Anda di halaman 1dari 19

PRAKTIKUM FITOKIMIA

TUGAS 7
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN POLIFENOL
DAN TANIN
(Ekstrak Psidium guajava)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitokimia

KELOMPOK: 9
KELAS: C
1. Andre Riswanda Putra (201810410311150)
2. Ahmad Fajrul Alim (201810410311148)
3. Intan Febry Alfinny (201810410311149)
4. Novita Meliana Devie (201810410311151)
5. Cindy Puspitasari (201810410311152)

DOSENPEMBIMBING:
apt. Amaliyah Dina A., M. Farm.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan tanaman sebagai obat tradisional sampai sekarang masih berlangsung dan
jenis tanaman yang dapat dipakai sebagai obat tradisional ternyata amat banyak
macamnya, di mana pemanfaatannya secara umum masih berdasarkan pengalaman
yang turun-temurun dari nenek moyang. Dengan demikian upaya penelitian sangat
dibutuhkan untuk memberikan informasi bagi masyarakat tentang obat tradisional
Indonesia dalam rangka pengembangannya maupun pemanfaatan obat itu sendiri.
Jambu biji (Psidium guajava Linn) telah lama dimanfaatkan sebagai tanaman obat yang
dapat menyembuhkan diare, keputihan, diabetes, sariawan dan luka berdarah. Tanaman
jambu biji terdiri dari beberapa kultivar antara lain tanaman jambu biji dengan daging
buah merah, daging buah putih dan daging buah kuning (Alisyahbana, 1993). Bagian
tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional adalah daun yang mengandung
minyak atsiri, lemak, damar, garam-garam mineral, triterpenoid di samping itu juga
tanin dan flavonoid yang diduga berkhasiat sebagai anti diare, pemakaiannya dengan
cara direbus atau diremas-remas halus dengan air dan garam kemudian disaring, air
remasan tersebut langsung diminum tanpa direbus (Hembing,1992). Pemanfaatan
tanaman jambu biji sebagai obat diare cenderung hanya berasal dari satu kultivar saja,
yaitu kultivar dengan daging buah merah, padahal seperti telah dijelaskan di atas bahwa
jambu biji terdiri dari beberapa kultivar. Walaupun dari masingmasing kultivar tersebut
secara morfologis berbeda tetapi mempunyai kandungan yang sama, yaitu tanin,
flavonoid, minyak atsiri dan lain-lain yang berarti bahwa setiap kultivar jambu biji
dapat pula dimanfaatkan sebagai obat diare (Thomas, 1992).

1.2 Tujuan
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan polifenol dan tanin
dalam tanaman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Psidium guajava L.
Tanaman Jambu Biji (Psidium guajava L.)
1. Klasifikasi Ilmiah Tanaman Jambu Biji

Sistematika dan klasifikasi tanaman jambu biji adalah sebagai berikut:


Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Myrtales
Suku : Myrtaceae
Marga : Psidium
Jenis : Psidium guajava L.
2. Morfologi dan Karakteristik Jambu Biji

Jambu biji berasal dari Amerika tropik, tumbuh pada tanah yang gembur maupun liat,
pada tempat terbuka, dan mengandung air yang cukup banyak. Tanaman jambu biji (P.
Guajava L.) ditemukan pada ketinggian 1 m sampai 1.200 m dari permukaan laut.
Jambu biji berbunga sepanjang tahun. Perdu atau pohon kecil, tinggi 2 m sampai 10 m,
percabangan banyak. Batangnya berkayu, keras, kulit batang licin, berwarna coklat
kehijauan.2 Jambu biji (P. Guajava L.) tersebar meluas sampai ke Asia Tenggara
termasuk Indonesia, sampai Asia Selatan, India dan Sri Lanka. Jumlah dan jenis
tanaman ini cukup banyak, diperkirakan kini ada sekitar 150 spesies di dunia. Tanaman
ini (P. Guajava L.) mudah dijumpai di seluruh daerah tropis dan subtropis. Seringkali
ditanam di pekarangan rumah. Tanaman ini sangat adaptif dan dapat tumbuh tanpa
pemeliharaan. Di Jawa sering ditanam sebagai tanaman buah, sangat sering hidup
alamiah di tepi hutan dan padang rumput.
3. Nama Daerah

Setiap daerah di Indonesia memiliki kekhasan dalam penyebutan nama jambu biji,
diantaranya, Sumatra: glima breueh (Aceh), glimeu beru (Gayo), galiman (Batak
Karo), masiambu (Nias), biawas, jambu biji, jambu batu, jambu klutuk (Melayu). Jawa:
jambu klutuk (sunda ), jambu klutuk, petokal, petokal, jambu krikil, jambu krutuk
(jawa), jhambu bhender (Madura). Nusa Tenggara: sotong (Bali), guawa (Flores),
goihawas (Sika). Sulawesi: Gayawas (Manado), boyawat (Mongondow), koyamas
(Tansau), dambu (Gorontalo), jambu paratugala (Makassar), jambu paratukala (Bugis),
jambu (Baree), Kujabas(Roti), biabuto (Buol). Maluku: kayawase (Seram Barat),
kujawase (Seram Selatan), laine hatu, lutuhatu (Ambon), gayawa (Ternate,
Halmahera).
4. Kandungan dan Manfaat

Psidium guajava L. diketahui mengandung beberapa bahan aktif antara lain tanin,
flavonoid, guayaverin, leukosianidin, minyak atsiri, asam malat, damar, dan asam
oksalat, tetapi hanya komponen khusus seperti flavonoid, tanin, minyak atsiri, dan
alkaloid yang memiliki efek farmakologi sebagai antidiare terutama pada penyakit
diare yang disebabkan oleh bakteri.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh John, salah satu bahan aktif yang
terkandung dalam daun Psidium guajava yang memiliki peranan paling efektif sebagai
antidiare adalah flavonoid. Senyawa turunan flavonoid yang terkandung dalam daun
Psidium guajava L. adalah quercetin. Penelitian lain secara lebih spesifik menjelaskan
bahwa quercetin merupakan senyawa golongan flavonoid jenis flavonol dan flavon,
senyawa ini banyak terdapat pada tanaman famili Myrtaceae dan Solanacea.
Senyawa quercetin memiliki potensi sebagai agen antidiare dengan
menghambat pelepasan asetilkolin yang dapat meningkatkan kontraksi usus akibat
adanya iritasi oleh bakteri penyebab diare seperti Staphylococcus aureus, Escherichia
coli, Salmonella enteritidis, Bacillus cereus, dan Vibrio cholera. Selain itu, telah
dikenal sejumlah kandungan glikosida flavonol pada daun Psidium guajava L. yang
juga merupakan turunan dari quercetin, diantaranya adalah quercetin–3–L–
rhamonoside yang digunakan untuk pewarna tekstil, quercetin–3–rutinoside yang biasa
disebut rutin dan quercetin– 3–glukoside atau isoquercetin yang memiliki peran untuk
mengobati kerapuhan pembuluh kapiler pada manusia.
Senyawa tanin yang terkandung dalam daun Psidium guajava L. dapat
diperkirakan memiliki jumlah sebanyak 9–12%. Tanin dapat menimbulkan rasa sepat
pada buah dan daun Psidium guajava L. tetapi berfungsi memperlancar sistem
pencernaan, dan sirkulasi darah. Tanin mempunyai sifat sebagai pengelat berefek
spasmolitik yang mengkerutkan usus sehingga gerak peristaltik usus berkurang.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sukardi, waktu ekstraksi optimal daun
Psidium guajava L. adalah selama 17,5 menit dengan kandungan tanin yang didapat
sebesar 7,82% atau setara dengan 0,40 g per 5 g sampel.
Psidium guajava L. juga memiliki kandungan lain yang memiliki potensi
sebagai antidiare yaitu minyak atsiri dan alkaloid. Minyak atsiri merupakan senyawa
yang mudah menguap yang tidak larut dalam air yang berasal dari tanaman. Senyawa
ini mampu menghambat pertumbuhan bakeri Salmonella typhimurium yang telah
diketahui berpotensi sebagai salah satu mikroorganisme penyebab diare. Alkaloid
merupakan salah satu zat tumbuhan sekunder yang terbesar yang terdapat pada
tanaman berbunga angiospermae. Alkaloid dapat juga berbentuk amorf dan beberapa
seperti nikotin dan koniin. Kebanyakan alkaloid tidak bewarna, tetapi beberapa
senyawa kompleks kelompok aromatik bewarna. Alkaloid bersifat basa yang
tergantung pada pasangan elektron pada nitrogen. Secara umum tanaman beralkaloid
dapat didefenisikan sebagai tanaman yang mengandung alkaloid terbesar dari 0,05%
bobot kering. Alkaloid dalam daun Psidium guajava L. bersifat anti bakteri.
2.2 KLT
Kromatografi adalah suat teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan
kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Istilah kromatografi berasal
dari gabungan kata “ chroma” (warna) dan ‘graphein” ( menuliskan). Prinsip
pemisahan kromatografi yaitu adanya distribusi komponen-komponen dalam fase diam
dan fase gerak berdasarkan perbedaan sifat fisik komponen yang akan dipisahkan.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT), zat penjerap merupakan lapisan tipis serbuk halus
yang dilapiskan pada lempeng kaca, plastic atau logam secara merata, umumnya
digunakan lempeng kaca. Lempeng yang dilapisi dapat dianggap sebagai kolom
kromatografi terbuka dan pemisahan yang tercapai dapat didasarkan pada adsopsi,
partisi, atau kombinasi kedua efek, yang tergantung dari jenis lempeng, cara
pembuatan, dan jenis pelarut yang digunakan. KLT dengan lapis tipis penukar ion dapat
digunakan untuk pemisahan senyawa polar. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan
pengamatan bercak dengan harga Rf yang identik dan ukuran yang hampir sarna,
dengan menotolkan bahan uji dan pembanding pada lempeng yang sarna.
Pembandingan visual ukuran bercak dapat digunakan untuk memperkirakan kadar
secara semi kuantitatif. Pengukuran kuantitatif dimungkinkan, bila digunakan
densitometer, atau bercak dapatdikerok dari lempeng, kemudian diekstraksi dengan
pelarut yang sesuai dan diukur secara spektrofotometri. Pada KLT dua dimensi,
lempeng yang telah dikembangkan diputar 90° dan dikembangkan lagi, umumnya
menggunakan bejana lain yang dijenuhkan dengan sistem pelarut yang berbeda.
Alat Alat dan bahan untuk kromatografi lapis tipis adalah sebagai berikut :
Lempeng kromatografi, dengan tebal serba rata dan ukuran yang sesuai, umumnya
20x20 cm. Jika tidak dinyatakan lain, lempeng lapis tipis yang digunakan dalam FHI
adalah lempeng silika atau selulosa “pra lapis” (lempeng siap pakai).
Rak penyimpanan, digunakan untuk menempatkan lempeng selama pengeringan atau
untuk membawa lempeng. Rak berisi lempeng harus disimpan dalam suatu desikator
atau harus dapat ditutup kedap untuk melindungi lempeng terhadap pengaruh
lingkungan, setelah diangkat dari lemari pengering.
Zat penjerap, terdiri dari bahan penjerap yang halus, umumnya berdiameter 5 μm
hingga 40 μm yang sesuai untuk kromatografi. Zat penjerap dapat dilapiskan langsung
pada lempeng kaca atau dengan menggunakan perekat Paris (kalsium sulfat terhidrasi
5% hingga 15%), pasta kanji atau perekat lain. Perekat Paris tidak dapat memberikan
permukaan yang keras seperti pada pasta kanji, tetapi tidak terpengaruh oleh pereaksi
penyemprot yang bersifat oksidator kuat. Zat penjerap dapat mengandung zat
berfluoresensi yang menyerap cahaya ultraviolet untuk membantu penampakan bercak.
Bejana kromatografi, yang dapat memuat satu atau lebih lempeng dan dapat ditutup
kedap. Bejana dapat dilengkapi dengan rak penyangga, yang dapat menyangga
lempeng yang saling membelakangi, dengan tutup bejana pada tempatnya. Alat
sablon,umumnya terbuat dari plastik, digunakan sebagai alat bantu untuk penotolan
Larutan uji dan Larutan pembanding pada jarak seperti yang dibutuhkan, serta untuk
membantu penandaan lempeng.
Pipet mikro, yang dapat mengeluarkan cairan sejumlah volume tertentu. Jumlah total
Larutan uji dan Larutan pembanding yang harus ditotolkan, tertera pada masing-
masing monografi.
Alat penyemprot pereaksi, yang dapat menyemprotkan butir-butir halus serta tahan
terhadap pereaksi. Lampu ultraviolet, yang sesuai untuk pengamatan dengan panjang
gelombang 254 atau 366 nm. (Farmakope Herbal Indonesia Edisi I Tahun 2008, hal
164).
Metode KLT
Teknik standar
Untuk melakukan KLT dapat digunakan plat yang sudah jadi dan dapat dibeli lewat
supplier bahan kimia atau dapat kita buat sendiri dengan menyediakan bubur adsorben
untuk diratakan di atas penyangga. Pembuatan plat dapat dilakukan dengan langkah-
langkah berikut :
1. Melarutkan padatan adsorben dengan akuades atau kloroform atau metanol atau
campurannya hingga diperoleh bubur yang homogen.
2. Membuat lapisan tipis dengan teknik pembentangan menggunakan alat khusus
yang dinamakan Stahl-Desaga, penyemprotan dengan alat semprot, penuangan
dan pencelupan untuk membuat plat makro.
Teknik melakukan KLT dapat diringkaskan sebagai berikut :
a. Lapisan tipis adsorben dibuat pada permukaan plat kaca atau aluminium
berukuran 5 cm x 20 cm ; 20 cm x 20 cm. Untuk plat aluminium, ukuran dapat
diperkecil dengan memotongnya sesuai keinginan kita.
b. Tebal lapisan bervariasi tergantung tujuan penggunaan, adapun tebal lapisan
yang standar untuk plat KLT yang diperdagangkan umumnya ± 250 µm.
c. Larutan campuran senyawa diteteskan pada jarak tertentu dari dasar plat (± 1,5
cm) dengan menggunakan pipet mikro atau siringe agar volume totolan dapat
diketahui untuk analisis yang bersifat kuantitatif dan dapat menggunakan pipa
kapiler yang diruncingkan untuk analisis kualitatif.
d. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampai diuapkan dulu dengan
memberikan sejenak plat yang ditotol dengan sampel sebelum dimasukkan ke
dalam bejana pengembang (development chamber) yang berisi fasa gerak
(eluen).
e. Plat kromatografi dikembangkan dengan mencelupkannya ke dlaam bejana
tersebut. Fasa gerak yang dipergunakan dapat terdiri atas satu macam atau lebih
pelarut serta dapat menggunakan pelarut yang sama ataupun berbeda dengan
pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel.
f. Komponen-komponen senyawa akan bergerak dengan kecepatan berbeda
sesuai interaksi adsorbsinya dengan fasa diam.
g. Kromatografi diakhiri ketika fasa gerak telah mencapai jarak tertentu dari ujung
plat yang lain. Senyawa-senyawa yang berbeda satu sama lain akan memiliki
perbandingan jarak tempuh senyawa terhadap jarak tempuh fasa gerak yang
berbeda pula. Nilai perbandingan ini dinamakan Rf (retardation factor).
(Rubiyanto, 2017).

Fasa Diam
Pada dasarnya jenis padatan yang digunakan pada kromatografi kolom dapat
digunakan pada KLT. Beberapa jenis adsorben dan penggunaanya antara lain :
- Silica gel : asam-asam amino, alkaloid, asam-asam lemak dan lain-lain.
- Alumina : alkaloid, zat warna, fenol-fenol, dan lain-lain.
- Kielsghur (tanah diatomae) : gula, oligosakarida, trigliserida, dan lain-lain.
- Selulosa : asam-asam amino, alkaloid, dan lain-lain.
Adapun dalam perdagangan banyak dijumpai plat KLT yang terbuat dari silica gel
dengan jenisnya antara lain :
- Silica gel G : mengandung 13 % CaSO4, sebagai bahan perekat
- Silica gel H : tanpa kandungan CaSO4
- Silica gel PF : mengandung bahan fluoresensi
Sebelum digunakan, plat KLT dioptimalkan kerja dengan langkah aktivasi terlebih
dahulu dengan cara :
1. Untuk pemisahan senyawa-senyawa netral, plat KLT diaktivasi dengan
memanaskannya dalam oven bersuhu 100 oC selama beberapa menit untuk
menghilangkan air/kelembaban.
2. Untuk pemisahan senyawa yang bersifat basa, sebelum proses kromatografi
pelarut ditambah dengan larutan ammonium hidroksida atau dietil amina.
3. Untuk pemisahan senyawa bersifat asam, pelarut ditambah dengan asam asetat.
(Rubiyanto, 2017).
Fase Gerak
Baik fasa diam dan fasa gerak hanya digunakan bersama-sama dalam KLT ketika
proses kromatografi berlangsung melalui kesetimbangan yang melibatkan lapisan tipis
adsorben, fasa pelarut dan fasa uap pelarut. Dengan demikian, solvent tidak selalu
ekuivalen dengan fasa gerak karena sering komposisi keduanya berbeda sepanjang
jalur plat meskipun digunakan fasa gerak yang sama dengan pelarut.
Karakter yang diinginkan dalam pemilihan fasa gerak yang kompetitif untuk KLT
antara lain adalah parameter kelarutan (solubility parameter), indeks polaritas (polarity
index), dan kekuatannya sebagai solvent (solvent strength). Parameter kelarutan
menunjukkan kemampuannya untuk berkombinasi dengan beragam pelarut lain.
Indeks polaritas menunjukkan besaran empiris yang digunakan untuk mengukur
ketertarikan antar molekul dalam solute dengan molekul solvent pada parameter
kelarutan solvent yang bersangkutan dalam keadaan murninya. Sementara kekuratan
pelarut dinyatakan sebagai bilangan tanpa satuan yang berkisar antara -0,25 sampai
+1,3 yang ditentukan melalui energi adsorbsi oleh molekul solvent pada solvent yang
bersangkutan (Rubiyanto, 2017).

2.3. METODE EKSTRAKSI


Ekstraksi merupakan proses penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah
obat dengan menggunakan pelarut terpilih. Ekstrak adalah sediaan padat, pekat dan cair
diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani
menggunakan pelarut yang sesuai. Simplisia merupakan bahan alami yang digunakan
sebagai obat, belum mengalami pengolahan apapun dan biasanya berupa bahan yang
telah dikeringkan.
Metode penyaringan yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserasi. Maserasi
adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang digunakan
dihaluskan dan disatukan dengan bahan pengekstraksi. Pada metode maserasi, bahan
berupa serbuk simplisia yang halus, yang direndam dalam pelarut sampai meresap dan
melunakkan susunan sel sehingga zat-zat yang mudah larut akan segera larut. Waktu
maserasi lamanya berbeda-beda, antara 4-10 hari. Rendaman harus dikocok berulang-
ulang karena dalam keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya
perpindahan bahan aktif pada simplisia. Keuntungan penyaringan dengan cara
maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah
diusahakan. Sedangkan kerugiannya adalah pengerjaannya lama dan penyaringannya
kurang sempurna.

2.4 Golongan Senyawa (Polifenol, Tanin)


Senyawa polifenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang
mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua penyulih
hidroksil. Senyawa polifenol cenderung mudah larut dalam air karena umumnya
berikatan dengan gula sebagai glikosida dan biasanya terdapat dalam vakuola sel
(Harborne,1987).Senyawa polifenol memiliki berbagai aktivitas, misalnya
antibakteri,antijamur, antioksidan, sedatif, dan lain-lain (Saifudin dkk., 2011).
Sementara bagi tanaman, fenolat berperan sebagai bahan pembangun dinding sel,
sebagai pigmen bunga (antosianin), dan lain-lain. Namun, kemampuannya membentuk
kompleks dengan protein melalui ikatan tunggal dapat mengganggu dalam penelitian.
Selain itu, fenol sendiri sangat peka terhadap oksidasi enzim dan mungkin hilang pada
proses isolasi akibat kerja enzim fenolase yang terdapat dalam tumbuhan (Harborne,
1987). Senyawa tanin termasuk kedalam senyawa polifenol yang artinya senyawa yang
memiliki bagian berupa fenolik. Senyawa tanin dibagi menjadi dua berdasarkan pada
sifat dan struktur kimianya, yaitu tannin yang terhidrolisis dan tanin yang
terkondensasi. Tanin terhidrolisis biasanya ditemukan dalam konsentrasi yang lebih
rendah pada tanaman bila dibandingkan dengan tanin terkondensasi. Tanin
terkondensasi terdiri dari beberapa unit flavanoid (flavan-3-ol) dihubungkan oleh
ikatan-ikatan karbon. Tanin adalah kelas utama dari metabolit sekunder yang tersebar
luas pada tanaman. Tanin merupakan polifenol yang larut dalam air dengan berat
molekul biasanya berkisar 1000-3000 (Waterman dan Mole tahun 1994, Kraus dll.,
2003). Menurut definisi, tanin mampu menjadi pengompleks dan kemudian
mempercepat pengendapan protein serta dapat mengikat makromolekul lainnya
(Zucker, 1983). Tanin merupakan campuran senyawa polifenol yang jika semakin
banyak jumlah gugus fenolik maka semakin besar ukuran molekul tanin. Pada
mikroskop, tannin biasanya tampak sebagai massa butiran bahan berwarna kuning,
merah,atau cokelat. Secara fisika, tanin memiliki sifat-sifat:jika dilarutkan kedalam air
akan membentuk koloid dan memiliki rasa asam dan sepat, jika dicampur dengan
alkaloid dan glatin akan terjadi endapan, tidak dapat mengkristal, dan dapat
mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa denganprotein tersebut
sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik. Secara kimiawi, memiliki sifat-sifat
diantaranya: merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang
sukar dipisahkan sehingga sukar mengkristal, t anin dapat diidentifikasikan dengan
kromotografi, dansenyawa fenol dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptik dan
pemberi warna (Najebb, 2009)
BAB III

PROSEDUR KERJA

3.1 Bagan Alir

A. Preparasi Sampel

0,3 gram ekstrak + 10 ml aquadest panas,(diaduk


dan dibiarkan sampai temperatur kamar)

+ 3-4 tetes 10 % NaCl, diaduk dan disaring

Filtrat dibagi menjadi tiga masing-masing ±


3 ml (IVA, IVB, dan IVC)

1. Uji Gelatin

IVA sebagai blanko

Larutan
IVB + dengan sedikit Jika terjadi endapan putih
larutan gelatin 2 gtt menunjukkan adanya tanin.
dan 5 ml larutan NaCl
10%.

2. Uji Ferri klorida

Larutan IVC + beberapa tetes larutan FeCl3. (Amati


perubahan warna yang terjadi)

 Jika terjadi warna hijau kehitaman menunjukkan adanya


tanin.
 Jika pada penambahan gelatin dan NaCl tidak timbul
endapan putih, tetapi setelah ditambahkan dengan larutan
FeCl3 terjadi perubahan warna menjadi hijau biru hingga
hitam, menunjukkan adanya senyawa polifenol
 FeCl3 positif, uji gelatin positif tanin (+) FeCl3 positif, uji
gelatin negatif polifenol (+) FeCl3 negatif polifenol (-),
tannin (-)
C. Kromatografi Lapis Tipis

Sebagian larutan IVC digunakan untuk


pemeriksaan dengan KLT

Uji kromatografi lapis tipis ini menggunakan :


Fase diam : Kiesel Gel 254
Fase gerak : Metanol-Etil asetat-Asam formiat (0,5 : 9 : (II gtt))
Penampak noda : Pereaksi FeCl3

Jika timbul warna hitam menunjukkan adanya


polifenol dalam sampel

3.2 Deskripsi Prosedur Kerja


a. Preparasi sampel
1. 0,3 gram ekstrak ditambah 10 ml aquadest panas, diaduk dan dibiarkan sampai
temperatur kamar, lalu tambahkan 3-4 tetes 10 % NaCl, diaduk dan disaring.
2. Filtrat dibagi menjadi tiga bagian masing-masing ± 3 ml dan disebut sebagai larutan
IVA, IVB, dan IVC.
b. Uji gelatin
1. Larutan IVA digunakan sebagai blanko, larutan IVB ditambah dengan sedikit larutan
gelatin 2 gtt dan 5 ml larutan NaCl 10%.
2. Jika terjadi endapan putih menunjukkan adanya tanin.
c. Uji Ferri klorida
1. Sebagai larutan IVC diberi beberapa tetes larutan FeCl3, kemudian diamati
terjadinya perubahan warna.
2. Jika terjadi warna hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin.
3. Jika pada penambahan gelatin dan NaCl tidak timbul endapan putih, tetapi setelah
ditambahkan dengan larutan FeCl3 terjadi perubahan warna menjadi hijau biru hingga
hitam, menunjukkan adanya senyawa polifenol. FeCl3 positif, uji gelatin positif tanin
(+) FeCl3 positif, uji gelatin negatif polifenol (+) FeCl3 negatif polifenol (-), tannin(-)
d. Kromatografi Lapis Tipis
1. Sebagian larutan IVC digunakan untuk pemeriksaan dengan KLT.
Fase diam : Kiesel Gel 254
Fase gerak : Metanol-Etil asetat-Asam formiat (0,5 : 9 : (II gtt))
Penampak noda : Pereaksi FeCl3
2. Jika timbul warna hitam menunjukkan adanya polifenol dalam sampel.
x
DAFTAR PUSTAKA
Rubiyanto, Dwiarso. 2017. Prinsip Dasar, Praktikum dan Pendekatan
Pembelajaran Kromatografi. Yogyakarta: Deepublish
Farmakope Herbal Indonesia Edisi I Tahun 2008
Lestyo Wulandari, S.Si, Apt, M.FarmFakultas Farmasi Universitas Jember
Diterbitkan oleh PT. Taman Kampus Presindo, JemberISBN: 978-979-17068-
1-0

Alisyahbana Moh, Engkun K, Kuncoro F, Tantry WKS, Linda PD, 1993. Studi
Pustaka Tanaman Penyusun Jamu Gendong Pusat Penelitian Obat Tradisional.
Universitas Katolik Widya Mandala. Surabaya.
Hembing W, 1992. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia.
Jilid 2. Pustaka Kartini.
Thomas ANS, 1992. Tanaman Obat Tradisional, Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.
Yulinar Rochmasari, Studi Isolasi Dan Penentuan Struktur Molekul Senyawa
Kimia Dalam Fraksi Netral Daun Jambu Biji Australia (Psidium Guajava L.),
Universitas Indonesia, Depok, 2011, hlm.
Septia Anggraini, Optimasi Formula Fast Disintegrating Tablet Ekstrak Daun
Jambu Biji (Psidium Guajava L.) Dengan Bahan Penghancur Sodium Starch
Glycolate Dan Bahan Pengisi Manitol, Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Surakarta, 2010.
Nety Nurazizah, Isolasi dan Identifikasi Jamur Endofit Dari Daun Jambu Biji
(Psidium Guajava L.) sebagai Anti bakteri Dari Bakteri E.Coli dan
Staphylococus Aureus, UIN Malang, Malang, 2008.
Ajizah A. Sensitivitas Salmonella typhimurium terhadap ekstrak daun Psidium
guajava L.. Bioscientiae. 2004;1(1):31-8.
Ojewole JA. Antiinflammatory and analgesic effects of Psidium guajava L. Linn.
(Myrtaceae) leaf aqueous extract in rats and mice. Methods and findings in
experimental and clinical pharmacology. 2006;28(7):441-6.
Biswas B, Rogers K, McLaughlin F, Daniels D, Yadav A. Antimicrobial activities
of leaf extracts of guava (Psidium guajava L. L.) on two gram-negative and
gram-positive bacteria. International Jurnal of Microbiology. 2013.
John AOO, Emmanuel OA, Witness DHC. Antidiarrhoeal activity of Psidium
guajava L. Linn. (Myrtaceae) leaf aqueous extract in rodents. Journal Smooth
Muscle Res. 2008;44(6):195-207.
Yuliani S, Udarno L, Hayani E. Kadar tanin dan quersetin tiga tipe daun jambu
biji (Psidium guajava L.). Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Sukardi, Mulyarto AR, Safera W. Optimasi waktu ekstraksi terhadap kandungan
tanin pada bubuk ekstrak daun jambu biji (Psidii folium) leaf. Jurnal Teknologi
Pertanian. 2007;8(2):88-94
Indonesia, Y. R.-U., Depok, undefined and 2011, undefined (no date) ‘Studi
Isolasi Dan Penentuan Struktur Molekul Senyawa Kimia Dalam Fraksi Netral
Daun Jambu Biji Australia (Psidium Guajava L.)’, academia.edu. Available at:
https://www.academia.edu/down
Harborne. 1987. Metode Fitokimia. Penerbit ITB. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai