Anda di halaman 1dari 18

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus)


Uraian Buah Naga Merah meliputi klasifikasi buah, morfologi buah, Jenis-
Jenis buah, manfaat buah.
2.1.1 Klasifikasi Buah
Buah naga (Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman
hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna
buah merah yang menyala dan bersisik hijau. Buah ini memiliki
bentuk yang sangat unik dan cukup memikat untuk dilihat. Bentuk
fisiknya mirip dengan buah nanas hanya saja buah ini memiliki
sulur pada kulitnya. Buah naga berwarna merah jambu dengan
daging buah berbagai jenis antara lain berwarna putih, kuning dan
merah dengan biji kecil berwarna hitam yang sangat lembut dan
lunak (Elwandi, 2015). Buah Naga dihasilkan oleh tanaman ejenis
kaktus sehingga termasuk dalam keluarga Cetaceae dan subfamili
Hylocerenea, dalam subfamili ini terdapat beberapa genus, sedang
Buah Naga ini termasuk dalam genus hylocereus. Genus ini pun
terdri dari sekitar 16 spesies. Dua diantaranya memiliki buah yang
komersial, yaitu Hylocereus undatus (berdaging putih) dan
Hylocereus polyrhizus (berdaging merah). Adapun klasifikasinya
menurut Kristanto (2008) sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Catales
Famili : Cactaceae
Subfamili : Hylocereanea
Genus : Hylocereus
Spesies : Hylocereus polyrhizus (berdaging merah)

5
6

Gambar 2.1 Tanaman Buah Naga Merah

2.1.2 Morfologi Buah Naga


Secara morfologi, tanaman Buah Naga termasuk tanaman yang
tidak lengkap karena tidak memiliki daun. Untuk beradaptasi
dengan lingkungan gurun, tanaman Buah Naga memiliki duri
disepanjang batang dan cabangnya. Tanaman Buah Naga
merupakan tanaman memanjat dan bersifat empifit. Di habitat
aslinya tanaman ini memanjat tanaman lain untuk tumbuh.
Meskipun akarnya yang didalam tanah dicabut, tanaman Buah
Naga masih bisa bertahan hidup karena terdapat akar yang tumbuh
di batang. Akar udara tersebut mampu menyerap cadangan
makanan dari udara (Emil, 2011).

2.1.2.1 Akar
Buah Naga memiliki perakaran yang bersifat epifit, menempel atau
merambat pada tanaman lain. Akarnya berupa akar serabut yang
terdapat pada pangkal batang yang tumbuh pada media tanah
maupun yang menempel pada media rambatan berupa tiang atau
kayu (Emil, 2011). Perakaran tanaman Buah Naga sangat tahan
dengan genangan yang cukup lama. Kalaupun tanaman ini dicabut
dari tanah, ia akan tetap hidup bertahan hidup sebagai tanaman
epifit karena menyerap air dan mineral melalui akar udara yang ada
pada batangnya (Kristanto, 2009).

2.1.2.2 Batang dan Cabang


Penampang melintang batang tanaman Buah Naga berbentuk
segitiga, memanjang hingga mampu mencapai panjang maksimum
sekitar 9 meter dengan warna hijau hingga hijau tua. Batang
tanaman ini mempunyai duri-duri yang merupakan ciri utama
famili kaktus. Bagian batang tanaman buah ini berlapis lilin dan
mampu memanjat pada tembok atau batang penopang (Elwandi,
2015).

Batang tanaman Buah Naga mengandung air dalam bentuk lendir


dan berlapiskan lilin bila sudah dewasa. Batang berukuran panjang
dan bentuknya segitiga dengan warna hijau. Pada batang ini banyak
tumbuh cabang dimana batang dan cabang tersebut berfngsi
sebagai daun dalam proses asimilasi. Batang dan cabang ditumbuhi
duri-duri yang keras tetapi sangat pendek sehingga tidak mencolok.
Letak duri tersebut pada tepi batang maupun cabang (Setyowati,
2008).

2.1.2.3 Bunga
Bunga tanaman Buah Naga terletak pada sulur batang, berbentuk
terompet, dan berwarna putih. Susunan bunga merupakan susunan
bunga majemuk. Buahnya berbentuk bulat panjang dan lonjong
serta berdaging warna merah dan juga sangat tebal (Setyowati,
2008). Tanaman Buah Naga mempunyai bunga yang indah
berwarna putih kekuning-kuningan sehingga tak jarang orang
memelihara tanaman Buah Naga untuk tujuan ornamental. Bunga
tanaman Buah Naga ini mekar sempurna pada malam hari dengan
panjang yang bisa mencapai 29 cm (Yanti, 2008).

2.1.2.4 Buah
Buah Naga berbentuk lonjong mirip buah nanas, namun memiliki
sirip. Warna kulitnya merah jambu, dihiasi sulur atau sisik
berwarna hijau seperti sisik naga. Beratnya kira-kira 400-650 gr.
Buah Naga mempunyai daging buah mirip buah kiwi (Winarsih,
2007). Buah Naga tergolong buah batu yang berdaging dan berair.
Bentuk buahn bulat agak memanjang atau bulat agak lonjong. Kulit
buah ada yang berwarna merah menyala, merah gelap, dan kuning,
tergantung dari jenisnya. Kulit buah agak tebal, yaitu sekitar 3-4
mm. Di sekujur kulitnya dihiasi dengan jumbai-jumbai meyerupai
sisik-sisik ular naga. Daging buah berserat sangat halus dan di
dalam daging buah bertebaran biji-biji hitam yang sangat banyak
dan berukuran sangat kecil. Daging buah ada yang berwarna
merah, putih, dan hitam, tergantung dari jenisnya. Daging buah
bertekstur lunak dan rasanya manis sedikit asam (Cahyono, 2009).

2.1.2.5 Biji
Biji Buah Naga sangat banyak dan tersebar di dalam daging buah.
Bijinya kecil-kecil seperti selasih. Biji Buah Naga dapat langsung
dimakan tanpa mengganggu kesehatan. biji Buah Naga dapat
dikecambahkan untuk dijadikan bibit (Winarsih, 2007).

2.1.3 Jenis-jenis Buah Naga


Jenis Buah Naga yang telah dibudidayakan ada empat, yaitu
(Kristanto, 2008) :
1. Buah Naga berdaging putih (Hylocereus undatus)
Hylocereus undatus yang lebih dikenal dengan sebutan white
pitaya adalah Buah Naga yang kulitnya berwarna merah dan
daging berwarna putih. Warna merah uah ini sangat kontras
dengan warna daging buah. Pada kulit buah terdapat sisik atau
jumpai berwarna hijau. Di dalam buah terdapat banyak biji
berwarna hitam. Berat buah rata-rata 400-500 gr, bahkan ada
yang mencapai 650 gr. Rasa buah asam bercampur manis,
tanaman ini lebh anyak dikembangkan di Negara-negara
produsen utama buah naga dibanding jenis lainnya karna buahya
cenderung lebih banyak diekspor.
2. Buah Naga berdaging merah (Hylocereus polyrhizus)
Hylocereus polyrhizus lebih banyak dikembangkan di Cina dan
Australia, memiliki buah dengan kulit berwarna merah dan
daging berwarba nerah keunguan. Kulitnya terdapat sisik atau
jumbai berwarna hijau. Tanaman ini tergolong jenis yang sangat
rajin berbunga, bahkan cenderung berbunga sepanjang tahun.
Sayangnya, tingkat keberhasilan bunga menjadi buah sangat
kecil, hanya mencapai 50% sehingga produktivitas buahnya
tergolong rendah. Jenis tanaman buah ini memiliki batang
berlilin, hijau keputih-putihan dengan tepian tajam, memiliki
duri yang kecil. Panjang buahnya sekitar 30 cm dengan daun-
daun pembalut besar.

2.1.4 Manfaat Buah Naga


Buah Naga mengandung fitoalbumin yang kemampuan
antioksidannya sangat tinggi. Antioksidan pada buah naga ini
mampu mencegah pembentukan radikal bebas penyebab kanker.
Selain itu Buah Naga rendah kolestrol dan kaya akan vitamin C, E,
asam lemak tidak jenuh tunggal, dan serat yang dapat membantu
fungsi dari antioksidan (Faiqoh, 2014). Setiap Buah Naga merah
mengandung protein yang mampu menjaga kesehatan jantung, beta
karbon untuk kesehatan mata dan menurunkan kadar glukosa
dalam darah, serat yang dapat mencegah kanker usus dan
memperlancar proses pencernaan, kalsium yang dapat menguatkan
tulang, dan fosfor yang berfungsi untuk pertumbuhan badan. Selain
itu Buah Naga juga memiliki kandungan vitamin C yang berfungsi
sebagai antioksidan yang mempunyai kemampuan memproduksi
oksidasi akibat radikal bebas (Faiqoh, 2014).

2.2 Ekstraksi
2.2.1 Pengertian Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi
zat aktif dari simplisia menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian
semua atau hampir semua pelarut diuapkan hingga memenuhi baku
yang telah ditetapkan (Tamu, 2017).

2.2.2 Simplisia
Menurut Departemen Kesehatan RI (Khoirani, 2013) simplisia
adalah bahan alamiah berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau
eksudat tanaman yang digunakan sebagai obat dan belum
mengalami pengolahan secara sederhana serta belum merupakan
zat murni kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah
dikeringkan.
2.2.2.1 Jenis simplisia
a. Simplisia nabati
Simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman
atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel
yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya
dan belum berupa zat kimia murni (Irwanta et al., 2015).
b. Simplisia hewan
Simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau
zat-zat yang berguna yang dihasilkan oleh hewan (Utami
et al., 2013).
c. Simplisia mineral
Simplisia mineral adalah simplisia yang berupa bahan
mineral yang belum diolah dengan cara yang sederhana
dan belum berupa zat kimia murni (Utami et al., 2013).

2.2.3 Pengertian Ekstraksi


Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari
begian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk
biota laut. Zat-zat aktif tersebut terdapat didalam sel, namun sel
tanaman dan hewan berbeda demikian pula ketebalannya, sehingga
diperlukan metode ekstraksi dan pelarut tertentu dalam
mengekstraksinya (Tamu, 2017).

2.2.4 Metode Ekstraksi


2.2.3.1 Cara Dingin
a. Maserasi
Maserasi merupakan proses ekstraksi pada temperatur
ruangan menggunakan pelarut selama beberapa hari
dengan beberapa kali pengadukan dan ekstrak
dipisahkan dengan penyaringan. Prosedur diulangi
satu atau dua kali dengan pelarut segar. Maserasi
dapat mencegah terurainya meabolit sekunder yang
tidak tahan panas (Syaifuddin, 2015). Menurut Putri,
(2014) maserasi adalah proses penyarian simplisia
menggunakan pelarut dengan perendaman dan
beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur ruangan (kamar). Maserasi merupakan
cara ekstraksi yang paling sederhana. Dasar dari
maserasi adalah melarutnya bahan kandungan
simplisia dari sel yang rusak, yang terbentuk pada saat
penghalusan, ekstraksi (difusi) bahan kandungan dari
sel yang masih utuh. Setelah selesai waktu maserasi,
artinya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi
pada bagian dalam sel dengan masuk ke dalam cairan,
telah tercapai maka proses difusi segera berakhir.
Selama maserasi atau proses perendaman dilakukan
pengocokan berulang-ulang. Upaya ini mejamin
keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi yang lebih
cepat dalam cairan. Sedangkan keadaan diam selama
maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan
aktif. Secara teoritis pada suatu maserasi tidak
memunginkan terjadinya ektraksi absolut. Semakin
besar perbandingan simplisia terhadap cairan
pengekstraksi, akan semakin banyak hasil yang
diperoleh (Istiqomah, 2013).

Kerugian metode maserasi adalah pengerjaannya lama


dan penyarian kurang sempurna. Secara teknologi
termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian
konsentrasi pada keseimbangan (Istiqomah, 2013).

b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi yang umum dilakukan pada
suhu ruangan dengan pelarut yang selalu baru. Prinsip
kerja dari prosedur ini adalah simplisia dimasukkan
ke dalam perlokator dan pelarut dialirkan dari atas
melewati simplisia sehingga zat terlarut mengalir ke
bawah dan ditampung. Metode ini lambat dan
membutuhkan banyak pelarut (Syaifuddin, 2015).
Menurut Purwanto, (2015) pekolasi merupakan proses
penyarian ekstraksi serbuk simplisia dengan pelarut
yang cocok dengan melewatkannya tetes demi tetes
pada bahan yang diekstraksi.

2.2.3.2 Cara panas


a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut menggunakan
temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan
jumlah pelarut terbatas dan relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umum dilakukan
pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5
kali sehingga proses ekstraksi sempurna (Syaifuddin,
2015). Menurut Istiqomah, (2013) refluks adalah
ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut
terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin
balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada
residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat
termasuk proses ekstraksi sempurna.
b. Sokhlet
Sokhlet merupakan prosedur yang umumnya
dilakukan untk memperoleh komponen kimia dari
bahan ekstrak/simplisia kering (Purwanto, 2015).
c. Digesti
Digesti adalah cara kinetik (dengan pengadukan
kontinu) pada temperatur lebih tinggi dari temperatur
ruangan, umumnya dilakukan pada suhu 40º-50º C
(Syaifuddin, 2015).
d. Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada
penangas air mendidih dalam suhu 96º-98º C selama
waktu 15-20 menit (Syaifuddin, 2015). Menurut
Purwanto, (2015) infusa adalah proses penyaringan
yang digunakan untuk menyari zat aktif yang larut
dalam air dari bahan-bahan nabati.
e. Dekokta
Dekokta adalah infusa pada waktu yang lebih lama
>30menit dan temperatur sampai titik didih air
(Syaifuddin, 2015). Menurut Istiqomah, (2013)
dekokta adalah infusa pada waktu yang lebih lama
(suhu lebih dari 30ºC) dan temperatur sampai titik
didih air.

2.3 LipBalm
LipBalm atau salep bibir adalah lilin atau substansi dioleskan pada bibir
dari mulut. Tujuannya adalah untuk melembabkan bibir agar tidak mudah
kering dan pecah-pecah. Biasanya LipBalm digunakan untuk bibir yang
membutuhkan proteksi, umpamanya pada keadaan kelembaban udara yang
rendah atau karena suhu yang terlalu dingin, untuk mencegah penguapan
air dan sel-sel epitel mukosa bibir. LipBalm sering mengandung beeswax
atau lilin karnauba, kapur barus, setil alkohol, lanolin, parafin, petrolatum,
dan bahan-bahan lainnya. LipBalm merupakan sediaan kosmetik yang
dibuat dengan basis yang sama dengan basis lipstik, namun tanpa warna,
sehingga dibuat transparan (Ratih et al., 2014).

LipBalm biasanya dibuat dengan beberapa komponen yaitu bahan utama


yang memiliki khasiat, basis, pengawet, serta beberapa bahan tambahan
lainnya. Basis LipBalm tidak berbeda dengan Lipstik yang membedakan
keduanya hanyalah Lipstik memberikan warna dan LipBalm hanya
melembabkan. LipBalm sering mengandung beeswax atau lilin karnauba,
kapur barus, setil alkohol, lanolin, parafin, petrolatum dan bahan-bahan
lainnya (Ratih et al., 2014).
2.3.1 Komponen-komponen utama dalam sediaan LipBalm terdiri dari
Lemak, Lilin, Minyak :
2.3.1.1 Lemak
Lemak yang biasa digunakan adalah campuran lemak
padat yang berfungsi untuk membentuk lapisan film pada
bibir, memberikan tekstur yang lembut, meningkatkan
kekuatan sediaan, mengikat antara fase minyak dan fase
lilin dan dapat mengurangi efek berkeringat dan pecah
pada LipBalm (Anggraeni, 2017). Lemak padat yang
biasa digunakan sebagai basis LipBalm adalah lemak
coklat, lanolin, lesitin dan minyak tumbuhan yang sudah
dihidrogenasi (Pracima, 2015).
2.3.1.2 Lilin
Lilin digunakan untuk memberi struktur yang kuat pada
LipBalm dan menjaganya tetap padat walau keadaan
hangat. Campuran lilin yang ideal akan menjaga LipBalm
tetap padat setidaknya pada suhu 50º C dan mampu
mengikat fase minyak agar tidak keluar atau berkeringat,
tetapi harus tetap lembut dan mudah dioleskan pada bibir
dengan tekanan serendah mungkin (Anggraeni, 2017).
2.3.1.3 Minyak
Minyak yang digunakan dalam sediaan harus memberikan
kelembutan, kilauan dan berfungsi sebagai medium
pendispersi zat warna. Minyak yang sering digunakan
antara lain minyak jarak. Minyak jarak merupakan minyak
nabati yang unik karena memiliki viskositas yang tinggi
dan mampu melarutkan staining dye dengan baik
(Anggraeni, 2017).
2.3.2 Zat Tambahan Dalam Sediaan LipBalm :
2.3.2.1 Antioksidan
Antioksidan digunakan untuk melindungi minyak dan
bahan tak jenuh lain yang rawan reaksi oksidasi. BHT,
BHA dan Vitamin E adalah antioksidan yang paling sering
digunakan (Anggraeni, 2017).
2.3.2.2 Pengawet
Kemungkinan bakteri atau jamur untuk tumbuh di dalam
sediaan sangat kecil karena sediaan tidak mengandung air.
Akan tetapi ketika sediaan diaplikasikan pada bibir
kemungkinan terjadi kontaminasi pada permukaan sediaan
sehingga terjadi pertumbuhan mikroorganisme. Oleh
karena itu perlu ditambahkan pengawet dalam sediaan.
pengawet yang sering digunakan yaitu metil paraben dan
propil paraben (Pracima, 2015).
2.3.2.3 Parfum
Parfum digunakan untuk memberikan bau yang
menyenangkan, menutupi bau dari minyak dan lemak
yang digunakan sebagai basis dan dapat menutupi bau
yang timbul selama penyimpanan dan pemakaian
(Anggraeni, 2017).

Minyak kelapa murni merupakan hasil olahan kelapa yang bebas dari
transfatty acid (TFA) atau asam lemak-trans. Asam lemak trans ini dapat
terjadi akibat proses hidrogenasi. Agar tidak mengalami proses
hidrogenasi, maka ekstraksi inyak kelapa ini dilakukan dengan proses
dingin, misalnya secara fermentasi, pancingan, sentrifungsi, pemanasan
terkendali, pengeringan parutan kelapa secara cepat dan lain-lain
(Widiyanti, 2015).
Sifat kimia-fisika minyak kelapa
a. Penampakan : tidak berwarna, kristal seperti jarum.
b. Aroma : ada sedikit berbau asam ditambah bau
caramel
c. Kelarutan : tidak larut dalam air, tetapi larut dalam
alkohol (1:1)
d. Berat jenis : 0,883 pada suhu 20º
e. pH : tidak terukur, karena tidak larut dalam air.
Namun karena termasuk dalam senyawa asam maka
dipastikan memiliki pH dibawah 7.
f. Persentase penguapan : tidak menguap pada suhu
21ºC (0%)
g. Titik cair : 20º-25ºC
h. Titik didih : 225º
i. Kerapatan udara (udara=1) : 6,91
j. Tekanan uap (mmHg) : 1 pada suhu 121º C
k. Kerapatan penguapan (Asam Butirat=1) : tidak
diketahui (Widiyanti, 2015)

VCO sangat kaya dengan kandungan asam laurat (laurat


acid) berkisar 50-70 %. Di dalam tubuh manusia asam
laurat akan diubah menjadi monolaurin yang bersifat
antivirus, antibakteri dan antiprotozoa serta asamasam lain
seperti asam kaprilat, yang didalam tubuh manusia diubah
menjadi monocaprin yang bermanfaat untuk penyakit yang
disebabkan oleh virus HSV2 dan HIV1 dan bakteri
neisseria gonnorhoeae. Virgin Coconut Oil juga tidak
membebani kerja pankreas serta dalam energi bagi
penderita diabetes dan mengatasi masalah
kegemukan/obesitas. Oleh karena pemanfaatannya yang
cukup luas, maka dengan pembuatan minyak kelapa murni
ini dapat menjadi salah satu obat alternatif, selain itu juga
dapat meningkatkan nilai ekonomi (Widiyanti, 2015).
2.3.3 Bahan yang digunakan untuk formulasi LipBalm
2.3.3.1 Gliserin
Gliserin merupakan humaktan atau pelembab yang mampu
mengikat air dari udara dan dapat melembabkan kulit pada
kondisi atmosfer sedang atau kondisi kelembaban tinggi.
Penambahan bahan gliserin menunjukan tidak ada ikatan
pada kulit dan mudah dibilas. Pemeriannya adalah
berwarna putih, rasa tawar seperti lendir, hampir tidak
berbau, bentuk bulat, butir. Kelarutannya dapat bercampur
dengan air dan dengan etanol 95%, praktis tidak larut
dalam kloroform dalam eter dan dalam minyak lemak dan
dalam minyak menguap. Titik lebur 18ºC, titik didih
290ºC. Stabilitasnya higroskopis dengan adanya udara dari
luar (mudah teroksidasi), mudah terdekomposisi dengan
adanya pemanasan, mengkristal dengan suhu rendah,
kristal tidak akan mencair sampai suhu 20ºC akan timbul
ledakan jika dicampur dengan bahan teroksidasi. Gliserol
merupakan tryhdric alcohol C2H5(OH)3 (Saputra, 2012).
2.3.3.2 Vaselin Album
Vaselin album atau yang sering disebut vaselin putih.
Vaselin album diperoleh dari pemurnian campuran
hidrokarbon semi padat, dari minyak bumi atau seluruh
warnanya dihilangkan (Kurniawan, 2009). Vaselin album
berwarna putih sampai kekuningan pucat, massa
berminyak transparan dalam lapisan tipis setelah
didinginkan pada suhu 0ºC. Kelarutan Vaselin album
adalah tidak larut dalam air, sukar larut dalam etanol,
mudah larut dalam benzena, dalam karbon disulfida,
kloroform, heksan, minyak lemak, dan minyak atsiri
(Kurniawan, 2009).
2.3.3.3 Nipagin
Nipagin atau Metil Paraben (Metil i-hidroksibenzoat)
banyak digunakan sebagai pengawet makanan dan produk
kosmetik, serta formulasi farmasi. Metil paraben dapat
digunakan sendiri atau dikombinasi dengan paraben
lainnya atau dengan agen antimikrobial lainnya. Dalam
formulasi kosmetik metil pareben biasanya digunakan
sebagai pengawet antimikrobial. Pemeriannya hablur
kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak
berbau atau berbau lemah, rasa sedikit terbakar. Kelarutan
sukar larut dalam air, dalam benzen dan dalam karbon
tetraklorida, mudah larut dalam etanol dan eter. Titik lebur
antara 125-128º C (Supriyatna, 2017).
2.3.2.4 Butil Hidroksitoluen (BHT)
BHT merupakan penangkapan radikal bebas yang paling
atraktif pada produk petroleum seperti petrokimia. Karena
sifat karsinogen yang dimilikinya, pengguaan BHT telah
dibatasi untuk produk makanan manusia. Pemerian hablur
padat, putih, bau khas lemah. Kelarutan tidak larut dalam
air dan propilenglikol, mudah larut dalam etanol, kloform
dan eter (Supriyatna, 2017).
2.3.2.5 PEG 4000
Polietilen Glikol (PEG) merupakan polimer dari etilen
oksida dan dibuat menjadi bermacam-macam panjang
rantainya. Polietilen glikol yang memiliki berat molekul
rata-rata 200, 400, dan 600 berupa cairan bening tidak
berwarna dan yang mempunyai berat molekul rata-rata
lebih dari 1000 berupa lilin putih, padat dan kepadatannya
bertambah dengan bertambahnya berat molekul. Macam-
macam kombinasi dari polietilen glikol bisa digabung
dengan cara melebur dengan memakai dua jenis atau lebih
untuk memperoleh konsistensi basis yang diinginkan, dan
sifat khasnya (Muryani, 2007).
2.3.2.6 Natrium Lauril Sulfat
Natrium Lauril Sulfat saat ini banyak digunakan sebagai
surfaktan. Berbentuk serbuk atau hablur, warna putih atau
kuning pucat, bau lemah dan khas. Kelarutannya mudah
larut dalam air, sedikit larut dalam etanol (Mawaddah,
2014).
2.3.2.7 Minyak Kelapa Murni (VCO)
Virgin Coconut Oil atau minyak kelapa murni
mengandung asam lemak rantai sedang yang mudah
diterima dan dioksidasi oleh tubuh sehingga mencegah
penimbunan di dalam tubuh. Di samping itu ternyata
kandungan atioksidan di dalam VCO pun sangat tinggi
seperti tokoferol dan betakaroten. Antioksidan ini
berfungsi untuk mencegah penuaan dini dan menjaga
vitalitas tubuh (Widiyanti, 2015). Komponen utama VCO
adalah asam lemak jenuh sekitar 90% dan asam lemak tak
jenuh sekitar 10 %. Asam lemak jenuh VCO didominasi
oleh asam laurat. VCO mengandung ± 53% asam laurat
dan sekitar 7% asam kaprilat. Keduanya merupakan asam
lemak rantai sedang yang biasa disebut Medium Chain
Fatty (MCFA). Sedangkan menurut Price (2004) VCO
mengandung 92% lemak jenuh, 6% lemak mono tidak
jenuh dan 2% lemak poli tidak jenuh (Widiyanti, 2015).
2.4 Uji Sifat Fisik Sediaan
2.4.1 Uji Organoleptis
Menurut Ayustaningwarno, (2014) pengujian organoleptik disebut
penilaian indera atau penilaian sensorik merupakan suatu cara
penilaian dengan memanfaatkan panca indera manusia untuk
mengamati tekstur, warna, bentuk, aroma, rasa suatu produk.
Pengujian organoleptik dilakukan dengan mengamati warna,
bentuk, aroma dan rasa dari sediaan LipBalm secara visual sebagai
control sediaan.
2.4.2 Uji Homogenitas
Uji Homogenitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui
tingkat tercampurnya suatu sediaan, dengan mengamati apakah
terdapat butiran yang tidak larut dalam sediaan atau tidak
(Kholisatunnisa, 2017). Pengujian homogenitas pada sediaan
dilakukan dengan cara mengamati secara visual apakah terdapat
partikel kasar atau tidak pada sediaan.
2.4.3 Uji oles
Uji oles dilakukan secara visual dengan cara mengoleskan pada
bibir kemudian mengamati banyaknya warna yang menempel pada
tekanan tertentu. Pengujian dilakukan dengan 5 kali pengolesan
(Adliani, 2012)
2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Buah Naga Merah


(Hylocereus
polyrhizus)

Pembuatan
Ekstrak Buah
Naga Merah
(Hylocereus
polyrhizus)

Formulasi LipBalm

Penambahan
Minyak Kelapa

LipBalm

Uji Sifat Fisik


LipBalm

Uji Organoleptis
Uji Homogenitas
Uji Oles

Tidak Sesuai
Sesuai

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Anda mungkin juga menyukai