Anda di halaman 1dari 10

POHON BERINGIN

Beringin (Ficus benjamina dan beberapa jenis (genus) Ficus lain dari suku ara-araan atau
Moraceae), yang disebut juga waringin atau (agak keliru) ara (ki ara, ki berarti “pohon”),
dikenal sebagai tumbuhan pekarangan dan tumbuhan hias pot. Pemulia telah mengembangkan
beringin berdaun loreng (variegata) yang populer sebagai tanaman hias ruangan. Beringin
juga sering digunakan sebagai objek bonsai.

Beringin sangat akrab dengan budaya asli Indonesia. Tumbuhan berbentuk pohon besar ini
sering kali dianggap suci dan melindungi penduduk setempat. Sesaji sering diberikan di
bawah pohon beringin yang telah tua dan berukuran besar karena dianggap sebagai tempat
kekuatan magis berkumpul. Beberapa orang menganggap tempat di sekitar pohon beringin
adalah tempat yang “angker” dan perlu dijauhi.

Pohon bodhi sering dipertukarkan dengan beringin, meskipun keduanya adalah jenis yang
berbeda.
GANEMON/MELINJO

Melinjo (Gnetum gnemon Linn.) atau dalam bahasa Sunda disebut Tangkil adalah suatu
spesies tanaman berbiji terbuka (Gymnospermae) berbentuk pohon yang berasal dari Asia
tropik, melanesia, dan Pasifik Barat.[1] Melinjo dikenal pula dengan nama belinjo, mlinjo
(bahasa Jawa), tangkil (bahasa Sunda) atau bago (bahasa Melayu dan bahasa Tagalog), Khalet
(Bahasa Kamboja).[1] Melinjo banyak ditanam di pekarangan sebagai peneduh atau pembatas
pekarangan dan terutama dimanfaatkan buah dan daunnya, kulit melinjo adalah rahasia
kepintaran bangsa istrael.[1]

Berbeda dengan anggota Gnetum lainnya yang biasanya merupakan liana, melinjo berbentuk
pohon dan memiliki batang yang lurus.[1]

Deskripsi botani
Melinjo merupakan tumbuhan tahunan berbiji terbuka, berbentuk pohon yang berumah dua
(dioecious, ada individu jantan dan betina).[1] Bijinya tidak terbungkus daging tetapi
terbungkus kulit luar.[1] Batangnya kokoh dan bisa dimanfaatkan sebagai bahan bangunan.[1]
Daunnya tunggal berbentuk oval dengan ujung tumpul.[1] Melinjo tidak menghasilkan bunga
dan buah sejati karena bukan termasuk tumbuhan berbunga.[1] Yang dianggap sebagai buah
sebenarnya adalah biji yang terbungkus oleh selapis aril yang berdaging.[1]

Tanaman melinjo dapat tumbuh mencapai 100 tahun lebih dan setiap panen raya mampu
menghasilkan melinjo sebanyak 80 - 100 Kg, Bila tidak dipangkas bisa mencapai ketinggian
25 m dari permukaan tanah[2].
Tanaman melinjo dapat diperbanyak dengan cara generatif (biji) atau vegetatif (cangkokan,
okulasi, penyambungan dan stek).[2]

Tempat Hidup

Tanaman melinjo dapat tumbuh pada tanah-tanah liat/lempung, berpasir dan berkapur, tetapi
tidak tahan terhadap tanah yang tergenang air atau yang berkadar asam tinggi dan dapat
tumbuh dari ketinggian 0 - 1.200 m dpl.[2] Lahan yang akan ditanami melinjo harus terbuka
atau terkena sinar matahari, lubang tanam berukuran 60 X 60 X 75 cm, dengan jarak tanam 6
- 8 m.[2]

Melinjo dapat ditemukan di daerah yang kering sampai tropis.[1] Untuk tumbuh dan
berkembang, melinjo tidak memerlukan tanah yang bernutrisi tinggi atau iklim khusus.[1]
Melinjo dapat beradaptasi dengan rentang suhu yang luas.[1] Hal inilah yang menyebabkan
melinjo sangat mudah untuk ditemukan di berbagai daerah kecuali daerah pantai karena
tumbuhan ini tidak dapat tumbuh di daerah yang memiliki kadar garam yang tinggi.[1]

Di Indonesia tumbuhan melinjo tidak hanya dapat dijumpai di hutan dan perkebunan saja.[2]
Di beberapa daerah tumbuhan melinjo ditumbuhkan di pekarangan rumah atau kebun rumah
dan dimanfaatkan oleh penduduk secara langsung.[2]

Pemanfaatan
Melinjo jarang dibudidayakan secara intensif.[1] Kayunya dapat dipakai sebagai bahan papan
dan alat rumah tangga sederhana.[1] Daun mudanya (disebut sebagai so dalam bahasa Jawa)
digunakan sebagai bahan sayuran (misalnya pada sayur asem).[1] Bunga (jantan maupun
betina) dan bijinya yang masih kecil-kecil (pentil) maupun yang sudah masak dijadikan juga
sebagai sayuran.[1] Biji melinjo juga menjadi bahan baku emping.[1].Kulitnya bisa dijadikan
abon kulit melinjo.[1]

Kandungan Nutrisi

Biji melinjo yang terbungkus aril.

Penelitian yang sudah dilakukan pada melinjo menujukkan bahwa melinjo menghasilkan
senyawa antioksidan.[3] Aktivitas antioksidan ini diperoleh dari konsentrasi protein tinggi, 9-
10 persen dalam tiap biji melinjo.[3] Protein utamanya berukuran 30 kilo Dalton yang amat
efektif untuk menghabisi radikal bebas yang menjadi penyebab berbagai macam penyakit.[3].

Di Jepang dilakukan penelitian dan dilaporkan bahwa melinjo termasuk tumbuhan purba yang
secara evolusi dekat dengan tanaman Ginkgo biloba yang ada di Jepang.[3]
Ginkgo adalah spesies pohon hidup tertua, yang telah tumbuh selama 150-200 juta tahun dan
dipercaya sebagai tonik otak karena memperkuat daya ingat.[3] Daun Ginkgo juga punya
khasiat antioksidan kuat dan berperan penting dalam oksidasi radikal bebas penyebab
penuaan dini dan pikun.[3]

Sampai saat ini, doktor biokimia dari Osaka Prefecture University, Jepang telah mengisolasi
dua jenis protein yang menunjukkan aktivitas antioksidan tinggi.[3] Dari seluruh bagian
tumbuhan melinjo yang pernah diekstraknya, mulai dari daun, kulit batang, akar, sampai biji,
ditemukan protein paling potensial adalah dari biji.[3] Riset menunjukkan aktivitas antioksidan
dari kandungan fenolik ini setara dengan antioksidan sintetik BHT (Butylated
Hydroxytolune).[3]

Selain itu melinjo juga merupakan antimikroba alami.[4] Itu artinya protein melinjo juga bisa
dipakai sebagai pengawet alami makanan sekaligus obat baru untuk penyakit yang disebabkan
oleh bakteri.[4] Peptida yang diisolasi dari biji melinjo diindikasikan punya potensi aktif
menghambat beberapa jenis bakteri gram positif dan negatif.[4].

Mahkota dewa
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
Phaleria macrocarpa

Ripe Phaleria macrocarpa


Klasifikasi ilmiah
Kingdom: Plantae
(tanpa takson): Angiospermae
(tanpa takson): Eudicots
(tanpa takson): Rosids
Ordo: Malvales
Famili: Thymelaeaceae
Genus: Phaleria
Spesies: P. macrocarpa
Nama binomial
Phaleria macrocarpa
(Scheff.) Boerl.
Buah mahkota dewa

Pohon Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) dikenal sebagai salah satu tanaman obat di
Indonesia. Asalnya dari Papua/Irian Jaya.

Buah mahkota dewa mengandung beberapa zat aktif seperti:

 Alkaloid, bersifat detoksifikasi yang dapat menetralisir racun di dalam tubuh


 Saponin, yang bermanfaat sebagai:
o sumber anti bakteri dan anti virus
o meningkatkan sistem kekebalan tubuh
o meningkatkan vitalitas
o mengurangi kadar gula dalam darah
o mengurangi penggumpalan darah
 Flavonoid
o melancarkan peredaran darah ke seluruh tubuh dan mencegah terjadinya
penyumbatan pada pembuluh darah
o mengurangi kandungan kolesterol serta mengurangi penumbunan lemak pada
dinding pembuluh darah
o mengurangi kadar risiko penyakit jantung koroner
o mengandung antiinflamasi (antiradang)
o berfungsi sebagai anti-oksidan
o membantu mengurangi rasa sakit jika terjadi pendarahan atau pembengkakan
 Polifenol
o berfungsi sebagai anti histamin (antialergi)

Tanaman atau pohon mahkota dewa seringkali ditanam sebagai tanaman peneduh. Ukurannya
tidak terlalu besar dengan tinggi mencapai 3 meter, mempunyai buah yang berwarna merah
menyala yang tumbuh dari batang utama hingga ke ranting.

Untuk memperpanjang masa simpan buah mahkota dewa, dapat dilakukan pengawetan
dengan beberapa cara antara lain pendinginan, pengalengan, dan pengeringan. Pengeringan
yang dilakukan pada buah mahkota dewa bertujuan mengurangi kadar air dalam bahan,
sehingga air yang tersisa tidak dapat digunakan sebagai media hidup mikroba perusak yang
ada di dalam bahan tersebut, dengan kata lain dapat memperpanjang masa simpan buah
mahkota dewa tersebut. Kondisi pengeringan yang tepat akan menentukn mutu hasil
pengeringan yang tinggi.
Mendong

Mendong[4] (Fimbristylis umbellaris) atau disebut juga purun tikus adalah salah satu jenis
rumput yang hidup di rawa, termasuk anggota suku Cyperaceae. Tumbuhan ini menghasilkan
bahan anyaman, sehingga ia dibudidayakan di beberapa daerah. Nama-nama lokalnya, di
antaranya, sié (Teupah); lai, mansiang mancik (Sumbar); baih-baih, mansiro baih, m. ibuh, m.
lai, m. pandan (Mink.); purun tikus (Lamp., Banj.); méndong (Jw.); daun tikar (Man.);
nanaiang (Sangihe); kamun, bérot, wérot, tèhèk (aneka dialek lokal di Sulut); tiohu (Goront.);
tikogu (Buol); tiu (Barèe); tuyu (Palu)[5].

Terna menahun, dengan rimpang kecil, tinggi 20-120 cm. Batang berambut panjang rapat,
kaku, menyudut tumpul atau hampir bulat torak, kurang lebih memipih di bawah perbungaan,
halus, berbelang, garis tengah 1-5 mm. Daun-daun acap tereduksi hingga tak memiliki
helaian, serupa tabung, terpangkas miring ujungnya, berupa seludang bertepi kecokelatan;
daun pada batang yang fertil atau tumbuhan muda memipih dan beralur-alur selebar 1,5 mm.
Perbungaan di pucuk, tunggal atau majemuk, dengan 1-40 spikelet, yang terbesar serupa
payung, 3-10 cm panjangnya. Buah bulir memipih, menyegitiga, atau cembung di dua sisinya,
berbintil halus, 0,8-1 × 0,6-0,8 mm
Manfaat
Batangnya dipakai untuk membuat anyaman yang berkualitas baik, lebih baik dari anyaman
wlingi. Karena mutunya, pada masa lalu mendong banyak dibudidayakan di sawah-sawah
atau bendang; terutama di sawah yang kurang baik hasilnya untuk padi. Daerah-daerah yang
pernah membudidayakannya, antara lain di Sumbar (Batusangkar), Sulut, Sulteng, Jateng
(Wonosobo, Solo), Jatim (Ngawi, Magetan, Madiun, Kediri, Blitar), Yogya (Sleman).[5]
Sekarang, produksi mendong yang masih berjalan di antaranya dari Tasikmalaya (Jabar) dan
Wajak (Jatim).

Mendong ditanam seperti menanam padi di sawah, tetapi dijaga agar sawahnya selalu berair.
Rumpun mendong disabit setelah 6-9 bulan. Setelah diseleksi, batang-batang mendong itu
dijemur, kadang-kadang digosok dan dipipihkan lebih dulu. Mendong yang berkualitas baik,
setelah kering membentuk lembar-lembar selebar lk. 4 mm, pipih, lembut, dan terasa agak
kenyal.[5] Lembar-lembar ini kemudian dianyam untuk membuat tikar dan aneka anyaman
lain. Kini bahan anyaman mendong itu lebih lanjut diolah untuk dijadikan sandal kamar, tas,
wadah berbentuk kotak atau tabung, penghias meja, almari dan dinding, dan lain-lain.

Produk utama dari mendong berupa kerajinan tangan seperti tikar, tali, tas, dan barang
anyaman lainnya. Tasikmalaya menjadikan kerajinan mendong sebagai salah satu komoditas
industri kreatifnya. Pemakaian mendong sebagai bahan baku kerajinan didasarkan pada sifat
tanaman mendong yang kuat dan elastis sehingga dapat dibentuk dan dianyam. Untuk produk
kerajinan mendong ini, belum ada standarisasi khusus yang mengatur kualitas produknya.
Selain itu, mendong merupakan salah satu dari anggota famili Cyperaceae yang diketahui
sebagai tanaman metal hyper-accumulator yang toleran terhadap konsentrasi metal
lingkungan yang cukup tinggi sehingga dimanfaatkan sebagai Phytoremediasi. Saat ini, serat
mendong sedang dikembangkan menjadi bahan baku Microcrytalline Celulose (MCC) yang
digunakan sebagai filler pada obat-obatan, stabilizer pada industri makanan, dan material
komposit pada industri plastik. MCC dari mendong diharapkan dapat menggantikan MCC
yang berasal dari kayu sehingga mengurangi deforestrasi dan lebih ramah lingkunga

DAUN ABAKA
Serat pisang ini diambil dari batang semunya yang dikeringkan. Dari serat ini dapat dibentuk menjadi
benang. Pakaian tradisional Filipina dibuat dengan menggunakan serat tanaman ini. Pisang Abaca
tersebut mulai di olah menjadi bahan kertas uang, pisang abaca juga terdapat di kawasan
pegunungan Gampong Suak Buluh, Kecamatan Simeulue Timur. Gampong tersebut terletak sekitar
15 kilometer dari Sinabang, ibu kota Kabupaten Simeulue, Aceh. menteri BUMN tertarik dengan serat
abaca karena mempunyai kualitas yang bagus dan bisa membuka peluang usaha bagi
masyarakat.Sebelumnya pisang ini menjadi gulma yang banyak tumbuh di lingkungan masyarakat
tetapi setelah di ketahui kegunaan dan nilai ekonomi sangat tinggi banyak masyarakat mulai
membudidayakan pisang abaca tersebut

DAUN SISAL

Sisal adalah tanaman perdu dengan daun-daun yang menjulang berbentuk pedang dengan panjang
1.5 sampai 2 meter dan mendapat nama itu karena dipercaya berasal dari wilayah Sisal, Yucatan di
Meksiko Tenggara. Dari daunnya yang panjang ini diambil seratnya dengan proses dekortikasi,
kemudian dijemur, disisir dan diikat. Serat ini akan dirangkai menjadi tali tambang yang terkenal
karena keuletannya, keawetannya, ke-elastis-annya, kemampuan menyerap warna dan tidak hancur
karena air asin. Dengan berkembangnya polypropylene (bahan plastik), fungsi serat sisal sebagai
twine (tali pengikat) sudah sebagian digantikan oleh tambang plastik. Namun karena sifatnya yang
ramah lingkungan ( biodegradable) maka serat sisal masih banyak dipakai dalam industri kertas,
karpet, bahkan sebagai penguat pada bahan composite industri otomotif. Negara Brazilia diketahui
sebagai penghasil sisal terbesar di dunia dengan menyuplai sebanyak 113 ribu ton serat sisal se
tahunnya.

Daun henequin

Henequen adalah serat yang keras, kuat, dan berwarna kekuningan atau kemerahan yang diperoleh
dari daun Amerika tropis Agave (Agave fourcroydes) yang banyak ditemukan di Yucatán dan
digunakan dalam pembuatan benang dan tali.

Pembuatan Serat Henequen


Pertama sekali, tanaman Agave fourcroydes akan diambil daunnya, dan dipotong-potong. Setelah itu,
dimasukkan ke dalam mesin penghancur daun. Bagian daun akan dihancurkan menjadi bubur daun.
Kemudian, bubur daun akan dikumpulkan dan diekstraksi serta diambil seratnya. Serat yang sudah
diekstraksi kemudian dilewatkan pada suatu mesin pembentuk serat. Serat dicetak menjadi bentuk
tali (memanjang). Serat akan dikumpulkan, lalu akan dijemur untuk menghilangkan kandungan air.
Serat yang sudah kering kemudian akan dikumpulkan dan dijual.
Kerajinan pelepah pisang

Anda mungkin juga menyukai