Anda di halaman 1dari 90

2

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK CONE ES KRIM DENGAN METODE AKSELERASI MODEL KADAR AIR KRITIS

HILDA DASA INDAH

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Pendugaan Umur Simpan Produk Cone Es Krim dengan Metode Akselerasi Model Kadar Air Kritis adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011

Hilda Dasa Indah C34060088

RINGKASAN HILDA DASA INDAH. C34060088. Pendugaan Umur Simpan Produk Cone Es Krim dengan Metode Akselerasi Model Kadar Air Kritis. Dibimbing oleh ANNA CAROLINA ERUNGAN dan BUSTAMI IBRAHIM. Pencantuman tanggal kadaluarsa pada kemasan pangan menjadi informasi yang penting ketika suatu produk akan dipasarkan guna menjaga keamanan pangan bagi konsumen. Hal ini didukung dan dipertegas dalam Undang-undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996 dan Peraturan Pangan (PP) Nomor 69 Tahun 1999 tentang label dan iklan pangan yang menyatakan bahwa setiap industri pangan wajib mencantumkan waktu atau tanggal kadaluarsa pada setiap kemasan produk. Pencantuman informasi tanggal kadaluarsa merupakan jaminan produsen pangan kepada konsumen bahwa hanya produk bermutu baik saja yang dipasarkan dan produk tersebut aman untuk dikonsumsi sebelum tercapai waktu kadaluarsa. Waktu kadaluarsa suatu produk pangan dapat ditentukan melalui uji pendugaan umur simpan. Umur simpan adalah selang waktu antara bahan pangan mulai diproduksi hingga tidak dapat diterima lagi oleh konsumen karena adanya penyimpangan mutu. Pendugaan umur simpan secara akselerasi dengan pendekatan model kadar air kritis umumnya cocok digunakan untuk menentukan umur simpan produk-produk kering dimana perubahan kadar air menjadi kriteria kadaluarsa. Cone es krim merupakan produk kering yang memiliki tekstur renyah, parameter kerenyahan ini sangat terkait dengan kadar air produk. Peningkatan kadar air pada produk pangan kering dapat menyebabkan tekstur produk menjadi lembek/tidak renyah, sehingga produk tersebut tidak layak lagi untuk dikonsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk menduga umur simpan produk cone es krim dengan fortifikasi tepung tulang dan tepung ikan patin melalui pendekatan kadar air kritis. Kerusakan utama produk cone es krim ditentukan melalui survei yang berupa penyebaran kuesioner pada 30 orang konsumen. Hasil survei menunjukkan bahwa 63% dari 30 orang konsumen memilih parameter tekstur yang menjadi parameter paling berpengaruh terhadap kerusakan produk cone es krim. Tekstur merupakan parameter kritis yang sangat mendukung pendugaan umur simpan produk cone es krim. Perubahan tekstur menjadi lembek/tidak renyah akan menyebabkan penurunan mutu produk cone krim. Produk cone es krim yang dikemas dengan plastik OPP (oriented polipropilen) dan disimpan pada RH 90% memiliki umur simpan selama 76 hari untuk produk cone tepung tulang dan 74 hari untuk produk cone tepung ikan. Umur simpan kedua produk ini dihitung melalui persamaan Labuza. Perbedaan umur simpan produk cone es krim tepung tulang dengan cone es krim tepung ikan disebabkan oleh perbedaan nilai kadar air awal, kadar air kesetimbangan, dan kadar air kritis dari masing-masing produk. Umur simpan kedua produk akan semakin menurun dengan semakin meningkatnya RH penyimpanan. Oleh karena itu, sebaiknya konsumen menyimpan produk cone es krim pada suhu ruang dan dalam kondisi kering, sehingga tidak terjadi peningkatan nilai RH yang dapat mempercepat penurunan mutu produk.

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK CONE ES KRIM DENGAN METODE AKSELERASI MODEL KADAR AIR KRITIS

HILDA DASA INDAH

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Judul Skripsi : Pendugaan Umur Simpan Produk Cone Es Krim dengan Metode Akselerasi Model Kadar Air Kritis Nama NRP : Hilda Dasa Indah : C34060088

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Ir. Anna C. Erungan, MS NIP: 196207081986032001

Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc NIP: 196111011987031002

Mengetahui, Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, Mphil. NIP. 195805111985031002

Tanggal lulus:

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pendugaan Umur Simpan Produk Cone Es Krim dengan Metode Akselerasi Model Kadar Air Kritis. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada : 1. Ir. Anna Carolina Erungan, MS dan Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl, Biol selaku dosen penguji, atas segala saran dan pengarahan yang diberikan kepada penulis. 3. Ir. Djoko Poernomo selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan nasehat, pengarahan, motivasi dan saran selama penulis menjalani perkuliahan. 4. Ayah dan ibu tercinta yang selalu memberi dukungan baik moral dan materiil. Serta kakak dan adik tersayang yang selalu mengingatkan dan memberi semangat kepada penulis. Terima kasih untuk doa dan kasih sayang yang diberikan selama ini. 5. Ka kembar Irma dan Inka yang telah memberi inspirasi dalam melakukan penelitian ini. 6. Ibu Emma, Ibu Rubiyah, Mas Zack, Mas Ipul, Mba silvi, dan Mba Lastri yang telah membantu dalam melakukan penelitian ini. 7. Sahabat terbaik Norita Afridiana, terima kasih atas persahabatan,

kebersamaan, dukungan, canda dan tawa serta bantuan yang diberikan selama ini, semoga persahabatan kita tetap terjaga dan tidak akan pernah berakhir. 8. Seluruh teman-teman Lovely Generation : Cece, Acie, Ratna, Tika, Yayan, Arin, Holland, Joha, Idmar, Memey, Anggi, Wolu, Idris, Wahyu, Patma, Cikuik, Minal, Anjar, Aul, Uty, Abang, Fau, Gae, Reza, Ijal, Icha, Nanda,

Ely, Budi, Rozi, Idex, Chubay, Dian, Ozy, Wati, Tyas, Ferry, Molly, Pipit, Ibnu, Deksu, Uu, Spy, Ratih, Vickar, Era, Nanang, Nico, Rio, Roma, Rudi, Umi, Dina, MbNur, Dwi, Baby, Epul, Septin, Nana, Hendra, Kamal, serta Aga, terima kasih atas kebersamaan dan dukungan yang selalu diberikan selama menjalani kegiatan di THP. 9. Teman-teman Kastil intan: Herna, Nene, Tikul, Boy, dan Cumi terima kasih atas persahabatan dan kebersamaannya. 10. Teman-teman THP 41, 42, 44 dan 45 serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dan dukungan moril dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, Januari 2011

Penulis

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 24 Oktober 1987 dari ayah bernama Ir. Suparman dan ibu bernama Cicih Kurniasih, S.Pd yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai dari TK Al-hidayah Bandung dilanjutkan ke SD Negeri Merdeka 5/1 Bandung dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 44 Bandung dan mendapatkan kelulusan pada tahun 2003. Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMA Negeri 14 Bandung dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis diterima di Program Strata-1 Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan pada tahun 2007 diterima di Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah aktif di berbagai lembaga kemahasiswaan diantaranya anggota KOPMA IPB tahun 2006/2007, Pengurus FPC (Fisheries Processing Club) tahun 2007/2008 dan 2008/2009, serta anggota OMDA PAMAUNG (Paguyuban Mahasiswa Bandung). Penulis juga aktif dalam kepanitiaan berbagai kegiatan kemahasiswaan di Institut Pertanian Bogor. Selain itu juga pernah menjadi asisten mata kuliah Teknologi Produk Tradisional Hasil Perairan tahun ajaran 2009/2010 dan mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Perairan tahun ajaran 2009/2010. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis melakukan penelitian yang berjudul Pendugaan Umur Simpan produk Cone Es Krim dengan Metode Akselerasi Model Kadar Air kritis, dibimbing oleh Ir. Anna C. Erungan, MS dan Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc.

vi

DAFTAR ISI

Hal DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x 1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2 Tujuan ................................................................................................ 3 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 4 2.1 Cone Es Krim .................................................................................... 4 2.2 Tepung Tulang ................................................................................... 5 2.3 Tepung Ikan ....................................................................................... 6 2.4 Penurunan Mutu Produk Kering ........................................................ 7 2.5 Aktivitas Air ...................................................................................... 8 2.6 Kadar Air Kesetimbangan ................................................................. 10 2.7 Kurva Sorpsi Isotermis ...................................................................... 11 2.8 Model Persamaan Sorpsi Isotermis ................................................... 13 2.9 Kemasan ............................................................................................ 14 2.10 Umur Simpan..................................................................................... 15 3. METODE PENELITIAN .......................................................................... 19 3.1 Waktu dan tempat .............................................................................. 19 3.2 Alat dan Bahan ................................................................................... 19 3.3 Tahap Penelitian ................................................................................. 3.3.1 Penelitian tahap I ..................................................................... 3.3.1.1 Pembuatan cone es krim............................................. 3.3.1.2 Penentuan parameter utama kerusakan produk cone es krim ....................................................................... 3.3.2 Penelitian Tahap II pendugaan umur simpan produk cone es krim..................................................................................... 3.4 Prosedur Pengujian Variabel-Variabel Pendugaan Umur Simpan..... 3.4.1 Penentuan tekstur ..................................................................... 3.4.2 Penentuan kadar air awal (Mi) ................................................. 3.4.3 Penentuan kadar air kritis (Mc) ................................................ 3.4.4 Penentuan kadar air kesetimbangan (Me) ................................ 3.4.5 Penentuan kurva sorpsi isotermis ............................................ 20 20 20 23 23 25 25 25 26 27 27

vi

vii

3.4.6 3.4.7 3.4.8 3.4.9

Penentuan model persamaan sorpsi isotermis ......................... Evaluasi model ........................................................................ Penentuan nilai kemiringan (b) kurva sorpsi isotermis ........... Penentuan bobot padatan per kemasan dan luas kemasan .......

27 28 29 29

3.5 Analisis Data ...................................................................................... 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 31 4.1 Parameter Utama Kerusakan Produk cone es krim ............................ 31 4.2 Variabel-Variabel Pendugaan Umur Simpan Produk cone es krim ... 4.2.1 Kadar air awal (Mi) dan kadar air kritis (Mc) .......................... 4.2.2 Kadar air kesetimbangan (Me) ................................................. 4.2.3 Kurva sorpsi isotermis ............................................................. 4.2.4 Model persamaan sorpsi isotermis .......................................... 4.2.5 Nilai kemiringan (b) kurva sorpsi isotermis ............................ 4.2.6 Variabel pendukung pendugaan umur simpan ........................ 32 32 39 41 42 45 47

4.3 Umur Simpan Produk Cone Es Krim ................................................. 48 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 50 5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 50 5.2 Saran ................................................................................................... 50 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 51

vii

viii

DAFTAR TABEL

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Komposisi kimia cone es krim ..................................................................... Komposisi kimia tepung tulang ikan patin .................................................. Komposisi kimia tepung ikan patin ............................................................. Hubungan aktivitas air (aw) dan mutu makanan yang dikemas ...................

Hal 5 6 6 9

Model-model persamaan sorpsi isotermis bahan pangan ............................ 14 Kriteria kadaluarsa beberapa produk pangan ............................................... 16 Perubahan kadar air produk cone es krim selama penyimpanan pada suhu ruang ............................................................................................................ 34 Kadar air kesetimbangan produk cone es krim pada berbagai kondisi RH penyimpanan dan waktu pencapaiannya ...................................................... 40 Persamaan kurva sorpsi isotermis produk cone es krim tepung tulang dan nilai Mean Relative Deviation (MRD) ......................................................... 43

10. Persamaan kurva sorpsi isotermis produk cone es krim tepung ikan dan nilai Mean Relative Deviation (MRD) ......................................................... 43 11. Umur simpan produk cone es krim .............................................................. 48

viii

ix

DAFTAR GAMBAR

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Pengaruh aw terhadap intensitas kerenyahan makanan kering .......................

Hal 8

Tipe-tipe kurva sorpsi isotermis..................................................................... 11 Kurva sorpsi isotermis pada bahan pangan secara umum ............................. 12 Diagram alir proses pembuatan tepung tulang dan tepung ikan patin ........... 21 Diagram alir proses pembuatan produk cone es krim .................................... 22 Diagram alir tahap pendugaan umur simpan produk cone es krim................ 24 Diagram parameter utama kerusakan produk cone es krim ........................... 31 Grafik hubungan skor kerenyahan cone es krim dengan lama penyimpanan 33 Grafik hubungan nilai kadar air dengan skor kerenyahan ............................. 35

10. Grafik hubungan nilai keliatan dengan lama penyimpanan ........................... 36 11. Grafik hubungan nilai keliatan dengan nilai kadar air ................................... 38 12. Grafik hubungan nilai keliatan dengan skor kerenyahan ............................... 38 13. Kurva sorpsi isotermis produk cone es krim hasil penelitian ........................ 41 14. Kurva sorpsi isotermis produk cone es krim tepung tulang hasil penelitian dan model Henderson..................................................................................... 44 15. Kurva sorpsi isotermis produk cone es krim tepung ikan hasil penelitian dan model Henderson..................................................................................... 45 16. Kemiringan kurva sorpsi isotermis model Henderson untuk produk cone es krim tepung tulang ......................................................................................... 46 17. Kemiringan kurva sorpsi isotermis model Henderson untuk produk cone es krim tepung ikan ........................................................................................... 46

ix

DAFTAR LAMPIRAN

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Hal Kuesioner parameter utama kerusakan produk cone es krim ...................... 55 Score sheet uji organoleptik (uji rating) ...................................................... 56 Parameter utama kerusakan produk cone es krim berdasarkan hasil survei terhadap 30 orang konsumen ....................................................................... 57 Hasil uji rating terhadap tekstur produk cone es krim tepung tulang ... 58 Hasil uji rating terhadap tekstur produk cone es krim tepung ikan ............. 59 Kadar air produk cone es krim selama 5 jam penyimpanan ........................ 60 Kadar air kesetimbangan produk cone es krim............................................ 61

8. Tekstur produk cone es krim selama 5 jam penyimpanan ............................ 62 9. Penentuan nilai MRD persamaan sorpsi isotermis model Henderson pada produk cone es krim tepung tulang .............................................................. 63

10. Penentuan nilai MRD persamaan sorpsi isotermis model Henderson pada produk cone es krim tepung ikan ................................................................. 64 11. Penentuan nilai MRD persamaan sorpsi isotermis model Caurie pada produk cone es krim tepung tulang .............................................................. 65 12. Penentuan nilai MRD persamaan sorpsi isotermis model Caurie pada produk cone es krim tepung ikan ................................................................. 66 13. Penentuan nilai MRD persamaan sorpsi isotermis model Oswin pada produk cone es krim tepung tulang .............................................................. 67 14. Penentuan nilai MRD persamaan sorpsi isotermis model Oswin pada produk cone es krim tepung ikan ................................................................. 68 15. Penentuan nilai MRD persamaan sorpsi isotermis model Chen Clayton pada produk cone es krim tepung tulang ..................................................... 69 16. Penentuan nilai MRD persamaan sorpsi isotermis model Chen Clayton pada produk cone es krim tepung ikan......................................................... 70 17. Penentuan nilai MRD persamaan sorpsi isotermis model Hasley pada produk cone es krim tepung tulang .............................................................. 71 18. Penentuan nilai MRD persamaan sorpsi isotermis model Hasley pada produk cone es krim tepung ikan ................................................................. 72 19. Tekanan uap air jenuh pada suhu 0-35oC (mmHg) ...................................... 73 20. Perhitungan umur simpan produk cone es krim .......................................... 74 21. Gambar bahan dan alat yang digunakan dalam pendugaan umur simpan produk cone es krim .................................................................................... 77

1 PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Keamanan pangan merupakan persyaratan terpenting dari seluruh

parameter mutu pangan yang ada, sehingga hal tersebut menjadi syarat utama yang harus dipenuhi oleh suatu produk pangan. Arpah (2007) menyatakan bahwa pencantuman tanggal kadaluarsa pada kemasan pangan menjadi informasi yang penting ketika suatu produk akan dipasarkan guna menjaga keamanan pangan bagi konsumen. Selain itu, hal tersebut juga dapat digunakan sebagai salah satu upaya produsen untuk menjaga kualitas (mutu) produknya sebelum sampai ke tangan konsumen. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) telah mengatur bahwa masyarakat wajib mendapat perlindungan hak paling asasi, yaitu mendapatkan informasi dan keamanan terhadap makanan yang dibeli di pasaran. Hal ini juga didukung dan dipertegas dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan dan Peraturan Pangan (PP) Nomor 69 Tahun 1999 tentang label dan iklan pangan yang menyatakan bahwa setiap industri pangan wajib mencantumkan waktu atau tanggal kadaluarsa pada setiap kemasan produk. Pencantuman informasi tanggal kadaluarsa merupakan jaminan produsen pangan kepada konsumen bahwa hanya produk bermutu baik saja yang dipasarkan dan produk tersebut aman untuk dikonsumsi sebelum tercapai waktu kadaluarsa. Menurut Institute of Food Science and Technology (1974), umur simpan adalah selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang sesuai dengan parameter mutu produk. Menurut Arpah (2007), pendugaan umur simpan suatu produk pangan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu, metode konvesional dan metode akselerasi. Pendugaan umur simpan secara konvesional membutuhkan waktu yang cukup lama karena dilakukan pada kondisi normal sehari-hari, sehingga metode ini terbilang kurang efisien dalam menentukan umur simpan suatu produk. Sedangkan pendugaan umur simpan dengan metode akselerasi dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat pada kondisi percobaan yang ekstrim (suhu tinggi, kelembapan di atas atau di bawah kondisi normal penyimpanan) sehingga dapat mempercepat proses

penurunan mutu produk. Oleh karena itu, metode akselerasi menjadi alternatif metode yang dapat diterapkan secara lebih efisien dalam uji pendugaan umur simpan pada berbagai produk pangan. Metode pendugaan umur simpan secara akselerasi telah banyak mengalami perkembangan selama beberapa periode terakhir ini. Salah satunya adalah metode akselerasi dengan melakukan pendekatan model kadar air kritis. Menurut Rahayu dan Arpah (2003), pendekatan model kadar air kritis umumnya cocok digunakan untuk menentukan umur simpan produk-produk kering dimana perubahan kadar air menjadi kriteria kadaluarsa. Cone es krim merupakan salah satu produk kering yang teksturnya mirip wafer (Anonim 2006). Mutu utama produk biskuit, misalnya wafer adalah kerenyahan karena memiliki kadar air dan aw yang rendah (Manley 2000). Robertson (2010) juga mengemukakan bahwa uji pendugaan umur simpan pada produk biskuit atau wafer dapat ditentukan dari pola peningkatan kadar airnya, karena peningkatan kadar air dapat menyebabkan perubahan tekstur sehingga akan menjadi penyebab utama dalam penurunan mutu produk tersebut. Cone es krim merupakan kue berbentuk kerucut yang digunakan sebagai wadah untuk menghidangkan es krim, sehingga es krim dapat dimakan tanpa mangkok dan sendok. Es krim merupakan salah satu jenis makanan yang sangat populer di dunia dan sangat digemari oleh semua kalangan. Salah satu bentuk penyajian es krim dengan menggunakan corong (cone) es telah berkembang sejak tahun 1904 sampai dengan saat ini (Anonim 2006). Tahun 2010, Aprilliani dan Aprilliana melakukan penambahan tepung tulang ikan patin dan tepung ikan patin pada produk cone es krim. Menurut Aprilliani (2010), fungsi penambahan tepung tulang ikan pada pembutan cone adalah untuk meningkatkan kandungan kalsium pada produk, Sedangkan, menurut Aprilliana (2010) penambahan tepung ikan pada cone berfungsi untuk meningkatkan nilai gizi protein yang cukup bagi konsumen. Pengembangan produk cone es krim ini diharapkan memiliki umur simpan yang cukup lama. Cone es krim memiliki tekstur yang renyah, parameter kerenyahan ini sangat terkait dengan kadar air produk. Menurut Robertson (2006), peningkatan kadar air pada suatu produk pangan kering dapat menyebabkan perubahan tekstur

produk menjadi tidak renyah sehingga produk tersebut tidak layak lagi untuk dikonsumsi. Keadaan ini terjadi akibat adanya penyerapan uap air dari lingkungan selama penyimpanan. Karakteristik kerenyahan pada produk pangan dapat dipertahankan dengan proses pengemasan yang baik. Namun proses pengemasan hanya dapat memperpanjang umur simpan suatu produk pangan dalam waktu tertentu. Oleh karena itu, pendugaan umur simpan produk cone es krim yang baru dikembangkan ini penting dilakukan agar jangka waktu pengkonsumsiannya dapat diketahui, sehingga produk tersebut dapat dipasarkan dan dikonsumsi dengan aman oleh konsumen. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menduga umur simpan produk cone es krim dengan fortifikasi tepung tulang dan tepung ikan patin melalui pendekatan kadar air kritis.

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Cone Es krim Cone es krim adalah kue berbentuk kerucut yang digunakan sebagai

wadah untuk menghidangkan es krim, sehingga es krim dapat dimakan tanpa mangkok dan sendok (Anonim 2010). Cone es krim ini dibuat melalui proses pemanggangan. Adapun bahan-bahan yang umum digunakan dalam pembuatan cone terdiri dari tepung sagu, tepung terigu, soda kue, lesitin, garam dan air. Tepung sagu adalah pati yang diekstrak dari batang sagu. Sedangkan tepung terigu adalah tepung halus yang berasal dari biji gandum dan sering digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue dan roti. Menurut Matz (1978), tepung yang digunakan dalam adonan berfungsi sebagai pembentuk tekstur, mengikat bahanbahan lain, serta berperan sebagai pembentuk cita rasa. Soda kue merupakan bahan pengembang adonan yang umumnya digunakan dalam pembuatan roti. Soda kue dalam pembuatan biskuit berfungsi membuat adonan menjadi ringan dan porous. Soda kue ini terbuat dari campuran NaHCO3 dan tepung (Winarno 2004). Sedangkan, lesitin merupakan zat pengemulsi alamiah yang banyak digunakan dalam industri pangan modern. Senyawa pengemulsi ini berfungsi untuk memperbaiki bentuk adonan sehingga dihasilkan tekstur biskuit yang renyah (Hartomo dan Widiatmoko 1993). Menurut Matz (1978), lesitin dalam adonan biskuit digunakan untuk memperbaiki struktur fisik seperti volume pengembangan, tekstur dan kelembutan, serta memberi flavor. Bahan lain yang digunakan dalam pembuatan cone adalah garam dan air. Garam merupakan komponen bahan pangan yang tidak dapat diabaikan. Garam berfungsi untuk menguatkan rasa, meningkatkan gluten, serta memperkuat struktur (Winarno 2004). Sedangkan air dalam pembuatan cone berfungsi sebagai median dan katalis reaksi yang terjadi dalam adonan. Air juga dapat berfungsi memperkuat gluten dan mengatur kekenyalan adonan (Munandar 1995) Cone merupakan jenis biskuit yang termasuk kedalam klasifikasi wafer. Wafer adalah makanan ringan (snack food) beradonan cair yang terbuat dari campuran tepung, shortening (lemak), gula, air, serta sebagian kecil leavening

agent (yeast, soda, ammonium bikarbonat) (Aprilliani 2010). Ciri khas dari wafer adalah memiliki kadar air rendah, pori-pori kasar, tekstur renyah, dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga (Manley 2000). Saat ini fortifikasi tepung tulang dan tepung ikan patin pada produk cone mulai dikembangkan. Tepung tulang dan tepung ikan merupakan bahan tambahan yang sengaja ditambahkan pada produk cone. Menurut Aprilliani (2010), fungsi penambahan tepung tulang ikan pada pembutan cone adalah untuk meningkatkan kandungan kalsium pada produk, karena kalsium merupakan salah satu jenis mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Sedangkan, menurut Aprilliana (2010) penambahan tepung ikan pada cone berfungsi untuk meningkatkan nilai gizi protein yang cukup bagi konsumen. Komposisi kimia cone es krim dengan atau tanpa penambahan tepung tulang maupun tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi kimia cone es krim Cone es krim Cone es krim dengan dengan Komponen penambahan penambahan tepung tulang tepung ikan patin 25% * patin 25% ** Kadari air 2,57 0,29 3,92 0,05 Kadar Protein 2,42 0,01 4,39 0,43 Kadar lemak 1,52 0,07 1,59 0,08 Kadar Abu 2,08 0,04 1,21 0,06 Kadar Kalsium 1,03 0,00 Kadar Karbohidrat 91,41 0,31 88,89 0,51
Sumber: *) Aprilliani 2010 **) Aprilliana 2010

Cone es krim tanpa penambahan tepung tulang dan tepung ikan * 3,41 0,47 0,81 0,97 1,57 0,02 1,09 0,01 0,11 0,00 93,09 0,45

2.2

Tepung Tulang Tepung tulang adalah suatu produk padat yang dihasilkan dengan

mengeluarkan sebagian atau seluruh lemak dari bahan yang berupa daging ikan atau bagian ikan yang biasanya dibuang (kepala ikan, isi perut, dan lain-lain). Tepung tulang dapat dibuat melalui 3 proses (Anggorodi 1985), yaitu: 1) Pengukusan. Tulang dikukus kemudian dikeringkan dan digiling untuk menghasilkan tepung tulang

2) Pemasakan dengan uap dibawah tekanan. Tulang dimasak dengan tekanan kemudian diarangkan dalam bejana tertutup sehingga didapat tulang dalam bentuk remah dan dapat digiling menjadi tepung 3) Abu tulang yang diperoleh dari pembakaran tulang Tepung tulang merupakan salah satu sumber kalsium. Tepung tulang yang paling baik didapatkan dengan cara pemasakan dengan uap dibawah tekanan. Adapun komposisi kimia tepung tulang ikan dari jenis ikan patin dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Komposisi kimia tepung tulang ikan patin Komponen Kadar (%) Kadari air 8,65 0,07 Kadar Protein 33,50 0,64 Kadar lemak 11,65 0,64 Kadar Abu 41,60 0,28 Kadar Kalsium 30,38 0,00 Kadar Karbohidrat 4,75 0,92
Sumber: Aprilliani 2010

2.3

Tepung Ikan Tepung ikan merupakan komoditas olahan hasil perikanan yang diperoleh

dari suatu proses reduksi komoditas bahan mentah menjadi suatu produk yang sebagian besar terdiri dari komponen ikan. Tinggi rendahnya kandungan protein pada tepung ikan dipengaruhi oleh cara pengolahan dan bahan mentah yang digunakan. Proses pengolahan tepung ikan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu pengolahan sistem basah yang digunakan untuk memproduksi ikan dari bahan mentah ikan yang berlemak tinggi (>5%) dan pengolahan sistem kering yang sering digunakan untuk memproduki tepung ikan dari bahan mentah ikan yang berlemak rendah (<5%) (Irianto 2002). Adapun komposisi kimia tepung ikan dari jenis ikan patin dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi kimia tepung ikan patin Komponen Kadar (%) Kadari air 10,4 0,84 Kadar Protein 67,76 0,32 Kadar lemak 9,8 0,28 Kadar Abu 3,3 0,42 Kadar Karbohidrat 8,74 0,18
Sumber: Aprilliana 2010

2.4

Penurunan Mutu Produk Kering Penurunan mutu produk pangan akan terjadi selama proses penanganan,

pengolahan, penyimpanan, dan distribusi. Perubahan atau penyimpangan yang terjadi pada suatu produk dari mutu awalnya disebut deteriosasi (Arpah 2007). Deteriosasi pada produk pangan kering dapat berupa perubahan fisik, mikrobiologi, dan kimia/biokimia. Kerusakan fisik akan mempengaruhi sifat tekstur pangan, untuk produk pangan yang bersifat renyah akan berubah menjadi lembek/tidak renyah, sedangkan untuk produk yang berbentuk bubuk akan terjadi penggumpalan (Sianipar 2008). Tingkat deteriosasi produk dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, sedangkan laju deteriosasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan. Reaksi deteriosasi dapat disebabkan oleh interaksi dengan berbagai faktor, baik faktor lingkungan eksternal maupun faktor lingkungan internal. Faktor eksternal dapat berupa pengaruh dari udara, uap air, suhu, oksigen, dan cahaya. Sedangkan faktor internal berupa komposisi yang terdapat pada produk itu sendiri (Arpah 2007). Menurut Robertson (2006), reaksi deteriosasi yang terjadi pada produk pangan kering selama penyimpanan adalah terjadinya penyerapan uap air dari lingkungan yang menyebabkan produk kering menjadi lembab/kehilangan kerenyahan, terjadinya oksidasi lipid yang menyebabkan ketengikan, dan reaksi off-flavor sehingga produk tidak disukai dan kehilangan aroma. Menurut Arpah (2007), kerusakan tekstur akibat perubahan kadar air produk selama penyimpanan adalah reaksi deteriosasi yang umumnya pertama kali terjadi pada produk biskuit, karena produk ini sangat sensitif dengan perubahan nilai kadar air dan aw. Kerusakan ini dapat memicu berbagai jenis reaksi deteriosasi lain yang juga sensitif dengan perubahan aw. Faktor utama yang menyebabkan penurunan mutu produk pangan kering adalah terjadinya perubahan kadar air pada produk. Kandungan air dalam bahan pangan akan meningkat selama penyimpanan, sehingga produk akan kehilangan kerenyahan. Kerenyahan adalah mutu utama produk kering, misalnya biskuit. Tekstur yang renyah disebabkan oleh nilai kadar air dan aw yang rendah (Manley 2000). Menurut Robertson (2006), kerenyahan makanan snack food akan menurun

dengan meningkatnya aw produk. Produk tersebut akan kehilangan kerenyahan jika aw mencapai 0,35-0,50. Pengaruh aw terhadap intensitas kerenyahan makanan kering dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Pengaruh aw terhadap intensitas kerenyahan makanan kering


Sumber: Robertson (2006)

2.5

Aktivitas Air Aktivitas air (aw) berhubungan erat dengan kandungan air dalam bahan

pangan. Air dalam bahan pangan berperan sebagai bahan pereaksi dan pelarut dari beberapa komponen. Secara umum bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila diuapkan atau dikeringkan, sedangkan air terikat sulit hilang dengan cara tersebut. Kadar air bebas dapat berubah secara signifikan selama penyimpanan pada suhu lingkungan terutama untuk parameter higroskopisitas produk kering (Sithole 2005). Aktivitas air (aw) merupakan faktor utama yang mempengaruhi keamanan pangan dan kualitas pangan. Istilah aktivitas air (aw) digunakan untuk menjabarkan air yang tidak terikat atau bebas dalam bahan pangan. Kadar air dan aktivitas air (aw) berpengaruh besar terhadap laju reaksi kimia dan juga laju pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan (De man 2007). Menurut Hui et al. (2008), pertumbuhan mikroba, oksidasi lipid, aktivitas non enzimatis, aktivitas enzimatis, dan tekstur suatu produk pangan sangat tergantung pada aktivitas air (aw).

Aktivitas air (aw) sangat berpengaruh dalam menentukan mutu dan umur simpan produk pangan kering selama penyimpanan (Belitz et al. 2009). Menurut Herawati (2008), aktivitas air (aw) berkaitan erat dengan kadar air, yang umumnya dapat menggambarkan pertumbuhan bakteri, jamur, dan mikroba lainnya. Pada umumnya semakin tinggi aktivitas air (aw) semakin banyak bakteri yang tumbuh, sedangkan jamur sebaliknya tidak menyukai aktivitas air (aw) yang terlalu tinggi. Adapun hubungan aktivitas air (aw) dan mutu makanan yang dikemas dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Hubungan aktivitas air (aw) dan mutu makanan yang dikemas Nilai aw Mutu makanan 0,70,75 Produk mulai tidak aman untuk dikonsumsi >0,75 Mikroorganisme berbahaya mulai tumbuh dan produk menjadi beracun 0,6-0,7 Jamur mulai tumbuh 0,35-0,5 Makanan ringan hilang kerenyahan 0,4-0,5 Produk pasta yang terlalu kering akan mudah hancur dan rapuh selama dimasak atau karena goncangan mekanis
Sumber: Labuza (1982)

Menurut Labuza dan Bilge (2007), aktivitas air (aw) suatu bahan pangan dapat diperoleh nilainya dengan membandingkan tekanan uap air bahan (P) dengan tekanan uap air murni (Po) pada kondisi yang sama atau dengan cara membagi ERH lingkungan dengan nilai 100. Secara matematis ditulis sebagai berikut:

Keterangan: aw P Po ERH = aktivitas air = tekanan parsial uap air bahan (mmHg) = tekanan parsial uap air murni pada suhu yang sama (mmHg) = kelembaban relatif seimbang

Aktivitas air (aw) menunjukkan sifat bahan itu sendiri, sedangkan ERH menggambarkan sifat lingkungan disekitarnya yang berada dalam keadaan setimbang dengan bahan tersebut. Peranan air dalam suatu produk pangan dinyatakan sebagai aktivitas air (aw) dan kadar air, sedangkan peranan air di udara dinyatakan dengan kelembaban relatif dan kelembaban mutlak. Bertambah atau berkurangnya kandungan air suatu bahan pangan pada suatu lingkungan sangat 9

10

tergantung pada ERH lingkungannya. Menurut Purnomo (1995), aktivitas air (aw) dari bahan pangan cenderung untuk berimbang dengan aktivitas air (a w) lingkungan sekitarnya. 2.6 Kadar Air Kesetimbangan Kadar air kesetimbangan adalah kadar air dari suatu produk pangan yang berkesetimbangan pada suhu dan kelembaban tertentu dalam periode waktu tertentu. Pada saat kadar air kesetimbangan tercapai bahan tidak menyerap molekul-molekul air dari udara maupun melepaskan molekul-molekul air ke udara, hal ini terjadi bila bahan berada pada lingkungan tertentu untuk waktu yang lama (Brooker et al. 1992). Kadar air kesetimbangan dapat dicapai dengan dua cara yaitu proses adsorpsi dan desorpsi (Buckle et al. 2007). Jika kelembaban relatif udara lebih tinggi dari pada kelembaban relatif bahan, makan bahan akan menyerap air (adsorpsi). Sebaliknya, jika kelembaban relatif udara lebih rendah dari pada kelembaban relatif bahan maka bahan akan menguapkan kadar airnya (desorpsi) (Brooker et al. 1992). Kadar air kesetimbangan akan meningkat dengan menurunnya suhu pada kondisi aktivitas air yang konstan (Kapseu 2006). Menurut Brooker et al. (1992), penentuan kadar air kesetimbangan dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode statis dan dinamis. Pada metode statis, kadar air kesetimbangan suatu bahan diperoleh pada keadaan udara diam. Metode statis umumnya digunakan untuk keperluan penyimpanan karena umumnya udara di sekitar bahan relatif tidak bergerak. Sedangkan pada metode dinamis, kadar air kesetimbangan suatu bahan diperoleh pada keadaan bergerak. Metode dinamis biasanya digunakan untuk mempercepat proses pengeringan dan menghindari penjenuhan uap air di sekitar bahan. Menurut Lievonen dan Ross (2002) diacu dalam Adawiyah (2006), penentuan kadar air kesetimbangan suatu bahan pangan melalui metode statis akan tercapai yang ditandai dengan konstannya bobot bahan. Bobot bahan dikatakan konstan bila selisih bobot antara tiga kali penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 2 mg/g untuk kondisi RH90% dan tidak lebih dari 10 mg/g untuk RH>90%. Kadar air kesetimbangan suatu bahan dapat digunakan untuk menggambarkan kurva sorpsi isotermis bahan tersebut. 10

11

2.7

Kurva Sorpsi Isotermis Perilaku produk makanan terhadap kelembaban udara lingungannya dapat

digambarkan oleh kurva sorpsi isotermis. Kurva sorpsi isotermis adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara kandungan air dalam bahan pangan dengan aktivitas air (aw) atau kelembaban relatif kesetimbangan (ERH) ruang penyimpanan (De man 2007). Kurva sorpsi isotermis yang terbentuk dari suatu produk pangan dapat digunakan dalam menentukan jenis bahan pengemas yang dibutuhkan, memprediksikan karakteristik kondisi penyimpanan yang sesuai, dan menentukan umur simpannya (Arpah 2007). Menurut Winarno (2004), Setiap jenis bahan pangan memilik bentuk kurva sorpsi isotermis yang khas. Perubahan kadar air akan mempengaruhi mutu produk pangan, maka dengan mengetahui pola penyerapan airnya dan menetapkan nilai kadar air kritisnya umur simpan suatu produk pangan dapat ditentukan. Tipe-tipe kurva sorpsi isotermis bahan pangan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Tipe-tipe kurva sorpsi isotermis


Sumber: Hui et al. (2008)

Menurut Labuza dan Bilge (2007), secara umum ada tiga tipe bentuk kurva isotermis. Tipe I adalah bentuk kurva sorpsi isotermis yang khas untuk bahan pangan antikempal. Tipe II adalah kurva sorpsi isotermis yang berbentuk sigmoid dan paling banyak ditemukan pada produk pangan. Produk pangan kering umumnya memiliki kurva sorpsi isotermis yang berbentuk sigmoid. Tipe III mewakili kurva sorpsi isotermis untuk bahan Kristal, misalnya sukrosa. Namun menurut Arpah (2007), beberapa literatur membagi bentuk kurva sorpsi isotermis menjadi lima tipe. Tipe IV dan tipe V merupakan variasi dari tipe II. Tipe IV 11

12

memiliki kurva yang mirip gabungan antara kurva tipe II dengan tipe III, sedangkan tipe V memiliki kurva yang mirip gabungan antara kurva tipe II dan tipe I. Berdasarkan keadaan air dalam bahan pangan, kurva sorpsi isotermis terbagi kedalam tiga daerah. Daerah pertama mempunyai nilai aw sampai 0,3. Pada daerah ini, air terdapat dalam bentuk monolayer (satu lapis) dengan air yang terikat sangat kuat. Daerah kedua mempunyai kisaran aw dari 0,3-0,7. Pada daerah kedua, air terikat kurang kuat dan merupakan lapisan-lapisan yang disebut dengan air multilayer. Air yang terdapat pada daerah ini berperan sebagai pelarut sehingga aktivitas enzim dan pencoklatan non enzimatik dapat terjadi. Daerah ketiga merupakan daerah yang mempunyai nilai aw di atas 0,7. Daerah ini merupakan daerah air bebas, dimana pada daerah ini terjadi kondensasi air pada pori-pori bahan. Keadaan air dalam kondisi bebas ini dapat mempercepat proses kerusakan produk pangan (Arpah 2007). Secara umum kurva sorpsi isotermis pada bahan pangan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Kurva sorpsi isotermis pada bahan pangan secara umum


Sumber: Chaplin (2009)

Pada umumnya kurva sorpsi isotermis berbentuk sigmoid yaitu menyerupai huruf S (Buckle et al. 2007). Kurva sorpsi isotermis adsorpsi dimulai dari kondisi kering hingga kondisi basah, misalnya proses rehidrasi/penyerapan air. Sedangkan, kurva sorpsi isotermis desorpsi dimulai dari kondisi basah ke kondisi kering, misalnya proses dehidrasi/proses pengeringan. Pada jenis bahan pangan yang sama grafik penyerapan uap air dari udara oleh bahan pangan (kurva 12

13

adsorpsi) dan grafik pelepasan uap air oleh bahan pangan ke udara (kurva desorpsi) tidak pernah berhimpit. Kadar air isotermis desorpsi lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan isotermis adsorpsi pada nilai aktivitas air (aw) yang sama. Keadaan tersebut disebut sebagai fenomena histeria. Fenomena histeria diperlihatkan oleh perbedaan nilai-nilai kadar air kesetimbangan yang diperoleh dari proses adsorpsi dan desorpsi. Bentuk kurva dan besarnya tingkat histeria suatu produk pangan sangat beragam tergantung pada komposisi bahan penyusunnya, suhu, dan waktu penyimpanan (Rahman 2009). 2.8 Model Persamaan Sorpsi Isotermis Model matematika mengenai kadar air kesetimbangan atau sorpsi isotermis telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Namun model-model matematika yang dikembangkan pada umumnya tidak dapat mencakup keseluruhan kurva sorpsi isotermis dan hanya dapat memprediksi kurva sorpsi isotermis pada salah satu dari ketiga daerah sorpsi isotermis. Kesesuaian setiap model isotermis terhadap isotermis produk pangan tergantung pada kisaran aw dan jenis bahan penyusun produk pangan tersebut (Arpah 2007). Ada beberapa model matematika yang umumnya digunakan untuk menentukan kurva sorpsi isotermis bahan pangan, yaitu model Henderson, Caurie, Oswin, Clayton, dan Hasley. Secara empiris, Henderson mengemukakan persamaan yang menggambarkan hubungan antara kadar air kesetimbangan bahan pangan dengan kelembaban relatif ruang simpan. Persamaan ini berlaku untuk bahan pangan pada semua aktivitas air dan merupakan salah satu persamaan yang paling banyak digunakan pada bahan pangan kering. Model Caurie berlaku untuk kebanyakan bahan pangan pada selang aw 0,0-0,85 dan model Oswin berlaku untuk bahan pangan pada RH 0-85%. Model Oswin juga sesuai bagi kurva sorpsi isotermis yang berbentuk sigmoid. Sedangkan model Chen Clayton berlaku untuk bahan pangan pada semua aktivitas air. Pada percobaanya Hasley mengemukakan suatu persamaan yang dapat menggambarkan proses kondensasi pada lapisan multilayer. Persamaan tersebut dapat digunakan untuk bahan makanan dengan kelembaban relatif 10-81% (Chirife dan Iglesias 1978 diacu dalam Arpah 2007). Adapun persamaan dari model-model tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

13

14

Tabel 5 Model-model persamaan sorpsi isotermis bahan pangan Model Persamaan Keterangan n Henderson 1-aw = exp(-KMe ) Me: kadar air kesetimbangan Caurie ln Me = ln P1-P2*aw aw: aktivitas air Oswin Me = P1[aw/(1- aw)] P2 K dan n: konstanta Chen Clayton aw = exp[-P1/exp(P2*Me)] P1 dan P2 : konstanta Hasley aw = exp[-P1/(Me)P2]
Sumber: Chirife dan Iglesias (1978) diacu dalam Arpah (2007)

2.9

Kemasan Kemasan merupakan suatu wadah atau pembungkus yang digunakan untuk

melindungi produk yang ada di dalamnya. Jenis-jenis bahan kemasan yang umum digunakan untuk bahan pangan adalah kemasan gelas, kemasan logam, kemasan plastik, kemasan kertas dan karton. Kemasan plastik adalah jenis kemasan yang paling banyak digunakan oleh industri pangan karena harganya yang relatif lebih murah, lebih ringan, transparan, kuat, mudah dibentuk, warna dan bentuk relatif lebih disukai konsumen (Buckle et al. 2007). Fungsi kemasan yaitu menjaga produk agar tetap bersih dari berbagai kotoran dan pencemaran lainnya; melindungi produk dari kerusakan fisik dan kontaminasi luar; memberi kemudahan dalam distribusi dan penyimpanan; serta memberi identifikasi dan informasi mengenai isi produk yang dikemas (Robertson 2010). Menurut Buckle et al. (2007), kemasan yang digunakan sebagai wadah penyimpanan harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu dapat mempertahankan mutu produk agar tetap bersih serta mampu memberi perlindungan terhadap produk dari kotoran, pencemaran, dan kerusakan fisik, serta dapat menahan perpindahan gas dan uap air. Menurut Syarief (1990), kemasan yang digunakan dapat mempengaruhi mutu bahan pangan yang dikemas, yaitu terjadinya perubahan fisik dan kimia karena migrasi zat-zat kimia dari bahan pengemas ke makanan, perubahan aroma, perubahan warna, serta perubahan tekstur yang disebabkan oleh perpindahan uap air dan oksigen. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan antara lain sifat bahan pangan, kondisi lingkungan, dan jenis bahan pengemas. Hubungan jenis bahan pengemas dengan daya awet bahan pangan yang dikemas ditentukan berdasarkan permeabilitasnya. Permeabilitas merupakan transfer molekul air atau gas melalui kemasan baik dari produk ke lingkungan ataupun

14

15

sebaliknya. Permeabilitas uap air kemasan merupakan kecepatan atau laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan dengan ketebalan tertentu akibat adanya perbedaan tekanan uap air antara produk dengan lingkungan pada suhu dan kelembaban tertentu (Robertson 2010). Bahan pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda dalam kepekaannya terhadap lingkungan. Pada bahan pangan yang bersifat higroskopis, faktor suhu dan kelembaban sangat penting. Sehingga produk pangan kering yang bersifat higroskopis harus dilindungi dari masuknya uap air. Masuknya uap air kedalam bahan pangan dapat dihambat dengan proses pengemasan. Umumnya produk pangan kering mempunyai kadar air rendah, sehingga harus dikemas dengan kemasan yang mempunyai daya tembus atau permeabilitas uap air yang rendah untuk menghambat penurunan mutu produk seperti menjadi tidak renyah (Buckle et al. 2007). Menurut Manley (2000), plastik polypropylene (PP) merupakan jenis plastik yang baik sebagai barrier terhadap uap air pada produk biskuit karena memiliki permeabilitas uap air yang rendah. Menurut Buckle et al. (2007), sifatsifat kemasan polypropylene (PP) antara lain sebagai berikut: 1. Mengkilap dan tidak mudah sobek. 2. Plastik polypropylene lebih kaku daripada polyethylene. 3. Memiliki daya tembus atau permeabilitas uap air yang rendah. 4. Memiliki ketahanan yang baik terhadap lemak. 5. Tahan terhadap suhu tinggi. 2.10 Umur simpan Institute of Food Science and Technology (1974), menyatakan bahwa umur simpan produk pangan adalah selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi (Arpah 2007). Menurut Floros dan Gnanasekharan (1993), umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam kondisi peyimpanan, untuk sampai pada suatu level atau tingkat degradasi mutu tertentu. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan mutu pada produk pangan menjadi dasar dalam menentukan titik kritis umur simpan. Titik kritis ditentukan berdasarkan faktor utama yang sangat sensitif serta dapat menimbulkan 15

16

terjadinya perubahan mutu produk pangan selama distribusi, penyimpanan hingga siap dikonsumsi (Herawati 2008). Menurut Floros dan Gnanasekharan (1993), kriteria kadaluarsa beberapa produk pangan dapat ditentukan dengan

menggunakan acuan titik kritisnya. Kriteria kadaluarsa beberapa produk pangan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Kriteria kadaluarsa beberapa produk pangan Mekanisme Produk Kriteria kadaluarsa penurunan mutu Teh kering Penyerapan uap air Peningkatan kadar air Susu bubuk Penyerapan uap air Pencoklatan Susu bubuk Oksidasi Laju konsentrasi O2 Makanan laut kering Oksidasi dan fotodegradasi Aktivitas air beku Makanan bayi Penyerapan uap air Konsentrasi asam askorbat Makanan kering Penyerapan uap air Sayuran kering Penyerapan uap air Off flavor-perubahan warna Kol kering Penyerapan uap air Pencoklatan Tepung biji kapas Penyerapan uap air Pencoklatan Tepung tomat Penyerapan uap air Konsentrasi asam askorbat Biji-bijian Penyerapan uap air Peningkatan kadar air Bawang kering Penyerapan uap air Pencoklatan Buncis hijau Penyerapan uap air Konsentrasi klorofil Keripik kentang Penyerapan uap air Laju oksidasi dan oksidasi Udang kering beku Oksidasi Konsentrasi karoten dan laju konsentrasi O2 Tepung gandum Penyerapan uap air Konsentrasi asam dan oksidasi askorbat Minuman ringan Pelepasan CO2 Perubahan tekanan
Sumber: Floros dan Gnanasekharan (1993)

Umur simpan produk pangan dapat diduga dan ditetapkan waktu kadaluarsanya dengan menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk pangan yaitu dengan Extended Storage Studies (ESS) atau metode konvesional dan Accelerated Storage Studies (ASS) atau metode akselerasi. Penentuan umur simpan secara konvesional membutuhkan waktu yang cukup lama karena dilakukan dengan cara menyimpan satu seri produk pada kondisi normal seharihari sambil dilakukan pengamatan penurunan mutunya hingga mencapai tingkat

16

17

mutu kadaluarsa. Sedangkan metode akselerasi membutuhkan waktu yang relatif singkat karena produk disimpan pada kondisi lingkungan yang ekstrim. Metode ini umumnya diterapkan pada produk pangan dengan memvariasikan kondisi kelembaban relatif (RH), suhu, atau intensitas cahaya baik secara individu atau gabungannya (Arpah 2007). Penetapan kriteria kadaluarsa adalah tahap awal dalam penentuan umur simpan suatu produk secara akselerasi (Herawati 2008). Salah satu metode akselerasi yang banyak diterapkan pada produk pangan kering adalah pendekatan kadar air kritis. Pada metode ini produk disimpan pada kondisi lingkungan yang memiliki kelembaban relaitf ekstrim, sehingga produk mengalami penurunan mutu akibat penyerapan uap air. Pada metode ini diperlukan persamaan matematika sebagai alat bantu untuk deskritif kuantitatif dari sistem yang terdiri dari produk, bahan pengemas dan lingkungan (Arpah 2007). Menurut Labuza dan Schmidl (1985), model kadar air kritis dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan kurva sorpsi isotermis dan pendekatan kadar air kritis termodifikasi. Pendekatan kurva sorpsi isotermis digunakan untuk produk pangan yang mempunyai kurva sorpsi isotermis yang berbentuk sigmoid, misalnya produk kering. Sedangkan pendekatan kadar air kritis termodifikasi digunakan untuk produk yang memiliki kelarutan tinggi, misalnya produk dengan kadar sukrosa tinggi. Menurut Rahayu dan Arpah (2003), persamaan Labuza dapat

mengintegrasikan unsur permeabilitas kemasan, berat kering produk, luas bahan pengemas, perbedaan tekanan uap air atau aw, dan kurva sorpsi isotermis dengan baik. Model Labuza ini disebut dengan model pendekatan kurva sorpsi isotemis. Labuza (1982) memformulasikan persamaan penentuan umur simpan sebagai berikut:

Keterangan: t = waktu untuk mencapai kadar air kritis atau umur simpan (hari)

Me = kadar air kesetimbangan produk (gH2O/gsolid) Mi = kadar air awal produk (gH2O/gsolid)

17

18

Mc = kadar air kritis produk (gH2O/gsolid) k/x = konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg) A = luas permukaan kemasan (m2)

Ws = bobot padatan per kemasan (g) Po = tekanan uap air pada ruang penyimpanan (mmHg) b = kemiringan kurva sorpsi isotermis

18

19

3 METODE PENELITIAN

3.1

Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2010. Proses

pembuatan produk cone es krim dilaksanakan di industri Rumah Tangga milik Bapak Edi di Jalan Gunung Batu Gg. Masjid RT/RW 05/01 No. 186/187 Bogor. Pembuatan tepung tulang dan tepung ikan dilaksanakan di Laboraturium Diversifikasi dan Formulasi Hasil Perairan, Lantai 3, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pengkondisian produk pada berbagai kelembaban dilaksanakan di Laboraturium Bioteknologi Hasil Perairan, Lantai 2, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Analisis kadar air dilaksanakan di Laboraturium Biokimia Hasil Perairan, Lantai 1, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Uji organoleptik dilaksanakan di Laboraturium Organoleptik, Lantai 4, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Analisis tekstur dilaksanakan di Laboraturium Pengolahan Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. 3.2 Alat dan bahan Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan produk cone es krim adalah pisau, talenan, gelas ukur, panci, baskom, cetakan cone, sendok pengaduk, stopwatch, autoklaf, timbangan digital, alat pengepres, alat penggiling, saringan, oven dan kompor. Sedangkan, alat-alat yang digunakan dalam penelitian utama adalah oven, cawan porselin, desikator, desikator kecil (toples yang dimodifikasi), Rheoner (RE-3305), timbangan digital, pencapit logam, pinset, dan gelas ukur. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan produk cone es krim adalah ikan patin (Pangasius hypopthalmus), lesitin, garam dapur, tepung sagu, soda kue, tepung terigu, dan air. Sedangkan, bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian utama adalah garam K2CO3, KI, NaCl, KCl, K2SO4, kemasan plastik OPP (oriented polypropylene), vaselin, dan aquades.

19

20

3.3

Tahap Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian tahap I dan

penelitian tahap II. Penelitian tahap I merupakan penelitian pendahuluan yang meliputi pembuatan produk cone es krim dan penentuan parameter utama kerusakan cone es krim melalui survei konsumen. Penelitian tahap II merupakan penelitian utama yaitu pendugaan umur simpan produk cone es krim. 3.3.1 Penelitian tahap I Penelitian tahap I adalah pembuatan produk cone es krim dan penentuan parameter utama kerusakan cone es krim. Produk cone es krim yang dibuat terdiri dari 2 jenis yaitu cone es krim dengan penambahan tepung ikan patin dan cone es krim dengan penambahan tepung tulang ikan patin. 3.3.1.1 Pembuatan cone es krim (Aprilliani 2010; Aprilliana 2010) Penelitian pendahuluan ini mengacu pada penelitian Aprilliani (2010) dan Aprilliana (2010). Proses pembuatan cone es krim diawali dengan proses pembuatan tepung tulang dan tepung ikan. Bahan baku yang digunakan untuk membuat tepung tulang maupun tepung ikan adalah ikan patin (Pangasius hypopthalmus). Ikan patin utuh disiangi dengan membuang bagian kepala dan isi perut. Setelah itu, ikan yang telah disiangi dicuci dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran yang masih menempel. Kemudian ikan dikukus serta dipisahkan bagian kulit, duri, sisik, dan siripnya untuk dibuang, sehingga diperoleh daging ikan dan tulang tanpa kepala. Tulang tanpa kepala yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk membuat tepung tulang ikan. Tulang yang telah diperoleh tersebut kemudian dikukus selama 30 menit. Setelah itu, dilakukan pembersihan tulang ikan kembali untuk menghilangkan daging yang masih menempel. Selanjutnya dilunakkan dengan autoklaf dan digiling menggunakan penggiling serta dikeringkan menggunakan oven 60 oC selama 2-3 jam. Lalu disaring hingga dihasilkan tepung tulang ikan patin. Daging ikan yang diperoleh digunakan untuk membuat tepung ikan. Daging yang telah dipisahkan direndam dengan air jeruk nipis selama 30 menit dengan tujuan untuk menghilangkan bau amis. Setelah itu, daging dipres menggunakan alat pengepres selama 10-15 menit dan digiling untuk mengecilkan

20

21

ukuran. Selanjutnya daging dikeringkan menggunakan oven 60 oC selama 15 jam. Daging ikan yang telah kering dihaluskan menggunakan penggiling, kemudian disaring dengan menggunakan saringan sehingga diperoleh tepung ikan patin. Diagram alir proses pembuatan tepung tulang ikan dan tepung ikan patin dapat dilihat pada Gambar 4. Ikan patin Penyiangan Pencucian Pengukusan Pemisahan daging dan tulang Bagian yang dibuang: kepala dan isi perut

Bagian yang dibuang: kulit, duri, sisik, dan sirip

Tulang ikan Pengukusan tulang ikan selama 30 menit Pembersihan tulang ikan Pelunakkan tulang ikan Penggilingan Pengeringan menggunakan oven selama 2-3 jam Pengayakan (60 mesh) Tepung tulang ikan

Daging ikan Perendaman daging dengan air jeruk nipis (30 menit) Pembuangan air rendaman Pengepresan (10-15 menit) Pengecilan ukuran Pengeringan menggunakan oven selama 15 jam Pengayakan (60 mesh) Tepung ikan

Gambar 4 Diagram alir proses pembuatan tepung tulang dan tepung ikan patin
Sumber: Aprilliani (2010) dan Aprilliana (2010)

21

22

Tepung tulang dan tepung ikan yang telah dibuat digunakan sebagai bahan tambahan dalam proses pembuatan cone es krim. Formula bahan yang digunakan dalam pembuatan cone es krim adalah 11, 25 gram tepung terigu; 90 gram tepung sagu; 1 gram soda kue; 1 gram garam; 1 gram lesitin; 115 ml air; dan 3,75 gram tepung tulang ikan patin untuk produk cone es krim tepung ikan serta 3,75 gram tepung tulang ikan patin untuk produk cone es krim dengan penambahan tepung tulang. Tepung ikan maupun tepung tulang ikan yang ditambahkan adalah 25% terhadap jumlah tepung terigu yang digunakan dalam adonan. Adonan tersebut dicampur, diaduk dan ditambahkan air. Setelah itu, adonan dituangkan ke dalam cetakan dan dipanggang dengan suhu 98 oC selama 1 menit hingga diperoleh cone es krim. Diagram alir proses pembuatan cone es krim dapat dilihat pada Gambar 5. Tepung sagu Tepng terigu Garam Soda kue Lesitin *Tepung tulang atau **tepung ikan

Pencampuran

Pengadukan

Pencetakan

Pemanggangan

Cone es krim Gambar 5 Diagram alir proses pembuatan produk cone es krim
(*modifikasi Aprilliani 2010; **modifikasi Aprilliana 2010)

22

23

3.3.1.2 Penentuan parameter utama kerusakan produk cone es krim Penentuan parameter utama kerusakan produk cone es krim dilakukan melalui survei terhadap 30 orang responden berupa pemberian kuesioner tentang parameter penyebab kerusakan cone es krim. Responden diminta untuk mengurutkan lima parameter produk cone es krim yang telah ditentukan dari yang paling penting (skor 1) sampai yang paling tidak penting (skor 5) dengan menggunakan uji rangking. Responden juga harus memilihi salah satu dari lima parameter yang paling berpengaruh terhadap kerusakan produk cone es krim sehingga produk tersebut tidak layak dikonsumsi. 3.3.2 Penelitian tahap II pendugaan umur simpan produk cone es krim Penelitian tahap II merupakan penelitian utama. Penelitian utama yang dilakukan adalah pendugaan umur simpan produk cone es krim menggunakan metode akselerasi dengan pendekatan model kadar air kritis. Umur simpan berdasarkan model pendekatan kadar air kritis dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Labuza. Umur simpan yang dihitung adalah umur simpan cone es krim pada RH penyimpanan 90%. Persamaan Labuza (1982) yang digunakan untuk menentukan umur simpan tersebut adalah:

Keterangan: t = waktu untuk mencapai kadar air kritis atau umur simpan (hari)

Me = kadar air kesetimbangan produk (gH2O/gsolid) Mi = kadar air awal produk (gH2O/gsolid) Mc = kadar air kritis produk (gH2O/gsolid) k/x = konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg) A = luas permukaan kemasan (m2)

Ws = bobot padatan per kemasan (g) Po = tekanan uap air pada ruang penyimpanan (mmHg) b = kemiringan kurva sorpsi isotermis Prinsip utama dari model pendekatan kadar air kritis adalah menentukan kadar air kesetimbangan (Me) cone es krim yang disimpan pada berbagai RH.

23

24

Hubungan data kadar air kesetimbangan cone es krim dengan RH tempat penyimpanan cone es krim akan dihasilkan kurva sorpsi isotermis produk cone es krim. Kurva sorpsi isotermis digunakan untuk mengetahui pola penyerapan uap air cone es krim dari lingkungan, sehingga umur simpan cone es krim dapat ditentukan. Diagram alir pendugaan umur simpan dengan model kadar air kritis dapat dilihat pada Gambar 6 berikut. Produk cone es krim

Penentuan kadar air awal

Penentuan kadar air kritis

Penentuan kadar air kesetimbangan

Penentuan permeabilitas kemasan

Penentuan luas kemasan

Penentuan bobot padatan per kemasan

Penentuan tekanan uap air murni

Penentuan kemiringan kurva sorpsi isotermis

Pendugaan umur simpan melalui persamaan Labuza

Umur simpan produk cone es krim Gambar 6 Diagram alir tahap pendugaan umur simpan produk cone es krim

24

25

3.4

Prosedur Pengujian Variabel-Variabel Pendugaan Umur Simpan Pendugaan umur simpan cone es krim dengan model pendekatan kadar air

kritis, diawali dengan penentuan beberapa variabel yang akan digunakan dalam perhitungan umur simpan. Prosedur pengujian variabel tersebut meliputi penentuan tekstur (kerenyahan), penentuan kadar air awal, penentuan kadar air kritis, penentuan kadar air kesetimbangan, penentuan kurva sorpsi isotermis, penentuan model persamaan sorpsi isotermis, evaluasi model, penentuan nilai slope (b) kurva sorpsi isotermis, serta penentuan bobot padatan per kemasan dan luas permukaan kemasan. 3.4.1 Penentuan tekstur (Faridah et al. 2006) Tekstur cone es krim diukur pada setiap perlakuan penyimpanan dengan menggunakan alat Rheoner (RE-3305). Sampel ditekan oleh probe silinder yang terdapat pada alat tersebut dengan ukuran yang disesuaikan dengan produk. Ukuran probe silinder yang digunakan adalah 5 mm. Setiap tekanan yang diberikan akan menghasilkan sebuah kurva yang menunjukkan profil tekstur dari produk tersebut. Puncak (peak) pertama yang terbentuk pada kertas grafik merupakan nilai keliatan (toughness) dari tekstur produk yang diuji. Nilai keliatan tersebut dinyatakan dalam satuan gramforce (gf). Semakin kecil nilai keliatan (gramforce) yang dihasilkan maka semakin tinggi tingkat kerenyahannya, dan sebaliknya semakin tinggi nilai keliatan (gramforce) yang dihasilkan maka semakin rendah tingkat kerenyahannya. 3.4.2 Penentuan kadar air awal (Mi) (AOAC 2005) Penentuan kadar air awal perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi awal produk. Penentuan kadar air awal cone es krim dilakukan pada sampel segar yang baru saja dibuka dari kemasan. Penentuan kadar air ini diawali dengan mengeringkan cawan kosong dalam oven pada suhu 102-105 oC selama 30 menit. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator (kurang lebih 40 menit) hingga dingin dan kemudian ditimbang. Sampel cone es krim sebanyak kurang lebih 5 gram kemudian diletakkan dalam cawan kosong yang sudah ditimbang beratnya. Cawan yang berisi sampel kemudian ditutup dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105 oC selama 5 jam atau hingga beratnya konstan. Setelah selesai,

25

26

cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin lalu ditimbang kembali. Kadar air dapat dihitung dengan rumus:

3.4.3

Penentuan kadar air kritis (Mc) Penentuan kadar air kritis diawali dengan menyimpan produk cone es krim

tanpa kemasan pada suhu ruang atau kamar (301 oC) selama 5 jam. Setiap jam dilakukan pengambilan sampel untuk diuji organoleptik dan dianalisis kadar airnya. Uji organoleptik merupakan suatu pengujian mutu produk berdasarkan penilaian kesukaan dengan menggunakan panca indera (Rahayu 1998). Uji oragnoleptik yang digunakan untuk menentukan umur simpan produk dengan metode akselerasi adalah uji rating pada parameter tekstur (kerenyahan). Uji rating yang digunakan memiliki skala 1 (sangat tidak renyah) sampai dengan 7 (sangat renyah). Kadar air cone es krim diukur berdasarkan AOAC 2005. Data kadar air dan nilai kerenyahan masing-masing sampel yang telah diberi perlakuan waktu penyimpanan, selanjutnya diplotkan dengan hasil uji organoleptik masing-masing sampel pada setiap perlakuan penyimpanan, sehingga diperoleh grafik yang menunjukkan hubungan antara nilai uji organoleptik dengan nilai kadar air dan hubungan antara nilai uji organoleptik dengan nilai kerenyahan. Hubungan tersebut dinyatakan dalam persamaan regresi linear. Kadar air kritis dapat diperoleh dari persamaan regresi linier yang menghubungkan nilai uji organoleptik dengan nilai kadar air, kadar air kritis ditentukan pada saat nilai uji organoleptik bernilai 4, yaitu pada skala netral. Selain itu, nilai kerenyahan pada saat kadar air kritis tercapai juga ditentukan dari persamaan regresi yang menghubungkan nilai uji organoleptik dengan nilai kerenyahan yaitu pada saat nilai uji organoleptik bernilai 4. Kondisi kritis cone es krim tersebut ditentukan pada saat kerenyahan cone es krim tidak dapat diterima lagi oleh konsumen.

26

27

3.4.4

Penentuan kadar air kesetimbangan (Me) Penentuan kadar air kesetimbangan diawali dengan melarutkan garam

tertentu hingga jenuh atau tidak larut kembali. Garam yang digunakan antara lain K2CO3, KI, NaCl, KCl, K2SO4. Sebanyak 100 ml larutan garam jenuh dimasukkan kedalam desikator yang di modifikasi untuk mengatur RH ruangan (desikator modifikasi). Sekitar 2-5 gram sampel cone es krim diletakkan pada cawan porselin yang telah diketahui beratnya. Cawan berisi sampel tersebut diletakkan di dalam desikator yang telah berisi larutan garam jenuh. Desikator kemudian disimpan pada suhu ruang (301 oC) dan sampel ditimbang secara periodik tiap 24 jam hingga mencapai bobot yang konstan yang berarti kadar air kesetimbangan telah tercapai (Arpah 2007). Menurut Lievonen dan Ross (2002) diacu dalam Adawiyah (2006), bobot yang konstan ditandai dengan selisih bobot antara tiga kali penimbangan tidak lebih dari 2 mg/g untuk sampel yang disimpan pada RH dibawah 90% dan tidak lebih dari 10 mg/g untuk sampel yang disimpan pada RH diatas 90%. Sampel yang telah mencapai bobot konstan kemudian diukur kadar airnya berdasarkan AOAC 2005. 3.4.5 Penentuan kurva sorpsi isotermis Penentuan kurva sorpsi isortermis dibuat dengan cara memplotkan nilai kadar air kesetimbangan hasil percobaan dengan nilai kelembaban relatif (RH) atau aktivitas air (aw). Labuza dan Bilge (2007) menyatakan bahwa aktivitas air suatu bahan pangan dapat dihitung dengan membandingkan tekanan uap air bahan (P) dengan tekanan uap air murni (Po) pada kondisi sama atau dengan membagi ERH lingkungan dengan nilai 100. Rumus aw tersebut adalah: aw Keterangan: aw P Po ERH 3.4.6 = aktivitas air = tekanan uap air bahan (mmHg) = tekanan uap air murni pada suhu yang sama (mmHg) = kelembaban relatif seimbang

Penentuan model persamaan sorpsi isotermis (Arpah 2007) Penentuan model persamaan sorpsi isotermis dilakukan untuk memperoleh

kemulusan kurva yang terbaik. Persamaan yang dipilih adalah persamaan yang

27

28

dapat diaplikasikan pada bahan pangan dengan kisaran RH 095% sehingga dapat mewakili ketiga daerah pada kurva sorpsi isotermis. Model persamaan yang digunakan pada penelitian ini ada 5, yaitu model Hasley, Henderson, Caurie, Oswin, dan Chen Clayton. Henderson mengemukakan persamaan yang menggambarkan hubungan antara kadar air kesetimbangan bahan pangan dengan kelembaban relatif ruang simpan. Persamaan ini berlaku untuk bahan pangan pada semua aktivitas air dan merupakan salah satu persamaan yang paling banyak digunakan pada bahan pangan kering. Model Caurie berlaku untuk kebanyakan bahan pangan pada selang aw 0,0-0,85 dan model Oswin berlaku untuk bahan pangan pada RH 0-85%. Sedangkan model Chen Clayton berlaku untuk bahan pangan pada semua aktivitas air. Pada percobaanya Hasley mengemukakan suatu persamaan yang dapat menggambarkan proses kondensasi pada lapisan multilayer. Persamaan tersebut dapat digunakan untuk bahan makanan dengan kelembaban relatif 10-81% (Chirife dan Iglesias 1978 diacu dalam Arpah 2007). Model-model persamaan sorpsi isotermis yang digunakan merupakan persamaan yang diubah ke dalam bentuk persamaan linear, sehingga nilai-nilai konstanta yang ada dalam persamaan juga dapat ditentukan dengan metode kuadrat terkecil (Walpole 1992). Adapun model persamaan Hasley, Henderson, Caurie, Oswin dan Chen Clayton sebagai berikut: Model persamaan Hasley Model persamaan Henderson Model persamaan Caurie Model persamaan Oswin : : : : aw = exp[-P1/(Me)P2] 1-aw = exp(-KMen) ln Me = ln P1-P2*aw Me = P1[aw/(1- aw)] P2 aw = exp[-P1/exp(P2*Me)]

Model persamaan Chen Clayton : Keterangan: Me aw K dan n P1 dan P2 3.4.7

= kadar air kesetimbangan = aktivitas air = konstanta = konstanta

Evaluasi model (Cassini et al. 2006) Evaluasi model dilakukan untuk mengetahui ketepatan dari beberapa

model persamaan sorpsi isotermis yang terpilih untuk menggambarkan

28

29

keseluruhan kurva sorpsi isotermis hasil percobaan. Evaluasi model dilakukan dengan menghitung nilai Mean Relative Deviation (%MRD) dari masing-masing model. Rumus MRD tersebut adalah:

Keterangan: Mi Mpi n = kadar air percobaan = kadar air hasil perhitungan = jumlah data

3.4.8 Penentuan nilai kemiringan (b) kurva sorpsi isotermis (Labuza 1982) Nilai kemiringan (b) kurva sorpsi isotermis ditentukan pada daerah linear (Rahayu dan Arpah 2003). Menurut Labuza (1982), daerah linear untuk menentukan kemiringan kurva sorpsi isotermis diambil antara daerah kadar air awal dan kadar air kritis. Kurva sorpsi isotermis yang digunakan adalah kurva yang dihasilkan berdasarkan model sorpsi isotermis yang terpilih. Titik-titik hubungan antara aktivitas air dan kadar air kesetimbangan memiliki persamaan linier y = a + bx. Nilai b dari persamaan linier tersebut merupakan nilai kemiringan kurva sorpsi isotermis. Penentuan nilai kemiringan (b) dilakukan untuk melihat pengaruhnya terhadap umur simpan produk melalui persamaan Labuza. 3.4.9 Penentuan bobot padatan per kemasan dan luas permukaan kemasan Bobot produk awal (Wo) dalam suatu kemasan ditimbang dan dikoreksi dengan kadar air awalnya (Mo) yang kemudian dinyatakan sebagai bobot padatan produk per kemasan (Ws). Sedangkan, luas permukaan kemasan (A) yang digunakan dihitung dengan mengalikan panjang dengan lebar kemasan. Adapun rumusnya sebagai berikut: Keterangan: A = luas kemasan (m2) P = panjang kemasan (m) L = lebar kemasan (m)

29

30

3.5

Analisis Data Data lama penyimpanan dengan kadar air dan tekstur (kerenyahan)

dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana (satu peubah bebas). Peubah bebas adalah peubah yang nilainya tidak tergantung pada peubah lain. Lama penyimpanan merupakan peubah bebas, sedangkan kadar air dan tekstur (kerenyahan) merupakan peubah terikat. Adapun persamaan regresi linear yang digunakan adalah: Keterangan: y = nilai peubah terikat a = konstanta b = kemiringan kurva Nilai kadar air kritis dapat ditentukan dari persamaan regresi linier yang menghubungkan skor kerenyahan dengan nilai kadar air. Selain itu, nilai kerenyahan secara objektif pada saat kadar air kritis tercapai juga dapat ditentukan dengan persamaan regresi linier yang menghubungkan skor kerenyahan dengan nilai kerenyahan secara objektif. Nilai kadar air kritis dan nilai kerenyahan pada saat kadar air kritis tercapai ditentukan ketika skor kerenyahan pada uji rating bernilai 4.

30

31

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Parameter Utama Kerusakan Produk Cone Es Krim Parameter utama kerusakan produk cone es krim ditentukan melalui

survei, yaitu berupa penyebaran kuesioner pada 30 orang konsumen (Lampiran 1). Hasil survei konsumen terhadap parameter kerusakan cone es krim dapat dilihat pada Gambar 7.
10% 10% 17%

Warna Aroma Tekstur


63%

Rasa

Gambar 7 Diagram parameter utama kerusakan produk cone es krim Berdasarkan Gambar 7, dapat dilihat bahwa dari 30 orang konsumen 63% memilih parameter tekstur yang menjadi parameter paling berpengaruh terhadap kerusakan produk cone es krim, 10% memilih parameter rasa, 17% memilih parameter aroma, dan 10% lainnya memilih parameter warna. Hasil survei menunjukkan bahwa parameter tekstur merupakan parameter kritis yang paling menentukan produk cone es krim masih layak atau tidak untuk dikonsumsi. Menurut Herawati (2008), titik kritis ditentukan berdasarkan faktor utama yang sangat sensitif serta dapat menimbulkan terjadinya perubahan mutu produk pangan selama distribusi, penyimpanan hingga siap dikonsumsi. Tekstur merupakan parameter kritis yang sangat mendukung pendugaan umur simpan produk cone es krim. Berdasarkan hasil survei, parameter tekstur memiliki presentasi terbesar dalam menentukan kerusakan produk cone es krim. Parameter tekstur ini sangat dipengaruhi oleh perubahan kadar air produk. Menurut Arpah (2007), kerusakan tekstur selama penyimpanan adalah reaksi deteriosasi yang umumnya pertama kali terjadi pada produk kering, karena produk ini sangat sensitif dengan perubahan nilai kadar air selama penyimpanan. Menurut Robertson (2006), selama penyimpanan produk kering akan menyerap uap air dari

31

32

lingkungan yang menyebabkan produk kering menjadi lembab/kehilangan kerenyahan. 4.2 Variabel-Variabel Pendugaan Umur simpan Produk Cone Es Krim Umur simpan produk cone es krim ditentukan menggunakan metode akselerasi dengan pendekatan model kadar air kritis. Metode ini dipilih karena cone es krim merupakan produk kering yang bersifat higroskopis, yaitu mudah menyerap uap air dari lingkungan. Menurut Robertson (2006), selama penyimpanan akan terjadinya proses penyerapan uap air dari lingkungan yang menyebabkan produk kering mengalami penurunan mutu menjadi lembab/tidak renyah. Pada penelitian ini produk disimpan pada suhu ruang dengan 5 nilai RH yang berbeda-beda. Prinsip utama dari model pendekatan kadar air kritis adalah menentukan kadar air kesetimbangan (Me) cone es krim yang disimpan pada berbagai RH. Hubungan data kadar air kesetimbangan cone es krim dengan RH tempat penyimpanan cone es krim akan menghasilkan kurva sorpsi isotermis. Kurva sorpsi isotermis digunakan untuk mengetahui pola penyerapan uap air cone es krim dari lingkungan, sehingga umur simpan cone es krim dapat ditentukan melalui persamaan Labuza. Umur simpan produk cone es krim yang dihitung melalui persamaan Labuza, adalah umur simpan pada RH 90%. Nilai RH ini dipilih untuk mewakili kondisi penyimpanan produk cone es krim oleh konsumen. Ada beberapa variabel yang harus ditentukan sebelum melakukan perhitungan umur simpan dengan pendekatan model kadar air kritis. Variabel-variabel tersebut meliputi kadar air awal, kadar air kritis, kadar air kesetimbangan, penentuan kurva sorpsi isotermis, penentuan model persamaan sorpsi isotermis, penentuan kemiringan (b) kurva sorpsi isotermis, serta penentuan variabel pendukung umur simpan lainnya yaitu permeabilitas kemasan, bobot padatan perkemasan, luas permukaan kemasan, dan tekanan uap murni pada ruang penyimpanan. 4.2.1 Kadar air awal (Mi) dan kadar air kritis (Mc) Kadar air awal (Mi) dan kadar air kritis (Mc) produk cone es krim diukur berdasarkan AOAC 2005, yaitu dengan metode oven melalui perhitungan basis kering. Kadar air awal produk cone es krim ditentukan pada awal penyimpanan (jam ke-0). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kadar air awal cone es 32

33

krim tepung tulang adalah 0,029 gH2O/gsolid dan kadar air awal cone es krim tepung ikan adalah 0,036 gH2O/gsolid. Rendahnya nilai kadar air pada kedua produk ini disebabkan oleh proses pemanggangan pada suhu tinggi, sehingga produk menjadi kering dan memiliki tekstur yang renyah. Berdasarkan hasil survei, kerenyahan merupakan parameter kritis yang menentukan kerusakan produk cone es krim. Perubahan tekstur cone es krim yang renyah menjadi lembek/tidak renyah mengakibatkan produk tersebut tidak layak untuk dikonsumsi. Penurunan kerenyahan produk ini terjadi karena selama penyimpanan produk kering akan menyerap uap air dari lingkungan yang dapat meningkatkan kadar air. Penentuan kadar air kritis kedua produk ditetapkan pada saat produk cone es krim mulai tidak dapat diterima lagi oleh konsumen secara organoleptik. Pada penelitian ini, produk cone es krim disimpan tanpa kemasan pada suhu ruang (301 oC) selama 5 jam. Setiap jam perlakuan penyimpanan dilakukan pengukuran kadar air serta tingkat kerenyahan tekstur secara objektif dengan menggunakan alat Rheoner (RE-3305) dan secara subjektif dengan uji rating. Grafik hubungan antara skor kerenyahan cone es krim secara subjektif dengan lama penyimpanan pada kedua jenis produk cone es krim dapat dilihat pada Gambar 8.
7 6 6.43 6.2 5.07 5.27 4.47 3.83

Skor kerenyahan

5 4

4.23
3.37

3.3 2.67 2.23 2.1 Cone es krim tepung tulang Cone es krim tepung ikan

3
2 1 0 0 1 2

Lama penyimpanan (jam) Gambar 8 Grafik hubungan skor kerenyahan cone es krim dengan lama penyimpanan Gambar 8 menunjukkan bahwa skor rata-rata kerenyahan tertinggi pada kedua jenis produk cone es krim terdapat pada awal penyimpanan (jam ke-0)

33

34

dengan nilai kerenyahan 6,43 untuk cone es krim tepung tulang dan 6,2 untuk cone es krim tepung ikan. Sedangkan, skor kerenyahan terendah untuk produk cone es krim tepung tulang dan cone es krim tepung ikan terjadi pada akhir penyimpanan (jam ke-5) dengan nilai masing-masing 2,23 dan 2,1. Skor rata-rata kerenyahan kedua produk tersebut mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Hal ini terjadi karena menurut Arpah (2007), selama penyimpanan produk akan menyerap uap air dari lingkungan, sehingga produk menjadi basah dan kehilangan kerenyahan. Setiap jam selama 5 jam perlakuan penyimpanan dilakukan pengukuran kadar air pada kedua jenis produk cone es krim. Hubungan nilai kadar air kedua produk cone es krim dengan lama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Perubahan kadar air produk cone es krim selama penyimpanan pada suhu ruang Lama penyimpanan Nilai kadar air basis kering (gH2O/gsolid) (Jam ke-) Cone tepung tulang Cone tepung ikan 0 0,029 0,036 1 0,063 0,071 2 0,084 0,092 3 0,100 0,125 4 0,149 0,199 5 0,203 0,234 Semakin lama waktu penyimpanan maka semakin besar nilai kadar yang terkandung pada kedua jenis produk. Hal ini terjadi karena selama penyimpanan kedua produk cone es krim mengalami proses penyerapan uap air dari lingkungan, sehingga kadar air produk meningkat dan tekstur menjadi semakin lembek/tidak renyah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arpah (2007), yang menyatakan bahwa kandungan air dalam bahan pangan akan meningkat selama penyimpanan, sehingga produk menjadi basah dan kehilangan kerenyahan. Perubahan kadar air dan skor kerenyahan selama penyimpanan menghasilkan hubungan linear yang dapat dilihat pada Gambar 9.

34

35

0.250

Kadar air (gH2O/gsolid)

0.200 0.150

y = -0.048x + 0.315 R = 0.927 Cone es krim tepung tulang y = -0.040x + 0.278 R = 0.949 0 1 2 3 4 5 6 7 Cone es krim tepung ikan

0.100
0.050 0.000

Skor kerenyahan Gambar 9 Grafik hubungan nilai kadar air dengan skor kerenyahan Berdasarkan Gambar 9, diketahui bahwa perubahan nilai kadar air dengan skor kerenyahan selama penyimpanan memiliki hubungan linear. Model regresi linear pada kedua jenis produk cone es krim ini sudah cukup tepat dalam menjelaskan hubungan linear antara nilai kadar air dengan skor kerenyahan. Hal ini dapat dilihat dari nilai R2 yang cukup tinggi pada kedua jenis produk, yaitu 0,949 untuk produk cone es krim tepung tulang dan 0,927 untuk produk cone es krim tepung ikan. Menurut Walpole (1992), nilai R2 (koefisien determinasi) didefiniskan sebagai ukuran seberapa tepat model yang digunakan dapat menjelaskan hubungan linear antara variabel X dan variabel Y. Hubungan linear antara nilai kadar air dengan skor kerenyahan menghasilkan suatu persamaan linear yang dapat digunakan untuk menentukan kadar air kritis masing-masing produk cone es krim. Persamaan linear yang diperoleh adalah y=-0,04x+0,278 untuk produk cone es krim tepung tulang dan y=-0,048x+0,315 untuk produk cone es krim tepung ikan. Menurut Labuza (1982), kadar air kritis produk adalah kadar air pada saat produk dianggap telah kadaluarsa. Kadar air kritis merupakan batas maksimal air yang terkandung pada suatu produk sehingga produk tidak dapat diterima lagi oleh konsumen. Pada penelitian ini kadar air kritis ditentukan pada saat tekstur mencapai kondisi kritis, yaitu ketika panelis memberikan skor 4 (netral) dari skala 1-7 pada uji rating. Skor 4 dipilih sebagai batas penolakan konsumen terhadap kerenyahan produk cone es krim. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahayu dan Arpah (2003), bahwa kadar air kritis produk kering seperti biskuit adalah kadar air pada saat produk tersebut

35

36

kehilangan kerenyahannya. Selain itu, Hermanianto et al. (2000) juga menyatakan bahwa penentuan titik kritis untuk produk kering seperti snack ditetapkan pada saat skor penilaian dari panelis bernilai 3,9. Titik kritis ini ditentukan berdasarkan hasil uji organoleptik terhadap parameter kerenyahan. Berdasarkan persamaan linear pada Gambar 9, diketahui bahwa kadar air kritis produk cone es krim tepung tulang adalah 0,118 gH2O/gsolid dan cone es krim tepung ikan adalah 0,123 gH2O/gsolid. Pada penelitian ini, tekstur kedua produk cone es krim juga ditentukan secara objektif dengan menggunakan alat Rheoner (RE-3305). Tekstur kedua produk tersebut diukur pada setiap jam perlakuan penyimpanan. Kedua sampel produk cone es krim ditekan oleh probe silinder berdiameter 5 mm sehingga menghasilkan suatu kurva yang menunjukkan profil tekstur cone. Puncak (peak) pertama yang terbentuk pada kertas grafik merupakan nilai keliatan (toughness) dari tekstur produk yang diuji. Nilai keliatan (toughness) tersebut dinyatakan dalam satuan gramforce (gf). Adapun hubungan nilai keliatan kedua produk cone es krim dengan lama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 10.
1600 1400 1575

Keliatan (gf) (toughness)

1300 1481.25 1131.25 1200 1243.75 893.75 1025 1106.25 1000 668.75 800 600 400 200 0 0 1 2 3 4 5 6 650 806.25 868.75 Cone es krim tepung tulang Cone es krim tepung ikan

Lama penyimpanan (jam) Gambar10 Grafik hubungan nilai keliatan dengan lama penyimpanan Gambar10 menunjukkan bahwa lama penyimpanan sangat mempengaruhi tingkat keliatan (toughness) kedua produk cone es krim. Hal ini dapat dilihat dari nilai keliatan (gf) kedua produk yang selalu meningkat seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Semakin besar nilai keliatan yang dihasilkan maka semakin rendah tingkat kerenyahannya dan sebaliknya, semakin kecil nilai

36

37

keliatan yang dihasilkan maka semakin tinggi tingkat kerenyahannya. Nilai keliatan (gramforce) berbanding terbalik dengan tingkat kerenyahan. Tingkat kerenyahan tertinggi kedua jenis produk cone es krim terdapat pada saat awal penyimpanan (jam ke- 0). Hal ini ditunjukkan oleh nilai gramforce yang rendah yaitu sebesar 659 gf untuk cone es krim tepung tulang dan 668,75 gf untuk cone es krim tepung ikan. Sedangkan tingkat kerenyahan terendah terjadi ketika produk tersebut memiliki nilai gramforce yang tinggi. Kondisi ini terjadi pada saat akhir penyimpanan (jam ke-5) dengan nilai keliatan sebesar 1481,25 gf untuk produk cone es krim tepung tulang dan sebesar 1575 gf untuk cone es krim tepung ikan. Nilai keliatan tekstur produk cone es krim tepung ikan lebih tinggi daripada cone es krim tepung tulang. Sehingga dapat dikatakan bahwa tekstur produk cone es krim tepung tulang lebih renyah daripada tekstur cone es krim tepung ikan. Hal ini diduga karena perbedaan kadar air awal pada masing-masing produk. Perbedaan nilai kadar air pada kedua jenis produk tersebut disebabkan oleh perbedaan perlakuan penambahan tepung yang diberikan pada masingmasing produk cone es krim. Berdasarkan penelitian sebelumnya, diketahui bahwa tepung ikan patin memiliki kadar air (basis basah) sebesar 10,40,84% (Aprilliani 2010), sedangkan tepung tulang ikan patin memiliki kadar air yang lebih rendah yaitu sebesar 8,650,07% (Aprilliana 2010). Tepung ikan memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada tepung tulang, sehingga produk cone es krim tepung ikan yang dihasilkan pun memiliki kadar air yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian sebelumnya. Menurut hasil penelitian Aprilliani (2010), produk cone es krim dengan penambahan tepung ikan patin memiliki kadar air sebesar 3,920,05%, dan menurut penelitian Aprilliana (2010), produk cone es krim dengan penambahan tepung tulang ikan patin memiliki kadar air sebesar 2,570,29%. Parameter tekstur kedua produk ini sangat terkait dengan kadar air produk. Tekstur yang kurang/tidak renyah pada produk disebabkan oleh nilai kadar air yang lebih tinggi. Kerenyahan kedua produk cone es krim akan menurun selama penyimpanan sehingga produk menjadi liat/tidak renyah. Hal ini terjadi karena selama penyimpanan produk akan menyerap uap air dari lingkungan sehingga kadar air produk meningkat. Adapun grafik hubungan

37

38

nilai keliatan dari tekstur kedua produk dengan nilai kadar air selama 5 jam perlakuan penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 11. Kadar air (gH2O/gsolid)
0.250 0.200 0.150 0.100 0.050 0.000 0 400 y = 0,0002x - 0,101 R = 0,971 800 1200 1600 y = 0,0002x - 0,134 R = 0,958

Cone es krim tepung tulang Cone es krim tepung ikan

Keliatan (toughness) (gf) Gambar 11 Grafik hubungan nilai keliatan dengan nilai kadar air Gambar 11 menunjukkan hubungan linear antara nilai keliatan (toughness) dengan nilai kadar air dari produk cone es krim tepung tulang dan cone es krim tepung ikan. Kedua hubungan linear tersebut memiliki nilai slope positif, dimana nilai keliatan (gf) dari tekstur kedua produk cone es krim akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya nilai kadar air. Peningkatan nilai keliatan tekstur tersebut akan menurunkan skor penilaian panelis terhadap parameter tekstur produk cone es krim. Grafik hubungan nilai keliatan secara objektif dengan skor kerenyahan secara subjektif terhadap parameter tekstur dapat dilihat pada Gambar 12.
1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 0 1 y = -201.429x + 1892.588 R = 0.955

Keliatan (gf) (toughness)

y = -203.217x + 1,889.712 R = 0.964

Cone es krim tepung tulang Cone es krim tepung ikan

Skor kerenyahan Gambar 12 Grafik hubungan nilai keliatan dengan skor kerenyahan

38

39

Skor kerenyahan kedua jenis produk mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya nilai keliatan. Semakin tinggi nilai keliatan (gramforce) yang dihasilkan maka tekstur yang dimiliki produk cone es krim semakin lembek/tidak renyah. Grafik hubungan nilai keliatan dengan skor kerenyahan pada Gambar 12 menunjukkan hubungan linear. Nilai R2 pada kedua jenis produk cukup tinggi, yaitu 0,964 untuk produk cone es krim tepung tulang dan 0,955 untuk produk cone es krim tepung ikan. Menurut Walpole (1992), nilai ini menunjukkan seberapa besar ketepatan model yang digunakan dapat menjelaskan hubungan linear antara variabel X (skor uji rating) dan Y (kerenyahan). Persamaan linear yang diperoleh dari grafik hubungan linear nilai keliatan dengan skor kerenyahan adalah y=-203,217x+1889,712 untuk produk cone es krim tepung tulang dan y=-201,429x+1892,588 untuk produk cone es krim tepung ikan. Persamaan-persamaan tersebut dapat digunakan untuk menentukan nilai keliatan dari tekstur kedua jenis produk pada saat kadar air kritis tercapai. Kadar air kritis tercapai ketika panelis memberikan skor 4 (netral) dari skala 1-7 pada uji rating. Tekstur kritis ditentukan dengan cara memplotkan nilai x=4 pada masingmasing persamaan linear, sehingga diperoleh nilai keliatan sebesar 1076,844 gf untuk produk cone es krim tepung tulang dan 1086,872 gf untuk produk cone es krim tepung ikan. Nilai keliatan (toughness) ini merupakan titik kritis dari parameter tekstur produk dimana produk cone es krim tidak dapat diterima lagi oleh konsumen. 4.2.2 Kadar air kesetimbangan (Me) Kadar air kesetimbangan (Me) digunakan untuk menggambarkan kurva sorpsi isotermis suatu produk. Kadar air kesetimbangan (Me) adalah kadar air dari suatu bahan pangan yang berkesetimbangan pada suhu dan kelembaban tertentu dalam periode waktu tertentu (Brooker et al. 1992). Kadar air kesetimbangan pada penelitian ini diperoleh dengan cara mengkondisikan kedua produk cone es krim didalam beberapa larutan garam jenuh yang memiliki nilai RH berbeda-beda. Larutan garam jenuh dibuat dengan cara melarutkan garam tertentu hingga jenuh atau tidak larut kembali. Adapun garam yang digunakan terdiri dari 5 jenis garam, yaitu K2CO3, KI, NaCl, KCl, K2SO4. Menurut Julianti et al. (2005), secara berturut-turut kelima jenis larutan garam jenuh tersebut memiliki nilai

39

40

kelembaban relatif (RH) sebesar 43%, 69%, 75%, 84%, dan 97%. Pemilihan nilai kelembaban relaif (RH) yang bervariasi pada penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kurva sorpsi isotermis yang paling mulus dan tepat dalam menentukan umur simpan produk. Menurut Rahayu dan Arpah (2003), penggunaan 4-6 jenis garam sudah cukup baik dalam menggambarkan kurva sorpsi isotermis suatu produk jika nilai RH yang dipilih tidak terlalu berhimpit. Selama peyimpanan dalam berbagai kondisi RH akan terjadi interaksi antara produk dengan lingkungannya. Uap air akan berpindah dari lingkungan ke produk atau sebaliknya, sampai tercapai kondisi setimbang. Kondisi dimana produk cone es krim tidak lagi menyerap uap air dari lingkungan maupun melepaskan uap air dari lingkungan. Kadar air kesetimbangan didiukur berdasarkan metode oven (AOAC 2005). Menurut Lievonen dan Ross (2002) diacu dalam Adawiyah (2006), kadar air kesetimbangan pada suatu bahan pangan akan tercapai ditandai dengan konstannya bobot bahan. Bobot bahan dikatakan konstan bila selisih bobot antara tiga kali penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 2 mg/g untuk kondisi RH 90% dan tidak lebih dari 10 mg/g untuk RH>90%. Adapun kadar air kesetimbangan produk cone es krim yang diperoleh dari hasil penelitian pada berbagai RH penyimpanan dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kadar air kesetimbangannya dapat dilihat pada Tabel 8 berikut. Tabel 8 Kadar air kesetimbangan produk cone es krim pada berbagai kondisi RH penyimpanan dan waktu pencapaiannya Cone es krim tepung tulang Cone es krim tepung ikan Kadar air Waktu Kadar air Waktu %RH aw kesetimbangan (hari) kesetimbangan (hari) (gH2O/gsolid) (gH2O/gsolid) 43 0,43 0,094 3 0,103 3 69 0,69 0,138 6 0,149 6 75 0,75 0,162 6 0,183 8 84 0,84 0,206 9 0,227 9 97 0,97 0,289 10 0,326 10-11 Nilai kadar air kesetimbangan berbeda-beda untuk setiap bahan pangan. Kadar air kesetimbangan kedua jenis produk cone es krim yang disimpan pada kondisi kelembaban relatif (RH) 43-97% dicapai dengan waktu sekitar 3-11 hari. Semakin tinggi nilai kelembaban relatif (RH) penyimpanan, maka semakin lama waktu yang diperlukan kedua produk untuk mencapai kondisi setimbang dengan

40

41

lingkungannya. Produk cone es krim yang disimpan pada kondisi kelembaban relatif rendah yaitu RH 43% membutuhkan waktu yang relatif singkat (3 hari) untuk mencapai kondisi setimbang dengan lingkungannya. Hal ini disebabkan oleh kecilnya selisih nilai kadar air awal dengan kadar air kesetimbangan pada kedua jenis produk, sehingga proses difusi uap air untuk mencapai keadaan setimbang berlangsung cepat. Produk cone es krim yang disimpan pada kondisi RH 43-97% mengalami proses adsorpsi selama penyimpanan. Hal ini ditandai dengan bobot kedua produk yang terus meningkat hingga tercapai kondisi setimbang. Proses adsorpsi yang terjadi selama penyimpanan menyebabkan peningkatan nilai kadar air, sehingga nilai kadar air kesetimbangan yang dicapai oleh kedua produk lebih tinggi daripada nilai kadar air awalnya. Menurut Brooker et al. (1992), proses adsorpsi terjadi jika kelembaban relatif udara lebih tinggi dari pada aw bahan, sehingga bahan akan menyerap uap air dari lingkungan. 4.2.3 Kurva sorpsi isotermis Kurva sorpsi isotermis adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara kandungan air dalam bahan pangan dengan aktifitas air (aw) atau kelembaban relatif kesetimbangan (ERH) ruang penyimpanan (De man 2007). Kurva sorpsi isotermis kedua jenis produk cone es krim dari hasil penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 13.
0.5

Kadar air kesetimbangan (g H2O/g solid)

0.4 0.3 0.2 0.1 Cone es krim tepung tulang

Cone es krim tepung ikan


0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

0.0

Aktivitas air (aw) Gambar 13 Kurva sorpsi isotermis produk cone es krim hasil penelitian Menurut Cassini et al. (2006), kurva sorpsi isotermis yang terbentuk dari suatu produk pangan dapat digunakan untuk menentukan umur simpannya. Pada

41

42

penelitian ini, kurva sorpsi isortermis dibuat dengan cara memplotkan nilai kadar air kesetimbangan hasil percobaan pada Tabel 8 dengan nilai aktifitas air (aw). Labuza dan Bilge (2007) menyatakan bahwa aktifitas air dapat dihitung dengan membagi ERH lingkungan dengan nilai 100, karena pada keadaan equilibrium atau setimbang aw bahan akan sama dengan kelembaban nisbi udara disekelilingnya. Gambar 13 menunjukkan bahwa kurva sorpsi isotermis kedua produk cone es krim berbentuk sigmoid, yaitu menyerupai huruf S walau tidak sigmoid sempurna. Namun, kedua kurva tersebut berbeda dan khas untuk masingmasing produk. Menurut Winarno (2004), Setiap jenis bahan pangan memiliki bentuk kurva sorpsi isotermis yang khas. Hal ini tergantung pada pola penyerapan uap air dari masing-masing produk. 4.2.4 Model persamaan sorpsi isotermis Pemodelan persamaan kurva sorpsi isotermis yang diperoleh dari hasil penelitian dengan model-model yang telah ada dilakukan untuk mendapatkan kemulusan kurva yang tinggi. Banyak model persamaan matematis yang telah dikembangkan untuk menjelaskan fenomena sorpsi isotermis secara teoritis, namun dalam penelitian ini hanya dipilih 5 model persamaan matematis yaitu Henderson, Caurie, Oswin, Chen Clayton, dan Hasley. Model-model persamaan ini dipilih karena dapat menggambarkan kurva sorpsi isotermis pada jangkauan nilai aktivitas air yang luas. Selain itu, model-model tersebut juga hanya memiliki dua parameter sehingga mudah dalam penggunaanya (Arpah 2007). Hal ini sesuai dengan pernyataan Labuza (1982), yang menyatakan bahwa jika tujuan penggunaan kurva sorpsi isotermis tersebut untuk mendapatkan kemulusan kurva yang tinggi, maka model-model persamaan yang dipilih adalah model persamaan yang lebih sederhana dan lebih sedikit jumlah parameternya. Guna mempermudah perhitungan maka model-model persamaan

matematis yang digunakan diubah bentuknya dari persamaan non-linear menjadi persamaan linear, sehingga nilai-nilai tetapannya dapat ditentukan dengan metode kuadrat terkecil. Menurut Walpole (1992), metode kuadrat terkecil ini dapat memilih suatu garis regresi terbaik diantara semua kemungkinan garis lurus yang dapat dibuat pada suatu diagram pencar. Persamaan linear untuk kedua jenis

42

43

produk cone es krim dari model-model persamaan kurva sorpsi isotermis dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10. Tabel 9 Persamaan kurva sorpsi isotermis produk cone es krim tepung tulang dan nilai Mean Relative Deviation (MRD) Model Persamaan linear Nilai %MRD Henderson log [ln(1/(1- aw))] = 1,381 + 1,572 log Me 3,24 Caurie ln Me = -3,320 + 2,070 * aw 6,18 Oswin ln Me = -2,2 + 0,298 ln [aw/(1- aw)] 7,042 Chen Clayton ln [ln [1/ aw)] = 1,411- 16,53 Me 3,54 Hasley log [ln [1/ aw)] = -2,871 - 2,828 log Me 9,02 Tabel 10 Persamaan kurva sorpsi isotermis produk cone es krim tepung ikan dan nilai Mean Relative Deviation (MRD) Model Persamaan linear Nilai %MRD Henderson log [ln(1/(1- aw))] = 1,278 + 1,527 log Me 3,82 Caurie ln Me = -3,528 + 2,122 * aw 6,02 Oswin ln Me = -2,11 + 0,306 ln [aw/(1- aw)] 7,64 Chen Clayton ln [ln [1/ aw)] = 1,326 - 14,44 Me 3,92 Hasley log [ln [1/ aw)] = -2,692 - 2,753 log Me 9,36 Persamaan linear kurva sorpsi isotermis pada Tabel 9 dan 10 digunakan untuk menentukan kadar air kesetimbangan produk cone es krim. Hasil perhitungan kadar air kesetimbangan produk cone es krim tepung tulang dan cone es krim tepung ikan dapat dilihat pada Lampiran 7. Data kadar air kesetimbangan dari setiap model diplotkan dengan nilai aktivitas air (aw) sehingga diperoleh kurva sorpsi isotermis. Kurva sorpsi isotermis yang diperoleh dari setiap model dibandingkan dengan kurva sorpsi isotermis hasil penelitian. Kemulusan kurva yang tinggi terlihat dari semakin berhimpitnya kurva sorpsi isotermis hasil penelitian dengan kurva sorpsi isotermis yang terbentuk dari model-model persamaan sorpsi isotermis. Kemulusan kurva tertinggi dari kelima model yang digunakan juga dapat diketahui melalui evaluasi model. Menurut Cassini et al. (2006), evaluasi model dilakukan dengan cara menghitung nilai Mean Relative Deviation (%MRD) pada masing-masing model. Menurut Tarigan et al. (2006) model sorpsi isotermis yang dapat menggambarkan keadaan sebenarnya dengan sangat tepat adalah model yang memiliki nilai MRD dibawah 5%. Model persamaan Henderson dan Chen Clayton pada produk cone es krim tepung tulang maupun cone es krim tepung ikan memiliki nilai MRD kurang dari

43

44

5%. Dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10, nilai MRD model persamaan Henderson untuk produk cone es krim tepung tulang maupun cone es krim tepung ikan secara berturut-turut adalah 3,24 dan 3,82. Sedangkan, nilai MRD pada model persamaan Chen Clayton adalah 3,54 untuk produk cone es krim tepung tulang dan 3,92 untuk produk cone es krim tepung ikan. Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa model persamaan Henderson dan Chen Clayton dapat menggambarkan keseluruhan kurva sorpsi isotermis kedua produk cone es krim secara tepat. Sedangkan model-model persamaan lainnya, yaitu model Caurie, Oswin, dan Hasley memiliki nilai MRD>5%, sehingga model-model tersebut kurang tepat dalam menggambarkan fenomena sorpsi isotermis pada keadaan sebenarnya. Menurut Arpah (2007), kesesuaian setiap model isotermis terhadap isotermis produk pangan tergantung pada kisaran aw dan jenis bahan penyusun produk pangan tersebut. Model persamaan yang digunakan dalam pendugaan umur simpan kedua produk cone es krim adalah model yang memiliki nilai MRD terkecil, yaitu model persamaan Henderson. Menurut Tarigan et al. (2006), semakin kecil nilai MRD maka semakin tepat model tersebut dalam menggambarkan fenomena sorpsi isotermis yang terjadi pada keadaan sebenarnya. Perbandingan kurva sorpsi isotermis hasil penelitian dengan model persamaan Henderson untuk kedua jenis produk cone es krim dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15.
0.4

Kadar air kesetimbangan (g H2O/g solid)

0.3 0.2 0.1 Model Henderson 0 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Hasil penelitian

Aktivitas air (aw) Gambar 14 Kurva sorpsi isotermis produk cone es krim tepung tulang hasil penelitian dan model Henderson

44

45

0.4

Kadar air kesetimbangan (g H2O/g solid)

0.3 0.2 Hasil penelitian 0.1 Model Henderson 0 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Aktivitas air (aw) Gambar 15 Kurva sorpsi isotermis produk cone es krim tepung ikan hasil penelitian dan model Henderson Model persamaan Henderson adalah model yang memiliki kurva sorpsi isotermis paling berhimpit dengan model sorpsi isotermis hasil penelitian dibandingkan model-model persamaan lainnya. Menurut Chirife dan Iglesias (1978) diacu dalam Arpah (2007), model persamaan Henderson adalah salah satu model persamaan yang paling banyak digunakan pada bahan pangan kering untuk menggambarkan hubungan antara kadar air kesetimbangan bahan pangan dengan kelembaban relatif ruang simpan. Persamaan model Henderson untuk produk cone es krim tepung tulang adalah log[ln(1/(1- aw))]=1,381+1,572logMe dan persamaan model Henderson untuk produk cone es krim tepung ikan adalah log[ln(1/(1- aw))]=1,278+1,527logMe. Persamaan-persamaan tersebut dapat juga digunakan untuk menduga nilai aw kedua produk cone es krim pada saat kadar air kritis tercapai. Nilai aw kritis ditentukan dengan cara memplotkan nilai kadar air kritis masing-masing produk cone es krim pada persamaan model terpilih. Nilai aw produk cone es krim tepung tulang pada saat kadar kritis tercapai adalah 0,566 dan nilai aw produk cone es krim tepung ikan pada saat kadar kritis tercapai adalah 0,538. 4.2.5 Nilai kemiringan (b) kurva sorpsi isotermis Perhitungan umur simpan berdasarkan persamaan Labuza membutuhkan nilai kemiringan (b) kurva sorpsi isotermis. Nilai kemiringan (b) untuk masingmasing produk cone es krim dapat dilihat pada Gambar 16 dan Gambar 17.

45

46

0.4

Kadar air kesetimbangan (g H2O/g solid)

0.3 0.2 0.1 0 0 0.2 0.4

y = 0,349x - 0,079 R = 0,882 Model Henderson Linear (Model Henderson) 0.6 0.8 1

Aktivitas air (aw) Gambar 16 Kemiringan kurva sorpsi isotermis model Henderson untuk produk cone es krim tepung tulang
0.4

Kadar air kesetimbangan (g H2O/g solid)

0.3 0.2 0.1 0 0 0.2 0.4

y = 0.399x - 0.096 R = 0.878 Model Henderson Linear (Model Henderson) 0.6 0.8 1

Aktivitas air (aw) Gambar 17 Kemiringan kurva sorpsi isotermis model Henderson untuk produk cone es krim tepung ikan Menurut Rahayu dan Arpah (2003), kemiringan (b) kurva sorpsi isotermis ditentukan dari garis lurus yang terbentuk pada kurva model persamaan sorpsi isotermis terpilih. Pada penelitian ini, nilai kemiringan (b) kedua produk cone es krim diperoleh dari kemiringan kurva sorpsi isotermis yang terbentuk pada model Henderson. Berdasarkan Gambar 16 dan Gambar 17, diketahui bahwa Titik-titik hubungan antara aktivitas air dan kadar air kesetimbangan memiliki persamaan linier y = a + bx. Nilai b dari persamaan linier tersebut merupakan nilai kemiringan kurva sorpsi isotermis. Nilai kemiringan (b) kurva sorpsi isotermis untuk produk cone es krim tepung tulang adalah 0,349. Sedangkan, nilai

46

47

kemiringan (b) kurva sorpsi isotermis untuk produk cone es krim tepung ikan adalah 0,399. Nilai-nilai kemiringan (b) tersebut akan digunakan dalam perhitungan umur simpan pada masing-masing produk cone es krim. 4.2.6 Variabel pendukung pendugaan umur simpan Permeabilitas uap air kemasan, luas permukaan kemasan, bobot padatan produk perkemasan dan tekanan uap air murni pada ruang penyimpanan merupakan variabel yang juga mendukung pendugaan umur simpan produk cone es krim. Nilai permeabilitas uap air dari jenis kemasan perlu diketahui untuk menduga umur simpan produk yang dihitung melalui persamaan Labuza. Setiap jenis kemasan memiliki nilai permeabilitas uap air yang berbeda. Menurut Robertson (2010), permeabilitas uap air kemasan merupakan kecepatan atau laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan dengan ketebalan tertentu akibat adanya perbedaan tekanan uap air antara produk dengan lingkungan pada suhu dan kelembaban tertentu. Cone es krim merupakan produk pangan kering yang bersifat higroskopis sehingga uap air yang masuk ke dalam produk tersebut harus dihambat dengan proses pengemasan. Jenis kemasan yang digunakan untuk mengemas kedua produk cone es krim adalah plastik oriented polipropilen (OPP). Jenis plastik ini dipilih karena memiliki nilai permeabilitas uap air yang rendah yaitu, sebesar 0,0739 gH2O/m2.hari.mmHg (Nugroho 2007). Hal ini sesuai dengan pernyataan Buckle et al. (2007), umumnya produk pangan kering mempunyai kadar air rendah, sehingga harus dikemas dengan kemasan yang mempunyai daya tembus atau permeabilitas uap air yang rendah untuk mencegah produk menjadi basah. Manley (2000) juga menyatakan bahwa plastik polypropylene merupakan jenis plastik yang baik sebagai barrier terhadap uap air pada produk biskuit karena memiliki permeabilitas uap air yang rendah. Semakin kecil nilai permeabilitas uap air kemasan, maka umur simpan produk pangan yang dikemas akan semakin lama. Besarnya luas permukaan kemasan juga mempengaruhi umur simpan suatu produk. Penentuan luas kemasan dilakukan dengan cara mengalikan panjang dan lebar kemasan yang digunakan. Menurut Robertson (2010), semakin luas permukaan kemasan yang digunakan maka uap air yang masuk dari lingkungan

47

48

akan semakin tinggi dan akan tersebar lebih meluas di dalam kemasan, sehingga kadar air kritis produk akan semakin cepat tercapai dan umur simpan produk pun tidak lama. Luas permukaan kemasan yang digunakan untuk mengemas produk cone es krim tepung tulang maupun produk cone es krim tepung ikan adalah 0,0296 m2. Sedangkan, bobot padatan perkemasan untuk produk cone es krim tepung tulang maupun produk cone es krim tepung ikan adalah 25 gram. Bobot padatan perkemasan ini ditentukan dari bobot awal produk cone es krim. Setiap kemasan terdiri dari 10 buah cone es krim dengan bobot padatan percone 2,5 gram. Tekanan uap air murni pada ruang penyimpanan (suhu 30oC) adalah 31,824 mmHg. Nilai tekanan uap air murni ini diperoleh dari tabel uap air Labuza (1982) yang dapat dilihat pada Lampiran 19. 4.3 Umur Simpan Produk Cone Es Krim Pendugaan umur simpan produk cone es krim tepung tulang maupun cone es krim tepung ikan ditentukan menggunakan metode akselerasi dengan pendekatan model kadar air kritis. Berdasarkan variabel-variabel yang diperoleh sebelumnya, umur simpan kedua produk cone es krim dapat ditentukan waktunya dengan menggunakan persamaan Labuza. Hasil perhitungan umur simpan melalui persamaan Labuza untuk kedua jenis produk cone es krim dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Umur simpan produk cone es krim Jenis produk Umur simpan cone es krim tepung tulang 76 hari cone es krim tepung ikan 74 hari Perbedaan umur simpan produk cone es krim tepung tulang dengan cone es krim tepung ikan disebabkan oleh perbedaan nilai kadar air awal, kadar air kesetimbangan, dan kadar air kritis dari masing-masing produk. Umur simpan yang dihitung melalui persamaan Labuza adalah umur simpan pada RH 90%. Nilai RH ini dipilih karena dapat mewakili sebagian besar kondisi penyimpanan produk cone es krim oleh konsumen. Umur simpan kedua produk akan semakin menurun dengan semakin meningkatnya RH penyimpanan. Menurut Singh et al. (2003) makanan kering akan lebih cepat mengalami kenaikan kadar air dan menjadi tidak renyah jika disimpan pada kondisi lingkungan yang memiliki RH

48

49

tinggi. Hal ini terjadi karena laju difusi uap air dari lingkungan ke produk akan semakin meningkat sebanding dengan semakin meningkatnya RH lingkungan. Oleh karena itu, produk cone es krim yang disimpan pada kondisi lingkungan dengan RH yang lebih tinggi akan memiliki umur simpan yang lebih singkat. Nilai RH lingkungan yang tinggi menyebabkan terjadinya proses adsorpsi, yaitu proses masuknya uap air dari lingkungan ke produk. Menurut Brooker et al. (1992), proses adsorpsi terjadi jika kelembaban relatif udara lebih tinggi dari pada aw bahan, sehingga bahan akan menyerap uap air dari lingkungan. Proses adsorpsi yang terjadi selama penyimpanan akan menyebabkan peningkatan kadar air pada kedua produk cone es krim, sehingga produk menjadi lembek/tidak renyah. Menurut Buckle et al. (2007), laju difusi uap air dari lingkungan ke produk dapat dihambat dengan proses pengemasan. Kemasan yang digunakan pada peneltian ini adalah jenis plastik oriented polipropilen (OPP). Umur simpan produk ditetapkan pada saat kadar air produk sama dengan kadar air kritis, yaitu kadar air dimana secara organoleptik produk sudah tidak dapat diterima lagi oleh konsumen. Menurut Herawati (2008), aktivitas air (aw) berkaitan erat dengan kadar air bahan pangan. Menurut Labuza (1982), makanan kering yang dikemas akan kehilangan kerenyahan ketika nilai aw berkisar antara 0,35-0,5 dan dikatakan tidak aman untuk dikonsumsi pada selang aw 0,7-0,75. Diatas selang tersebut mikroorganisme berbahaya dapat mulai tumbuh yang menyebabkan produk menjadi beracun. Sedangkan, jamur akan mulai tumbuh pada selang aw 0,6-0,7. Serta menurut Fontana (1998), bakteri pembusuk dapat tumbuh pada aw minimal 0,9 dan jamur yang bersifat racun dapat tumbuh pada aw 0,78. Berdasarkan persamaan terpilih, yaitu persamaan Henderson diduga nilai aw produk cone es krim tepung tulang pada saat kadar kritis tercapai adalah 0,566 dan nilai aw produk cone es krim tepung ikan pada saat kadar kritis tercapai adalah 0,538. Nilai aw kedua produk pada saat kadar air kritis tercapai ini masih berada pada selang yang aman. Namun, demi menjaga keamanan dan keselamatan disarankan kepada konsumen untuk mengkonsumsi produk sebelum waktu simpannya habis.

49

50

5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan Tekstur merupakan parameter utama yang menyebabkan penurunan mutu

produk cone krim. Produk cone es krim yang dikemas dengan plastik OPP (oriented polipropilen) dan disimpan pada RH 90% memiliki umur simpan selama 76 hari untuk produk cone tepung tulang dan 74 hari untuk produk cone tepung ikan. 5.2 Saran Konsumen sebaiknya menyimpan produk cone es krim pada suhu ruang dan dalam kondisi kering, sehingga tidak terjadi peningkatan nilai RH yang terlalu tinggi karena dapat mempercepat penurunan mutu produk. Selain itu, desikator modifikasi yang digunakan untuk menentukan kadar air kesetimbangan produk sebaiknya disimpan pada suatu ruang (inkubator) dengan suhu terkontrol sehingga kurva sorpsi isotermis yang terbentuk lebih akurat. Serta perlu juga dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pendugaan umur simpan produk cone es krim dengan metode konvesional yang disimpan pada kondisi sehari-hari, sehingga waktu simpan produk yang sebenarnya dapat diketahui.

50

51

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah DR. 2006. Hubungan sorpsi air, suhu transisi gelas dan mobilitas air serta pengaruhnya terhadap stabilitas produk pada model pangan [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Anggorodi R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Jakarta: UI Press. [Anonim]. 2010. Es Krim, Jajanan Favorit Anak dan http://korananakindonesia.wordpress.com. [25 Juni 2010] Remaja.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 2005. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington: The Association of Official Analytical Chemist, Inc. Aprilliana IS. 2010. Fortifikasi tepung ikan patin (Pangasius hypopthalmus) pada pembuatan cone es krim [Skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Aprilliani IS 2010. Pemanfaatan tepung tulang ikan patin (Pangasius Hypopthalmus) pada pembuatan cone es krim [Skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Arpah M. 2007. Penetapan Kadaluarsa Pangan. Departement of Food Sciences and Technology. Bogor Agricultural University. Belitz HD, Grosch W, Schieberle P. 2009. Food Chemistry 4th Revised and Extended Edition. Verlag Berlin Heidelberg: Springer. Brooker DB, Bakker-Arkema FW, Hall CW. 1992. Drying and Storage of Grains and Oilseeds. United States of America: AVI Book. Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wootton M. 2007. Ilmu Pangan. Hari Purnomo dan Adiono, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Food Science. Cassini AS, Marczak LDF, Norena CPZ. 2006. Water adsorption isotherms of texturized soy protein. Journal of Food Engineering 77: 194-199 Chaplin M. 2009. Water Structur and Science. http://btinternet.com/~martin. chaplin/activity.html. [10 Juli 2010] De man JM. 2007. Principles of Food Chemistry 3rd Edition. United States of America: Aspen Publishers, Inc. Faridah DN, Kusumaningrum HD, Wulandari N, Indrasti D. 2006. Modul Praktikum Analisis Pangan. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Floros JD, Gnanasekharan V. 1993. Shelf Life Prediction of Packaged Food. Di dalam: Charalambous G, editor. Shelf Life Studies of Food and Beverages. Newyork: Elsevier.

51

52

Fontana AJ. 1998. Water Activity: Why it is Important for Food Safety. Di dalam: Albuquerque NM, Paper Presented at the 1st NSF Int. Conference on Food Safety. Hartomo AJ dan Widiatmoko MC. 1993. Emulsi dan Pangan Instan Ber-lesitin. Yogyakarta: Andi offset. Herawati H. 2008. Penentuan umur simpan pada produk pangan. Jurnal Litbang 27(4). Hermanianto J, Muhammad A, Wijaya KJ. 2000. Penentuan umur simpan produk ekstruksi dari hasil samping penggilingan padi (menir dan bekatul) dengan menggunakan metode konvesional, kinetika arhenius dan sorpsi isothermis. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 6(2). Hui YH, Clary C, Farid MM, Fasina OO, Noomhorm A, Welti-Chanes J. 2008. Food Drying Science and Technology. United States of America: Destech Publications, Inc. Irianto 2002. Teknologi Pengolahan Hasil Perairan. Jakarta: Universitas Terbuka Departemen Pendidikan Nasional. Institute of Food Science and Technology. 1974. Shelf life of food. Journal Food Science. 39: 861865. Julianti E, Soekarto ST, Hariyadi P, Syarief AM. 2005. Karakteristik isotermis sorpsi air benih cabai merah. Journal of Agricultural Engineering 1(2): 6269. Kapseu C, Nkouam GB, Dirand M, Barth D, Perrin L, Tchiegang C. 2006. Water vapour sorption isotherms of sheanut kernels (Vitellaria paradoxa Gaertn.). Journal of Food Technology 4(4): 235-241. Labuza TP. 1982. Shelf Life Dating of Foods. Food and Nutrition Press Inc., Westport, Conecticut. Labuza TP dan Schmidl MK. 1985. Accelerated shelf life testing of foods. Journal of Food Technology 39(9): 57-62,64,134. Labuza TP dan Bilge A. 2007. Water Activity Prediction and Moisture Sorption Isotherms. Di dalam: Gustavo V et al., editors. Water Activity in Foods: Fundamental and Applications. State Avenue: Blackwell Publishing and IFT Press. Manley D. 2000. Technology of Biscuits, Crackers, and Cookies 3rd Edition. Cambridge: Woodhead PublishingLimited. Matz S. 1978. Cookies and Cracker Technology. United States of America: The AVI Publishing Company. Munandar. 1995. Teori Pastry. Yogyakarta: Akademik Kesejahteraan Sosial Tarakanita Yogyakarta. Nugroho A. 2007. Kajian metode penentuan umur simpan produk flat wafer dengan metode akselerasi berdasarkan pendekatan model kadar air kritis [Skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 52

53

PP Nomor 69 Tahun 1999. Tentang Label dan Iklan Pangan. Kantor Menteri Negara dan Urusan Pangan. Purnomo H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. Jakarta: UI Press. Rahayu WP. 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Bogor: Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Rahayu WP dan Arpah. 2003. Penuntun Teknis: Penetapan Kadaluarsa Produk Industri Kecil Pangan. Bogor: Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rahman MS. 2009. Food Properties Handbook 2nd Edition. Boca Raton, Florida: CRC Press. Robertson GL. 2006. Food Packaging: Principles and Practice 2nd Edition. Boca Raton, Florida: CRC Press. Robertson GL. 2010. Food Packaging and Shelf Life: A Pratical Guide. Boca Raton, Florida: CRC Press. Sianipar D. 2008. Kajian formulasi bumbu instan binthe biluhuta, karakteristik hidratasi dan pendugaan umur simpannya dengan menggunakan metode pendekatan kadar air kritis [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Singh J, Narpinder S, TR Sharma, and SK Saxena. 2003. Physicochemical, Rheological and Cookie Making Properties of Corn and Potato Flours. Journal Food Chemistry 83:387-393. Sithole R, McDaniel MR, Goddik LM. 2005. Rate of maillard browning in sweet whey powder. Journal Diary Science 88: 1636-1645. Syarief R. 1990. Peranan Pengemasan dalam Mempertahankan Mutu Pangan. Bogor: Pusat Pengembangan Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tarigan E, Prateepchaikul G, Yamsaengsung R, Sirichote A, Tekasakul P. 2006. Sorption isotherms of shelled and unshelled kernels of candle nuts. Journal of Food Engineering 75: 447-452. UU Nomor 7 Tahun 1996. Tentang Pangan. Lembar Negara Republik Indonesia. UU Nomor 8 Tahun 1999. Tentang Perlindungan Konsumen. Lembar Negara Republik Indonesia. Walpole RE. 1992. Pengantar Statistik Edisi ke-3. Bambang S, penerjemah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Introduction to Statistics 3rd Edition. Winarno FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

53

54

LAMPIRAN

54

55

Lampiran 1 Kuesioner parameter utama kerusakan produk cone es krim

KUESIONER
Nama : Umur : Beri tanda () pada kolom pilihan anda! 1. Apakah anda pernah mengkonsumsi cone es krim? ( ) ya ( ) tidak 2. Urutkan parameter-parameter cone es krim berikut dari yang paling penting sampai yang sangat tidak penting menurut Anda! (1=sangat penting, 2=penting, 3=biasa, 4=tidak penting, 5=sangat tidak penting) ( ) warna ( ) penampakan ( ) rasa ( ) tekstur (kerenyahan) ( ) aroma 3. Menurut Anda, kapan produk cone es krim dianggap sudah tidak layak dikonsumsi? (pilih salah satu) ( ) warna berubah ( ) tekstur berubah (tidak renyah) ( ) aroma berubah ( ) lainnya: ( ) rasa berubah Deskripsikan alasan Anda: ... ... ...

- TERIMA KASIH

55

56

Lampiran 2 Score sheet uji organoleptik (uji rating) No : UJI RATING

Nama panelis : Tanggal : Instruksi

Jenis sampel : Cone es krim Jam ke:

Cicipi sampel secara berurutan dari kiri ke kanan. Kunyah secara perlahan selama beberapa detik (boleh tidak ditelan). Netralkan mulut dengan air minum setiap akan mencicipi sampel yang lain. Berikan penilaian Anda terhadap TEKSTUR/ KERENYAHAN sampel yang Anda cicipi. 1 : Sangat tidak renyah 5 : Agak renyah 2 : Tidak renyah 6 : Renyah 3 : Agak tidak renyah 7 : Sangat renyah 4 : Netral Kode Sampel Nilai 456 789

56

57

Lampiran 3 Parameter utama kerusakan produk cone es krim berdasarkan hasil survei terhadap 30 orang konsumen No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Umur 9 thn 9 thn 9 thn 9 thn 10 thn 12 thn 12 thn 13 thn 13 thn 13 thn 14 thn 14 thn 14 thn 14 thn 17 thn 17 thn 19 thn 20 thn 20 thn 20 thn 21 thn 21 thn 21 thn 22 thn 22 thn 26 thn 30 thn 31 thn 31 thn 34 thn Warna 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0,10 Aroma 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 5 0,17 Tekstur 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 19 0,63 Rasa 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0,10

Jumlah Persentase

57

58

Lampiran 4 Hasil uji rating terhadap tekstur produk cone es krim tepung tulang Jam ke-0 6 7 6 7 6 7 6 7 7 6 7 6 7 7 6 5 7 6 7 6 6 6 6 7 5 7 7 6 7 7 193 6,43 Jam ke-1 5 5 6 6 5 6 5 6 6 5 5 6 4 4 6 5 6 5 5 4 5 5 5 6 5 6 5 6 5 5 158 5,27 Jam ke-2 4 3 5 5 5 3 4 5 3 4 5 5 3 5 6 3 6 5 5 4 5 5 5 3 5 5 4 6 4 4 134 4,47 Jam ke-3 2 4 4 4 5 5 4 5 3 4 3 6 2 4 5 4 6 3 3 4 3 5 2 3 4 2 2 5 4 5 115 3,83 Jam ke-4 2 4 2 2 5 2 3 3 3 4 4 2 2 3 2 5 3 2 5 3 3 2 2 4 3 5 5 5 4 5 99 3,30 Jam ke-5 2 5 2 2 2 1 2 1 1 1 4 2 2 1 2 2 1 2 5 2 1 2 1 3 3 2 3 4 2 4 67 2,23

Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata-rata

58

59

Lampiran 5 Hasil uji rating terhadap tekstur produk cone es krim tepung ikan Jam ke-0 7 5 6 5 6 5 5 7 7 7 6 7 5 7 6 5 5 7 7 7 7 7 6 6 5 7 7 7 6 6 186 6,20 Jam ke-1 4 4 5 5 5 5 4 3 4 4 5 6 5 6 6 5 6 6 4 6 6 5 5 6 5 5 6 6 5 5 152 5,07 Jam ke-2 3 3 4 5 3 3 3 3 4 4 5 6 3 6 5 5 5 6 2 5 5 4 4 4 3 5 6 6 3 4 127 4,23 Jam ke-3 4 3 5 3 2 4 3 4 5 2 5 3 3 2 2 4 5 4 2 2 3 3 3 3 3 5 4 3 3 4 101 3,37 Jam ke-4 3 2 2 2 2 4 3 3 2 1 5 2 2 2 2 2 3 3 2 4 3 4 1 2 3 3 2 5 3 3 80 2,67 Jam ke-5 2 2 5 3 3 3 2 2 2 1 3 2 3 1 2 2 1 1 2 1 1 2 2 2 3 2 2 2 2 2 63 2,10

Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata-rata

59

60

Lampiran 6 Kadar air produk cone es krim selama 5 jam penyimpanan Kadar air produk cone es krim tepung tulang Jam ke0 1 2 3 4 5 Ulangan 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 Berat sampel Kering 3,41 2,89 2,02 2,12 2,21 2,32 2,15 2,03 2,08 2,08 2,05 2,15 Kehilangan berat 0,1 0,08 0,13 0,13 0,18 0,2 0,22 0,2 0,32 0,3 0,41 0,44 Kadar air (BK) gH2O/gsolid 0,029 0,028 0,064 0,061 0,081 0,086 0,102 0,099 0,154 0,144 0,200 0,205 Rata2 kadar air (BK) gH2O/gsolid 0,029 0,063 0,084 0,100 0,149 0,203

Kadar air produk cone es krim tepung ikan Jam ke0 1 2 3 4 5 Berat sampel Kering 3,62 2,75 2,04 2,02 2,01 2,03 1,98 2,27 2,22 2,15 1,99 2,33 Kehilangan berat 0,13 0,1 0,15 0,14 0,18 0,19 0,25 0,28 0,44 0,43 0,47 0,54 Kadar air (BK) gH2O/gsolid 0,036 0,036 0,074 0,069 0,090 0,094 0,126 0,123 0,198 0,200 0,236 0,232 Rata2 kadar air (BK) gH2O/gsolid 0,036 0,071 0,092 0,125 0,199 0,234

Ulangan 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

60

61

Lampiran 7 Kadar air kesetimbangan produk cone es krim Kadar air kesetimbangan produk cone es krim tepung tulang (gH2O/gsolid) Aw 0,43 0,69 0,75 0,84 0,97 Penelitian 0,094 0,138 0,162 0,206 0,289 Henderson 0,092 0,146 0,163 0,194 0,294 Caurie 0,086 0,152 0,173 0,211 0,28 Oswin 0,102 0,141 0,154 0,182 0,312 Chen Clayton 0,096 0,145 0,161 0,191 0,297 Hasley 0,103 0,137 0,15 0,179 0,332

Kadar air kesetimbangan produk cone es krim tepung ikan (gH2O/gsolid) Aw 0,43 0,69 0,75 0,84 0,97 Penelitian Henderson 0,103 0,149 0,183 0,227 0,326 0,1 0,161 0,18 0,216 0,331 Caurie 0,096 0,166 0,189 0,229 0,301 Oswin 0,111 0,155 0,17 0,201 0,351 Chen Clayton 0,104 0,16 0,178 0,213 0,334 Hasley 0,112 0,151 0,165 0,198 0,374

61

62

Lampiran 8 Tekstur produk cone es krim selama 5 jam penyimpanan Tekstur produk cone es krim tepung tulang Jam ke0 1 2 3 4 5 Duplo 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 Ulangan 1 625 625 875 775 825 800 1275 1025 1050 1525 1350 1575 Ulangan 2 650 700 750 825 875 975 950 1175 1100 1300 1500 1500 Rata2 ulangan 1 625 825 812,5 1150 1287,5 1462,5 Rata2 ulangan 2 675 787,5 925 1062,5 1200 1500 Rata2 keliatan (gf) 650 806,25 868,75 1106,25 1243,75 1481,25

Tekstur produk cone es krim tepung ikan Jam ke0 1 2 3 4 5 Duplo 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 Ulangan 1 650 625 900 875 1125 1025 1125 1200 1200 1575 1525 1450 Ulangan 2 750 650 925 875 1050 900 1150 1050 1100 1325 1800 1525 Rata2 ulangan 1 637,5 887,5 1075 1162,5 1387,5 1487,5 Rata2 ulangan 2 700 900 975 1100 1212,5 1662,5 Rata2 keliatan (gf) 668,75 893,75 1025 1131,25 1300 1575

62

63

63

64

64

65

65

66

66

67

67

68

68

69

69

70

70

71

71

72

72

73

Lampiran 19 Tekanan uap air jenuh pada suhu 0-35oC (mmHg) Suhu (oC) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 0.0 4.579 4.926 5.294 5.685 6.101 6.543 7.013 7.513 8.045 8.609 9.209 9.844 10.518 11.231 11.987 12.788 13.634 14.530 15.477 16.477 17.535 18.650 19.827 21.068 22.377 23.756 25.209 26.739 28.349 30.043 31.824 33.694 35.663 37.729 39.898 42.175 0.2 4.647 4.998 5.370 5.766 6.187 6.350 7.111 7.617 8.155 8.727 9.333 9.976 10.658 11.379 12.144 12.953 13.809 14.715 15.673 16.683 17.753 18.80 20.070 21.324 22.658 24.039 25.509 27.055 28.680 30.392 32.191 34.082 36.068 38.155 40.344 42.644 0.4 4.715 5.070 5.447 5.848 6.274 6.728 7.209 7.722 8.267 8.845 9.458 10.109 10.799 11.528 12.302 13.121 13.987 14.903 15.871 16.894 17.974 19.113 20.316 21.583 22.922 24.326 25.812 27.374 29.015 30.745 32.561 34.471 36.477 38.584 40.796 43.117 0.6 4.785 5.144 5.525 5.931 6.363 6.822 7.309 7.828 8.380 8.965 9.585 10.244 10.941 11.680 12.462 13.290 14.166 15.092 16.071 17.105 18.197 19.349 20.565 21.845 23.198 24.617 26.117 27.696 29.354 31.102 32.934 34.864 36.891 39.018 41.251 43.595 0.8 4.855 5.219 5.605 6.015 6.453 6.917 7.411 7.936 8.494 9.086 9.714 10.380 11.085 11.833 12.624 13.461 14.347 15.284 16.272 17.319 18.422 19.587 20.815 22.110 23.476 24.912 26.426 28.021 29.697 31.461 33.312 35.261 37.308 39.457 41.710 44.078

Sumber: Labuza (1982)

73

74

Lampiran 20 Perhitungan umur simpan produk cone es krim Produk cone es krim tepung tulang Variabel-variabel umur simpan RH 90%

KA awal (Mi) %BK (gH2O/gsolid) 0,029 KA kritis (Mc) %BK (gH2O/gsolid) 0,118 KA kesetimbangan (Me) %BK (gH2O/gsolid) --> Henderson 0,225 2 Permeabilitas kemasan (k/x) (gH2O/m .hari. mmHg) 0,0739 Luas permukaankemasan (A) (m) 0,0296 Bobot padatan perkemasan (Ws) (gr) 25 0 Tekanan uap iar murni pada suhu 30 C (Po)(mmHg) 31,824 Slope (b) kurva sorpsi isotermis --> Henderson 0,349 Model persamaan Henderson: log[ln(1/(1-aw))]=1,381+1,572logMe Perhitungan umur simpan melalui persamaan Labuza: Umur simpan (hari) 76

Produk cone es krim tepung ikan Variabel-variabel umur simpan RH 90%

KA awal (Mi) %BK (gH2O/gsolid) 0,036 KA kritis (Mc) %BK (gH2O/gsolid) 0,123 KA kesetimbangan (Me) %BK (gH2O/gsolid) --> Henderson 0,251 2 Permeabilitas kemasan (k/x) (gH2O/m .hari.mmHg) 0,0739 Luas permukaan kemasan (A) (m) 0,0296 Bobot padatan perkemasan (Ws) (gr) 25 0 Tekanan uap iar murni pada suhu 30 C (Po)(mmHg) 31,824 Slope (b) kurva sorpsi isotermis --> Henderson 0,399 Model persamaan Henderson: log [ln(1/(1-aw))]=1,278+1,527logMe Perhitungan umur simpan melalui persamaan Labuza: Umur simpan (hari) 74

74

75

Contoh perhitungan umur simpan (cone es krim tepung tulang pada RH 90%): Kadar air awal (Mi) 0,029 gH2O/gsolid diperoleh dari pengukuran kadar air awal produk pada jam ke-0 menggunakan metode AOAC 2005 Kadar air kritis (Mc) 0,118 gH2O/gsolid diperoleh dari persamaan linear yang menghubungkan skor uji rating (x) dengan kadar air produk (y), dengan cara memplotkan nilai x= 4 sebagai batas penolakan konsumen. y= -0,04x + 0,278

y = -0,04(4) + 0,278 y = 0,118 Kadar air kesetimbangan (Me) 0,179 gH2O/gsolid diperoleh dari persamaan model sorpsi isotermis terpilih yaitu model Henderson, dengan cara memplotkan nilai aw=0,9

Persamaan Henderson: log[ln(1/(1-aw))] = 1,381 + 1,572 logMe log[ln(1/(1-0,9))] = 1,381 + 1,572 logMe 1,572 logMe = 0,362 1,381 logMe = -0,648 Me = 0,225 Permeabilitas kemasan (k/x) 0,0739 gH2O/m2.hari.mmHg diperoleh dari literatur yang telah ada oriented polipropilen (OPP) Luas permukaan kemasan (A) 0,0296 m2 diperoleh dari pengukuran luas permukaan plastik oriented polipropilen (OPP) Luas permukaan kemasan = panjang x lebar Luas permukaan kemasan = 0,37 m x 0,08 m Luas permukaan kemasan = 0,0296 m2

75

76

Bobot padatan perkemasan (Ws) 25 gr diperoleh dari penimbangan bobot awal produk cone es krim Tekanan uap iar murni pada suhu 300C (Po) 31,824 mmHg diperoleh dari literatur yang telah ada tabel uap air (Labuza 1982) Slope (b) kurva sorpsi isotermis 0,349 diperoleh dari kemiringan kurva model persamaan sorpsi isotermis terpilih, yaitu model Henderson Perhitungan umur simpan melalui persamaan Labuza (1982):

t = 76 hari

76

77

Lampiran 21 Gambar bahan dan alat yang digunakan dalam pendugaan umur simpan produk cone es krim

Cone es krim tepung tulang

Cone es krim tepung ikan

Pemanggang cone es krim

Rheoner (RE-3305)

Desikator modifikasi

Oven

Timbangan

Desikator

77

Anda mungkin juga menyukai