Anda di halaman 1dari 26

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Buah Naga Super Merah
Buah naga termasuk dalam keluarga kaktus yang batangnya berbentuk
segitiga dan tumbuh memanjat. Batang tanaman ini mempunyai duri pendek
dan tidak tajam. Bunganya seperti terompet putih bersih, terdiri atas
sejumlah benang sari berwarna kuning. Buah naga merah berbentuk bulat
lonjong seperti nanas yang memiliki sirip warna kulitnya merah jambu
dihiasi sulur atau sisik seperti naga (Panjuantiningrum, 2009). Kulit buah
berwarna merah bersisik, daging buah bertekstur lunak, bertabur biji kecilkecil, dengan berat buah sekitar 500 gram per buah (Soedarya, 2013).
Tanaman yang berasal dari Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan
bagian utara ini sudah lama dimanfaatkan buahnya untuk dikonsumsi dalam
keadaan segar. Tanaman ini merupakan tanaman memanjat yang secara
morfologi termasuk tanaman tidak lengkap karena tidak memiliki daun yang
hanya memiliki akar, batang, cabang, bunga, buah, dan biji (Kristanto,
2009). Buah naga memiliki beberapa jenis, antara lain Hylocereus undatus
dengan kulit merah dan daging buah putih, Hylocereus polyrhizus dengan
kulit merah dan daging merah keunguan, Hylocereus costaricensis dengan
daging buahnya lebih merah, dan Selenicereus megalanthus dengan kulit
buah yang kuning tanpa sisik (Panjuantiningrum, 2009).

Gambar 2.1. Buah Naga Super Merah (Hylocereus costaricensis)


(Sumber: CV. Wana Bekti Handayani)

Buah naga termasuk dalam kelompok tanaman kaktus atau famili


Cactaceae dan subfamili Hylocereanea. Adapun klasifikasi buah naga
tersebut adalah :
Divisi
: Spermathophyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi
: Angiospermae (biji tertutup)
Kelas
: Dicotyledonae (berkeping dua)
Ordo
: Cactales
Famili
: Cactaceae
Subfamili
: Hylocereanea
Genus
: Hylocereus
Spesies
: costaricensis (daging merah) (Kristanto, 2009).
Akar tumbuhan buah naga tidak hanya tumbuh di pangkal batang di
dalam tanah tetapi juga pada celah-celah batang, yang berfungsi sebagai alat
pelekat sehingga tumbuhan dapat melekat atau memanjat tumbuhan lain
atau pada tiang penyangga. Akar pelekat ini dapat juga disebut akar udara
atau akar gantung yang memungkinkan tumbuhan tetap dapat hidup tanpa
tanah atau hidup sebagai epifit (Winarsih, 2007). Perakaran tanaman buah
naga sangat tahan dengan kekeringan dan tidak tahan genangan yang cukup
lama. Kalaupun tanaman ini dicabut dari tanah, ia masih hidup terus sebagai
tanaman epifit karena menyerap air dan mineral melalui akar udara yang ada
pada batangnya (Kristanto, 2009).
Batang tanaman buah naga mengandung air dalam bentuk lendir dan
berlapiskan lilin bila sudah dewasa. Warnanya hijau kebiru-biruan atau
ungu. Batang tersebut berukuran panjang dan bentuknya siku atau segitiga.
Batang dan cabang ini juga berfungsi sebagai daun dalam proses asimilasi.
Itulah sebabnya batang dan cabangnya berwarna hijau. Batang dan cabang
mengandung kambium yang berfungsi untuk pertumbuhan tanaman
(Kristanto, 2009).
Bunga tanaman buah naga berbentuk seperti terompet, mahkota bunga
bagian luar berwarna krem dan mahkota bunga bagian dalam berwarna
putih bersih sehingga pada saat bunga mekar tampak mahkota bunga
berwarna krem bercampur putih. Bunga memiliki sejumlah benang sari (sel
kelamin jantan) yang berwarna kuning. Bunga buah naga tergolong bunga
hermaprodit, yaitu dalam satu bunga terdapat benangsari (sel kelamin
7

jantan) dan putik (sel kelamin betina). Bunga muncul atau tumbuh di
sepanjang batang di bagian punggung sirip yang berduri. Sehingga dengan
demikian, pada satu ruas batang tumbuh bunga yang berjumlah banyak dan
tangkai bunga yang sangat pendek (Cahyono, 2009).
Buah naga tergolong buah batu yang berdaging dan berair. Bentuk
buah bulat agak memanjang atua bulat agak lonjong. Kulit buah ada yang
berwarna merah menyala, merah gelap, dan kuning, tergantung dari
jenisnya. Kulit buah agak tebal, yaitu sekitar 3-4mm. Di sekujur kulitnya
dihiasi dengan jumbai-jumbai menyerupai sisik-sisik ular naga. Oleh karena
itu, buahnya disebut buah naga. Berat buah beragam berkisar antara 80-500
gram, tergantung dari jenisnya. Daging buah berserat sangat halus dan di
dalam daging buah bertebaran biji-biji hitam yang sangat banyak dan
berukuran sangat kecil. Daging buah ada yang berwarna merah, putih, dan
hitam, tergantung dari jenisnya. Daging buah bertekstur lunak dan rasanya
manis sedikit masam (Cahyono, 2009).
Biji buah naga sangat banyak dan tersebar di dalam daging buah.
Bijinya kecil-kecil seperti biji selasih. Biji buah naga dapat langsung
dimakan

tanpa

mengganggu

kesehatan.

Biji

buah

naga

dapat

dikecambahkan untuk dijadikan bibit (Winarsih, 2007).


Jenis buah naga yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis buah
naga super merah (Hylocereus costaricensis) karena memiliki kadar gula
sekitar 13-150Briks. Buah naga super merah lebih mudah dibudidaya dan
lebih populer karena daging buahnya yang bewarna lebih merah dibanding
jenis lainnya. Aktivitas antioksidan pada minuman fermentasi buah naga
super merah sebesar 42,5474%, hasil ini lebih tinggi dibanding dengan
aktivitas antioksidan pada produk sirup dari ekstrak daging buah naga
dengan aktivitas antioksidan sebesar 19,04% (Annas, 2011).
Buah naga super merah mempunyai kandungan serat yaitu 0,7-0,9
gram/100gram. Selain mencegah kolesterol, kandungan serat pada buah
naga sangat bermanfaat dalam sistem pencernaan. Buah naga terkenal
sebagai salah satu sumber betakaroten. Betakaroten termasuk dalam

provitamin A. Provitamin A di dalam tubuh akan diubah menjadi vitamin A


yang sangat berguna dalam proses penglihatan. Buah naga juga
mengandung kalium, zat besi, dan protein. Kalium dalam jumlah cukup
berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Zat-zat tesebut juga baik
untuk meningkatkan daya penglihatan dan mencegah hipertensi. Selain itu,
karoten pada buah naga juga dapat berfungsi untuk menetralkan toksik pada
tubuh. Kandungan nutrisi buah naga dapat dilihat pada Tabel 2.1. Buah
naga mengandung sejumlah air, kadar gula, karbohidrat, asam, protein,
serat, kalsium, fosfor, magnesium, dan vitamin C.
Tabel 2.1. Kandungan Nutrisi Sari Buah Naga Super Merah
Nutrisi
Kandungan
Kadar gula
13-15 0Briks
Air
90,20%
Karbohidrat
11,5 g
Asam
0,139 g
Protein
0,53 g
Serat
0,71 g
Kalsium
134,5 mg
Fosfor
8,7 mg
Magnesium
60,4 mg
Vitamin C
9,4 mg
Sumber: Annas (2011).

Pada umumnya buah naga dikonsumsi dalam bentuk segar. Saat ini
konsumsi buah naga di masyarakat cukup besar karena telah diketahui
bahwa buah ini memiliki kandungan air dan mineral yang cukup banyak.
Buah naga ini juga dapat diolah menjadi berbagai produk seperti jelly, ice
cream, sari buah, sirup, manisan, selai, dan wine (Ide, 2009).
2. Sari Buah
Sari buah adalah salah satu produk olahan buah-buahan yang telah
lama dikenal. Kandungan gizinya yang tinggi, rasanya yang menyegarkan
serta timbulnya kesadaran masyarakat akan arti pentingnya kesehatan
mendorong berkembangnya industri sari buah buah-buahan sebagai
pengganti minuman bersoda, kopi, atau teh. Industri sari buah buahbuahan tropis termasuk berkembang pesat beberapa tahun terakhir dengan
laju mencapai 20% per tahun (Iriani dkk., 2005).

Produk minuman sari buah (fruit juice) menurut SNI (1995) adalah
minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau
tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM HK00.05.52.4040 Tahun 2006
tentang Kategori Pangan mengatur definisi dan karakteristik dasar sari buah
adalah cairan yang diperoleh dari bagian buah yang dapat dimakan yang
dicuci, dihancurkan, dan dijernihkan, dengan atau tanpa pasteurisasi dan
dikemas untuk dapat dikonsumsi langsung. Sedangkan menurut Muchtadi
(1997), sari buah merupakan cairan jernih atau agak jernih, tidak
difermentasi, diperoleh dari pengepresan buah-buah yang telah matang dan
masih segar.
Tahap-tahap pengolahan sari buah secara umum adalah pemilihan dan
penentuan

kematangan

homogenisasi,

buah,

penyaringan,

pencucian

deaerasi,

dan

pengawetan,

sortasi,
dan

ekstraksi,
pembotolan

(Makfoeld, 1982). Proses pembuatan sari buah pada prinsipnya terdiri dari
ekstraksi, klarifikasi, deaerasi, pengemasan, dan pasteurisasi. Ekstraksi yang
baik dapat menghindarkan tercampurnya kotoran dan jaringan buah
sehingga flavornya tetap terjaga (Muchtadi, 1997). Hasil ekstraksi pada
buah merupakan suspensi dari partikel-partikel yang berasal dari pulp buah
tersebut. Partikel-partikel yang tersuspensi ini terdiri dari protein,
polisakarida, lemak, pektin, dan beberapa pigmen dalam buah tersebut.
Adanya proses ekstraksi pada pembuatan sari buah menyebabkan partikel
tersuspensi termasuk pektin yang menyebabkan kekeruhan pada sari buah
akan mengendap (Eskin et al., 1971). Kekeruhan sari buah dari hasil
pengepresan disebabkan oleh bahan-bahan penyusun sel buah yang tertahan
sebagai suspensi dan ada kecenderungan mengendap apabila pengadukan
dihentikan (Scoot dan Veldhius, 1965).
Menurut Pratiwi (2009), beberapa merk produk sari buah komersial
yang beredar dipasaran memiliki karakteristik yang berbeda pada nilai total
padatan terlarut, viskositas, dan pH. Ketiga variabel tersebut dapat dijadikan

10

acuan dalam sari buah yang dapat diterima dan disukai masyarakat. Data
karakterisasi sari buah komersial dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Data Karakterisasi Sari Buah Komersial
Sari Buah Komersial
pH
TPT (0Brix)
Buavita (Jeruk)
4,03
10,4
Country Choice (Jeruk)
4,19
13,0
Nutri Sari (Jeruk)
4,02
11,6
Country Choice (Guava) 4,16
10,2
Country Choice (Apel)
4,00
14,2
Jungle Juice (Sirsak)
3,36
12,4
Jungle Juice (Guava)
3,43
12,2
Berri (Mangga)
3,77
13,4
Berri (Guava)
3,77
11,0
Berri (Jeruk)
3,77
10,5

Viskositas (cP)
2,31
2,90
2,18
3,40
1,77
6,61
5,22
3,27
3,62
1,77

Sumber: Pratiwi (2009)

Satuhu

(1994) menjelaskan bahwa

perdagangan

internasional

membedakan produk sari buah berdasarkan kandungan total padatan terlarut


(TPT) dan kandungan sari buah murninya. Dari pengolahan ini dikenal fruit
syrup, crush, squash, cordial, unsweetened juice, ready served fruit
beverage, nectar, dan fruit juice concentrate. Pembagian tersebut dapat
dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Pembagian Produk Sari Buah berdasarkan Total Padatan Terlarut
dan Kandungan Sari Buah Murni
Produk sari buah
%TPT
%Sari buah murni
Fruit syrup
65
25
Crush
55
25
Squash
40
25
Cordial
30
25
Unsweetened juice
Alami
100
Ready served fruit beverage
10
5
Nectar
15
20
Fruit juice concentrate
32
100
Sumber: Satuhu (1994).

Menurut SNI (1995), syarat mutu untuk beberapa sari buah (sari buah
jeruk tidak beku, sari buah anggur, sari buah nanas, sari buah apel) memiliki
nilai maksimum total padatan terlarut (TPT) tidak lebih dari 200Brix.
Sedangkan TPT minuman sari buah secara umum menurut SNI (1999)
adalah 100Brix dengan nilai pH maksimal 4. Menurut Maier et al., (1997),

11

kisaran pH pada sari buah antara 3,7-4 masih dapat diterima panelis.
Viskositas pada beberapa sari buah komersial di pasaran berkisar antara
1,77-6,61 cP (Pratiwi, 2009).
Faktor-faktor

yang mempengaruhi

komposisi

sari

buah

erat

hubungannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi buah itu


sendiri seperti faktor genetik, tingkat kematangan, cara penanaman, dan
faktor lingkungan pertumbuhan tanaman tersebut. Buah-buahan yang akan
diproses menjadi sari buah hendaknya merupakan buah varietas tertentu dan
berasal dari daerah penanaman yang sama. sedangkan faktor yang
mempengaruhi cita rasa sari buah adalah perbandingan antara gula dan
asam, jenis dan jumlah komponen volatil, serta jenis vitamin (Pollard dan
Timberlike, 1974 dalam Hulme, 1971). Menurut Tressler dan Joslyn (1961),
buah yang digunakan dalam pembuatan sari buah harus memenuhi mutu
baik secara fisik maupun tingkat kematangan. Buah tersebut harus matang,
utuh, tidak memar, kulit tidak sobek, dan bebas dari infeksi serangga
maupun kapang.
Menurut Ashurst (1995) tahapan pengolahan sari buah secara umum
meliputi:
a. Sortasi
Sortasi yaitu pemilihan dan penentuan kematangan buah, buah
yang digunakan dalam pembuatan sari buah adalah buah yang memiliki
mutu yang baik ditinjau dari segi fisik maupun tingkat kematangan yaitu
tidak memar, kulit tidak sobek, dan bebas dari infeksi serangga maupun
kapang. Untuk mendapatkan sari buah yang baik dipilih buah yang
masak karena kandungan total padatan terlarut (TPT) dan total asam
dalam buah akan semaikin meningkat seiring dengan semakin
meningkatnya derajat kematangan buah, sedangkan kandungan total
gulanya akan semakin menurun (Kusumawati, 2008).

12

b. Pengupasan
Pengupasan bertujuan untuk menghilangkan bagian buah yang
tidak dikehendaki (undesirable) maupun bahan yang tidak berguna atau
tidak dapat dimakan (unedible).
c. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan salah satu cara pemisahan komponen dari
suatu bahan dasarnya, biasanya dilakukan dengan penekanan antara
fraksi cairan dan ampasnya, dengan atau tanpa menggunakan air yang
menghasilkan puree buah (Hariyadi, 2000).
d. Klarifikasi
Menurut Potter (1968), klarifikasi bertujuan untuk menghilangkan
sisa pulp dari sari buah dengan cara penyaringan (filtrasi), pengendapan,
atau sentrifugasi. Sari buah yang tidak dimurnikan akan berakibat
terjadinya pengendapan partikel-partikel pulp setelah sari buah
dibotolkan, hal ini tidak diinginkan karena akan menurunkan penerimaan
konsumen.
e. Pasteurisasi
Pasteurisasi bertujuan untuk membunuh mikroba patogen sehingga
produk yang dihasilkan memiliki daya simpan yang lebih lama.
Pasteurisasi biasanya dilakukan pada suhu 60-650C selama 30 menit atau
75-800C selama 15-20 detik (Ashurst, 1995).
f. Pengemasan
Setelah diperoleh sari buah hasil pasteurisasi, dilakukan hot filling
yang merupakan metode pengisian sari buah ke dalam botol kemasan
(Ashurst, 1995).
g. Penyimpanan
Sari buah yang telah dibotolkan kemudian dilakukan penyimpanan.
Penyimpanan biasanya dilakukan dalam alat pendingin sehingga produk
dapat bertahan lebih lama. Menurut Pollard dan Timberlake (1974)
dalam Hulme (1971), suhu penyimpanan yang ideal bagi sari buah adalah
1,67-4,440C.

13

Sari buah naga merupakan minuman siap saji yang kaya gizi. Produk
minuman sari buah naga dibuat melalui proses penghancuran buah naga.
Dalam pembuatan sari buah naga, digunakan jenis buah naga yang mempunyai
kandungan sari buah yang tinggi (Soedarya, 2013).
3. Klarifikasi Sari Buah
Menurut Rosaeka (2008), sari buah yang diperoleh biasanya masih
mengandung partikel padat, sehingga perlu dihilangkan agar mendapatkan
sari buah yang jernih. Penghilangan dapat dilakukan dengan penyaringan.
Pemisahan dengan didiamkan beberapa waktu akan terjadi pengendapan
padat karena adanya gaya gravitasi partikel padat, kemudian dapat diambil
bagian jernihnya. Selain itu, penyaringan dapat dilakukan dengan
menggunakan kain atau kertas saring. Beberapa cara yang digunakan untuk
penjernihan sari buah, antara lain:
a. Penambahan enzim
Perlakuan penambahan enzim dapat membantu proses penjernihan
sari buah. Enzim yang digunakan adalah pektinase, yaitu enzim yang
memecah pektin, suatu substrat polisakarida yang ditemukan di dinding
sel tumbuhan. Salah satu pektinase yang banyak digunakan secara
komersial adalah poligalakturonase. Hal ini karena pektin merupakan
suatu matriks mirip jeli yang merekatkan sel-sel tumbuhan dan
merekatkan antar dinding sel tumbuhan seperti selulosa. Oleh karenanya,
enzim ini berperan dalam proses yang melibatkan degradasi bahan yang
berasal dari tumbuhan. Penambahan enzim pektin membantu penjernihan
dalam 2 cara yaitu:
1) Enzim pektin menyebabkan koagulasi dan sedimentasi bahan-bahan
tersuspensi dan kandungan koloid yang terdapat dalam sari buah,
2) Penambahan enzim memperkecil viskositas sari buah dan sebagai
akibatnya mempermudah dan mempercepat filtrasi. Perlakuan
penambahan pektinase digunakan untuk memisahkan pektin yang
tidak dikehendaki. Depektinisasi memiliki dua pengaruh yaitu

14

mendegradasi pektin terlarut yang kental dan juga menyebabkan


agregasi partikel keruh (Madden, 2000).
b. Perlakuan gelatin
Sejumlah larutan gelatin ditambahkan kedalam sari buah, maka
akan terbentuk presipitasi flokulan. Endapan tersebut akan membawa
partikel-partikel yang tersuspensi didalam sari buah ikut mengendap
(karena BM lebih besar). Sehingga akan diperoleh supernatan, yaitu sari
buah dengan kenampakan yang jernih.
c. Sentrifugasi
Sentrifugasi sari buah dilakukan dengan cara memasukkan sari
buah kedalam mangkok berputar (spining bowl) yang berputar dengan
kecepatan 15.000 rpm. Sehingga akan terpisah antara sari buah yang
jernih dan endapannya.
d. Perlakuan panas
Pemanasan pendahuluan ini dilakukan pada suhu 82,2-850C dalam
waktu yang relatif singkat. Kemudian didinginkan secara cepat, lalu
disaring

atau

disentrifugasi

untuk

memisahlkan

partikel

yang

terkoagulasi. Namun cara penjernihan ini dapat merusak flavor dan


aroma dari sari buah yang dibuat karena produk sari buah mengalami dua
kali pemanasan.
e. Tekanan
Tekanan dilakukan dengan filter continuous atau rotary presses.
Hasil sari buah akan meningkat sampai 20% tergantung pada umur dan
varietas buah. Untuk memperoleh sari buah yang jernih membutuhkan
proses pemisahan suspensi partikel. Pemisahan dapat dilakukan dengan
hanya menyaring partikel, namun ternyata beberapa pektin terlarut ada
yang bertahan dalam sari buah dan membuat sari buah menjadi
viskositasnya terlalu tinggi untuk di saring dengan cepat.
Penjernihan sari buah pertama kali dan sebagian besar adalah dengan
perlakuan pemberian pektinase. Sedangkan cara tradisional dalam sari buah
proses adalah penghancuran dan penekanan pulp. Sari buah yang baru saja

15

diberi tekanan press cairannya kental dan banyak kabut fragmen dinding sel
dan fragmen kompleks lainnya. Pemberian pektinase pada sari buah yang
berkabut keruh menurunkan viskositas dan menyebabkan partikel penyebab
keruh teragregasi dalam unit yang banyak sehingga endapannya dapat
dengan mudah dipisah dengan sentrifugasi atau ultrafiltrasi. Penjernihan
dengan pektinase memisah suspensi partikel dan membuat produk menjadi
lebih terang. Kejernihan tersebut dapat diketahui dengan alat pengukur
turbidity (Byarugaba, 2008).
Pengukuran nilai pH merupakan salah satu parameter untuk
mengetahui perubahan tingkat keasaman suatu produk (Winarno dan
Wirakartakusumah, 1974). Produk sari buah yang mempunyai tingkat
keasaman tinggi (nilai pH 4,5-5) dapat dipasteurisasi pada suhu antara 1601650F atau 71,1-73,90C (Cruess, 1971). Nilai pH mempengaruhi
pembentukan gel oleh pektin. Pektin dapat membentuk gel pada kondisi
asam tinggi (pH menurun) sehingga menyebabkan meningkatnya kestabilan
sari buah. Ketika pH terlalu tinggi (semakin basa), maka akan terjadi
pemecahan pektin oleh enzim metil esterase akan menyebabkan kekentalan
dan konsistensi sari buah menurun serta menjadi tidak stabil (Pollard dan
Timberlake, 1971).
Total padatan terlarut menunjukkan kandungan bahan-bahan yang
terlarut dalam larutan. Komponen yang terkandung dalam buah terdiri atas
komponen-komponen yang larut air, seperti glukosa, fruktosa sukrosa, dan
protein yang larut air (pektin). Menurut Susanto (1986) yang dikutip oleh
Yusuf (2002), sebagian besar perubahan total padatan pada minuman ringan
adalah gula. Semakin tinggi konsentrasi penstabil, semakin tinggi total
padatan terlarutnya. Total padatan terlarut meningkat karena air bebas diikat
oleh bahan penstabil sehingga konsentrasi bahan yang larut meningkat.
Semakin banyak partikel yang terikat oleh bahan penstabil maka total
padatan yang terlarut juga akan semakin meningkat dan mengurangi
endapan yang terbentuk. Dengan adanya bahan penstabil maka partikelpartikel yang tersuspensi akan terperangkap dalam sistem tersebut dan tidak

16

mengendap oleh pengaruh gaya gravitasi (Potter dan Hotchkiss, 1995 dalam
Kusumah, 2007).
Derajat brix adalah zat padat kering yang terlarut dalam suatu larutan
yang dihitung sebagai sukrosa. Derajat brix ini merupakan satuan total
padatan terlarut. Derajat brix ini mempengaruhi karakter sari buah lainnya
seperti viskositas dan transmitasi dari sari buah, dimana semakin tinggi
0

Brix maka viskositas dan transmitasi juga semakin tinggi. Pengujian 0Brix

ini menggunakan alat refraktometer yang memiliki prinsip kerja dengan


melewatkan cahaya. Pada penelitian Kareem dan Adebowale (2007)
menunjukan peningkatan sari buah

Brix setelah penambahan enzim

pektinase, dan semakin besar konsentrasi penambahan enzim 0Brix sari


buah jeruk terus meningkat walau tidak signifikan. Peningkatan nilai 0Brix
ini dikarenakan terjadi depolimerisasi pektin oleh enzim pektinase sehingga
menambah jumlah padatan terlarut pada sari buah. Pektin terdepolimerisasi
mengakibatkan meningkatnya gula sederhana sari buah sehingga 0Brix sari
buah semakin meningkat (Sari dkk., 2012).
Penambahan pektinase pada proses klarifikasi dapat meningkatkan
hasil atau rendemen sari buah buah, menurunkan viskositas sari buah dan
mendegradasi struktur gel (Pedrolli et al., 2009). Viskositas sari buah
merupakan salah satu karakter sari buah pada industri sari buah viskositas
akan mempengaruhi hasil rendemen sari buah. Viskositas yang semakin
kecil atau rendah maka akan mudah melalui proses filtrasi sehingga
rendemen sari buah akan meningkat. Pektin berpengaruh terhadap viskositas
sari buah, pektin membuat viskositas sari buah tinggi karena pektin
merupakan polisakarida terlarut dan memiliki kapasitas ikat air yang tinggi,
sehingga viskositas sari buah juga tinggi (Sato et al., 2006). Penambahan
enzim pektinase dapat menurunkan viskositas sari buah dan memperbanyak
rendemen

sari

buah.

Hal

tersebut

dikarenakan

pektinase

dapat

menghidrolisis protopektin dan pektin menjadi rantai yang lebih pendek


seperti galakturonat sehingga kapasitas ikat airnya akan berkurang (Sato et
al., 2006) dan penurunan tersebut membuat air yang terikat menjadi bebas

17

dilepaskan pada sistem sehingga viskositas menurun (Lee et al., 2006).


Menurut Staindby (1977), nilai viskositas yang meningkat disebabkan
partikel-partikel tersuspensi dalam sari buah naga seperti pektin dan air
berikatan dengan kompleks protein dengan adanya penambahan bahan
penstabil.
Menurut penelitian Kareem (2007) dengan pemberian konsentrasi
enzim 1% dapat memberikan hasil optimum sebesar 97% pada sari buah
jeruk, sedangkan viskositas sari buah menurun sebanding dengan
peningkatan konsentrasi enzim pektinase. Hasil juga menunjukkan terjadi
penurunan viskositas sebesar 51% pada sari buah jeruk dengan pemberian
enzim pektinase. untuk keasaman ditinjau dari nilai pH sari buah maka sari
buah dengan penambahan enzim pektinase sebanyak 2% dapat menurunkan
pH dari 3,8 menjadi 3,54, setiap semakin banyak konsentrasi pektinase yang
ditambahkan maka pH semakin menurun. Pada penelitian ini juga meneliti
total asam yang ada pada sari buah jeruk yang paling dominan adalah asam
sitrat, total asam ini merupakan faktor penting yang menentukan kualitas
sari buah. Total asam yang ditunjukan pada penelitian ini semakin
meningkat, yaitu dari 0,038gram/100gram setelah ditambah pektinase
dengan konsentrasi 0,5% menjadi 0,047gram/100gram
Penelitian yang dilakukan Kalistyatika dkk. (2014) menunjukan
bahwa enzim poligalakturonase yang diaplikasikan pada sari buah jeruk
keprok Garut dapat menurunkan viskositas, menaikan nilai transmitasi dan
menurunkan total padatan terlarut pada sari buah jeruk keprok Garut. Pada
penelitian Tariq dan Latif (2012) meneliti pengaruh penambahan enzim
pektinase dengan beberapa variasi konsentrasi pada sari buah jeruk dan
menunjukan hasil enzim pektinase mampu menghidrolisis pektin pada sari
buah jeruk menjadi asam galakturonat. selain itu semakin konsentrasi
meningkat semakin banyak pektin yang terhidrolisis.
Pentingnya pengujian transmitasi dikarenakan transmitasi merupakan
bagian dari cahaya yang diteruskan melalui larutan. Tingkat kejernihan
larutan tersebut ditentukan oleh luas permukaan % transmitan, semakin

18

jernih larutan maka akan semakin besar nilai transmitasinya (Ananta, 1991).
Sari buah yang mengandung pektin akan memiliki karakter yang keruh
sehingga nilai transmitasinya rendah. Dengan pengujian transmitasi pada
sari buah dapat dilihat bagaimana pengaruh dari pektinase untuk
memperbaiki karakter sari buah dari kecerahan sari buah tersebut. Pektinase
dapat meningkatkan nilai transmitasi dengan mekanisme pemotongan
pektin, pada penelitian Widowati dkk, (2013) bahwa penambahan enzim
dapat meningkatkan nilai % transmitasinya.
Sari buah dapat dijernihkan dengan menghilangkan bahan pektik
koloidal yang larut, yakni dengan menambahkan enzim pektinolitik ke
dalam sari buah dan membiarkan hasil campuran tersebut sampai seluruh
komponen senyawa koloidal pektik tersebut menggumpal. Setelah disaring
akan dihasilkan sari buah yang jernih (Winarno, 2010). Karakteristik sari
buah naga super merah cenderung keruh karena banyak padatan terlarut,
kental, dan sedikit asam. Masalah yang timbul dalam pembuatan sari buah
naga super merah adalah adanya kekentalan sari buah naga super merah
yang dapat mengganggu proses filtrasi dan mengurangi hasil rendemen sari
buah naga super merah sehingga diperlukan proses klarifikasi. Salah satu
proses

klarifikasi

yang

dapat

dilakukan

adalah

dengan

enzim

poligalakturonase. Enzim poligalakturonase memiliki kelebihan dalam


mengklarifikasi sari buah dengan menghidrolisis asam pektat secara acak
menjadi asam galakturonat dan tidak menghasilkan residu metoksil
dibandingkan dengan enzim pektinesterase yang menghasilkan residu
metoksil (Satyawiharja, 1982). Enzim poligalakturonase menghidrolisis
ikatan glikosidik pektat dengan mekanisme pemisahan, memiliki sifat
thermostable, optimum pH 3-6 serta memiliki nilai Km rendah (Reza,
2007). Depolimerisasi pektin dengan poligalakturonase dapat menurunkan
viskositas sari buah dan memberikan aroma buah matang karena
poligalakturonase bekerja pada asam poligalakturonat (Pedrolli et al., 2009;
Walter, 1991). Dari penelitian yang telah dilakukan Aliaa et al., (2010),
enzim Pectinex CLEAR (dari Aspergillus aculeatus dan Aspergillus niger)

19

pada konsentrasi 0,09% dan Pectinex Ultra SP-L (dari Aspergillus niger)
pada konsentrasi 0,1% terbukti meningkatkan karakteristik fisikokimia yang
mengarah pada sari buah dengan hasil yang lebih tinggi, keasaman tinggi,
total padatan terlarut yang lebih tinggi, dan meningkatkan kejernihan serta
kenampakan warna sari buah. Perlakuan enzimatik juga mengurangi pH dan
viskositas sari buah. Selain itu juga meningkatkan komponen gizi dalam sari
buah seperti protein, karbohidrat, dan jumlah polifenol. Penelitian ini
menunjukkan pengaruh aplikasi pektinase pada komposisi kimia, vitamin C,
dan jumlah polifenol. Penggunaan pektinase sebagai alat bantu pengolahan
dalam produksi sari buah terbukti menjadi langkah penting dalam rangka
meningkatkan efisiensi seluruh sistem.
Proses klarifikasi juga dapat dilakukan dengan penambahan gelatin.
Gelatin berasal dari jaringan kolagen kulit hewan dan memiliki sifat mudah
terdispersi dalam air. Konsentrasi gelatin yang direkomendasikan dalam
produk minuman sari buah antara 0,5-1,5% (Koswara, 1992). Gelatin dapat
digunakan sebagai penjernih ketika gelatin tersebut didenaturasi. Denaturasi
merupakan suatu perubahan struktur sekunder, tersier, dan kuartener
terhadap molekul protein, tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan
kovalen. Denaturasi protein dapat disebabkan oleh panas, pH, senyawa
kimia (urea dan garam guanidia), mekanik, dan sebagainya. Pemekaran atau
pengembangan molekul protein yang terdenaturasi akan membuka gugus
reaktif yang ada pada rantai polipeptida. Selanjutnya akan terjadi pengikatan
kembali pada gugus reaktif yang sama atau yang berdekatan. Bila unit
ikatan yang terbentuk cukup banyak sehingga protein tidak lagi terdispersi
sebagai suatu koloid, maka protein tersebut mengalami koagulasi. Dengan
berkoagulasi gelatin dapat menjernihkan sari buah dengan menyerap
kandungan-kandungan yang dapat menyebabkan sari buah keruh seperti
tanin (Winarno, 1992). Menurut Belitz dan Grosch (1986), gelatin memiliki
gugus amino yang mampu membentuk senyawa kompleks dengan cara
mengikat pektin pada sari buah. Pektin mengandung gugus metil ester yang
bermuatan negatif sedangkan gugus amino pada gelatin bermuatan positif

20

yang kemudian berikatan membentuk senyawa kompleks sehingga mampu


mencegah terjadinya pengendapan.
Menurut Khalil (2013), klarifikasi enzimatik sari buah dengan
menambahkan 0,01% gelatin telah mengurangi setengah waktu klarifikasi
sari buah. Peningkatan konsentrasi enzim dan gelatin menyebabkan
peningkatan nilai %T690. Hal ini disebabkan karena peningkatan
konsentrasi enzim telah menyebabkan paparan molekul bermuatan positif
(partikel) yang lebih tinggi tertarik oleh molekul-molekul bermuatan negatif
dan menyebabkan pembentukan flok. Namun, peningkatan konsentrasi
gelatin yang induksi menyebabkan afinitas partikel lebih menempel
sehingga mereka akan menempel satu sama lain dan membuat mereka
cukup berat untuk tenggelam di dasar oleh gaya gravitasi. Hal ini dapat juga
melihat bahwa pada konsentrasi enzim yang sama (25 IU) dengan gelatin
(0,01%) telah memberikan hasil yang baik (p <0,05) untuk klarifikasi sari
buah (% nm T690). Produksi sari buah komersial tidak dianjurkan dengan
konsentrasi gelatin yang berlebihan karena gelatin dianggap menjadi
penyebab utama munculnya kabut setelah pembotolan. Selain itu, risiko
kabut oleh gelatin bebas dalam sari buah diperlukan setidaknya 10 kali lebih
gelatin dari dosis optimum untuk klarifikasi. Penggunaan pektinase dan
gelatin bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam klarifikasi sari buah
daripada menggunakan enzim saja.
4. Enzim Poligalakturonase
Enzim merupakan protein. Enzim juga disebut sebagai biokatalisator
karena dihasilkan dari jaringan hidup dan memiliki fungsi untuk
meningkatkan laju reaksi dalam jaringan (Montgomery et al., 1993).
Sebagai biokatalisator dalam meningkatkan laju reaksi, enzim dapat
mempercepat laju reaksi hingga 1010-1020 kali lebih cepat dibandingkan
reaksi kimiawi tanpa menggunakan enzim (Muchtadi dkk., 1990).
Salah satu enzim yang dapat digunakan dalam industri pangan adalah
enzim pektinase, yang digunakan untuk industri sari buah buah. Pektinase
adalah nama umum dari kelompok enzim yang menghidrolisis ikatan

21

glikosidik pada polimer pektat (Rangarajan, 2010) atau merupakan enzim


yang berperan dalam degradasi substansi pektin (Heerd et al., 2012).
Menurut Oyeleke (2012), pektinase merupakan enzim komersial yang dapat
merusak pektin (substrat polisakarida) dengan cara memecah asam
poligalakturonat menjadi asam monogalakturonat melalui pelepasan ikatan
glikosidik. Pedrolli et al., (2009) menjelaskan selain mengatalisis degradasi
zat pektat (pektin) melalui depolimerisasi (hidrolase dan liase), pektinase
juga dapat merombak zat pektat (pektin) tersebut melalui reaksi
diesterifikasi (esterase).
Berdasarkan titik pemotongannya pada pektin, enzim pektinase dibagi
ke dalam tiga kelompok, yaitu pektin esterase, poligalakturonase, dan pektin
liase yang dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Tipe Pektinase Berdasarkan Titik Pemotongannya


Keterangan : (a) R = H untuk Poligalakturonase (PG) dan CH3 untuk
Polimetilgalakturonase (PMG); (b) Pektinesterase (PE); (c) R = H untuk
Pektat Liase (PGL) dan CH3 untuk Pektin Liase (PL).
Poligalakturonase adalah kelompok enzim yang mendepolimersasi
asam pektin dengan memutus ikatan glikosida melalui reaksi hidrolisis.

22

Enzim ini tersusun sekitar 376 asam amino. Membentuk struktur 10 betaheliks paralel yang sisi aktifnya pada paralel beta-sheet satu pada strands ke
4,5,6,7 dan 8 pada E carotovora sp. Enzim ini mempunyai sisi aktif berupa
asam amino Aspartat, Histidin, Glutamat, Lisin, Arginin, dan Treonin.
Enzim poligalakturonase bekerja menghidrolisis ikatan glikosidik pektat
dengan mekanisme pemisahan. Enzim poligalakturonase memiliki sifat
thermostable (tahan suhu tinggi) yaitu antara 400C-600C serta optimum pada
pH 3-6. Prinsip kerja enzim poligalakturonase yaitu menghidrolisis
ikatan glikosidik (-1,4-glikosidik) pada substansi pektin membentuk Dgalakturonat. Poligalakturonase merupakan kelompok enzim glikosilhidrolase.

Kelompok

enzim

hidrolase

poligalakturonase dapat bekerja

polimetilgalakturonase

dan

pada pola endo maupun ekso.

Endopoligalakturonase (EC 3.2.1.15) dan endo polimetilgalakturonase


mengkatalisis

pemotongan

poligalakturonase

(EC

substrat

3.2.1.67)

secara
dan

ekso

acak,

sedangkan

ekso

polimetilgalakturonase

mengkatalisis hidrolisis pemotongan substrat non reduksi pada ujung rantai


sehingga pada beberapa kondisi memproduksi monogalakturonat atau
digalakturonat (Pedrolli et al., 2009).
Enzim merupakan komponen integral dari proses manufaktur sari
buah modern. Fungsi utamanya adalah untuk meningkatkan ekstraksi sari
buah dari bahan baku, meningkatkan efisiensi pengolahan (menekan,
pengendapan padat atau penghapusan), dan menghasilkan produk akhir
yang jelas dan menarik secara visual. Ekstraksi sari buah dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai proses mekanis, yang dapat dicapai melalui
ekstraksi difusi, sentrifugasi, extraktor sari buah, penghancur buah, dan
dengan berbagai jenis penekan lainnya. Perlakuan enzimatik sebelum
ekstraksi mekanik secara signifikan meningkatkan pemulihan sari buah
dibandingkan dengan proses ekstraksi lainnya. Hidrolisis enzimatik dinding
sel meningkatkan hasil ekstraksi, mengurangi gula, kandungan bahan
terlarut kering, dan kandungan asam galakturonat dan keasaman produk.
Degradasi enzimatik dari biomaterial tergantung pada jenis enzim, waktu

23

inkubasi, suhu inkubasi, konsentrasi enzim, agitasi, pH dan penggunaan


kombinasi enzim yang berbeda. Penggunaan enzim seperti selulase,
pektinases, amilase, dan kombinasi dapat memberikan hasil yang lebih baik
(Sharma, et al., 2014).
Aplikasi enzim pektinase sangat luas, mencakup industri pangan dan
non-pangan, pektinase dapat digunakan pada proses ekstraksi dan klarifikasi
sari buah dan wine, ekstraksi minyak, flavor, dan pigmen dari tanaman,
untuk pengolahan serat selulosa dalam pembuatan linen, goni (jute), dan tali
rami (hemp), sebagai salah satu bahan yang dapat diterapkan dalam
produksi oligogalakturonida yang digunakan sebagai komponen pangan
fungsional, dan membantu proses fermentasi kopi (Phutela et al., 2005).
Pektinase juga berfungsi untuk pemecahan substansi pektin. Pemecahan
substansi pektin oleh pektinase akan menurunkan viskositas sari buah yang
kaya akan pektin kasar, memperpendek waktu penekanan (press-time), dan
meningkatkan laju alir sari buah (juice flow) (Heerd et al., 2012), selain itu
pektinase dapat juga digunakan untuk melunakkan dinding sel dan dapat
meningkatkan rendemen ekstrak dari buah sehingga enzim pektinase
menjadi salah satu enzim penting pada industri pangan (Oyeleke, 2012).
Salah satu karakteristik enzim yang perlu dipelajari adalah kinetika
enzim, berupa parameter Km dan Vmaks. Dalam reaksi enzim dikenal
kecepatan reaksi hidrolisis, penguraian atau reaksi katalisasi lain yang
disebut velocity (V). Harga V dari suatu reaksi enzimatis akan meningkat
dengan bertambahnya konsentrasi substrat [S], akan tetapi setelah [S]
meningkat lebih lanjut

akan sampai pada kecepatan yang tetap. Pada

konsentrasi enzim tetap (tertentu) harga V hampir linier dengan [S]. Pada
kondisi dimana V tidak dapat bertambah lagi dengan bertambahnya [S]
disebut kecepatan maksimum (Vmaks). Vmaks merupakan

salah

satu

parameter kinetika enzim. Parameter kinetika enzim yang lain adalah


konstanta Michaelis-Menten (Km). Km merupakan konsentrasi substrat
yang separuh dari lokasi aktifnya telah terisi, yaitu bila kecepatan reaksi
enzim telah mencapai Vmaks. Nilai Km dapat digunakan dalam

24

menentukan ukuran afinitas enzim-substrat (E-S), yang merupakan suatu


indikator kekuatan ikatan kompleks E-S atau suatu tetapan keseimbangan
untuk disosiasi kompleks E-S menjadi E dan S. Nilai Km kecil berarti
kompleks E-S mantap, afinitas enzim tinggi terhadap substrat, sedangkan
bila Km besar maka afinitas enzim terhadap substrat rendah (Putra, 2009).
5. Gelatin
Dalam pembuatan sari buah keruh, bahan penstabil akan dapat
mempertahankan kondisi keruh tersebut dengan mencegah pemisahan antara
cairan dengan endapan partikel padat dalam sari buah tersebut. Beberapa
bahan yang termasuk dalam bahan penstabil adalah gelatin, gum arab,
karagenan, CMC, pektin, dan kitosan (Makfoeld, 1982).
Gelatin adalah suatu jenis protein yang diekstraksi dari jaringan
kolagen kulit, tulang atau ligamen (jaringan ikat) pada hewan. Pembuatan
gelatin merupakan salah satu upaya untuk mendayagunakan limbah tulang
yang biasanya tidak terpakai dan dibuang di rumah pemotongan hewan.
Penggunaan gelatin dalam industri pangan terutama ditujukan untuk
mengatasi permasalahan yang timbul khususnya dalam penganekaragaman
produk (Fauzia, 2007).
Gelatin adalah derivat protein dari serat kolagen yang ada pada kulit,
tulang, dan tulang rawan. Susunan asam aminonya hampir mirip dengan
kolagen, dimana glisin sebagai asam amino utama dan merupakan 2/3 dari
seluruh asam amino yang menyusunnya, 1/3 asam amino yang tersisa diisi
oleh prolin dan hidroksiprolin. Di samping bentuk hidroksiprolin, terdapat
juga dalam bentuk 2-hidroksiprolin atau 3-hidroksiprolin dalam jumlah
kecil (0,26%). Gelatin tidak mengandung triptofan dan hanya mengandung
sedikit tirosin dan sistin. Sifat yang dimiliki oleh gelatin tergantung pada
jenis asam-asam amino penyusunnya. Beberapa sifat yang dimilki oleh
gelatin adalah dapat berubah secara reversible dari bentuk sol ke bentuk gel,
membengkak atau mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film,
mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid.
Gelatin mengandung 19 asam amino yang dihubungkan dengan ikatan

25

peptida membentuk rantai polimer yang panjang. Komposisi asam amino


gelatin bervariasi tergantung pada sumber kolagen tersebut, spesies hewan
penghasil dan jenis kolagen. Perbedaan gelatin dan kolagen selain terletak
pada kandungan triptofan dan tirosin yaitu gelatin mempunyai sifat mudah
larut dan mudah dicerna sedangkan kolagen tidak. Oleh karena itu gelatin
dapat dipakai sebagai sumber protein dalam makanan, tetapi hanya berperan
sebagai suplementasi sebab gelatin kurang mengandung asam amino yang
cukup. Gelatin larut dalam air, asam asetat dan pelarut alkohol seperti
gliserol, propilen glikol, sorbitol dan manitol, tetapi tidak larut dalam
alkohol, aseton, karbon tertraklorida, benzen, petroleum eter dan pelarut
organik lainnya. Pada kondisi tertentu juga larut dalam campuran aseton-air
dan alkohol-air. Gelatin mudah larut pada suhu 71,10C dan cenderung
membentuk gel pada suhu 48,90C. Gelatin dapat digunakan sebagai
penjernih, seperti untuk menjernihkan minuman sari buah buah. Gelatin
juga menyerap kandungan-kandungan yang dapat menyebabkan bahan
minuman ini menjadi berembun sehingga menimbulkan kesan kotor pada
wadahnya (Widyasari, 2007).
Fungsi gelatin yaitu sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel,
sebagai pengemulsi, dan penjernih pada sari buah. Penggunaan gelatin
kurang lebih 0,5% dapat digunakan untuk mengentalkan sari buah dan
mencegah pengapungan ampas buah selama penyimpanan, memberi rupa
yang lebih jernih dan lebih cerah, menghasilkan tekstur yang diinginkan.
Gelatin mempunyai gugus karboksil, maka viskositas larutan gelatin
dipengaruhi oleh pH larutan (Winarno, 1986).
Berat molekul gelatin rata-rata berkisar antara 15.000-250.000.
Menurut Chaplin (2005), berat molekul gelatin sekitar 90.000 sedangkan
rata-rata berat molekul gelatin komersial berkisar antara 20.000-70.000.
Gelatin terbagi menjadi dua tipe berdasarkan

perbedaan proses

pengolahannya, yaitu tipe A dan tipe B. Dalam pembuatan gelatin tipe A,


bahan baku diberi perlakuan perendaman dalam larutan asam sehingga
proses ini dikenal dengan sebutan proses asam. Sedangkan dalam

26

pembuatan gelatin tipe B, perlakuan yang diaplikasikan adalah perlakuan


basa. Proses ini disebut proses alkali (Utama, 1997). Standar mutu gelatin
dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Gelatin larut dalam air, asam asetat dan pelarut alkohol seperti
gliserol, propilen glycol, sorbitol dan manitol, tetapi tidak larut dalam
alkohol, aseton, karbontetraklorida, benzen, petroleum eter dan pelarut
organik lainnya. Menurut Norland (1997), gelatin mudah larut pada suhu
71,10C dan cenderung membentuk gel pada suhu 48,90C. Sedangkan
menurut Montero, et al. (2000) dalam Hidayat (2008), bahwa pemanasan
yang dilakukan untuk melarutkan gelatin sekurang-kurangnya 490C atau
biasanya pada suhu 60-700C.
Tabel 2.4. Standar Mutu Gelatin
Karakteristik
Warna
Bau, rasa
Kadar air
Kadar abu
Logam berat
Arsen
Tembaga
Seng
Sulfit

Syarat
Tidak berwarna
Normal (dapat diterima konsumen)
16% (Maks)
3,25% (Maks)
50 mg/kg (Maks)
2 mg/kg (Maks)
30 mg/kg (Maks)
100 mg/kg (Maks)
1000 mg/kg (Maks)

Sumber : SNI (1995).

Gelatin memiliki sifat dapat berubah secara reversible dari bentuk


sol ke gel membengkak atau mengembang dalam air dingin, dapat
membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat
melindungi sistem koloid (Parker, 1982). Menurut Utama (1997), sifat-sifat
seperti itulah yang membuat gelatin lebih disukai dibandingkan bahanbahan lain seperti gum xantan, karagenan, dan pektin. Sifat permukaan
gelatin didasarkan pada kenyataan bahwa rantai samping gelatin, seperti
halnya protein yang lain, memiliki gugus yang bermuatan dan bagian
tertentu dari rangkaian kolagen mengandung asam amino hidrofobik dan
hidrofilik. Bagian hidrofobik dan hidrofilik dapat berpindah di permukaan,
sehingga mengurangi tegangan muka larutan. Pada saat yang sama, gelatin

27

memiliki beberapa sifat melindungi stabilitas permukaan yang dibentuk.


Sifat multifungsi dari gelatin ini digunakan dalam produksi dan stabilisasi
buih dan emulsi (Hidayat, 2008).
Penambahan gelatin sebagai bahan penstabil pada sari buah
dimaksudkan untuk membentuk suatu cairan dengan kekentalan yang stabil
dan homogen tetapi tidak mengendap dalam waktu yang relatif lama.
Gelatin sebagai bahan penstabil lebih efektif dari pada gum arab dalam
mempertahankan mutu sari buah selama penyimpanan (Sopandi, 1989
dalam Dedi, 2002). Namun demikian, konsentrasi yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan pengendapan. Viskositas akan meningkat sebanding dengan
peningkatan konsentrasi. Gelatin mampu mempertahankan kekeruhan dan
mencegah pengendapan pada produk sari buah dengan peningkatan
viskositas. Viskositas meningkat disebabkan karena terjadi pengikatan
antara partikel-partikel endapan pada sari buah yaitu pektin dengan gugus
amino pada gelatin. Pektin mengandung gugus metil ester yang bermuatan
negatif, sedangkan gugus amino pada gelatin bermuatan positif sehingga
berikatan membentuk senyawa kompleks yang stabil dan membentuk
struktur gel. Penggunaan gelatin sebesar 0,1%-5% akan mempengaruhi
karakteristik produk pangan seperti jelly, susu, sari buah, mayonaise,
yoghurt, es krim dan lain-lain (Belizt dan Grosch, 1986).
Gelatin merupakan penstabil alami yang berasal dari jaringan kolagen
kulit hewan. Gelatin memiliki sifat lebih mudah terdispersi dalam air.
Penggunaan konsentrasi yang terlalu tinggi akan menyebabkan sari buah
menjadi kental, sedangkan jika konsentrasi kurang maka akan terbentuk
endapan. Konsentrasi gelatin yang direkomendasikan dalam produk
minuman sari buah yaitu 0,5-1,5% (Koswara, 1992). Sejumlah larutan
gelatin ditambahkan ke dalam sari buah, maka akan terbentuk presipitasi
flokulan.

Endapan

tersebut

akan

membawa

partikel-partikel

yang

tersuspensi di dalam sari buah ikut mengendap (karena BM lebih besar).


Sehingga akan diperoleh supernatan, yaitu sari buah dengan kenampakan
yang jernih (Rosaeka, 2008).

28

Semakin tinggi konsentrasi penstabil, semakin tinggi total padatan


terlarutnya. Total padatan terlarut meningkat karena air bebas diikat oleh
bahan penstabil sehingga konsentrasi bahan yang larut meningkat. Semakin
banyak partikel yang terikat oleh bahan penstabil maka total padatan yang
terlarut juga akan semakin meningkat dan mengurangi endapan yang
terbentuk. Dengan adanya bahan penstabil maka partikel-partikel yang
tersuspensi akan terperangkap dalam sistem tersebut dan tidak mengendap
oleh pengaruh gaya gravitasi (Potter dan Hotchkiss, 1995 dalam Kusumah,
2007). Gelatin mampu mengikat sejumlah partikel-partikel yang berada
dalam sari buah. Pembentukan gel gelatin terjadi karena pengembangan
molekul gelatin akibat pemanasan. Panas akan membuka ikatan-ikatan
molekul gelatin dan gugus hidrofobik dari protein gelatin berada di
permukaan, sedangkan gugus hidrofiliknya berada di dalam serta terjadi
ikatan antara gugus COO-, NH3+, dan H2O sehingga membentuk ikatan
silang pada molekul gelatin sehingga cairan yang awalnya bebas menjadi
terperangkap di dalam struktur tersebut (Belizt dan Grosch, 1986).
Gelatin bersifat hidrofilik sehingga akan menyerap air pada sari
buah sehingga terjadi pembengkakan. Air yang sebelumnya terdapat di luar
granula dan bebas bergerak, dengan adanya gelatin maka kandungan air
pada sari buah tidak dapat bergerak dengan bebas sehingga terjadi
peningkatan viskositas (Fennema, 1996). Menurut Staindby (1977), nilai
viskositas yang meningkat disebabkan partikel-partikel tersuspensi dalam
sari buah naga seperti pektin dan air berikatan dengan kompleks protein
dengan adanya penambahan bahan penstabil.

29

B. Kerangka Berpikir

C. merah
Buah naga super
(Hylocereus costaricensis)
mengandung zat bioaktif
dan serat pangan

Berpotensi dalam pembuatan sari


buah karena industri sari buah
berkembang pesat dengan laju 20%
per tahun

Limbah kulit
jeruk keprok
Garut

Limbah
sayuran

Isolasi bakteri pektinolitik

Buah naga merah


(Hylocereus
polyrhizus)

Klarifikasi dengan kitosan


dan gelatin

Dipilih gelatin
Enzim poligalakturonase
termostabil
Dipilih konsentrasi terbaik
1% dan 1,5%

Kendala kekeruhan dan kental karena


adanya pektin

Memerlukan klarifikasi

Metode klarifikasi: sentrifugasi,


filtrasi, gelatin, dan enzim

Dipilih isolat
AR2
Ditentukan konsentrasi
0,09% dan 0,1%

Klarifikasi sari buah menggunakan


enzim poligalakturonase isolat AR2
konsentrasi 0,09% dan 0,1% serta
gelatin konsentrasi 1% dan 1,5%

Gambar 2.3 Kerangka Berfikir

30

D. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah, enzim poligalakturonase yang
diperoleh dari limbah kulit jeruk keprok Garut dan sayuran yaitu isolat AR2
pada konsentrasi 0,09% dan 0,1% dengan gelatin pada konsentrasi 1% dan
1,5% dapat berperan pada klarifikasi sari buah naga super merah (Hylocereus
costaricensis), yaitu untuk menurunkan nilai pH, total padatan terlarut,

menurunkan nilai viskositas, dan meningkatkan nilai transmitasi pada sari buah
naga super merah sehingga diperoleh sari buah naga super merah dengan
kenampakan yang jernih dan viskositas yang rendah.

31

Anda mungkin juga menyukai