Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Alam telah menjadi sumber dari agen obat selama ribuan tahun. Berbagai
tumbuhan obat telah digunakan selama bertahun-tahun dalam kehidupan sehari-
hari untuk mengobati penyakit di seluruh dunia. Obat herbal adalah tumbuhan
yang mengandung zat alami yang dapat meningkatkan kesehatan dan mengurangi
penyakit. Indonesia kaya akan sumber bahan obat tradisional yang digunakan
sebagian besar masyarakat Indonesia secara turun temurun. Tumbuhan obat
adalah semua jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai ramuan obat baik
secara tunggal maupun campuran yang dianggap dan dipercaya dapat
menyembuhkan suatu penyakit atau dapat memberikan pengaruh terhadap
kesehatan. Banyak tumbuhan di sekitar kita belum dimanfaatkan dengan baik
bahkan ada tumbuhan yang dianggap tidak bermanfaat. Hal ini dapat terjadi
karena keterbatasan informasi kepada masyarakat, untuk itu perlu dilakukan
pengembangan penelitian ilmiah terhadap tumbuhan obat tradisional, sehingga
dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi kesehatan masyarakat.
Indonesia kaya akan tumbuhan sebagai obat, tanaman yang berkhasiat
sebagai obat adalah Psidium guajava L. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
daun jambu biji mempunyai efek antidiabetes, dan mempunyai kandungan kimia
yaitu alkaloid, flavonoid dan tanin (Maulana dan Rosmi, 2018). Selain itu
tanaman daun jambu biji (Psidium guajava L) mempunyai banyak manfaat
biasanya digunakan untuk mengobati diare, sariawan, luka, haid tidak lancar,
maag, batuk, flu, demam berdarah dan menurunkan kolesterol (Marty,T,2012)
Diabetes melitus adalah gangguan proses metabolisme gula darah yang
berlangsung kronik ditandai dengan tingginya kadar gula darah yang diakibatkan
oleh gangguan pengeluaran insulin, resistensi insulin atau keduanya (Tandra,
2017).
Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu jenis penyakit degenerative yang
mengalami peningkatan setiap tahun di negara-negara seluruh dunia Indonesia
merupakan negara menempati urutan ke 7 dengan penderita DM sejumlah 8,5 juta

1
penderita setelah Cina, India dan Amerika Serikat, Brazil, Rusia, Mexico. Angka
kejadian DM menurut data Riskesdas 2013 terjadi peningkatan dari 1,1 % di
tahun 2007 meningkat menjadi 2,1 % di tahun 2013 dari keseluruhan penduduk
sebanyak 250 juta jiwa (Depkes, 2013).
Fenomena diabetes, terutama diabetes mellitus tidak hanya dialami oleh
orang dewasa dan manula, namun juga remaja dan bahkan anak – anak yang
mengalami diabetes mellitus rata – rata telah mengalami obesitas terlebih dahulu.
Meski hanya faktor genetik lebih menjadi faktor yang paling utama, pola makan
dan pola hidup yang tidak sehat berperan sebagai penyumbang terbesar di
masyarakat.
Salah satu pilar utama pengelolaan diabetes adalah perencanaan makan,
lebih dari 50% pasien tidak melaksanakannya. Selain itu latihan jasmani yang
teratur memegang peran penting terutama pada DM tipe-1. Jika pasien telah
melaksanakan program makan dan latihan jasmani teratur, namun pengendalian
kadar glukosa darah belum tercapai, perlu ditambahkan obat hipoglikemik baik
oral maupun insulin (Waspadji, 2013).
Salah satu tumbuhan yang digunakan sebagai bahan obat adalah daun
jambu biji. (Psidium guajava) atau biasa disebut dengan daun jambu biji,
merupakan golongan tumbuhan herbal dan memiliki kandungan kimia yang baik
bagi kesehatan.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ekstrak etanol daun jambu biji (Psidium guajava) memiliki
efektivitas antidiabetes pada mencit jantan?
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui efektivitas ekstrak etanol daun jambu biji (Psidium guajava)
sebagai antidiabetes pada mencit jantan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian dapat digunakan untuk mengetahui apakah ekstrak etanol
daun jambu biji (Psidium guajava) dapat menurunkan kadar glukosa darah pada
mencit.

2
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Untuk Universitas
Hasil penelitian dapat memberikan kontribusi penambahan ilmu
pengetahuan, khususnya dapat menjadi bahan bacaan di perpustakaan
Universitas dan memberikan referensi bagi mahasiswa lain.
2. Untuk masyarakat
Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan wawasan pengetahuan
kepada masyarakat bahwa daun jambu biji dapat dijadikan sebagai obat
tradisional untuk menurunkan kadar glukosa darah.
3. Untuk Penulis
Hasil penelitian dapat dijadikan praktik atau penerapan mengenai ilmu
selama studi dan menambah wawasan pengetahuan mengenai obat tradisional
antidiabetes.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tanaman jambu biji (Psidium guajava L)

Gambar 2.1 Tanaman jambu biji (Psidium guajava L)


2.1.1 Klasifikasi Tanaman jambu biji (Psidium guajava L)
Klasifikasi tanaman kersen menurut (Van Steenis, 2003)
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Myrtales
Suku : Myrtaceae
Marga : Psidium
Spesies : Psidium guajava L
2.1.2 Morfologi Tanaman jambu biji (Psidium guajava L)
Jambu biji merupakan tanaman perdu atau pohon kecil dan bercabang
banyak, tinggi 3–10 meter. Umumnya umur tanaman jambu biji hingga sekitar
30–40 tahun. Tanaman ini sudah mampu berbuah saat berumur sekitar 2–3 tahun
meskipun ditanam dari biji. Batang yang berwarna pirang licin, terkelupas, di
antaranya berkayu keras, tidak mudah patah, kuat dan padat. Batang dan
cabangcabangnya mempunyai kulit berwarna cokelat atau cokelat keabu-abuan.
Batang yang muda (ujung-ujung ranting) jelas bersegi empat. (Parimin, 2005).
Daun jambu biji berbentuk bulat panjang, bulat langsing, atau bulat oval
dengan ujung tumpul atau lancip. Daun yang muda berambut abu-abu. Daun
tunggal bertangkai pendek duduk daun berhadapan tetapi pada cabang-cabang
tampak seperti tersusun dalam 2 baris. Bunga tersusun dengan anak payung yang
terdiri atas 1-3 bunga dan terdapat dalam ketiak-ketiak daun. Kelopak bangun

4
lonceng atau corong dengan tepi yang tetap, mahkota berwarna putih, lekas gugur.
Benang sari banyak, warna seperti tangkai putih krem. Bakal buah tenggelam
beruang 4-5. Buahnya buah buni yang bulat/seperti buah pir, waktu muda hijau
kalau masak kuning (krem) dengan daging buah yang kuning/ krem pula atau
merah muda. Aroma buah biasanya harum saat buah matang. Berakar tunggang,
berserabut cukup banyak dan tumbuh relatif cepat. Perakaran jambu biji cukup
kuat dan penyerapan unsur haranya cukup efektif sehingga mampu berbuah
sepanjang tahun. (Tjitrosoepomo, 2005).
2.1.3 Nama Lain
Sumatera: glima breuh (Aceh), glimeu beru (Gayo), galiman (Batak karo),
masiambu (Nias). Jawa: jambu klutuk (Sunda), bayawas, jambu krutuk, petokal,
jambu krikil, jhambu bhender (Madura). Nusa Tenggara: sotong (Bali), guawa
(Flores), goihowos (Sika). Sulawesi: gayawas (Manado), boyawat (Mongondaw),
koyawas (Dalimartha, 2003)
2.1.4 Kandungan daun jambu biji (Psidium guajava L.)
Kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam daun jambu biji yang
dapat membantu penyembuhan luka adalah alkaloid, saponin, tanin dan flavonoid
(Ndukwe et al, 2013).
Kegunaan Tanaman Daun jambu biji digunakan untuk pengobatan diare
akut dan kronis, disentri, perut kembung pada bayi dan anak, kadar kolesterol
darah meninggi, haid tidak lancar, sering buang air kencing, luka, sariawan. Buah
digunakan untuk pengobatan diabetes mellitus, kadar kolesterol darah tinggi, dan
sembelit (Dalimartha, 2003)
Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa kimia bersifat basa yang mengandung satu
atau lebih atom nitrogen, umumnya tidak berwarna, dan berwarna jika
mempunyai struktur kompleks dan bercincin aromatik. Alkaloid merupakan
golongan terbesar senyawa metabolit sekunder pada tumbuhan. Telah diketahui
sekitar 5.500 senyawa alkaloid terbesar di berbagai family. Alkaloid dapat
ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan seperti biji, daun, ranting dan kulit
kayu (Simbala, 2009). Salah satu kandungan daun jambu biji adalah alkaloid yang

5
dapat meningkatkan trombosit. Trombosit akan mengeluarkan adenosine difosfat
(ADP) yang kemudian menyebabkan permukaan trombosit melekat pada lapisan
trombosit yang pertama. Trombosit yang baru melekat mengeluarkan lebih
banyak ADP sehingga bertambah jumlah trombosit yang melekat. Proses
penumpukan trombosit didukung oleh tromboksan A2 yang secara langsung
mendorong agregasi trombosit sehingga dapat mempercepat pembekuan darah
dengan cara mengeluarkan lebih banyak ADP (Damhoeri dkk, 2011).
Saponin
Saponin merupakan salah satu kelas senyawa glikosida, steroid,
triterpenoid struktur dan spesifisitas yang memiliki solusi koloid bentuk dalam air
dan berbusa seperti sabun. Saponin dapat diklasifikasikan sebagai steroid,
triterpenoidal atau alkaloid tergantung pada sifat aglikon, dan bagian aglikon dari
saponin disebut sebagai sapogenin yang umumnya oligosakarida. Steroid saponin
hormon dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok dengan reseptor yang
mengikat mereka, glukokortikoid, kortikoid, mineral, androgen, estrogen,
prostagen, vitamin D derivate seperenam, dan erathormon terkait sistem. Steroid
dalam studi klinis modern telah mendukung sebagai anti inflamasi dan analgesik
agen (Astuti dkk, 2011). Saponin diklasifikasikan menjadi 2 yaitu : saponin
steroid dan saponin titerpenoid. Saponin steroid tersusun atas inti steroid (C27)
dengan molekul karbohidrat. Saponin steroid dihidrolisis menghasilkan suatu
aglikon yang dikenal sebagai saraponin. Tipe saponin ini memiliki efek
meningkatkan jumlah trombosit (Prihatman, 2011). Kandungan saponin dapat
memicu pembentukan kolagen, yaitu protein struktural yang berperan dalam
proses penyemuhan luka (Damhoeri, 2011).
Tanin
Senyawa tanin secara garis besar mekanisme yang diperkirakan adalah
toksisitas tanin dapat merusak membran sel bakteri dan pembentukan suatu
kompleks ikatan tanin terhadap ion logam yang dapat menambah daya toksisitas
tanin itu sendiri. Tanin diduga dapat mengerutkan dinding sel atau membran sel
sehingga mengganggu permeabilitas sel itu sendiri. Akibat terpengaruh
permeabilitas, sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup sehingga

6
pertumbuhannya terhenti atau bahkan mati (Ajizah, 2010). Tanin bersifat
antiseptik pada permukaan luka, bekerja sebagai bakteriostatik yang biasanya
digunakan untuk melawan infeksi pada luka, kulit, dan mukosa. Tanin juga dapat
berfungsi sebagai antioksidan biologis. Tanin memiliki efek menangkal radikal
bebas, meningkatkan oksigenasi, meningkatkan kontraksi luka, meningkatkan
pembentukan pembuluh darah, dan jumlah fibroblas (Li dkk, 2011). Tanin juga
berfungsi sebagai astrigen yang dapat menyebabkan penciutan pori-pori kulit,
memperkeras kulit, menghentikan eksudat dan perdarahan ringan, sehingga
mampu menutup luka dan mencegah perdarahan yang biasa timbul pada luka
(Yenti, 2011).
Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol terbesar yang
ditemukan di alam, yang terdiri dari 15 atom karbon, dengan dua cincin benzene
(C6) terikat pada suatu rantai propane (C3) sehingga membentuk susunan C6-C3-
C6. Sebagian besar senyawa flavonoid alam ditemukan dalam bentuk glukosida,
dengan unit flavonoid terikat pada suatu gula. Glikosida adalah kombinasi antara
suatu gula dan suatu alkohol yang saling berikatan melalui ikatan glukosida
(Lenny, 2010).
Flavonoid bersifat polar karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil
ataupun mengikat gula, oleh karena itu flavonoid umumnya larut dalam pelarut
polar seperti etanol, metanol dan butanol. Flavonoid dapat digunakan sebagai
antioksidan. Antioksidan adalah senyawa yang melindungi sel terhadap efek
kerusakan oleh oksigen reaktif. Flavonoid juga dapat mempengaruhi kenaikan
jumlah trombosit dan memiliki bioaktifitas sebagai anti kanker, anti virus, anti
bakteri, anti peradangan dan alergi (Sudaryono, 2011)
2.1.5 Manfaat Tanaman
Manfaat jambu biji digunakan untuk mencegah kanker, menurunkan
hipertensi, pengobatan diare, mengatasi batuk dan flu, mencegah sembelit,
mengatasi diabetes, menurunkan berat badan, menurunkan sariawan, mengatasi
demam berdarah, sakit maag, perut kembung pada bayi dan anak, mengatasi

7
masuk angin, mengatasi beser (sering buang air kecil), menyembuhkan sakit kulit,
obat luka baru (Adi D. Tilong, 2013).
2.2 Ekstraksi
2.2.1 Definisi dan Tujuan Ekstraksi
ekstraksi merupakan metode pemisahan senyawa dari senyawa lain dalam
campuran berdasarkan sifat kelarutan dua pelarut yang tidak bercampur. Ragam
ekstraksi yang tepat tentu tergantung pada tekstur dan kandungan air bahan yang
diekstrakkan dan pada jenis senyawa yang diisolasikan. Metode ekstraksi ini dapat
digunakan dalam pemisahan senyawa organik yang terdapat pada tumbuhan.
Pelarut yang sering digunakan dalam ekstraksi bahan alam adalah golongan
alkohol, namun untuk mandapatkan hasil yang lebih murni digunakan air sebagai
pelarut murni. Setelah diekstraksi bahan tumbuhan selanjutnya dimaserasi
kemudian disaring Harborne dalam Sari (2012)
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang
terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa
komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada
lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk kedalam pelarut (Ansel, 2008).
2.2.2 Jenis-Jenis Ekstraksi
1. Maserasi
Maserasi merupakan penyarian secara sederhana karena dilakukan dengan
cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Adapun keuntungan
maserasi yaitu cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan
peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Selain itu, kerusakan
pada komponen kimia sangat minimal. Sedangkan kerugian maserasi yaitu
pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna (Mukhriani, 2014).
2. Perkolasi
Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam
sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian
bawahnya). Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan dibiarkan
menetes perlahan pada bagian bawah. Kelebihan dari metode ini adalah sampel
senantiasa dialiri oleh pelarut baru. Sedangkan kerugiannya adalah jika sampel

8
dalam perkolator tidak homogen maka pelarut akan sulit menjangkau seluruh area.
Selain itu, metode ini juga membutuhkan banyak pelarut dan memakan banyak
waktu (Mukhriani, 2014).
3. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilarutkan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Biomasa
ditempatkan dalam wadah soklet yang dibuat dengan kertas saring, melalui alat ini
pelarut akan terus direfluks. Alat soklet akan mengosongkan isinya ke dalam labu
dasar bulat setelah pelarut mencapai kadar tertentu. Setelah pelarut segar melewati
alat ini melalui pendingin refluks, ekstraksi berlangsung sangat efisien dan
senyawa dari biasa secara efektif ditarik ke dalam pelarut karena konsentrasi
awalnya rendah dalam pelarut. Prinsipnya adalah penyarian yang dilakukan
berulang-ulang sehingga penyarian lebih sempurna dan pelarut yang digunakan
relatif sedikit. Bila penyarian telah selesai maka pelarutnya dapat diuapkan
kembali dan sisanya berupa ekstrak yang mengandung komponen kimia tertentu.
Penyarian dihentikan bila pelarut yang turun melewati pipa kapiler tidak berwarna
dan dapat diperiksa dengan pereaksi yang cocok (Depkes RI, 2000).
4. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
Refluks dilakukan dengan menggunakan alat destilasi, dengan merendam
simplisia dengan pelarut/solven dan memanaskannya hingga suhu tertentu. Pelarut
yang menguap sebagian akan mengembung kembali kemudian masuk ke dalam
campuran simplisia kembali, dan sebagian ada yang menguap (Depkes RI, 2000).
2.3 Uraian Mencit (Mus musculus)
2.3.1 Klasifikasi Mencit (Mus musculus)
Klasifikasi Mus musculus menurut Priyambodo, (1995) yaitu sebagai
berikut:

9
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Subkelas : Theria
Ordo : Rodentia
Subordo : Myomorpha
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus
Mencit adalah hewan percobaan yang paling banyak digunakan untuk
penelitian laboratorium. Keunggulan mencit sebagai hewan percobaan yaitu
sangat produktif dan penanganan yang mudah. Menurut Moriwaki et al. (1994),
keunggulan mencit sebagai hewan percobaan adalah siklus hidup relatif singkat,
jumlah anak perkelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi dan mudah
ditangani, sementara Arrington (1972) menambahkan, mencit paling banyak
digunakan sebagai hewan percobaan laboratorium yaitu sekitar 40-80%.
2.3.2 Karakteristik Mencit
Dapat bertahan hidup selama 1–2 tahun, dan dapat juga mencapai umur 3
tahun. Pada umur 8 minggu, mencit siap dikawinkan. Perkawinan mencit terjadi
pada saat mencit betina mengalami estrus. Siklus estrus yaitu 4–5 hari, sedangkan
lama bunting 19–21 hari. Berat badan mencit bervariasi. Berat badan mencit
jantan dewasa berkisar antara 20–40 gram, sedangkan mencit betina 25–40 gram.
Mencit dan tikus memiliki persamaan, yaitu keduanya merupakan hewan
nokturnal. Mencit lebih penakut, tetapi lebih sosial dan teritorial di alam. Telinga
mencit besar dan tidak kaku. Ukuran mencit lebih kecil dibandingkan tikus
(panjang 12–20 cm termasuk ekor dan mencit dewasa memiliki berat 20–45
gram). Warna mencit putih, cokelat, atau abu-abu. Mencit menghasilkan 40–100
kotoran per hari. Ekor mencit panjang, tipis, dan berbulu. Sedangkan moncongnya
berbentuk segitiga dengan kumis panjang. Tikus memiliki tubuh yang lebih besar

10
(panjang 40 cm atau lebih, berat lebih besar dari mencit). Pada permukaan yang
tersentuh, akan didapatkan tanda lemak. Warna tikus abu-abu, putih, cokelat, atau
hitam. Tikus menghasilkan 20-50 kotoran per hari. Ekornya panjang, biasanya
tidak berbulu dan bersisik serta moncongnya lebih tumpul daripada mencit. Sama
halnya dengan tikus, mencit juga memiliki nilai-nilai fisiologi normal, tetapi tidak
sepenuhnya sama dengan nilai fisiologi pada tikus (Arrington, 1972).
2.3.3 Morfologi Mencit
Tubuh mencit terdiri dari kepala, badan, leher, dan ekor. Rambutnya
berwarna putih atau keabu-abuan dengan warna perut sedikit lebih pucat.
Binatang ini sangat aktif pada malam hari sehingga termasuk golongan hewan
nokturnal. Mencit (Mus musculus) adalah anggota Muridae (tikus tikusan) yang
berukuran kecil. Mencit mudah djumpai di rumah-rumah dan dikenal sebagai
hewan pengganggu karena kebiasaannya menggigit mebel dan barang-barang
kecil lainnya serta bersarang di sudut-sudut lemari. Hewan ini diduga sebagai
mamalia terbanyak kedua di dunia, setelah manusia. Mencit sangat mudah
menyesuaikan diri dengan perubahan yang dibuat manusia, bahkan jumlahnya
yang hidup liar di hutan barangkali lebih sdikit daripada yang tinggal di perkotaan
(Arrington, 1972).
2.3.4 Sifat Biologis Mencit
Menurut Falconer (1981), mencit sebagai hewan percobaan sangat praktis
untuk penelitian kuantitatif, karena sifatnya yang mudah berkembangbiak, selain
itu mencit juga dapat digunakan sebagai hewan model untuk mempelajari seleksi
terhadap sifat-sifat kuantitatif.
Mencit termasuk kedalam golongan hewan omnivora, sehingga mencit
dapat memakan semua jenis makanan. Mencit juga termasuk hewan nokturnal,
yaitu aktivitas hidupnya (seperti aktivitas makan dan minum) lebih banyak terjadi
pada sore dan malam hari (Inglis, 1980).
Lama hidup mencit satu sampai tiga tahun, dengan masa kebuntingan yang
pendek (18-21 hari) dan masa aktifitas reproduksi yang lama (2-14 bulan)
sepanjang hidupnya. Mencit mecapai dewasa pada umur 35 hari dan dikawinkan
pada umur delapan minggu (jantan dan betina). Siklus reproduksi mencit bersifat

11
poliestrus dimana siklus estrus (berahi) berlangsung sampai lima hari dan lamanya
estrus 12-14 jam. Mencit jantan dewasa memiliki berat 20-40 gram sedangkan
mencit betina dewasa 18-35 gram. Hewan ini dapat hidup pada temperatur 30ºC
(Smith & Mangkoewidjojo, 1988).

Sifat Biologis Mencit (Mus musculus)


Kriteria Keterangan

Lama hidup 1-3 tahun


Lama produksi ekonomis 9 bulan
Lama bunting 19-21 hari
Kawin sesudah beranak 19-24 jam
Umur sapih 21 hari
Umur dewasa kelamin 35 hari
Umur dikawinkan 8 minggu
Siklus estrus 4-5 hari
Lama estrus 12-14 jam
Berat dewasa jantan 20-40 gr
Berat dewasa betina 18-35 gr
Berat lahir 0,5-1 gr
Berat sapih 18-20 gr
Jumlah anak lahir 1-15 ekor
Jumlah puting susu 5 pasang
Kecepatan tumbuh 1 gr/hari
Siklus estrus 4-5 hari
Sumber: Smith dan Mangkoewidjojo (1988),

2.4
Diabetes Melitus
2.4.1 Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah gangguan proses metabolisme gula darah yang
berlangsung kronik ditandai dengan tingginya kadar gula darah yang diakibatkan

12
oleh gangguan pengeluaran insulin, resistensi insulin atau keduanya (Tandra,
2017).
International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa jumlah
penderita diabetes melitus dari 425 juta orang pada tahun 2017, diperkirakan akan
meningkat menjadi 629 juta pada tahun 2045. Setengah dari angka tersebut berada
di Asia seperti di India, China, dan Indonesia. Negara Indonesia berada diurutan
ke-6 penderita diabetes terbanyak di dunia (Tandra, 2020).
2.4.2 Klasifikasi Diabetes Melitus
Organisasi profesi yang berhubungan dengan Diabetes Melitus seperti
American Diabetes Association (ADA) telah membagi jenis Diabetes Melitus
berdasarkan penyebabnya. PERKENI dan IDAI sebagai organisasi yang sama di
Indonesia menggunakan klasifikasi dengan dasar yang sama seperti klasifikasi
yang dibuat oleh organisasi yang lainnya (Perkeni, 2015). Klasifikasi Diabetes
Melitus berdasarkan etiologi menurut Perkeni (2015) adalah sebagai berikut :
a. Diabetes melitus (DM) tipe 1 Diabetes Melitus yang terjadi karena
kerusakan atau destruksi sel beta di pancreas kerusakan ini berakibat pada
keadaan defisiensi insulin yang terjadi secara absolut. Penyebab dari kerusakan sel
beta antara lain autoimun dan idiopatik.
b. Diabetes melitus (DM) tipe 2 Penyebab Diabetes Melitus tipe 2 seperti
yang diketahui adalah resistensi insulin. Insulin dalam jumlah yang cukup 7 tetapi
tidak dapat bekerja secara optimal sehingga menyebabkan kadar gula darah tinggi
di dalam tubuh. Defisiensi insulin juga dapat terjadi secara relatif pada penderita
Diabetes Melitus tipe 2 dan sangat mungkin untuk menjadi defisiensi insulin
absolut.
c. Diabetes melitus (DM) tipe lain Penyebab Diabetes Melitus tipe lain
sangat bervariasi. DM tipe ini dapat disebabkan oleh efek genetik fungsi sel beta,
efek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati pankreas,
obat, zat kimia, infeksi, kelainan imunologi dan sindrom genetik lain yang
berkaitan dengan Diabetes Melitus.

13
d. Diabetes melitus Gestasional adalah diabetes yang muncul pada saat
hamil. Keadaan ini terjadi karena pembentukan beberapa hormone pada ibu hamil
yang menyebabkan resistensi insulin (Tandra, 2018).
2.4.4 Etiologi
Etilogi atau penyebab Diabetes Melitus (DM) adalah yaitu genetik atau
faktor keturunan, yang mana penderita Diabetes Melitus yang sudah dewasa lebih
dari 50% berasal dari keluarga yang menderita Diabetes Melitus dengan begitu
dapat dikatakan bahwa Diabetes Melitus cenderung diturunkan, bukan ditularkan.
Faktor lainnya yaitu nutrisi, nutrisi yang berlebihan (overnutrition) merupakan
faktor risiko pertama yang diketahui menyebabkan Diabetes Melitus, semakin
lama dan berat obesitas akibat nutrisi berlebihan, semakin besar kemungkinan
terjangkitnya Diabetes Melitus (dr Prapti dan Tim Lentera, 2003)
2.4.5 Gejala Diabetes Melitus
Tanda atau gejala penyakit Diabetes Melitus (DM) (Perkeni,2015):
a. Pada Diabetes Melitus Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah
poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah
(fatigue), iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit).
b. Pada Diabetes Melitus Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir
tidak ada. Diabetes Melitus Tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan
penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah
berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya
lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan
makin buruk, dan umumnya menderita hipertensi, hyperlipidemia obesitas,
dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf.
2.4.4 Terapi Diabetes Melitus
2.4.4.1 Terapi Non Farmakologi
1. Diet
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
sesuai kebutuhan gizi. Rencana diet diabetes dihitung secara individual
bergantung pada kebutuhan pertumbuhan, rencana penurunan berat, dan

14
tingkat aktivitas. Pada dasarnya diet ditujukan untuk mencapai dan
mempertahankan berat badan yang ideal.
Sebagian pasien diabetes tipe 2 karena faktor kegemukan mengalami
pemulihan kadar glukosa darah mendekati normal hanya dengan diet. Dari sisi
makanan, penderita diabetes lebih dianjurkan mengkonsumsi karbohidrat
berserat dan menghindari konsumsi buah-buahan yang terlalu manis. Selain
itu tingginya serat dalam sayuran akan menekan kenaikan kadar glukosa dan
kolesterol darah
2. Olahraga
Olahraga yang disertai dengan diet dapat meningkatkan pemakaian
glukosa oleh sel sehingga dapat menurunkan kadar glukosa dan berat badan
yang pada akhirnya akan meningkatkan kepekaan sel terhadap insulin.
3. Berhenti Merokok
Berhenti merokok merupakan salah satu terapi non farmakologi untuk
penderita diabetes melitus. Nikotin yang terdapat pada rokok dapat
mempengaruhi secara buruk penyerapan glukosa oleh sel. Merokok juga
menghasilkan banyak radikal bebas. Banyak indikasi menunjukan bahwa pada
penderita diabetes, metabolisme glukosa yang terganggu menimbulkan
kelebihan radikal bebas, yang memegang peranan penting pada terjadinya
komplikasi lambat (Tjay & Rahardja, 2007).
2.4.4.2 Terapi Farmakologi
1. Terapi Insulin
Menurut Katzung (2007),insulin merupakan protein kecil yang
mengandung 51 asam amino tersusun dalam 2 rantai (A dan B) yang
dihubungkan oleh jembatan disulfida. Insulin dilepaskan dari sel β pankreas
dengan laju basal yang rendah dan dengan laju yang jauh lebih tinggi bila
terstimulasi sebagai respon terhadap berbagai rangsangan, terutama glukosa.
Insulin meningkatkan simpanan lemak dan glukosa di dalam sel target khusus
dan mempengaruhi pertumbuhan sel dan fungsi metabolik berbagai jaringan.

15
2. Obat Antidiabetik Oral
Menurut Subekti (2007) Terapi antidiabetik oral meliputi agen penginduksi
sekresi insulin (sulfonilurea), biguanida, tiazolindindion (TZD), 19 dan agen
penghambat α-glukosidase. Antidiabetik oral diindikasikan bagi pasien diabetes
tipe 2 jika diet dan olahraga tidak cukup menurunkan kadar gula darah yang
tinggi.
a. Biguanida
Metformin meningkatkan sensitivitas insulin dari hati dan perifer (otot)
jaringan, memungkinkan untuk meningkatkan penyerapan glukosa. Obat ini
dapat mengurangi kadar HbA1C 1,5% menjadi 2%, tingkat FPG 60 sampai
80 mg/dL (3,3-4,4 mmol/ L), dan mempertahankan kemampuan untuk
mengurangi tingkat FPG saat sangat tinggi (> 300 mg / dL atau> 16,7
mmol / L). Metformin mengurangi trigliserida plasma dan Low Density
Lipoprotein (LDL) kolesterol sebesar 8% menjadi 15% dan meningkatkan
High Density Lipoprotein (HDL) kolesterol (2%). Metformin adalah obat
untuk pasien diabetes tipe 2 yang telah diketahui dapat mengurangi risiko
morbiditas pada pasien DM.
b. Sulfonilurea
Sulfonilurea digolongkan menjadi 2 generasi sulfonilurea, generasi 1
terdiri dari tolbutamid, tolazamid, asetoheksimid dan klorpropamid.
Generasi II yang potensi hipoglikemik lebih besar antara lain :
Glibenklamid, glipizid, gliklazid, dan glimepiride. Keduanya memiliki
efektivitas yang sama ketika diberikan dalam dosis yang sesuai. Saat ini
umumnya pasien DM diberikan sulfonilurea generasi kedua karena memiliki
potensi hipoglikemik yang lebih besar dibanding sulfonilurea generasi
pertama. Mekanisme kerja sulfonilurea adalah merangsang sekresi insulin
pada pankreas. Sulfonilurea dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau
dikombinasikan dengan antidibetik oral lainnya/insulin. Efek samping dari
sulfonilurea adalah hipoglikemik, berat badan bertambah dan hyponatremia.

16
c. Penghambat α-glukosidase
Penghambat α-glukosidase merupakan salah satu golongan obat
antidiabetes oral yang bekerja dengan menghambat penguraian karbohidrat
kompleks sehingga dapat menunda penyerapan glukosa. Agen penghambat
α-glukosidase dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau dikombinasikan
dengan pengobatan diabetes lain. Agen penghambat α-glukosidase tidak
seefektif antidiabetik oral golongan lain bila digunakan sebagai terapi
tunggal. Namun apabila dikombinasikan dengan antidiabetik oral golongan
lain, keefektivannya akan meningkat.
Obat yang termasuk golongan penghambat α-glukosidase adalah
akarbose dan miglitol. Mekanisme keduanya adalah dengan menghambat α-
glukosidase sehingga mencegah penguraian sukrosa dan karbohidrat
kompleks dalam usus halus dengan demikian akan memperlambat dan
menghambat penyerapan glukosa.
d. Tiazolidindion
Dua obat yang termasuk golongan tiazolidindion adalah pioglitazon dan
rosiglitazon. Mekanisme kerjanya adalah meningkatkan sensitivitas insulin
pada otot dan jaringan adipose. Farmakokinetik tiazolidindion tidak
dipengaruhi oleh makanan. Efek samping dari tiazolidindion adalah udem.
Terapi kombinasi dengan insulin akan meningkatkan kemungkinan
terjadinya udem. Penggunaan tiazolidindion dapat digunakan sebagai terapi
tunggal atau dikombinasikan dengan obat golongan antidiabetik oral
lainnya. Penggunaan tiazolidindion dikontraindikasikan pada ibu hamil dan
penderita dengan gangguan fungsi hati.
2.5 Kajian Penelitian Yang Relevan
2.5.1 Agnesti Noviandhy Risalati ;Efek Jus Buah Jambu Biji (Psidium
Guajava Linn.) Terhadap Tikus Putih Jantan Hiperglikemik Akibat Efek
Samping Hidroklorotiazid:
Penelitian ini berjudul Efek Jus Buah Jambu Biji (Psidium Guajava Linn.)
Terhadap Tikus Putih Jantan Hiperglikemik Akibat Efek Samping
Hidroklorotiazid

17
Pada penelitian ini dilakukan uji antihiperglikemik terhadap tikus putih
jantan hiperglikemik akibat efek samping hidroklorotiazid menggunakan jus buah
jambu biji (Psidium guajava Linn). Hewan coba diukur kadar glukosa darah puasa
dan dibagi menjadi 3 kelompok, kelompok kontrol diberi hidroklorotiazid selama
14 hari kemudian pemberian hidroklorotiazid tetap dilanjutkan bersama aquadem
selama 7 hari, kelompok uji I diberi jus buah jambu biji secara bersamaan dengan
hidroklorotiazid selama 21 hari, dan kelompok uji II diberi hidroklorotiazid
selama 14 hari kemudian hidroklorotiazid tetap dilanjutkan pemberiannya
bersama dengan terapi jus buah jambu biji selama 7 hari.
Berdasarkan hasil penelitian ini hasil yang didapat menunjukkan jus buah
jambu biji lebih efektif memperbaiki kondisi hiperglikemik akibat efek samping
hidroklorotiazid jika dikonsumsi dalam waktu yang bersamaan.
2.6.2 Taufan Citra Darmawan; Pengaruh pemberian air rebusan daun
jambu biji (psidium guajava) terhadap kadar glukosa darah diabetes mellitus
tipe 1 pada hewan mencit (mus musculus):
Penelitian ini berjudul Pengaruh pemberian air rebusan daun jambu biji
(psidium guajava) terhadap kadar glukosa darah diabetes mellitus tipe 1 pada
hewan mencit (mus musculus). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara
langsung pengaruh rebusan daun jambu biji terhadap kadar glukosa darah.
Dalam penelitian ini adalah hewan percobaan yang akan dipakai dalam
penelitian ini yaitu hewan mencit ( Mus Musculus) yang berjumlah 32 ekor.
Sampel yang digunakan adalah hewan mencit (Mus musculus) dengan kondisi
sehat fisik sehat dengan berat badan 20 - 30 gram dan usia 2-3 bulan. Kelompok
pertama ( kontrol) yang terdiri dari 16 ekor hewan mencit yang tidak diberikan air
rebusan daun jambu biji (psidium guajava) tetapi diinduksi STZ (streptozotocin)
60 mg/kg BB. Kelompok kedua (perlakuan) diberikan air rebusan daun jambu biji
(psidium guajava) dan diinduksi STZ (streptozotocin) 60 mg/kg BB. Percobaan
pemberian rebusan air daun jambu biji dilakukan sampai 7 hari. Pengukuran kadar
glukosa darah dilakukan dengan cara mengambil darah mencit melalui ekor yang
dibersihkan menggunakan alcohol terlebih dahulu.

18
Berdasarkan hasil data diatas menunjukkan bahwa pemberian air rebusan
daun jambu biji terhadap penurunan kadar glukosa darah pada mencit yang
mengalami penurunan dilakukan pada kelompok perlakuan sebanyak 16 ekor
mencit (100%) mengalami penurunan.
2.6.3 Rezky Yanuarty, Niluh Puspita Dewi, Surisna, Joni Tandi; Uji efek
ekstrak etanol daun jambu biji terhadap kadar gula darah tikus putih jantan
diinduksi pakan tinggi lemak dan streptozotocin;
Penelitian ini berjudul Uji efek ekstrak etanol daun jambu biji terhadap
kadar gula darah tikus putih jantan diinduksi pakan tinggi lemak dan
streptozotocin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak etanol daun
jambu biji (Psidium quajava L.) terhadap penurunan kadar gula darah dan dosis
yang efektif terhadap penurunan kadar gula darah.
Pada jurnal ini Ekstrak daun jambu biji diekstraksi secara maserasi
menggunakan pelarut etanol 96 %, serbuk simplisia ditimbang sebanyak 1000
gram kemudian dimasukkan ke dalam 3 bejana menggunakan pelarut etanol 96 %
sebanyak 2,5 liter disetiap bejana hingga seluruh simplisia terendam kemudian
ditutup, maserasi dilakukan selama 3 x 24 jam terlindung dari cahaya dan sesekali
dilakukan pengadukan untuk mencegah terjadinya kejenuhan. Ekstrak kemudian
disaring lalu diperoleh filtrat dan residu. Kemudian filtrat dipekatkan
menggunakan Rotary vaccum Evaporator pada suhu 40° C – 60°C, diuapkan
diatas penangas air hingga diperoleh ekstrak kental daun jambu biji (Psidium
guajava L.)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun jambu biji
(Psidium quajava L.) memiliki efek terhadap penurunan kadar gula darah tikus
putih jantan yang diinduksi pakan tinggi lemak dan streptozotocin dengan dosis
efektif 250 mg/kg BB yang memiliki efek terhadap penurunan kadar gula darah
dengan rata-rata 119,2 mg/dL.
2.6.4 Muhammad Yanis Musdja; Efek antihiperglikemik dan toleransi
glukosa ekstrak etanol daun jambu biji (L.) pada tikus diabetes.
Penelitian ini berjudul Efek antihiperglikemik dan toleransi glukosa
ekstrak etanol daun jambu biji (L.) pada tikus diabetes. Penelitian ini bertujuan

19
untuk mengetahui pengaruh hipoglikemia dan toleransi glukosa ekstrak etanol
daun jambu biji terhadap tikus putih jantan.
Pembuatan ekstrak Daun jambu biji segar dibuat menjadi bubur dengan
menggunakan blender dengan etanol 70%. Kemudian dicelupkan ke dalam gelas.
gelas kimia dengan ketinggian 70% etanol ada 2,5 cm di atas permukaan bubur.
Proses maserasi dilakukan selama 3 jam sambil diaduk. Kemudian disaring
menggunakan kapas untuk menyaring ampasnya. Proses ini dilakukan berulang-
ulang sampai tidak ada lagi ekstrak yang terekstraksi, yang ditandai dengan warna
pelarut yang jernih. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan, disaring menggunakan
kertas saring dan etanol diuapkan sampai diperoleh ekstrak etanol kental. Larutan
uji kemudian disiapkan dan diberikan kepada hewan uji.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji glukometer darah menunjukkan
bahwa ekstrak etanol 70% daun jambu biji memiliki efek antihiperglikemik dan
toleransi glukosa tidak berbeda nyata dengan obat glibenklamid sebagai
antihiperglikemik dan acarbose sebagai obat toleransi glukosa.
2.6.5 Sutrisno, Daru Puji Hidayat; Efektivitas penggunaan daun jambu biji
(psidium guajava) dan daun sirih merah (piper crocatum) terhadap
pengontrolan odour (bau) pada pasien dengan luka diabetes mellitus di
fatchul wound care. 11-18
Penelitian ini berjudul Efektivitas penggunaan daun jambu biji (psidium
guajava) dan daun sirih merah (piper crocatum) terhadap pengontrolan odour
(bau) pada pasien dengan luka diabetes mellitus di fatchul wound care. Tujuan
penelitian ini adalah Untuk mengetahui efektivitas penggunaan daun jambu biji
(Psidium guajava) dan daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap pengontrolan
odour (bau) pada pasien dengan luka diabetes mellitus Di Fatchul Wound Care.
Berdasarkan analisis menggunakan uji Independent sample t-test
didapatkan nilai mean : perlakuan wound cleansing menggunakan rebusan daun
Psidium guajava dan rebusan daun Piper crocatum sebesar 20.50 dan 12.70.
Selain itu, dari hasil uji diperoleh nilai p=0.000 (p < 0.05) yang menunjukan ada
perbedaan yang signifikan dengan tingkat kepercayaan 95% didapatkan nilai

20
t=5.876 (> dari t tabel = 1.734) yang berarti bahwa perbedaan tersebut dapat
diterima dengan nilai perbedaan rata-rata (mean) sebesar 7.80
2.6.6 Sang Geun Roh, Kyun Ha Kim dan Won Chul Cho; Efek Antidiabetes
Ekstrak Daun Psidium guajava L. dan Lagerstroemia speciosa L. pada Tikus
yang diinduksi STZ;40-45
Penelitin ini berjudul Efek Antidiabetes Ekstrak Daun Psidium guajava L.
dan Lagerstroemia speciosa L. pada Tikus yang diinduksi STZ.
Pada penelitian ini, ekstrak jambu biji dan banaba yang dikonsumsi tikus
diabetes yang diinduksi streptozotocin (STZ) untuk membandingkan efek
antidiabetesnya.
Berdasarkan hasil perbandingan, kadar glukosa tikus diabetes yang
diinduksi STZ mengalami penurunan sebesar 19-32% kolesterol total sebesar 24-
46%, trigliserida sebesar 22-67% dan asam lemak bebas sebesar 49-71% kira-kira
dibandingkan dengan tikus diabetes, sedangkan pembentukan insulin dan
pemulihan sel beta telah ditingkatkan. Namun, hasilnya menunjukkan bahwa efek
antidiabetes ekstrak jambu biji lebih tinggi daripada bahwa ekstrak banaba. Hal
ini karena senyawa polifenol hidrofilik yang terkandung dalam banaba daun tidak
diekstraksi selama proses ekstraksi etanol, dan aktivitas antidiabetes dari asam
corosolic diekstraksi rendah untuk mengejutkan.
2.6.6 Yoriko Deguchi, Kouji Miyazaki; Efek anti-hiperglikemik dan anti-
hiperlipidemia dari ekstrak daun jambu biji; 1-10
Penelitian ini berjudul Efek anti-hiperglikemik dan anti-hiperlipidemia
dari ekstrak daun jambu biji.
Pada jurnal ini diabetes tipe 2 Untuk mengkonfirmasi temuan sebelumnya
pada model hewan diabetes, uji klinis jangka panjang pertama dilakukan untuk
mengevaluasi efek konsumsi berturutturut dari Teh Daun Jambu Biji setiap kali
makan selama 12 minggu pada parameter gejala dan keamanan diabetes pada 15
subjek pria dengan pra diabetes dan diabetes tipe 2 ringan.
. Hal ini menunjukkan bahwa temuan percobaan adalah karena efek
konsumsi Teh Daun Jambu Biji dan bukan dari asupan gizi. Tidak ada yang tidak

21
normal. Juga, efek samping seperti hipoglikemia karena interaksi abnormal antara
jambu biji

22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan selama bulan juli 2022-selesai di
Laboratorium Farmakologi, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan,
Universitas Negeri Gorontalo
3.2 Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimental dengan rancangan
metode pre and post test control group design untuk melihat apakah daun
tanaman jambu biji memiliki efektivitas terhadap penurunan kadar gula darah
pada mencit.
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah glukometer, kandang
mencit, kanula, spoit 1 ml, bejana, timbangan, beker gelas 500 ml, beker gelas
100 ml, gunting, glukometer.
3.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah strip glukosa darah,
aloksan, aluminium foil, kapas, air suling, etanol 70%, etanol 96%, kulit batang
kersen, larutan Na CMC 1%, glibenklamid 5 mg, dan hewan uji mencit (Mus
musculus).
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Sampel Penelitian
Sampel daun tanaman jambu biji ((Psidium guajava L) diperoleh dari
Desa Kwalabesar Kecamatan Paleleh, Kabupaten Buol, Provinsi sulawesi tengah
3.4.2 Pengolahan Sampel
Sampel daun jambu biji (Psidium guajava L) dipanen pada pagi hari saat
tumbuhan masih segar. Kemudian dilakukan sortasi basah dan dilakukan
pencucian dengan air yang mengalir, setelah itu dikeringkan. Kemudian dirajang
sampel menggunakan gunting, setelah itu dikeringkan sampel sampai benar-benar
kering Lalu dilakukan sortasi kering untuk memisahkan kotoran atau benda asing

23
pada sampel setelah dikeringkan. Kemudian dihaluskan simplisia menjadi serbuk
simplisia menggunakan blender.
3.4.3 Pembuatan Ekstrak daun jambu biji
Simplisia daun jambu biji disiapkan sampel sebanyak 650 gram serbuk
simplisia kemudian dimasukkan kedalam bejana menggunakan etanol 96%.
Tambahkan pelarut sampai sampel terendam dan didiamkan sambil sesekali
diaduk selama 3 hari, terlindung dari cahaya dan sesekali dilakukan pengadukan
untuk mencegah terjadinya kejenuhan. Hasil maserasi dikumpulkan dan disaring
menggunakan kain putih bersih dan tipis. Filtrat yang terbentuk disimpan
pemekatan dilakukan dengan vaccum evaporotaor pada suhu 40° C – 60°C
diuapkan diatas penangas air hingga diperoleh ekstrak kental daun jambu biji
(Psidium guajava L.)
3.4.4 Penggunaan Hewan Uji
Mencit yang akan digunakan diadaptasi dalam kandang selama 1 minggu,
kemudian mencit dipuasakan selama 8 jam lalu dibagi menjadi 5 kelompok
perlakuan dimana setiap kelompok terdiri dari 3 ekor mencit. Sebelum diberikan
perlakuan, mencit terlebih dahulu diukur kadar glukosa darah puasa menggunakan
alat glukometer cara mengambil cuplikan darahnya yaitu melalui ekor mencit
yaitu dengan cara memotongnya sedikit hingga mengeluarkan darah. Darah
tersebut kemudian diteteskan pada stik glukometer. Setelah dilakukan pengujian
setiap kelompok mencit diukur kembali kadar glukosa darahnya pada menit ke 0,
30, 60, dan 120 menggunakan alat glukometer.
3.4.5 Pembuatan Suspensi Na-CMC 1% b/v
Ditimbang 1 gram Na-CMC, kemudian dimasukan perlahan-lahan pada
gelas kimia yang berisi 100 mL aquades panas sambil terus diaduk menggunakan
batang pengaduk hingga larutan tersebut berbentuk koloidal.
3.4.6 Pembuatan Suspensi Aloksan
Ditimbang sebanyak 40 mg aloksan, kemudian ditambahkan NaCl 0,9%
b/v sambil dilakukan pengadukan, kemudian dicukupkan volumenya hingga 100
ml.

24
3.4.7 Pembuatan Suspensi Glibenklamid
Serbuk Glibenklamid ditimbang sebanyak 6,59 mg/29 mg BB mencit,
dosis yang digunakan diperoleh dari konversi dosis manusia ke mencit, kemudian
disuspensikan kedalam Na-cmc 1% sedikit demi sedikit sambil diaduk perlahan,
kemudian dicukupkan volumenya hingga 100 ml.
3.4.8 Pembuatan Larutan Stok Ekstrak Etanol daun jambu biji
Dibuat suspensi ekstrak etanol daun jambu biji konsentrasi 50 mg ekstrak
kental etanoldaun jambu biji, kemudian masing-masing konsentrasi dimasukan
kedalam lumpang lalu ditambahkan larutan koloidal Na-CMC 1%, digerus hingga
tercampur secara homogen kemudian dicukupkan volumenya sampai 100 mL, hal
yang sama dilakukan untuk konsentrasi 100 mg dan 200 mg.
3.5 Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 96% daun jambu bijiTerhadap
Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Mencit
Hewan uji yang telah dipilih dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu
kelompok 1 (kontrol negatif), kelompok 2 (kontrol positif), kelompok 3
(perlakuan 1), kelompok 4 (perlakuan 2), kelompok 5 (perlakuan 3) yang masing-
masing kelompok terdiri dari 5 ekor mencit.
Adapun pembagian perlakuan masing-masing kelompok sebagai berikut:
1. Kelompok I, mencit dibuat diabetes menggunakan aloksan 40 mg secara
IV, 30 menit kemudian diberi suspensi Na-CMC 1% b/v secara oral,
kemudian diperiksa kadar gula darah pada mencit pada menit ke 30, 60,
dan 120.
2. Kelompok II, mencit dibuat diabetes menggunakan aloksan 40 mg secara
IV, 30 menit kemudian diberi Glibenklamid 6,59 mg/29 g BB mencit
secara oral kemudian diperiksa kadar gula darah mencit pada menit ke 30,
60, dan 120.
3. Kelompok III, mencit dibuat diabetes menggunakan aloksan 40 mg secara
IV, 30 menit kemudian diberi ekstrak kulit batang kersen 50 mg/29 g BB
mencit secara oral kemudian diperiksa kadar gula darah mencit pada menit
ke 30, 60, dan 120.

25
4. Kelompok IV, mencit dibuat diabetes menggunakan aloksan 40 mg secara
IV, 30 menit kemudian diberi ekstrak kulit batang kersen 100 mg/29 g BB
mencit secara oral kemudian diperiksa kadar gula darah mencit pada menit
ke 30, 60, dan 120.
5. Kelompok V, mencit dibuat diabetes menggunakan aloksan 40 mg secara
oral, 30 menit kemudian diberi ekstrak kulit batang kersen 200 mg/29 g
BB mencit secara oral kemudian diperiksa kadar gula darah mencit pada
menit ke 30, 60, dan 120.
3.6 Teknik Analisis Data
Analisa data dilakukan dengan membandingkan hasil dari setiap dosis
ekstrak etanol daun jambu biji untuk melihat pada konsentrasi berapakah ekstrak
ini dapat menurunkan kadar glukosa darah pada mencit. Data yang didapatkan
diolah menggunakan metoda ANOVA (Analysis of variance) menggunakan SPSS
(Statistical Package for the Social Sciences).

26

Anda mungkin juga menyukai