Anda di halaman 1dari 24

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Buah naga atau Dragon Fruit (Hylocereus undatus )

2.1.1 Deskripsi

Buah naga atau Dragon Fruit (Hylocereus undatus) Britt & Rose/ family

Cactaccae) saat ini banyak dikembangkan di Indonesia. Terdapat empat jenis

buah naga yakni buah naga daging putih (Hylocereus undatus), buah naga

daging merah (H.polyrhizus), buah naga daging super merah (H.

costaricencis) dan buah naga kuning daging putih (Selenicerius megalanthus)

Buah naga atau dragon fruit adalah salah satu rumpun tanaman yang tergolong

dalam kelompok tanaman kaktus, memiliki ciri berbatang hijau, dengan

bentuk segitiga, dan tumbuhnya memanjat sehingga memerlukan benda lain

sebagai sarana tempat menyangga dan merambat. Bentuk buahnya lonjong,

dengan kulit buah berwarna merah jambu dan berjumbai (Trihdayah, 2013).

2.1.2 Sistematika Tumbuhan

Klasifikasi buah naga (Murtie, 2013) diperoleh sistematika buah

naga sebagai berikut:

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Cactales
Famili : Cactaceae
Genus : Hylocereus
Spesies : Hylocereus polyhizus.
8

2.1.3 Morfologi Tumbuhan

Buah naga adalah salah satu tanaman yang tergolong jenis kaktus

yang membutuhkan tempat sebagai penyangga dan tempat merambatnya

batang .Tanaman buah naga ini dapat menghasilkan buah selama

pertumbuhan hidupnya. (Murtie, 2013) Karakteritik luar dari tanaman buah

naga dapat di jabarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Bagian-bagian Buah naga merah (Dok. Pribadi, 2020).

a. Akar

Sistem perakaran pada tumbuhan buah naga adalah memiliki jenis

akar bulu yang menabur dipermukaan darat dengan ukuran 30 cm, akar

dari tanaman memiliki fungsi sebagai tempat mengabsorb dari kelompok

hara dan air sebagai komonditas pemenuhan kebutuhan hidupnya,

Sementara itu bagian dari batang pun memiliki akar yang berguna

menempelnya batang dengan tumbuhan lain atau benda lain baik pada
9

pejantan maupun penyangga. Tanaman buah naga mempunyai akar yang

istimewa pada bagian ruas batang terdapat akar udara gunanya sebagai

tempat penyerapan air dan nutrisi lainnya dari udara hingga jika tanaman

ini ditarik bakal tentu hidup.

b. Batang

Batang dari tanaman buah naga memiliki ciri bertebu-tebu yang

berbentuk uniik yaitu segitiga, dan bercorak hijau dibagian belakang

batang bersemi dan memiliki tusekan (duri) yang bercorak hitam,

berdimensi mini dan tajam.Perkembangan batang lebih condong keatas

dimana rantinya akan menjadi alas dari tempat bunga dan membentuk

buah.

c. Bunga

Bunga dari buah naga keluar dari tempat berkembangan dekat duri

yang letaknya dibelakang ranting yang bekembang. Bunga dari buah naga

akan tumbuah dan menguncup pada ± 10 minggu awal, hal tersebut juga

dapat dilihat pada tingkat kesuburan tanah dan ketinggian dari tumbuhnya

buah naga. Bulan Oktober sampai dengan febuari (Masa musim

penghujan) adalah masa dari bunga berkuncup.

d. Buah

Bentuk dari buah naga adalah bulat lonjong, bercabang pendek dan

memiliki ukuran yang cukup besar. Buahnaga merah dan buah naga putih
10

memiliki permukaan kulit yang berwarna merah, sementara buah super red

kulit luarnya memiliki corak berwarna merah kehitaman.Sedangkan kulit

buah naga buah kuning memiliki kulit luar berwarna kuning sementara

spesies dari jenis buah naga kuning memiliki kulit buah luar yang

berwarna kuning dan bagian permukaan kulit dikelilingi oleh helaian

seperti sisik yang bergantungan, selain 29 itu daging jenis lain nya adalah

buah naga berdaging putih, merah, hitam pada jenis buah naga

supermerah.

Buah naga termasuk kedalam tanaman kaktus. Penduduk Meksiko

menyebut buah naga dengan pitaya roja atau pitaya merah. Nama buah

naga atau dragon fruit mungkin disebabkan buah ini memiliki warna

merah menyala dan memiliki kulit dengan sirip hijau yang mirip dengan

sosok naga dalam imajinasi di negara Cina. Dulu masyarakat Cina kuno

sering menyajikan buah ini dengan meletakkan diantara dua ekor patung

naga diatas meja altar dan dipercaya akan mendatangkan berkah .

Kultivar aslinya tanaman ini berasal dari hutan teduh. Cara

perkembangbiakan tanaman ini bisa dengan stek atau semai biji. Paling

cocok ditanam di dataran rendah, pada ketinggian 0-350 m diatas

permukaan laut dengan kondisi tanah yang gembur, porous (tidak becek),

banyak mengandung bahan organik dan banyak mengandung unsur hara,

pH tanah 6,5-7, cukup sinar matahari dengan intensitasi sekitar 70-80%

dan bersuhu antara 26-36ºC . Tanaman mulai berbunga dan berbuah


11

setelah umur 1,5-2 tahun. Pemanenan buah dilakukan saat mencapai umur

50 hari terhitung sejak bunga mekar.

Pemanenan pada tanaman buah naga dilakukan pada buah yang

memiliki ciri-ciri warna kulit merah mengkilap, jumbai/sisik berubah

warna dari hijau menjadi kemerahan. Pemetikan buah naga dilakukan

dalam jangka waktu lima hari supaya buah tidak merekah di pokok. Buah

dipotong tangkainya dengan menggunakan pisau atau gunting .

2.1.4 Kandungan Kimia

Kulit buah naga memiliki perbandingan 30-35% dari berat

buahnya. Kulit buah naga yang biasanya hanya dianggap sebagai limbah,

mengandung banyak 4 zat yang bisa membasmi zat-zat asing yang

membahayakan tubuh.Manfaat kulit buah naga sudah dibuktikan oleh

beberapa ahli dan telah banyak diketahui oleh masyarakat. Berdasarkan

penelitian Nuruliyana et al., (2010) menyatakan kandungan total fenol

dalam kulit dan daging buah naga merah yaitu sebesar 1049,18

mgGAE/100g dan 561,76 mgGAE/100g sedangkan total flavonoid sebesar

1310,10 mg CE/100g pada kulit dan 220,28 CE/100g pada daging buah.

Kulit buah naga bisa dimanfaatkan untuk dijadikan pewarna maupun obat.

Kandungan kimia kulit buah naga diantaranya yaitu kaya polifenol,

alkaloid, terpenoid, flavonoid, tiamin, niasin, piridoksin, kabolamin,

fenolik, karoten dan fitoalbumin.


12

2.1.5 Manfaat

Buah naga selain rasanya nikmat dan segar, diyakini banyak

memberikan manfaat bagi kesehatan karena memiliki kandungan unsur-

unsur yang bermanfaaat untuk menjaga kesehatan. Bagian-bagian buah

naga terdiri dari kulit buah naga, daging buah naga dan biji buah naga.

Kulit buah naga dapat dimanfaat sebagai pewarna makanan, daging

buahnya dikonsumsi sebagai produk pangan, dan bijinya dimanfaatkan

dalam pengembangiakan bibit secara generatif (Murtie, 2013) Manfaat

lain buah naga merah yang tidak kalah pentingnya bagi kesehatan jasmani

adalah bahan antioksidan yang dikandungnya. Antioksidan adalah zat

yang bisa menghambat proses penuaan atau kematian sel atau jaringan.

Oleh karenya mengosumsi buah-buahan akan terjaga kulitnya dari keriput

dan awet muda.

2.2 Ekstraksi

2.2.1 Definisi

Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang

dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan

pelarut cair. Simplisia sebagai bahan baku yang diekstrak mengandung

senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti

serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain. Senyawa aktif yang terdapat

dalam simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri,

alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Struktur kimia yang yang berbeda-beda

akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut


13

terhadap pemanasan, udara, cahaya, logam berat, dan derajat keasaman.

Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan

mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (BPOM RI,

2000).

Ekstrak merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan

mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani

menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua

pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan

sedemikian hingga memenuhi standar yang ditetapkan (Depkes RI, 1995).

2.2.2 Proses Pembuatan Ekstrak

1. Pembuatan serbuk simplisia dan klasifikasinya

Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan

serbuk simplisia kering (penyerbukan). Simplisia dibuat serbuk

simplisia dengan peralatan tertentu sampai derajat kehalusan tertentu.

Proses penyerbukan dapat mempengaruhi mutu ekstrak. Makin halus

serbuk simplisia, proses ekstraksi makin efektif dan makin efisien,

namun makin halus serbuk, maka akan makin rumit secara teknologi

peralatan untuk tahapan filtrasi (Rivai dkk., 2014).

2. Cairan pelarut

Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut

yang baik (optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau

yang aktif, dengan demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari

bahan dan dari senyawa kandungan lainnya, serta ekstrak hanya


14

mengandung sebagian besar senyawa kandungan yang diinginkan.

Cairan pelarut dipilih dalam hal ekstrak total adalah yang melarutkan

hampir semua metabolit sekunder yang terkandung. Faktor utama

untuk pertimbangan pada pemilihan cairan penyari antara lain:

selektivitas, kemudahan bekerja dan proses dengan cairan tersebut,

ekonomis, ramah lingkungan, dan keamanan (Rivai dkk., 2014).

3. Separasi dan pemurnian

Tujuan dari tahapan separasi dan pemurnian adalah

menghilangkan (memisahkan) senyawa yang tidak dikehendaki

semaksimal mungkin tanpa berpengaruh pada senyawa kandungan yang

dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni. Proses-proses

pada tahapan separasi dan pemurnian adalah pengendapan, pemisahan

dua cairan tidak bercampur, sentrifugasi, dekantasi, filtrasi serta proses

adsorpsi dan penukar ion (Wihelmina, 2011).

4. Pemekatan atau penguapan (vaporasi dan evaporasi)

Pemekatan berarti jumlah parsial senyawa terlarut (solute)

secara penguapan pelarut tidak sampai menjadi kering, melainkan

ekstrak hanya menjadi kental atau pekat.

5. Randemen

Randemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh

dengan simplisia kering


15

2.2.3 Ekstraksi dengan Menggunakan Pelarut

1. Cara dingin

a. Maserasi

Maserasi merupakan proses pengekstrakan simplisia dengan

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada

temperatur kamar. Ekstraksi cara maserasi dapat menarik zat-zat

berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan

pemanasan.

b. Perkolasi

Perkolasi merupakan ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru

sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan

pada temperatur ruangan. Ekstraksi perkolasi membutuhkan pelarut

yang lebih banyak dibandingkan metode maserasi.

2. Cara panas

a. Refluks

Refluks merupakan ekstraksi cara panas dengan pelarut pada

temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah

pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin

balik. Refluks umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu

pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi

sempurna.

b. Soxhlet
16

Soxhlet merupakan ekstraksi cara panas menggunakan pelarut yang

selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga

terjadi ekstraksi terus menerus dengan jumlah pelarut relatif

konstan dengan adanya pendinginan balik

c. Digesti

Digesti merupakan maserasi kinetik dengan pengadukan terus

menerus pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur

ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50 oC.

d. Infus

Infus merupakan ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur

penangas air menggunakan bejana infus tercelup dalam penangas air

mendidih, temperatur terukur 96-98 oC selama waktu tertentu (15-

20 menit).

e. Dekok

Dekok merupakan infus pada waktu yang lebih lama dan

temperatur sampai titik didih air (BPOM RI, 2000).

2.3 Lotion

2.3.1 Defisini

Lotion adalah sediaan cair berupa suspensi atau dispersi yang

digunakan untuk pengobatan luar (Ditjen POM, 1979). Lotion ini dapat

berbentuk suspensi zat padat dalam bentuk serbuk serbuk halus dengan

bahan pensuspensi yang cocok atau emulsi tipe minyak dalam air dengan
17

surfaktan yang cocok. Syarat mutu untuk pelembab kulit yaitu harus

homogen dan memiliki pH 4,5-8,0 (berdasarkan SNI 16-4399-2996).

Kedua larutan yang tidak saling campur ini membutuhkan suatu

agen pengemulsi yang dapat menurunkan tegangan antarmuka kedua

larutan tersebut sehingga salah satu larutan akan terdispersi secara

sempurna ke dalam medium dispers (Allen, 2014).

Surfaktan merupakan agen pengemulsi yang memiliki nilai HLB

antara 3-6 atau 8-18. Agen pengemulsi mengurangi tegangan antar-muka

antara air dengan minyak dan energi bebas permukaan sehingga globul

fase dispers tidak bersatu. Surfaktan merupakan suatu molekul yang

memiliki gugus polar dan non polar (Allen, 2014). Agen pengemulsi

sering dikombinasikan dengan agen pengemulsi lainnya untuk

menghasilkan emulsi yang semakin stabil. Pengkombinasian agen

pengemulsi digunakan untuk menentukan nilai HLB yang dibutuhkan

emulsi (Felton, 2013).

Tipe agen pengemulsi yang digunakan mampu mempengaruhi sifat

fisik emulsi. Menurut Sheikh et al. (2005), campuran Tween 80 dan Span

80 mampu meningkatkan viskositas, memperkecil ukuran droplet, dan

meminimalisir pemisahan fase minyak dan air pada krim Haruan

dibandingkan dengan Tween 80 atau Span 80. Krim Haruan yang

menggunakan campuran Tween 80 dan Span 80 stabil selama masa

penyimpanan, 6 bulan dan stabil dalam berbagai macam suhu (5 o C, 25o C,

dan 45o C).


18

Emulsi memiliki berbagai macam tipe. Tipe emulsi yang

sederhana ada dua yaitu M/A (minyak dalam air) ketika droplet minyak

terdispersi ke dalam fase air dan A/M (air dalam minyak) ketika fase air

terdispersi ke dalam minyak. Tipe emulsi ganda terdiri dari M1/A/M2 dan

A1/M/A2, M1 maupun A1 menunjukkan fase internal sedangkan M2

maupun A2 menunjukkan fase eksternal. Biemulsi merupakan emulsi yang

memiliki 2 fase internal yang berbeda. (Nielloud et al., 2000).

Surfaktan yang memiliki nilai HLB antara 3-6 bersifat lipofilik

dan baik untuk memproduksi emulsi dengan sistem M/A, sedangkan

surfaktan yang memiliki nilai HLB antara 8-18 bersifat hidrofilik dan baik

untuk memproduksi emulsi dengan sistem A/M (Allen, 2014)

2.3.2 Sifat fisika dann kimia Lotoin

Uji stabilitas fisik dilakukan selama satu bulan dengan menyimpan

sediaan pada suhu kamar.Pada hari ke- 0, 7, 14, 21, 28 dilakukan evaluasi

organoleptis, daya sebar, viskositas, dan uji iritasi..

a. Pengujian organoleptis

Pemeriksaan organoleptis meliputi warna dan bau gel yang

diamati secara visual yang bertujuan untuk menilai parameter bau

dan warna sehingga menghasilkan sediaan yang berpenampilan baik.

b. pH

Indikator pH dicelupkan ke dalam lotion dan lihat ada di pH berapa

lotion tersebut.Hasil pembacaan dicatat. Syarat mutu pH standar


19

pelembab kulit menurut SNI 16-4399-1996 yaitu berkisar antara 4,0-

8,0(Rahayu,2016).

c. Uji daya sebar

Sebanyak 0,1 gram lotion ditimbang dan diletakkan ditengah-

tengah kaca bulat, kemudian ditutup dengan kaca bulat letakkan

diataslotion dan biarkan selama satu menit dan diukur diameter

lotion yang menyebar, ditambahkan beban seberat 50 gram di atas

kaca penutup, dan dibiarkan selama satu menit, dicatat diameter

lotion yang menyebar. Percobaan dilanjutkan dengan beban seberat

100 gram, 200 gram dan500 gram (Rahayu,2016).

d. Uji viskositas

Lotion diamati tingkat kekentalannya dari masing-masing

konsentrasi ekstrak dengan cara sediaan diukur menggunakan

viscometer Brook field LV, sediaan dimasukkan ke dalam cup,

kemudian dipasang spindle ukuran 4 dan rotor dijalankan dengan

kecepatan 30 rpm. Nilai kisaran viskositas yangdisyaratkan oleh SNI

16- 4399-1996 yaitu beradadalam kisaran nilai viskositas 2000-50000

Cp(centipoise) (Rahayu,2016)

e. Uji iritasi

Uji iritasi kulit dilakukan terhadap manusia dengan cara uji tempel

tertutup. Lotion ditimbang sebanyak 10 gram lalu dioleskan pada

lengan bagian dalam dengan diameter 2 cm, lalu di tutup dengan kain

kassa dan plester. Lihat yang timbul setelah 24 jam (Rahayu,2016)


20

2.4 Antioksidan

2.4.1 Definisi

Oksidasi terjadi setiap saat di dalam tubuh dan menghasilkan senyawa

reaktif yang disebut radikal bebas. Radikal bebas dapat memicu kerusakan

sistem metabolisme dan memicu timbulnya penyakit degeneratif. Senyawa

yang mampu menetralisir radikal bebas yaitu antioksidan. Beberapa enzim

dalam tubuh yang mampu menetralisir radikal bebas diantaranya Super Oxide

Dismutase (SOD), gluthatione dan katalase. Antioksidan juga bisa diperoleh

dari makanan yang kaya kandungan vitamin, mineral, fenol dan senyawa

bioaktif. Peranan antioksidan sangat penting dalam meredam efek radikal

bebas yang berkaitan erat dengan terjadinya penyakit degeneratif seperti

tekanan darah tinggi, jantung koroner, diabetes dan kanker yang didasari oleh

proses biokimiawi dalam tubuh (Hamid et al., 2010).

Kapasitas antioksidan dan aktivitas antioksidan memiliki makna yang

berbeda. Kapasitas antioksidan merupakan pengukuran efisiensi konversi

termodinamika dari senyawa oksidan selama bereaksi dengan senyawa

antioksidan sedangkan aktivitas antioksidan merupakan kinetika reaksi antara

senyawa antioksidan dan radikal bebas yang ditangkap. Metode pengukuran

antioksidan dibagi menjadi dua yaitu metode transfer elektron (ET assay) dan

metode transfer atom hidrogen (HAT assay). Metode ET meliputi 2.2-

diphenyl-1pycrilhidrazil (DPPH), Ferric Reducing Antioxidant Power

(FRAP), Cupric Reducing Antioxidant Capacity (CUPRAC), dan Trolox-

Equivalent Antioxidant Capacity (TEAC). Metode HAT meliputi Oxygen


21

Radical Absorbance Capacity (ORAC), 2.2’-azobis(2-amidinopropane)

hydrochloride (AAPH), dan Total peroxyl radical-Trapping Antioxidant

Parameter (TRAP) (Mardikasari dkk., 2018).

Mekanisme kerja antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertama

merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom

hidrogen. Antioksidan yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut

sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen

secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk lebih

stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan

lebih stabil dibanding radikal lipida. Fungsi kedua merupakan fungsi

sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai

mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan

pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih stabil (Shebis et al., 2013).

Produksi radikal bebas yang tidak terkendali dapat menyebabkan

kerusakan makromolekul seperti lemak, protein, DNA, dan penyakit

degeneratif seperti diabetes militus, kerusakan syaraf, inflamasi, dan kanker

(Valko et al., 2007). Terlebih lagi, kerusakan beberapa bahan pangan juga

disebabkan karena proses oksidasi lemak sehingga menyebabkan bau tengik.

Oleh karena itu, dalam industri pangan biasanya ditambahkan bahan

antioksidan sintesis seperti BHT, BHA, TBHQ, dan PG untuk mencegah

proses oksidasi. Namun demikian, penggunaan antioksidan sintetik harus

mengikuti peraturan karena bisa memicu timbulnya penyakit tertentu (Sharma

et al., 2009).
22

Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa peptida dari hasil

hidrolisis sumber biota laut memiliki aktivitas antioksidan diantaranya cumi-

cumi, kerang, ikan tuna, ikan alaska, belut dan ikan sebelah. Peptida-peptida

dari hasil hidrolisis protein mampu mendonorkan atom hidrogen dan muatan

proton sehingga mampu menghambat laju proses oksidasi (Vo et al., 2011).

1. Metode Penentuan Aktivitas Antioksidan

Beberapa metode penentuan aktivitas antioksidan antara lain metode

DPPH, metode ABTS (2,2-Azinobis (3-etilbenzotiazolin)–6–asam

sulfonat), metode TBA (asam 2-tiobarbiturat), metode FRAP (ferric

reducing ability), metode CUPRAC (cupric ion reducing antioxidant

capacity), dan metode ORAC (oxygen radical absorbance capacity).

a. Uji Free Radical Scavanger

Aktivitas antioksidan suatu senyawa dapat diukur dari

kemampuannya menangkap radikal bebas. Radikal bebas yang biasa

digunakan sebagai model dalam mengukur daya penangkapan radikal

bebas adalah DPPH. DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang

stabil sehingga apabila digunakan sebagai pereaksi dalam uji

penangkapan radikal bebas cukup dilarutkan. Jika disimpan dalam

keadaan kering dengan kondisi penyimpanan yang baik akan stabil

selama bertahun-tahun. DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang

dapat bereaksi dengan atom hidrogen yang berasal dari suatu antioksidan

membentuk DPPH tereduksi (Ghosal & Mandal, 2012). Metode DPPH

merupakan metode yang sering digunakan untuk penentuan aktivitas


23

antioksidan dengan penggunaan radikal bebas DPPH yang stabil dan

memiliki warna ungu yang ditunjukkan oleh pita absorpsi dalam pelarut

metanol pada panjang gelombang sekitar 515-520 nm. Radikal bebas

DPPH bersifat peka terhadap cahaya, oksigen, dan pH tetapi bersifat

stabil dalam bentuk radikal sehingga mungkin dilakukan pengukuran

aktivitas antioksida. Radikal bebas DPPH dapat menangkap atom

hidrogen dari komponen aktif ekstrak yang dicampurkan, kemudian

bereaksi menjadi bentuk tereduksinya seperti terlihat pada Gambar 4.

A H
N N H A

NO2 NO2 NO2

NO2 NO2

Gambar 4. Reaksi DPPH dengan Antioksidan (Molyneux, 2004).

Berdasarkan reaksi tersebut, senyawa antioksidan (AH) melepas

atom hidrogen menjadi radikal senyawa antioksidan (A•). DPPH yang

merupakan radikal bebas direaksikan dengan senyawa antioksidan dan

menjadi DPPH bentuk tereduksi (DPPH2) (Molyneux, 2004). Radikal

bebas DPPH yang memiliki elektron tidak berpasangan memberikan warna

ungu. Warna akan berubah menjadi warna kuning saat elektronnya

berpasangan. Pengurangan intensitas warna yang terjadi berhubungan

dengan jumlah elektron DPPH yang menangkap atom hidrogen. Sehingga

pengurangan intensitas warna mengindikasikan peningkatan kemampuan

antioksidan untuk menangkap radikal bebas (Ozyurt et al., 2011).


24

Metode DPPH melibatkan pengukuran penurunan serapan DPPH

pada panjang gelombang maksimal antara 515 nm - 517 nm, yang

sebanding terhadap konsentrasi penghambat radikal bebas yang

ditambahkan ke larutan reagen DPPH. Aktivitas antioksidan dapat

dinyatakan dengan satuan persen inhibisi (Ghosal et al., 2012). Rumus %

Absorbansi kontrol - Absorbansi sempel


Inhibisi = x 100 %
A bs orbansi kontrol

Absorbansi blanko yang digunakan adalah absorbansi larutan

DPPH. Berdasarkan rumus tersebut, semakin tinggi tingkat dekolorisasi

(absorbansi semakin kecil) maka semakin tinggi nilai aktivitas

penangkapan radikal bebas.

Aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dinyatakan dengan

Inhibition Concentration 50% atau IC50 yaitu konsentrasi sampel yang

dapat menghambat aktivitas DPPH sebanyak 50%. Semakin kecil nilai

IC50 maka semakin tinggi aktivitas antioksidan. Tabel 1 merupakan kriteria

tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH.

Nilai IC50(ppm) Kriteria


<50 Sangat kuat
50-100 Kuat
101-250 Sedang
251-500 Lemah
>500 Tidak memiliki antioksiadan

Tabel 3. Kriteria antioksidan dengan metode (Mamelona et al., 2007)

Perhitungan nilai (Antioxidant Activity Index) AAI digunakan untuk


mengetahui index aktivitas antioksidan dengan rumus:
25

NILAI AAI = Kosentrasi DPPH (ppm)


IC (ppm)
50

Menurut Scherer & Godoy (2009) aktivitas antioksidan berdasarkan

nilai (Antioxidant Activity Index) AAI. Menurut Faustino et al. (2010)

dikatakan lemah sebagai antioksidan jika nilai AAI < 0.5, aktivitas

antioksidan sedang jika 0,5 < AAI < 1.0, aktivitas antioksidan kuat 1.0 <

AAI < 2.0 dan aktivitas antioksidan sangat kuat jika nilai AAI > 2.0.

b. Uji ABTS

Asam 2,2’-Azinobis(3-etilbenzatiazolin)-6-sulfonat (ABTS)

merupakan substrat dari peroksidase, di mana ketika dioksidasi dengan

kehadiran akan membentuk senyawa radikal kation. ABTS merupakan

senyawa larut air dan stabil secara kimia. Kemampuan relatif antioksidan

untuk mereduksi ABTS dapat diukur dengan spektrofotometri pada

panjang gelombang 734 nm. Hasil pengukuran dengan spektrofotometer

selanjutnya dibandingkan dengan standar baku antioksidan sintetik, yaitu

trolox yang merupakan analog vitamin E larut air. Hasil perbandingan ini

diekspresikan sebagai TEAC (Trolox Equivalent Antioxidant Activity).

TEAC adalah konsentrasi (dalam milimolar) larutan trolox yang memiliki

efek antioksidan ekuivalen dengan 1,0 mm larutan zat uji. TEAC

mencerminkan kemampuan relatif dari antioksidan untuk menangkap

radikal ABTS dibandingkan dengan trolox (Molyneux, 2004).

c. Uji TRAP

Pengujian TRAP atau Total Radical-Trapping Antioxidant

Parameter bekerja berdasarkan pengukuran konsumsi oksigen.


26

Pengukuran serum TRAP berdasarkan penentuan lamanya waktu yang

diperlukan oleh serum uji untuk dapat bertahan dari oksidasi buatan

(Ozyurt et al., 2011).

d. Uji FRAP

Metode FRAP (Ferric Reducing Antioxidant Power) bekerja

berdasarkan reduksi dari analog ferroin, kompleks menjadi kompleks yang

berwarna biru intensif oleh antioksidan pada suasana asam. Hasil

pengujian diinterpretasikan dengan peningkatan absorbansi pada panjang

gelombang 593 nm dan dapat disimpulkan sebagai jumlah (dalam

mikromolar) ekuivalen dengan antioksidan standar (Sharma & Bhat, 2009)


27

2.5 Kerangka Pemikiran

Buah naga atau dragon fruit(Hylocereus undatus) adalah salah


satu rumpun tanaman yang tergolong dalam kelompok tanaman
kaktus, memiliki ciri berbatang hijau, dengan bentuk segitiga,
dan tumbuhnya memanjat sehingga memerlukan benda lain
sebagai sarana tempat menyangga dan merambat

Kulit buah naga bisa dimanfaatkan untuk dijadikan pewarna maupun


obat. Kandungan kimia kulit buah naga diantaranya yaitu kaya polifenol,
alkaloid, terpenoid, flavonoid, tiamin, niasin, piridoksin, kabolamin,
fenolik, karoten dan fitoalbumin

Lotion adalah sediaan cair berupa suspensi atau dispersi yang


digunakan untuk pengobatan luar . Lotion ini dapat berbentuk suspensi zat
padat dalam bentuk serbuk serbuk halus dengan bahan pensuspensi yang
cocok atau emulsi tipe minyak dalam air dengan surfaktan yang cocok.
Syarat mutu untuk pelembab kulit yaitu harus homogen dan memiliki pH
4,5-8,0 (berdasarkan SNI 16-4399-2996).

Formulasi sediaan Lotion

Evaluasi

Organolepti
Viskositas pH Iritasi Kulit
Viskositas
Uji aktifitas antioksidan

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran


28

2.6 Hipotesis pada penelitian adalah

1. Formulasi lotion dari ekstrak kulit buah naga (Hylocereus undatus)

dapat mempunyai aktivitas antiksidan yang baik serta evaluasi sesuai

standar.

2.6 Penelitian Relevan

Tabel 2.1. Penelitian Relevan


Nama &
Judul Hasil Publikasi
Tahun
Mardikasar Formulasi dan Uji Hasil Evaluasi kestabilan Jurnal
i dkk Stabilitas Lotion dari sebelum cycling test Sains Vol.3
(2017) Ekstrak Etanol Daun menunjukkan bahwa No.2 (2017)
Jambu Biji (Psidium keseluruhan formula lotion
guajava L.) Sebagai yang dibuat sebelum
Antioksidan cycling test adalah stabil
yaitu Konsistensi kental
dan homogen; pH berkisar
antara 6,55-6,8 (sesuai
dengan SNI untuk pH
kulit); daya sebar sediaan
berkisar antara 4,7-6,9; dan
viskositas berkisar antara
2200-4000 (sesuai dengan
SNI untuk viskositas
sediaan lotion). Sedangkan
setelah cycling test
menunjukkan bahwa
formula lotion tidak stabil
secara fisik dengan
konsistensi sediaan yang
berubah menjadi
cenderung lebih cair,
viskositas sediaan
mengalami penurunan, pH
sediaan mengalami
penurunan yang signifikan
Yanty & Ekstrak Kulit Buah Hasil F1 (3%), F2 (5%), F3 Edu Masda
Siska Naga Merah (7%). Pembuatan lotio Journal Vol.
(2017) (Hylocereus Polyrhizus) dilakukan dengan cara 2 / No. 2 /
Sebagai Antioksidan mencampurkan fase September
(2018)
Dalam Formulasi minyak ke dalam air. Hasil
Sediaan Lotio uji fisik menunjukkan ada
29

perubahan organoleptik
pada F1, F2 dan F3 setelah
observasi selama 4
minggu. Hasil rata-rata uji
pH selama empat minggu
memenuhi lotio
persyaratan mulai dari 4,5-
8. F1 dengan rata-rata 6,5,
F2 dengan rata-rata 7,25,
F3 dengan rata-rata 7,5.
Hasil uji viskositas
diperoleh F1 0,5, F2, F3
dan F4 0.
Fujiastutik Formulasi dan Uji Hasil penelitian Jurnal
& Kristiani Stabilitas Mekanik Hand menunjukkan konsentrasi Farmasi
dkk (2019) and Body Lotion Sari sari buah tomat tidak Indonesia
Buah Tomat berpengaruh pada Vol 16 (1)
2019
(Licopersicon karakteristik fisik sediaan
esculentum Mill.) H&B lotion dengan nilai
sebagai Antioksidan signifikansi > 0,05. Hasil
uji stabilitas mekanik
semua formula
menunjukkan terjadinya
peristiwa creaming. H&B
lotion sari buah tomat
mempunyai aktivitas
antioksidan dengan nilai
IC50 pada formula I
sebesar 5,697 µg/mL,
formula II sebesar6,530
µg/mL, dan formula III
sebesar 5,106 µg/mL
dengan nilai signifikansi
0,00 < 0,05. Hal ini berarti
konsentrasi sari buah tomat
berpengaruh pada aktivitas
antioksidan.
30

Anda mungkin juga menyukai