Anda di halaman 1dari 21

UJI AKTIVITAS EKSTRAK BIJI KETUMBAR (Coriandrum

sativum L.) SEBAGAI ANTIDIABETES


TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH
MENCIT PUTIH JANTAN
(Mus musculus)

Sri Ayu Ramadhana


P07539020070

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN


JURUSAN FARMASI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat
serta nikmat sehat sehingga penyusunan makalah guna memenuhi tugas mata kuliah
“Metodologi Penelitian“ ini dapat selesai sesuai dengan yang diharapkan.

Dalam penyusunan makalah ini tentunya hambatan selalu mengiringi namun atas
bantuan, dorongan dan bimbingan dari orang tua, dosen dan teman-teman yang tidak bisa
saya sebutkan satu per satu akhirnya semua hambatan dalam penyusunan makalah ini dapat
teratasi. Makalah ini kami susun dengan tujuan sebagai informasi serta untuk menambah
wawasan khususnya mengenai kelebihan dan kekurangan protein bagi tubuh manusia.

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan sebagai sumbangsih pemikiran
khususnya untuk para pembaca dan tidak lupa kami mohon maaf apabila dalam penyusunan
makalah ini terdapat kesalahan baik dalam kosa kata ataupun isi dari keseluruhan makalah
ini. Kami sebagai penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan untuk
itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi kebaikan kami untuk kedepannya.

Medan, 21 Oktober 2022


Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik menahun dan dikenal
sebagai pembunuh manusia secara diam-diam atau “silent killer”. Seringkali seseorang
tidak menyadari kalau dirinya telah menderita diabetes dan begitu mengetahui sudah
terjadi komplikasi (Jakhmola & Tangri, 2012). Penyakit Diabetes Mellitus merupakan
penyakit degeneratif yang dapat dikendalikan dengan empat pilar penatalaksanaan. Diet
menjadi salah satu hal penting dalam empat pilar penatalaksanaan DM dikarenakan
pasien tidak memperhatikan asupan makanan yang seimbang. Meningkatnya gula darah
pada pasien DM berperan sebagai penyebab dari ketidakseimbangan jumlah insulin,
dengan diet yang tepat dapat membantu mengontrol gula darah (Soegondo, 2015).

Seseorang dikatakan menderita diabetes mellitus secara klinis apabila terdapat


gejala umum, yaitu banyak makan, banyak minum, sering kencing dan berat badan turun
serta didapatkan hasil pemeriksaan kadar glukosa 75 gram, kadar glukosa darahnya >
200mg/dl (Soeryoko, 2011). Dari penelitian epidemiologi menunjukkan adanya
kecenderungan peningkatan angka insidensi diabetes di berbagai negara. World Health
Organization (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2000 jumlah penderita diabetes
usia di atas 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan kurun waktu 25 tahun kemudian yaitu
pada tahun 2025, jumlah itu akan semakin bertambah menjadi 300 juta orang (Suyono,
2009).

Kasus diabetes mellitus di jawa tengah sebanyak 80,97 per 1000 penduduk dengan

diabetes mellitus type 2 sebanyak 72,56 per 1000 penduduk dan diabetes mellitus yang

tergantung pada insulin (type 1) sebanyak 8,41 per 1000 penduduk (Dinkes Provinsi

Jateng, 2006).

Tanaman rempah-rempah memiliki berbagai macam manfaat selain sebagai


bahan pelengkap dapur, juga dapat digunakan untuk tanaman obat tradisional, salah satu
tanaman ini adalah ketumbar. Ketumbar adalah salah satu jenis tanaman rempah-rempah
yang sudah sangat dikenal di masyarakat sebagai bumbu masakan (Elshabrina, 2013).
Ketumbar dilaporkan mempunyai efek sebagai antidiabetes (Kim et al., 2009). Ketumbar
mengandung komponen aktif yaitu minyak atsiri, vitamin, rasa, peptida, mineral, asam
lemak dan flavonoid (Cristian D et al, 2013). Flavonoid yang terkandung dalam
ketumbar adalah quercetin 3-glucoronide (Banjarnahor, 2009). Dari hal tersebut, peneliti
mencari solusi yang lebih efektif untuk memanfaatkan biji ketumbar melalui ekstraksi
sebagai antidiabetes.

Hal ini menunjukan bahwa tanaman ini bisa digunakan sebagai agen menurunkan
gula darah yang baru. Tanaman ini banyak tumbuh di Indonesia, dan mudah dalam
perkembangbiakannya (Perhimpunan Dokter Spesialis, 2009).

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh dari konsentrasi ekstrak biji ketumbar (Coriandrum

sativum L.) terhadap penurunan kadar gula darah pada mencit putih jantan (Mus

musculus) ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh ekstrak biji ketumbar (Coriandrum sativum L.) terhadap

penurunan kadar gula darah pada mencit putih jantan (Mus musculus).

2. Untuk mengetahui konsentrasi ekstrak biji ketumbar (Coriandrum sativum L.) yang

paling menurunkan terhadap kadar gula darah pada mencit putih jantan (Mus

musculus).

1.4 Manfaat penelitian


1. Memberikan informasi bagi ilmu pengetahuan mengenai manfaat dari ekstrak biji

ketumbar dapat menurunkan kadar gula darah.

2. Memberikan informasi bagi masyarakat mengenai manfaat ketumbar sebagai

tanaman obat dalam menurunkan kadar gula darah.

3. Memberikan informasi yang dapat menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut tentang
konsentrasi ekstrak biji ketumbar yang paling berpengaruh terhadap penurunan kadar
gula darah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biji Ketumbar


Ketumbar (Coriandrum Sativum) adalah rempah-rempah yang populer digunakan
oleh masyarakat.Ketumbar memiliki bentuk mirip dengan lada , seperti biji kecil yang
berdiamter 1-2 mm. Tanaman ketumbar memiliki tinggi sekitar satu meter. Akarnya
tunggang bulat, bercabang, dan berwarna putih. Memiliki batang yang berkayu lunak,
beralur, dan berlubang dengan percabangan dichotom berwarna hijau. Tangkainya
berukuran sekitar 5-10 cm. Daunnya majemuk, menyirip dengan tepi hijau keputihan.
Buahnya berbentuk bulat, waktu masih muda berwarna hijau, dan setelah tua berwarna
kuning kecokelatan. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna kuning kecokelatan

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Ketumbar (Coriandrum sativum L.)

Taksonomi tanaman ketumbar dapat di klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Trachebionta

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Sub kelas : Rosidae


Ordo : Apiales
2.1.2 Morfologi Tanaman Biji Ketumbar

Tanaman ketumbar berupa semak semusim (terna), dengan tinggi 20-100 cm


yang terdiri akar, batang, daun, bunga dan buah. Buahnya berbentuk bulat yang berwarna
kuning kecoklatan. (Lehrtuhl et al., 2009).
Tanaman ketumbar memiliki daun herbal yang kecil yang memiliki banyak
cabang dan sub unit. Daun barunya berbentuk oval dan daun yang lainnya memanjang.
Bunga berwarna putih, memiliki buah yang bergerombol dan berbentuk bulat. Buah
berbentuk mericarps biasanya disatukan oleh margin yang membentuk sebuah cremocarp
dengan diameter sekitar 2-4 mm, warna kecoklatan, kuning atau coklat, gundul,
terkadang dimahkotai oleh sisa-sisa sepals, memiliki bau aromatik. Ketumbar memiliki
rasa yang berkarakteristik dan pedas (Rahman, 2017).

2.1.3. Kandungan Kimia Biji Ketumbar


Ketumbar mengandung komponen aktif yaitu vitamin, rasa, peptida, mineral,

asam lemak, polyunsaturated fatty acids, antioksidan, enzim dan sel hidup (Cristian D et

al., 2013). Biji ketumbar adalah salah satu bumbu dapur yang beraroma keras yang sudah

sejak lama dipergunakan sebagai bahan pelengkap dalam masakan. Bagian yang paling

banyak dipergunakan adalah bijinya, sampai sekarang telah banyak dilakukan penelitian

terhadap khasiat biji ketumbar seperti antifertilitas, antihiperglikemia,

antihiperlipidemik, antioksidan, antiproliferesi dan antihipotensi (Banjarnahor, 2009).

2.1.4. Manfaat Biji Ketumbar

Menurut Yulianty (2015), ketumbar mengandung beberapa senyawa aktif yang

mampu menurunkan kadar gula darah. Disamping itu, penurunan kadar gula darah dapat

mencapai kadar gula darah normal. Beberapa penelitian menyatakan bahwa ketumbar

memiliki efek farmakologi, diantaranya sebagai diuretik, antioksidan, antikonvulsan,

sedatif, antimikroba, antidiabetik, antimutagen serta antihelmintes (Pathak, et al, 2011).

Biji ketumbar bersifat hypoglycemic. Itulah sebabnya mengapa biji ketumbar baik untuk

penderita penyakit diabetes (Ray, 2017).


2.2 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan

menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan

mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang

tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Agoes,

2009). Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga

terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Depkes RI, 2012).

Ekstraksi dilakukan untuk menyari zat-zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan

dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat aktif terdapat di dalam sel, namun

sel tanaman dan hewan berbeda demikian pula ketebalannya, sehingga diperlukan

metode ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya (Sitepu, 2010).

2.3 Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu senyawa polifenol yang mempunyai sifat

antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu

atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam

(Sayuti dkk, 2015). Dan tidak merusak sel tubuh.

Flavonoid merupakan senyawa fenol yang dimiliki oleh banyak tanaman

(Kurniawaty, 2016). Flavonoid memiliki beberapa aktivitas farmakologikal yang


berfungsi sebagai antioksidan dan antidiabetes (Roy, 2011).

Antioksidan merupakan semua bahan yang dapat menunda atau mencegah

kerusakan akibat oksidasi pada molekul sasaran (Tamu, 2017). Mekanisme kerja

antioksidan secara umum adalah menghambat oksidasi lemak. Untuk mempermudah

pemahaman tentang mekanisme kerja antioksidan perlu dijelaskan lebih dahulu

mekanisme oksidasi lemak. Oksidasi lemak terdiri dari tiga tahap utama yaitu inisiasi,

propagasi, dan terminasi (Sjamsul, 2010).

Antioksidan adalah komponen yang dapat mencegah atau menghambat oksidasi lemak,

asam nukleat, atau molekul lainnya dengan mencegah inisiasi atau perkembangan

pengoksidasian melalui reaksi berantai. Sayuran dan buah-buahan merupakan bahan pangan

yang kaya akan antioksidan (Nanda, 2016).

2.4 Maserasi

Maserasi merupakan proses perendaman sampel dalam pelarut organik yang


digunakan pada temperatur ruang. Penekanan utama pada maserasi adalah tersedianya
waktu kontak yang cukup antara pelarut dan jaringan yang akan di ekstraksi (Guenther,
2011). Pemilihan pelarut dalam proses maserasi akan memberikan efektivitas yang tinggi
dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam pelarut tersebut (Ulfa, 2016).
Maserasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut dengan beberapa kali

pengadukan pada suhu kamar. Langkah kerjanya adalah merendam simplisia dalam

suatu wadah menggunakan pelarut penyari tertentu selama beberapa hari sambil sesekali

diaduk, lalu disaring dan diambil beningannya (Dewantoro, 2017). Maserasi adalah cara

penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia

dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam

rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan yang terpekat di desak keluar. Peristiwa tersebut berulang

sehingga terjadi keseimbangan (Tamu, 2017). Selama proses ekstraksi maserasi terjadi

pemecahan dinding dan membran sel akibat dari perbedaan tekanan di dalam dan di luar
sel sehingga menyebabkan metabolit sekunder yang ada di dalam sitoplasma bahan

terlarut ke dalam pelarut (Kurniawaty, 2016).

Keuntungan dari metode maserasi adalah peralatannya sederhana, sedangkan

kerugiannya antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup

lama, cairan penyari yang digunakan lebih banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-

bahan yang mempunyai tekstur keras seperti benzoin, tiraks dan lilin (Dirjen POM,

1986).

2.5 Hewan Uji Coba

Sistematika mencit (Mus musculus) berdasarkan taksonomi adalah

sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Filum : Chordota

Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus (Yeon, 2014).

Hewan percobaan adalah hewan yang digunakan dalam penelitian biologis


maupun biomedis dan dipelihara secara intensif di laboratorium. Mencit merupakan
salah satu hewan laboratorium yang sering digunakan untuk penelitian dalam bidang
obat-obatan, genetik, diabetes melitus, dan obesitas. Sebagai hewan percobaan mencit
sangat praktis untuk penelitian kuantitatif, karena sifatnya yang mudah berkembang biak,
mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya cukup besar serta anatomis
dan fisiologisnya terkarakteristik dengan baik (Andri, W.Y, 2014)

2.6 Diabetes Melitus

Diabetes mellitus adalah sekumpulan dari gangguan metabolik yang ditandai

oleh hiperglikemi dan abnormalitas metabolisme dari karbohidrat, lemak, dan protein.
Semua hal di atas merupakan hasil dari defect sekresi insulin baik mutlak atau relatif,

dan berkurangnya sensitivitas jaringan terhadap insulin atau keduanya. Simtom yang

menyertai DM adalah 3P (polidipsi, polifagi, dan poliuria), BB berkurang, kelelahan,

dan adanya infeksi berulang (misalnya kandidiasis vagina) (Arisman, 2010).

DM merupakan penyakit kronik, progresif yang dikarakteristikan dengan

kemampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein awal

terjadinya hiperglikemia (kadar gula yang tinggi) dalam darah) (Black & Hawk, 2009).

DM terjadi bila insulin yang dihasilkan tidak cukup untuk mempertahankan gula darah

dalam batas normal atau jika sel tubuh tidak mampu merespon dengan tepat sehingga

akan muncul keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsi, polifagia, penurunan berat

badan, kelemahan, kesemutan, pandangan kabur dan disfungsi ereksi pada laki-laki dan

pruritus vulvae pada wanita (Soegondo dkk, 2009).

DM tipe 2 atau juga dikenal sebagai Non-Insulin Dependent Diabetes

(NIDDM). Dalam DM tipe 2, jumlah insulin yang diproduksi oleh pankreas biasanya

cukup untuk mencegah ketoasidosis tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

tubuh total (Julien dkk, 2009). DM tipe 2 dikarakteristikkan dengan hiperglikemia,

resistensi insulin, dan kerusakan relatif sekresi insulin (Damayanti, 2016).

Menurut Syarfaini (2013) secara umum penyakit diabetes dapat digolongkan


menjadi empat yaitu :
a. Diabetes Mellitus Tipe I

Diabetes tipe I biasa juga dikenal dengan “Juvenile onset” atau “Insulin

dependent” serta “ketosis prone” merupakan penyakit yang disebabkan

rendahnya kadar hormon insulin dalam sirkulasi darah sehingga kadar

glukagon plasma meningkat serta gagalnya sel beta pankreas memberikan

stimulasi untuk meningkatkan sekresi insulin.


b. Diabetes Mellitus tipe II

Diabetes tipe II disebabkan oleh resistensi insulin pada otot, lemak dan hati.

Diabetes Mellitus tipe lain yang menyebabkan terjadinya peningkatan kadar

asam lemak bebas pada plasma, menurunnya transper glukosa ke otot,

meningkatnya produksi glukosa dalam hati serta meningkatnya lipolisis.

c. Diabetes Pada Kehamilan (Gestational Diabetes)

Diabetes kehamilan terjadi pada intoleransi glukosa yang diketahui selama

kehamilan pertama. Jumlahnya sekitar 2-4% kehamilan. Wanita dengan

diabetes kehamilan akan mengalami peningkatan risiko terhadap diabetes

setelah 5-10 tahun melahirkan.

d. Diabetes Tipe Lain

1. Efek genetik fungsi sel beta, yaitu terjadinya gangguan sekresi insulin akan tetapi

kerja insulin pada jaringan tetap normal.

2. Efek genetik kerja insulin, yaitu terjadinya mutasi pada reseptor hormon insulin

yang mengakibatkan hiperinsulinemia, hiperglikemia serta diabetes.

3. Penyakit eksokrin pankreas meliputi pankreasitis, trauma, pankreatektomi dan

carcinoma pankreas.

4. Inveksi, yaitu diabetes yang disebabkan oleh adanya inveksi virus yang dapat

merusak sel beta.

5. Imunologi, yaitu diabetes yang disebabkan sindrom stiffman dan kelainan

antibodi antiinsulin reseptor

6. Efek obat atau zat kimia (Syarfaini, 2013).

Secara umum pengobatan penyakit diabetes terbagi menjadi dua jenis, yaitu

pengobatan non farmakologi yang meliputi perubahan gaya hidup seperti diet atau

melakukan aktivitas jasmani dan pengobatan farmakologis yang meliputi pemberian


obat antidiabetes seperti obat antidiabetes metformin, glibenklamid dan injeksi hormon

insulin. Pengobatan farmakologi dipilih jika pengobatan non farmakologi tidak dapat

mengendalikan kadar glukosa darah (Oktarini, 2010).

2.7 Metformin

Metformin merupakan salah satu jenis obat anti hiperglikemik oral golongan

biguanid. Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin. Metformin

dapat menurunkan glukosa darah tetapi tidak akan menyebabkan hipoglikemik. Pada

pemakaian tunggal metformin dapat menurunkan glukosa darah sampai 20% dan

menurunkan produksi glukosa di hati serta meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan

adiposa terhadap insulin. Disamping itu, metformin meningkatkan pemakaian glukosa

oleh sel usus sehingga menurunkan glukosa darah dan juga diduga menghambat

absorbsi glukosa di usus sesudah asupan makan (Watson, 2012). Metformin

hidroklorida adalah obat yang digunakan secara luas untuk pengelolaan diabetes

mellitus tidak tergantung insulin (Sari, 2013).

Metformin hidroklorida adalah satu-satunya golongan biguanid yang tersedia

saat ini (IAI, 2012). Metformin sebagai obat tunggal maupun dalam kombinasi dengan

antidiabetik oral lain dan atau insulin, digunakan untuk mengobati diabetes tipe 2. Obat

ini terbukti mampu mereduksi kadar gula darah serta derajat hiperglisemia postprandial

pada diabetes tipe 2, tetapi tidak berpengaruh pada orang normal. Metformin telah
terbukti pula efektif dalam meredam aktivitas glukoneogenesis di hati dengan jalan

mengganggu oksidasi asam laktat dan ambilan glukosa oleh hati (Damayanti, 2016).

2.8. Kerangka Konsep


Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah terdapat dua variable antara lain

variable bebas dan variable terikat.Variabel bebas dalam penelitian ini antara lain

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi ekstrak biji ketumbar 10%,

20%, 30%..Parameter yang diukur sebagai antidiabetes pada mencit menggunakan

metformi .Kerangka konsep dapat dilihat dari gambar

Konsentrasi Flavonoid
Biji Ketumbar

Kontrol Positif : Parameter yang


Mencit
Metformin 0,5% diamati adalah
(Mus musccullus)
kadar gula darah

Kontrol Negatif :
Aquadest 5 ml

2.9 Hipotesis Penelitian

Diduga ekstrak biji ketumbar (Coriandrum sativum L.) dengan konsentrasi 30%

dapat menurunkan kadar gula darah pada mencit putih jantan (Mus musculus).
15

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian


Objek dari penelitian yang dilakukan adalah uji aktivitas ekstrak biji ketumbar

(Coriandrum sativum L.) sebagai antidiabetes terhadap penurunan kadar gula darah pada

mencit putih jantan (Mus musculus).

3.2 Sampel dan Teknik Sampel


Sampel yang digunakan adalah biji ketumbar (Coriandrum sativum L.) yang

dibeli langsung dari, Pasar Petisah, kecamatan Petisah dengan cara pengambilan

sampel secara acak karena pengambilan sampel anggota populasi dilakukan secara acak

tanpa memperhatikan strata yang ada pada populasi itu.

3.3 Teknik Pengumpulan Data


3.3.1 Cara Pengambilan Data

1. Jenis data yang digunakan bersifat kualitatif dan kuantitatif.

Pada data kualitatif meliputi : uji mikroskopik, uji senyawa flavonoid,

dan uji bebas alkohol.

Pada data kuantitatif meliputi : perhitungan konsentrasi ekstrak dan hasil

penurunan kadar gula darah.

2. Metode pengumpulan data adalah eksperimen laboratorium.

3. Metode analisa data menggunakan analisa Paired T-test .

3.3.2 Bahan dan Alat yang digunakan


1. Bahan Penelitian

Biji ketumbar, metformin, larutan gula 20%, etanol 80%, H2SO4, Asam asetat dan

aquadest

2. Alat Penelitian
16

Neraca analitik, spuit 1 cc, gelas ukur 100 mL, gelas ukur 50 mL, beaker glass 500

mL, beaker glass 50 mL, blender, kapas, kain flanel, alat glukometer, cawan porselin,

dan Water Bath

3. Hewan Uji

Mencit Putih Jantan

3.4 Cara Kerja


3.4.1 Pembuatan Sampel Biji Ketumbar
Pertama mengambil biji ketumbar yang masih segar lalu di sortasi basah.

Kemudian menghilangkan kotoran yang melekat dan mencuci dengan air

mengalir, setelah itu biji ketumbar dikeringkan di bawah sinar matahari, kemudian

biji ketumbar di haluskan dengan menggunakan blender, kemudian biji ketumbar

di ayak menggunakan ayakan no 200 mesh (Dirjen POM, 1985).

3.4.2 Pembuatan EkstrakBiji Ketumbar


Pembuatan ekstrak maserasi biji ketumbar dilakukan dengan cara maserasi dengan

pelarut etanol 80%. Biji ketumbar kering dihaluskan menggunakan blender hingga

menjadi serbuk kemudian serbuk di ayak menggunakan ayakan 200 mesh. Serbuk

ketumbar ditimbang sebanyak 400 gram, kemudian dimaserasi dengan pelarut

etanol 80% sebanyak 2000 mL selama 3 hari. Selama perendaman ekstrak tiap

hari diaduk. Ekstrak kemudian disaring menggunakan kertas flanel sehingga

terpisah dari ampas (residu). Kemudian diremaserasi menggunakan etanol 80%

sebanyak 1200 mL selama 2 hari Hasil maserasi dan remaserasi dicampurkan

kemudian disaring kembali dengan untuk menghilangkan kotoran. Ekstrak cair

dimasukan kedalam water bath pada suhu 50o C sehingga menghasilkan ekstrak

kental (Sogara, 2014).

3.4.3 Pembuatan Larutan Metformin


Larutan pembanding kontrol positif metformin 0,5% dibuat dengan dosis manusia

500 mg/kg yang dikonversikan menjadi dosis mencit yaitu 0,0026 mg/kgBB.
17

Pembuatan larutan pembanding dengan cara menggerus 1 tablet metformin

sampai homogen, kemudian dilarutkan dalam 25 mL aquadest. Dilakukan

pemberian larutan pembanding pada mencit putih jantan dengan volume sesuai

berat badan mencit (Basir, 2018).

3.4.4 Rute Pemberian Ekstrak Biji Ketumbar


Pemberian ekstrak biji ketumbar , pertama menyiapkan 15 ekor mencit putih

jantan dibagi menjadi 5 kelompok. Untuk pemberian ekstrak biji ketumbar masing-

masing mencit ditimbang dan dicatat beratnya, selanjutnya membagi kelompok

perlakuan sesuai kelompoknya.

Kelompok mencit putih jantan pertama sebagai kontrol negatif aquadest 5 mL per

oral. Kelompok mencit kedua sebagai kontrol positif metformin 0,5% (500 mg/70kgBB

manusia). Kelompok mencit ketiga ekstrak biji ketumbar konsentrasi 10%. Kelompok

mencit ke empat ekstrak biji ketumbar konsentrasi 20%. Kelompok ke lima ekstrak biji

ketumbar konsentrasi 30%.

Masing-masing hewan uji yang dikelompokan dalam 5 kelompok di

aklimatisasikan selama 3 hari untuk adaptasi dengan lingkungan. Selama

diadaptasikan mencit diberi makan dan minum. Setelah diadaptasikan mencit

dipuasakan selama 18-24 jam lalu diukur gula darah sebagai gula darah sebelum

di induksi glukosa. Kemudian memberikan glukosa secara peroral terhadap

kelompok tikus selama 7 hari, setelah 7 hari pemberian glukosa kemudian

mengecek kadar glukosa darah.

Selanjutnya diberikan perlakuan, kelompok negatif diberikan aquadest 5 mL

secara per oral. Kelompok positif diberikan larutan metformin 0,5% secara per oral.

Kelompok ekstrak biji ketumbar konsentrasi 10% diberikan ekstrak biji ketumbar

konsentrasi 10% secara intra peritonial. Kelompok ekstrak biji ketumbar 20% diberikan

ekstrak biji ketumbar konsentrasi 20%. Kelompok ekstrak biji ketumbar 30% diberikan
18

ekstrak biji ketumbar konsentrasi 30% Setelah melakukan pemberian perlakuan ke

semua kelompok, kemudian kadar gula darah diperiksa pada hari ke-11 (H11).. Semua

sampel darah yang diambil dari vena ekor tikus yang sudah dipuasakan dan kadar gula

darah diukur menggunakan alat Glukometer (Sogara, 2014).

3.4.5 Perhitungan Presentase Kadar Gula Darah


a. Rumus persentase kenaikan gula darah mencit saat dipuasakan dan setelah

di induksi gula :

= Rata-rata gula darah sesudah –rata-rata gula darah sebelum x100%

Rata-rata gula darah sesudah

b. Rumus persentase penurunan gula darah mencit setelah pemberian gula

dan setelah perlakuan :

= Rata-rata gula darah sebelum –rata-rata gula darah sesudah x100%

Rata-rata gula darah sesudah

3.4.6 Cara Analisis


Cara analisa data pada penelitian uji aktivitas ekstrak biji ketumbar (Coriandrum

sativum L.) sebagai antidiabetes terhadap penurunan kadar gula darah mencit putih

jantan (Mus musculus) dengan menggunakan analisa Paired T-test untuk mengetahui

adanya pengaruh aktivitas dari ekstrak biji ketumbar dan dilanjutkan dengan uji

Duncan untuk melihat beda nyata antar perlakuan.


19

DAFTAR PUSTAKA
Ismail, R., 2018. Pengaruh Ekstrak Buah Okra (Abelmoschus esculentus) Pada
Mencit Putih Jantan Penderita Diabetes Melitus Setelah Diinduksi
Aloksan Dan Uji Hispatologi. Skripsi. Padang: Universitas Andalas.
Jakhmola V., Tangri P., 2012. Diabetes Mellitus A Silent Killer : Role Of
DPP4 Inhibitirs In Treatment. JPSBR. Vol 2 : 49.
Julien, S,G. 2009. Patofisiologi Diabetes Mellitus dalam Penatalaksanaan
Diabetes Terpadu. Jurnal. Manado: Universitas N Manado.
Mycek MJ, Harvey R.a, Champe C.C. 2009. Farmakologi Ulasan bergambar.
Lippincott illustrated Reviews: Farmakology. Penerjemah Azwar
Agoes. Edisi II. Jakarta :Widya Medika.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia., 2009. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam ed. V jilid III. Jakarta : Interna Publishing.
Priyanto, 2008. Farmakoterapi & Terminologi Medis Ed pertama. Depok :
Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi.
Rahman., 2017. Pengaruh Pemberian Minyak Atsiri Biji Ketumbar
(Coriandrum sativum) Terhadap Pertumbuhan Candida albicans
(Penelitian Secara In Vitro. Karya Tulis Akhir. Malang : Universitas
Muhammadiyah.
Ray, R. 2017. Manfaat Ajaib Ketumbar & Merica - Seri Apotek Dapur Ed 1.
Yogyakarta: Rapha Publishing.
Soeryoko, H., 2011. 25 Tanaman Obat Ampuh Penakluk Diabetes Mellitus.
Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET.
Sogara, P.P.U., 2014. Pengaruh Ekstrak Etanol Buah Ketumbar (Coriandrum
sativum L.) Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Tikus Putih Yang
Diinduksi Aloksan. Manado: Program Studi Farmasi FMIPA Unsrat.
Sugondo, 2015. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus. Yogyakarta: Universitas
Negeri Yogyakarta.
Yeon, L; Jeong, W. L; Dong, G. L; Hyi, S. L; Jong, SK; Jieun, Y., 2014.
Cytotoxic Sesterpenoids Isolated From The Marine Sponge
Scalarispongia sp. Journal Molecular Science 2014, 15, 20045-20053.
Yulianty., 2015. Efek Ekstrak Biji Ketumbar (Coriandrum sativum L.)
Terhadap Histologi Pankreas Mencit (Mus musculus L.) Diabetik
Aloksan. Program Studi Biologi FMIPA.Samarinda: Universitas
Mulawarman.
Yuriska, F., 2009, Efek Aloksan Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar.
Karya Tulis Ilmiah. Semarang : Universitas Negeri Semarang.
54
21

Anda mungkin juga menyukai