).

Defisiensi besi merupakan gizi yang paling umum terdapat, baik di Negara

maju maupun di Negara sedang berkembang. Defisiensi besi terutama menyerang

golongan rentan seperti anak-anak, remaja, ibu hamil dan menyusui serta pekerja

berpenghasilan rendah. Kekurangan besi pada umumnya menyebabkan pucat, rasa

lemah, letih, pusing, kurang nafsu makan, menurunnya kebugaran tubuh,

menurunnya kemampuan kerja, menurunnya kekebalan tubuh dan gangguan

peyembuhan luka (Almatsier, 2004).

Zat besi (Fe) lebih mudah diserap dari usus dalam bentuk Ferro.

Penyerapan ini mempunyai mekanisme autoregulasi yang diatur oleh kadar

Ferritin yang terdapat di dalam sel-sel mukosa usus. Pada kondisi Fe yang baik,

hanya sekitar 10% dari Fe yang terdapat di dalam makanan diserap ke dalam

mukosa usus, tetapi dalam kondisi defisiensi lebih banyak Fe dapat diserap untuk

menutupi kekurangan tersebut (Sediaoetama, 2008).

2.2.2 Kalsium

Kalsium mempunyai peran penting dalam proses kontraksi otot,

menjaga normalitas kerja jantung dan merupakan activator-aktivator enzim

11
Universitas Sumatera Utara
tertentu. Tubuh kita memerlukan kalsium selama hidup, tetapi terutama pada maa

kanak-kanak, masa mengandung dan laktasi (Poedjiadi, 1994).

Kalsium adalah mineral paling banyak terdapat di dalam tubuh yaitu

1,5-2,5 dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg.

Osteoporosis (pengeroposan tulang) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh

penurunan masa tulang akibat keseimbangan kalsium negatif di dalam tubuh (Tan

dan Rahardja, 2007).

Absorbsi kalsium dibantu oleh vitamin D, vitamin C dan laktosa,

sedangkan oksalat dan fitat mengganggu absorbsi kalsium. Kekurangan kalsium

dalam diet seseorang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tulang dan gigi,

riketsia pada anak-anak dan dapat mengakibatkan osteoporosis (tulang rapuh).

Dalam alam sumber kalsium diperoleh dari jaringan-jaringan hewan dan

tumbuhan (Poedjiadi, 1994).

2.2.3 Magnesium

Magnesium adalah kation nomor dua paling banyak setelah natium di

dalam cairan interselular. Magnesium di dalam alam merupakan bagian dari

klorofil daun. Peranan magnesium dalam tumbuh-tumbuhan sama dengan peranan

zat besi dalam ikatan hemoglobin di dalam darah pada manusia yaitu untuk

pernafasan (Almatsier, 2004).

Magnesium dalam tubuh berfungsi meningkatkan tekanan osmotik dan

membantu mengurangi getaran otot (Budiyanto, 2001). Orang dewasa

membutuhkan magnesium sekitar 400-500 mg/hari. Kekurangan magnesium

dapat mengakibatkan jari-jari tangan dingin, kejang betis tekanan darah

meningkat dan aritmia jantung tidak teratur (Tjay dan Kirana, 2007).

12
Universitas Sumatera Utara
Magnesium terutama diabsorpsi di dalam usus halus, kemungkinan dengan

bantuan alat angkut aktif dan secara difusi pasif. Pada konsumsi magnesium yang

tinggi hanya sebanyak 30% magnesium diabsorpsi, sedangkan pada konsumsi

rendah sebanyak 60%. Absorbsi magnesium dipengaruhi olehfaktor-faktor yang

sama yang mempengaruhi absorpsi kalsium kecuali vitamin D tidak berpengaruh

(Almatsier, 2004).

2.2.4 Seng

Seng merupakan mineral mikro yang dibutuhkan oleh tubuh. Sebagian

besar seng berada didalam hati, pankreas, ginjal, otot dan tulang. Seng berperan

dalam pemeliharaan keseimbangan asam basa dengan cara membantu

mengeluarkan karbon dioksida dari jaringan serta megangkut dan mengeluarkan

karbon dioksida dalam paru-paru pada pernafasan (Almatsier, 2004).

Jumlah seng dalam jaringan tubuh orang dewasa adalah 2-4 g. Jumlah

seng yang dibutuhkan setiap hari yaitu 6-22 mg. Seng merupakan komponen

sejumlah enzim ( seperti enzim alcohol dehydrogenase, laktat dehydrogenase,

malat dehydrogenase, karboksipeptidase A dan B). Kekurangan enzim pada

hewan menyebabkan kelainan serius, jika kadar seng tinggi menyebabkan

keracunan (Belitz, et al., 2009).

2.3 Spektrofotometri Serapan Atom

Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhofer, sedangkan

yang memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang

Australia bernama Alan Walsh di tahun 1955 (Khopkar, 1985). Spektrofotometri

serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur logam dalam

jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit (ultratrace). Cara analisis ini

13
Universitas Sumatera Utara
memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung

pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk

analisis kelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi

kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit

(Gandjar dan Rohman, 2009).

Metode spektrofotometri serapan atom berprinsip pada absorpsi cahaya

oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang

tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang ini

mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi

elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti

memperoleh lebih banyak energi, sehingga suatu atom pada keadaan dasar

dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi (Khopkar, 1985).

2.3.1 Instrumen Spektrofotometri Serapan Atom

Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada gambar

berikut ini :

Gambar 2.1 Instrumen spektrofotometer serapan atom (Harris, 1982).

14
Universitas Sumatera Utara
2.3.1.1 Sumber sinar

Sumber radiasi yang digunakan yaitu lampu katoda yang mampu

menghasilkan garis radiasi resonansi sangat tajam. Lampu ini terdiri atas anoda

dan katoda dalam suatu tabung silinder borosilikat atau kuarsa yang berisi gas

mulia, argon, atau helium pada tekanan rendah. Katoda tersebut berbentuk silinder

berongga yang permukaannya dilapisi dengan unsur yang sama dengan unsur

yang dianalisis. Pemberian tekanan dengan potensial tinggi pada arus tertentu

antara anoda dan katoda, akan menyebabkan gas mulia, memijar sehingga

menabrak atom-atom logam katoda hingga terlempar keluar dan tereksitasi dan

memancarkan radiasi pada panjang gelombang tertentu yang sama dengan

panjang gelombang atom yang dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2009; Khopkar,

1985).

2.3.1.2 Tempat sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang akan

dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan

dasar. Ada berbagai macam alat yang digunakan untuk mengubah sampel menjadi

uap atom-atomnya, yaitu:

- Dengan nyala (Flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi

bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh

nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen-udara,

suhunya sebesar 2200°C. Sumber nyala asetilen-udara ini merupakan sumber

nyala yang paling banyak digunakan. Pada sumber nyala ini asetilen sebagai

bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi. Sedangkan

15
Universitas Sumatera Utara
dengan gas dinitrogen oksida-asetilen suhunya sebesar 3000°C (Gandjar dan

Rohman, 2009).

- Tanpa nyala (Flameless)

Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil

sedikit (hanya beberapa μL), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian

tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus

listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah

menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang

berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi

sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2009).

2.3.1.3 Monokromator

Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih panjang

gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian banyak panjang gelombang

yang dihasilkan lampu katoda berongga (Gandjar dan Rohman, 2009).

2.3.1.4 Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui

tempat pengatoman (Gandjar dan Rohman, 2009).

2.3.1.5 Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai

pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang

menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2009).

2.3.2 Gangguan-gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom

Gangguan-gangguan (interference) pada spektrofotometri serapan atom

adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang

16
Universitas Sumatera Utara
dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan

konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2009).

Menurut Gandjar dan Rohman (2009), gangguan-gangguan yang dapat

terjadi dalam spektrofotometri serapan atom adalah sebagai berikut:

1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi

banyaknya sampel yang mencapai nyala.

2. Gangguan kimia yang dapat mempengauhi jumlah/banyaknya atom yang

terjadi di dalam nyala.

3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang

dianalisis; yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di

dalam nyala. Adanya gangguan-gangguan di atas dapat diatasi dengan

menggunakan cara-cara sebagai berikut:

a. Penggunaan nyala/suhu atomisasi yang lebih tinggi

b. Penambahan senyawa penyangga

c. Pengekstrasian unsur yang dianalisis

d. Pengekstrasian ion atau gugus pengganggu

4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik. Gangguan jenis ini berarti terjadinya

penyerapan cahaya dari sumber sinar yang bukan berasal dari atom-atom yang

akan dianalisis.

2.4 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap

parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan

17
Universitas Sumatera Utara
bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita,

2004).

Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi

metode analisis adalah sebagai berikut:

a. Kecermatan (Accuracy)

Kecermatan (accuracy) adalah ukuran yang menunjukkan derajat

kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Kecermatan dinyatakan

sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita,

2004).

Kecermatan dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu:

1. Metode simulasi

Metode simulasi (Spiked - placebo recovery) merupakan metode yang

dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu

bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan

hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang

sebenarnya) (Harmita, 2004).

2. Metode penambahan baku

Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode

yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi

tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan

divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa

penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan

menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat

ditemukan kembali (Harmita, 2004).

18
Universitas Sumatera Utara
b. Keseksamaan (Precision)

Keseksamaan (precision) diukur sebagai simpangan baku relatif atau

koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan

derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil

individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-

sampel yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004).

c. Selektivitas (Spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang

hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya

komponen lain yang ada di dalam sampel (Harmita, 2004).

d. Linearitas dan Rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon

baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika,

menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit

dalam sampel. Rentang merupakan batas terendah dan batas tertinggi analit yang

dapat ditetapkan secara cermat seksama dan dalam linearitas yang dapat diterima

(Harmita, 2004).

e. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat

dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi

merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi

kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

19
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai