TUGAS 7
Fraksinasi Dengan Kromatografi Kolom
DISUSUN OLEH :
DOSEN PEMBIMBING:
Drs.Herra Studiawan, M.Si
Siti Rofida, M.Farm., Apt
Amaliyah Dina Anggraeni, M.Farm.,Apt
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Tanaman Psidium guajava L
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Myrtales
Suku : Myrtaceae
Marga : Psidium
Jenis : Psidium guajava L.
Nama umum : Jambu biji
Nama daerah : Glima breueh (Aceh); Glimeu beru (Gayo); Galiman
(Batak) Masiambu (Nias); Jambu biji (Melayu); Jambu klutuk (Sunda); Jambu
klutuk (Jawa Tengah); Jambu biji (Madura); Sotong (Bali); Libu (Dayak);
Gayomas (Manado); Dambu (Gorontalo); Hiabuto (Buol) Jambu (Bare) Jambu
paratugala (Makasar) Jambu paratukala (Bugis); Guawa (Ende); Gothawas
(Sika); Kejawas (Timor); Kejabos (Roti); Koyawase (Seram); Lutu hatu
(Ambon); Gewaya (Halmahera); Guwaya (Ternate)
(Badan POM RI - Direktorat Obat Asli Indonesia, 2008).
Morfologi dan Karakteristik Jambu Biji
Jambu biji berasal dari Amerika tropik, tumbuh pada tanah yang
gembur maupun liat, pada tempat terbuka, dan mengandung air yang cukup
banyak. Tanaman jambu biji (P.guajava L.) ditemukan pada ketinggian 1m
sampai 1.200 m dari permukaan laut. Jambu biji berbunga sepanjang tahun.
Perdu atau pohon kecil, tinggi 2 m sampai 10 m, percabangan banyak.
Batangnya berkayu, keras, kulit batang licin, berwarna coklat kehijauan.
Jambu biji (P.guajava L.) tersebar meluas sampai ke Asia Tenggara
termasuk Indonesia, sampai Asia Selatan, India dan Sri Lanka. Jumlah dan
jenis tanaman ini cukup banyak, diperkirakan kini ada sekitar 150 spesies
di dunia. Tanaman ini (P. guajava L.) mudah dijumpai di seluruh daerah
tropis dan subtropis. Seringkali ditanam di pekarangan rumah. Tanaman ini
sangat adaptif dan dapat tumbuh tanpa pemeliharaan. Di Jawa sering
ditanam sebagai tanaman buah, sangat sering hidup alamiah di tepi hutan
dan padang rumput [ CITATION Roc11 \l 1033 ].
Kandungan Kimia
Buah mengandung vitamin C, vitamin A, mineral (besi, kalsium,
fosfor), saponin, dan flavonoid. Akar mengandung tannin, polifenol, resin,
dan kristal Ca-oksalat. Akar banyak mengandung tanin, selain itu juga
mengandung leukosianidin, sterol, dan asam gallat. Biji mengandung
senyawa fenolik, flavonoid, tanin, eugenol, vitamin B dan C, serta
sesquiterpen. Daun mengandung flavonoid, minyak esensial seperti α-
pinene, β-pinene, limonene, mentol, isopropil alkohol, dan caryophylen.
Daun jambu biji memiliki kandungan flavonoid yang sangat tinggi,
terutama quercetin. Senyawa tersebut bermanfaat sebagai antibakteri,
kandungan pada daun Jambu biji lainnya seperti saponin, minyak atsiri,
tanin, anti mutagenic, flavonoid, dan alkaloid.
Manfaat Daun Jambu Biji
Daun jambu biji ternyata memiliki khasiat tersendiri bagi tubuh kita,
baik untuk kesehatan ataupun untuk obat penyakit tertentu. Dalam
penelitian yang telah dilakukan ternyata daun jambu biji memiliki
kandungan yang banyak bermanfaat bagi tubuh kita. Diantaranya, anti
inflamasi, anti mutagenik, anti mikroba dan analgesik. Pada umumnya
daun jambu biji (P. guajava L.) digunakan untuk pengobatan seperti diare
akut dan kronis, perut kembung pada bayi dan anak, kadar kolesterol darah
meninggi, sering buang air kecil, luka, sariawan, larutan kumur atau sakit
gigi dan demam berdarah. Berdasarkan hasil penelitian, telah berhasil
diisolasikan suatu zat flavonoid dari daun jambu biji yang dapat
memperlambat penggandaan (replika) Human Immunodeficiency Virus
(HIV) penyebab penyakit AIDS. Zat ini bekerja dengan cara menghambat
pengeluaran enzim reserved transriptase yang dapat mengubah RNA virus
menjadi DNA di dalam tubuh manusia.
Habitat dan Penyebaran
Tanaman jambu biji berasal dari daerah Amerika Tengah (tropis)
dan secara luas ditanam sebagai pohon buah. Secara alami menyebar di
kepulauan pasifik dan daerah tropis yang lain (WHO, 1998). Sekarang
tanaman ini sudah menyebar luas ke seluruh dunia, terutama di daerah
tropis. Diperkirakan terdapat sekitar 150 spesies Psidium yang menyebar
ke daerah tropis dan berhawa sejuk (Hapsoh dan Hasanah, 2011). Di Jawa
umumnya terdapat pada ketinggian di bawah 1.200 meter dan sering
tumbuh liar pada tanah yang gembur maupun liat, banyak air dan tempat
terbuka (Depkes, 1977).
Fraksinasi
Fraksinasi merupakan proses pemisahan antara zat cair dengan zat
cair. Fraksinasi dilakukan secara bertingkat berdasarkan tingkat
kepolarannya yaitu dari non polar, semi polar, dan polar. Senyawa yang
memiliki sifat non polar akan larut dalam pelarut non polar, yang semi
polar akan larut dalam pelarut semi polar, dan yang bersifat polar akan
larut kedalam pelarut polar (Harborne 1987). Fraksinasi ini umumnya
dilakukan dengan menggunakan metode corong pisah atau kromatografi
kolom. Kromatografi kolom merupakan salah satu metode pemurnian
senyawa dengan menggunakan kolom (Trifany 2012). Corong pisah
merupakan peralatan laboratorium yang digunakan untuk memisahkan
komponen-komponen dalam campuran antara dua fase pelarut yang
memiliki massa jenis berbeda yang tidak tercampur (Haznawati 2012).
Kromatografi
Kromatografi lapis tipis adalah teknik pemisahan campuran
berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam
medium berupa lempengan kromatografi. Pada kromatografi lapis
tipis, komponen-komponen suatu campuran senyawa akan
dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase
diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan
melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah
tertahan pada fase diam akan tertinggal, sedangkan komponen yang
mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat. Komponen-
komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda sehingga
spot yang terlihat dengan UV akan berbeda-beda pula jaraknya. Fase
diam contohnya silika gel dan fase gerak atau eluen berupa pelarut.
Pelat KLT yang siap untuk dikembangkan umumnya dimasukkan
secara vertikal ke dalam bejana komatografi dan pengembangan
dikerjakan secara menaik. Harga Rf antara lain dipengaruhi oleh
derajat kejenuhan ruangan di dalam bejana kromatografi. Untuk itu
dinding sebelah dalam bejana dilapisi dengan kertas saring yang
telah dibasahi dengan sistem pelarut sehingga udara di dalam bejana
tersebut tetap jenuh pelarut. Pada KLT, pelarut bergerak dengan
cepat pada pelat dan biasanya diperlukan jarak rambat 10-12 cm dari
titik penotolan (Kusmardiyani, 1992).
Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang
tidak berwarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia,
fisika, mauun biologi. Cara kimia yang biasa digunakan adalah
dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara
penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat
digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan pencacahan
radioaktif atau fluorosensi sinar ultraviolet (Gandjar, 2007).
Kemudian dari pelat KLT dapat dihitung nilai Rf nya. Perhitungan
nilai Rf :
Kromatografi Kolom
Kromatografi adalah cara pemisahan zat berkhasiat dan zat lain
yang ada dalam sediaan, dengan jalan penyarian berfraksi, atau
penyerapan, atau penukaran ion pada zat padat berpori, menggunakan
cairan atau gas yang mengalir. Zat yang diperoleh dapat digunakan
untuk percobaan identifikasi atau penetapan kadar. Kromatografi yang
sering digunakan adalah kromatografi kolom, kromatografi kertas,
kromatografi lapis tipis, dan kromatografi gas. Sebagai bahan penyerap
selain kertas digunakan juga zat penyerap berpori, misalnya
aluminiumoksida yang diaktifkan, asam silikat atau silika gel kiselgur
dan harsa sintetik. Bahan tersebut dapat digunakan sebagai penyerap
tunggal atau campurannya atau sebagai penyangga bahan lain.
Kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis umumnya lebih
berguna untuk percobaan identifikais karena cara ini khas dan mudah
dilakukan untuk zat dengan jumlah sedikit. Kromatografi gas
memerlikan alat yang lebih rumit, tetapi cara tersebut sangat berguan
untuk percobaan identifikasi dan penetapan kadar (Materia Medika
Indonesia Jilid V, hal 523).
Kromatografi kolom adalah metode yang digunakan untuk
memurnikan bahan kimia tunggal dari campurannya. Metode ini sering
digunakan untuk aplikasi preparasi pada skala mikrogram hingga
kilogram. Keuntungan utama kromatografi kolom adalah biaya yang
rendah dan kemudahan membuang fasa diam yang telah digunakan.
Kemudahan pembuangan fasa diam ini mencegah kontaminasi silang
dan degradasi fasa diam akibat pemakaian ulang atau daur ulang. Pada
prinsipnya kromatografi kolom adalah suatu teknik pemisahan yang
didasarkan pada peristiwa adsorpsi. Sampel yang biasanya berupa
larutan pekat diletakkan pada ujung atas kolom. Komponen tunggal
yang ada pada sampel dijerap oleh fase diam yang telah dibentuk atau
biasa digunakan silica gel yang terdapat pada kolom, namun apabila
dialirkan pelarut secara kontinyu maka akan terjadi migrasi senyawa
dan senyawa tersebut terbawa oleh pelarut sesuai dengan polaritasnya.
Kecepatan eluasi sebaiknya dibuat konstan. Jika kecepatan eluasi
terlalu kecil maka senyawa-senyawa akan terdifusi ke dalam eluen dan
akan menyebabkan pita makin melebar yang akibatnya pemisahan tidak
dapat berlangsung dengan baik. Dan apabila kecepatan eluasi terlalu
besar maka pemisahan kurang baik dan tidak berdasarkan tingkat
polaritasnya sehingga akan diperoleh fraksi yang sama dan
menyebabkan fase diam cepat menjadi kering dan dikhawatirkan terjadi
cracking. Permukaan adsorben harus benar-benar horizontal, hal ini
dilakukan untuk menghindari terjadinya cacat yang dapat terjadi selama
proses eluasi berjalan.
Cara kerja kromatografi kolom adalah komponen tunggal ditahan
pada fasa diam berupa adsorben karena telah terikat. Ketika eluen
dialirkan, maka senyawa akan melakukan migrasi, terbawa oleh eluen
sesuai dengan kesesuaian kepolaran. Masing-masing senyawa dalam
komponen mempunyai kecepatan yang berbeda-beda dalam melewati
kolom. Selama proses berlangsung, akan didapatkan beberapa fraksi.
Masing-masing fraksi kemungkinan mengandung senyawa yang
berbeda. Untuk mengujinya, fraksi hasil kromatografi kolom dapat
diamati menggunakan KLT. Fraksi dengan Rf yang mirip, kemungkinan
mengandung senyawa yang sama. Fraksi dapat diamati lebih lanjut
meggunakan spektroskopi.
Kromatografi kolom atau tabung untuk pengaliran karena gaya tarik
bumi (gravitasi) atau system bertekanan rendah biasanya terbuat dari
kaca yang dilengkapi keran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk
mengatur aliran pelarut. Persyaratan penting dalam penggunaan KLT
adalah bahwa zat atau campuran zat yang akan dianalisis harus larut
dalam pelarut atau campuran pelarut. Jenis-jenis kromatografi antara
lain :
1. Kromatografi padatan cair (LSC)
Teknik ini tergantung pada teradsorpsinya zat padat pada
adsorben yang polar seperti silika gel atau alumina. Kromatografi
lapisan tipis (TLC) adalah salah satu bentuk dari LSC. Sebagian
besar dari KCKT sekarang ini dibuat untuk mencapai partikel-
partikel microparticulate lebih kecil dari 20μ. Teknik ini biasanya
digunakan untuk zat padat yang mudah larut dalam pelarut
organik dan tidak terionisasi. Teknik ini terutama sangat kuat
untuk pemisahan isomer-isomer.
2. Kromatografi partisi
Teknik ini tergantung pada partisi zat padat diantara dua pelarut
yang tidak dapat bercampur salah satu diantaranya bertindak
sebagai rasa diam dan yang lainnya sebagai fasa gerak. Fasa
diam (polar atau nonpolar) dilapisi pada suatu pendukung inert
dan dipak kedalam sebuah kolom. Kemudian fasa gerak
dilewatkan melalui kolom. Bentuk kromatografi partisi ini
disebut kromatografi cair cair (LLC). Bentuk kromatografi partisi
ini disebut kromatografi fase terikat (BPC = Bonded Phase
Chromatography). BPC dengan cepat menjadi salah satu bentuk
yang paling populer dari KCKT. Kromatografi partisi (LLC dan
BPC), disebut "fase normal" bila fase diam lebih polar dari fase
gerak dan "fase terbalik" bila fase gerak lebih polar dari pada
fase diam.
3. Kromatografi penukar ion (IEC)
Teknik ini tergantung pada penukaran (adsorpsi) ion-ion di antara
fase gerak dan tempat-tempat berion dari pengepak. Kebanyakan
mesin-mesin berasal dari kopolimer divinilbenzen stiren dimana
gugus-gugus fungsinya telah ditambah. Asam sulfonat dan amin
kuarterner merupakan jenis resin pilihan paling baik untuk
digunakan Keduanya, fase terikat dan resin telah digunakan.
Teknik ini digunakan secara luas dalam life sciences dan dikenal
untuk pemisahan asam-asam amino. Teknik ini dapat dipakai
untuk keduanya kation dan anion.
4. Kromatografi eksklusi
Teknik ini unik karena dalam pemisahan didasarkan pada ukuran
molekul dari zat padat. Pengepak adalah suatu gel dengan
permukaan berlubang-lubang sangat kecil (porous) yang inert.
Molekul-rnolekul kecil dapat masuk dalarn jaringan danditahan
dalam fase gerak yang menggenang (stagnat mobile phase).
Molekul- molekul yang lebih besar, tidak dapat masuk kedalam
jaringan dan lewat melalui kolom tanpa ditahan. Kromatografi
eksklusi rnernpunyai banyak nama, yang paling umum disebut
permeasi gel (GPC) dan filtrasi gel.
5. Kromatografi pasangan ion (IPC)
Kromatogtafi pasangan ion sebagai penyesuaian terhadap KCKT
termasuk baru, pemakaian pertama sekali pada pertengahan
tahun 1970. Diterimanya IPC sebagai metode baru KCKT
merupakan hasil kerja Schill dan kawan-kawan dan dari
beberapa keuntungan yang unik. Kadang-kadang IPC disebut
juga kromatografi ekstraksi, kromatografi dengan suatu cairan
penukar ion dan paired ion chromatography (PIC). Setiap teknik-
teknik ini mempunyai dasar yang sama.
Kromatografi kolom memiliki prinsip yang sama dengan
kromatografi lapis tipis, yakni komponen akan dipisahkan antara dua
fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan
komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat
komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase
diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam
fase gerak akan bergerak lebih cepat.
Fasa diam atau adsorben (penyerap) dalam kromatografi kolom
adalah zat padat. Fasa diam yang paling umum untuk kromatografi
kolom adalah silika gel, diikuti dengan alumina. Serbuk selulosa
pernah banyak digunakan. Kromatografi kolom memungkinkan
melakukan teknik kromatografi pertukaran ion, kromatografi fasa
terbalik, kromatografi afinitas, atau penyerapan bed ekspansi (bahasa
Inggris: expanded bed adsorption, EBA). Fasa diam biasanya serbuk
halus atau gel dan/atau mikropori untuk peningkatan permukaan,
meskipun dalam EBA digunakan bed berfulida. Ada rasio penting
antara berat fasa diam dan berat kering campuran analit yang dapat
diaplikasikan ke dalam kolom. Untuk kolom silika, rasio berada
antara 20:1 hingga 100:1, bergantung pada kedekatan jarak elusi
antar komponen analit.
Fasa gerak atau eluen dapat berupa pelarut murni atau campuran
pelarut. Pemilihan dilakukan sedemikian rupa sehingga nilai faktor
retensi senyawa yang diinginkan berada pada kisaran 0,2 - 0,3 untuk
meminimalkan waktu dan jumlah eluen yang diperlukan selama
kromatografi. Eluen dapat pula dipilih berdasarkan daya pisahnya
sehingga senyawa yang berbeda dapat dipisahkan secara efektif.
Optimasi eluen dilakukan melalui uji pendahuluan berskala kecil,
biasanya menggunakan kromatografi lapisan tipis (KLT) dengan fasa
gerak yang sama.
Ada laju aliran optimum untuk masing-masing pemisahan.
Semakin cepat laju aliran eluen akan meminimalkan waktu yang
dibutuhkan untuk melalui kolom sehingga meminimalkan difusi,
menghasilkan pemisahan yang lebih baik. Namun, laju aliran
maksimum perlu dibatasi karena analit memerlukan waktu tertentu
untuk berada pada kesetimbangan antara fasa diam-fasa gerak, lihat
persamaan Van Deemter. Kolom laboratorium sederhana bekerja
dengan prinsip aliran gravitasi. Laju aliran kolom semacam ini dapat
dinaikkan dengan menambah eluen baru di bagian atas fasa diam,
atau diturunkan dengan mengatur keran di bagian bawah. Laju aliran
yang lebih cepat dapat diperoleh dengan menggunakan pompa atau
gas bertekanan (misalnya: udara, nitrogen, atau argon) untuk
menekan pelarut melalui kolom (kromatografi kolom kilat).
Kromatografi kolom umumnya digunakan dalam proses
pemurnian, pemisahan campuran, dan isolasi senyawa, baik dalam
skala kecil maupun besar. Perangkat dalam kromatografi kolom
terdiri dari tabung kromatografi, batang pemampat, cakram kaca
berpori, tabung pengalir, dan kran.
1. Tabung kromatografi terbuat dari kaca (kecuali dinyatakan lain),
berbentuk silinder dengan diameter 10-30mm dan panjang 150-
400mm.
2. Sebuah batang pemampat. Batang silinder, melekat kuat pada
sebuah tangkai kromatografi. Diameter lebih kurang 1 mm lebih
kecil dari diameter dalam kolom. Batang ini diperlukan untuk
memadatkan wol kaca atau kapas pada dasar tabung jika
diperlukan, serta untuk memadatkan zat penyerap atau campuran
zat penyerap dan air secara merata di dalam tabung.
3. Cakram kaca berpori. Melekat pada dasar tabung dan berfungsi
untuk menyangga isinya.
4. Sebuah tabung pengalir dengan diameter yang lebih kecil
berfungsi untuk mengeluarkan cairan yang menyatu dengan
tabung atau disambung melalui suatu sambungan anti bocor pada
ujung bawah tabung utama. Tabung pengalir umumnya
berdiameter dalam antara 3mm hingga 6mm.
5. Kran. Berfungsi untuk mengatur laju aliran pelarut yang melalui
kolom dengan teliti. Pada kromatografi kolom, di dalam kolom
terdapat fase diam dan fase gerak. Fase diam berupa adsorben
yang tidak boleh larut dalam fase gerak. Contoh: alumina, silica
gel, arang, bauksit, magnesium karbonat, talk, selulosa, tanah
diatom dan pati. Fase gerak yang digunakan dapat berupa pelarut
tunggal atau campuran beberapa pelarut dengan komposisi
tertentu. Pelarut yang digunakan dapat bersifat polar maupun
nonpolar. Contoh fase cair: beragam senyawa kimia, seperti
polyetilen glikol, ester, dan amida berbobot molekul tinggi,
hidrokarbon, gom, dan cairan silicon.
Metode Pemisahan Kromatografi Kolom
Pengamatan kolom dapat dilakukan dengan cara basah atau cara
kering. Cara basah lebih mudah untuk memperoleh packing yang
memberikan pemisahan yang baik. Sedangkan cara kering umunya
dilakukan untuk alumina. Metode tersebut antara lain:
a. Metode Basah
Disiapkan dengan mencampurkan eluen pada serbuk fase diam
dan dimasukkan secara hati-hati pada kolom. Dalam langkah ini harus
benar-benar hati-hati supaya tidak ada gelembung udara. Larutan
senyawa organic dipipet bagian atas fase diam kemudian eluen
dituangkan pelan-pelan melewati kolom. Kedalam ujung kolom
kromatografi (tempat keluarnya fase diam) diatas kran diletakkan gelas
Wool diatasnya ditaburkan posir sehingga membentuk lapisan tebal
lebih dari 1 cm. selanjutnya dimasukkan petroleum eter sambil
mencoba kecepatan menetes fase gerak dengan memutar kanan. Di
dalam beaker glass dibuat fase diam dengan petroleum eter. Dengan
bantuan batang pengaduk bubur dimasukkan ke dalam kolom berisi
petroleum eter sambil diketuk-ketuk kemudian butir-butir fase diam
akan turun dan tersusun rapi didalam kolom. Bila kolom yang dengan
petroleum eter kran dibuka untuk menurunkan permukaannya dan
petroleum eter yang keluar dapat digunakan lagi untuk membuat bubur
fase diam.
b. Metode Kering
Cara kering Selapis pasir diletakkan didasar kolom, kemudian
fase gerak dimasukkan lapis demi lapis sampil ditekan dengan karet
atau alat penekan lain. Selain ditekan dapat juga dibantu dengan
dihisap, sehingga dihasilkan packing fase diam yang mampat. Diatas
fase diam diletakkan kertas saring dan diatasnya lagi sdapis pasir. Pada
posisi keran terbuka fase gerak dituangkan dan dibiarkan mengalir
keluar. Packing kolom disimpan dengan mempertahankan selapis fase
gerak berada diatas lapisan pasir.
Komponen-komponen tunggal tertahan oleh fasa diam secara
berbeda satu sama lain pada saat mereka bergerak bersama eluen
dengan laju yang berbeda melalui kolom. Di akhir kolom, mereka
terelusi satu per satu. Selama keseluruhan proses kromatografi, eluen
dikumpulkan sesuai fraksi-fraksinya. Fraksi-fraksi dapat dikumpulkan
secara otomatis oleh pengumpul fraksi. Produktivitas kromatografi
dapat ditingkatkan dengan menjalankan beberapa kolom sekaligus. Di
sini, diperlukan pengumpul multi aliran. Komposisi aliran eluen dapat
dimonitor dan masing-masing fraksi dianalisa senyawa terlarutnya,
misalnya dengan kromatografi, absorpsi sinar UV atau fluoresensi.
Senyawa berwarna (atau senyawa berfluoresensi di bawah lampu UV)
dapat terlihat di dalam kolom sebagai pita-pita bergerak.
Jenis-Jenis lempeng KLT
Fasa diam dapat digunakan silika gel, alumina dan serbuk
selulosa. Partikel silika gel mengandung gugus hidroksil pada
permukaannya yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul
polar air. Pada kromatografi lapis tipis, sebuah garis digambarkan
dibagian atas dan bawah lempengan dan setetes pelarut dari campuran
pewarna di tempatkan pada garis yang telah ditentukan. Diberikan
penandaan pada garis dilempengan untuk menunjukkan posisi awal
dari tetesan. Jika dilakukan dengan tinta, pewarna dari tinta akan
bergerak selayaknya kromatogram di bentuk (Roy J. 1991).
Alumina (Al2O3) dan silika gel (SiO 2). Alumina lebih polar
daripada silika gel, dan senyawa ini sering dinyatakan lebih aktif
daripada silika gel. Alumina lebih cocok untuk analisis senyawa-
senyawa yang nonpolar atau kurang polar (seperti hidrokarbon, eter,
aldehida, keton, dan alkil halida) karena senyawa-senyawa polar
sangat kuat teradsorbsi pada adsorbent ini. Analisis KLT senyawa-
senyawa polar pada alumina umumnya menghasilkan harga Rf
yang rendah dan pemisahan yang minimal. Sebaliknya silika gel
dipilih sebagai adsorbent untuk senyawa-senyawa polar (asam
karbokislat, alkohol, amina) karena senyawa-senyawa non polar
teradsorbsi lemah pada silika gel. Analisis KLT senyawa-senyawa
nonpolar pada silika gel umumnya memberikan harga Rf yang tinggi
dan pemisahan yang maksimal (Firdaus. 2011)
Tinjauan Eluen
Fase gerak merupakan medium angkut yang terdiri atas satu atau
beberapa pelarut. Fase gerak bergerak dalam fase diam karena adanya
gaya kapiler. Pelarut yang digunakan sebagai fase gerak hanyalah
pelarut bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan sistem pelarut
multikomponen ini harus berupa suatu campuran yang sesederhana
mungkin yang terdiri atas maksimum 3 komponen. Angka banding
campuran dinyatakan dalam bagian volume total 100 (Nyiredy 2002).
Pelarut pengembang dikelompokkan ke beberapa golongan oleh
Snyder’s berdasarkan kekuatan pelarutnya. Menurut Stahl (1985)
eluen atau fase gerak yang digunakan dalam KLT dikelompokkan ke
dalam 2 kelompok, yaitu untuk pemisahan senyawa hidrofil dan
lipofil. Eluen untuk pemisahan senyawa hidrofil meliputi air, metanol,
asam asetat, etanol, isopropanol, aseton, n-propanol, tert-butanol,
fenol, dan n-butano l sedangkan untuk pemisahan senyawa lipofil
meliputi etil asetat, eter, kloroform, benzena, toluena, sikloheksana,
dan petroleum eter.
1) N-Heksana
Heksana, suatu hidrokarbon dengan rumus kimia C6H14, yaitu
suatu alkana dengan enam atom karbon. Istilah ini mungkin mengacu
pada empat isomer struktur lain dengan rumus itu, atau terhadap
campuran mereka. Namun, dalam tatanama IUPAC, heksana
merupakan isomer tidak bercabang (n-heksana); empat struktur lain
dinamakan sebagai turunan termetilasi dari pentana dan butana.
IUPAC juga menggunakan istilah seperti akar dari banyak senyawa
dengan enam-kerangka karbon linier, seperti 2-metilheksana (C7H16),
yang juga disebut “isoheptana”.
Heksana merupakan konstituen bensin. Mereka semua cairan tak
berwarna pada suhu kamar, dengan titik didih antara 50 dan 70 °C,
dengan bau sepeti bensin. Heksana luas digunakan sebagai pelarut
non-polar yang murah, relative aman, secara umum tidak reaktif, dan
mudah diuapkan. Nama IUPAC-nya Heksana; nama lainnya n-
heksana.
Sifat Fisis
Rumus molekul : C6H14
Berat molekul : 86,18 gr mol−1
Penampilan : Cairan tidak berwarna
Densitas : 0,6548 gr/mL
Titik lebur : −95 °C, 178 K, -139 °F
Titik didih : 69 °C, 342 K, 156 °F
Kelarutan dalam air : 13 mg/L pada 20°C
Viskositas : 0,294 cP
Klasifikasi Uni Eropa : Dapat menyala (F), Berbahaya (Xn),
Reproduksi Cat. 3, Berbahaya untuk
lingkungan (N)
Titik nyala : −23,3 °C
Suhu menyala sendiri : 233,9 °C
2. Etil asetat
Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus
CH3CH2OC(O)CH3. Senyawa ini
merupakan ester dari etanol dan asam asetat. Senyawa ini
berwujud cairan tak berwarna, memiliki aroma khas. Senyawa ini
sering disingkat EtOAc, dengan Et mewakili gugus etil dan OAc
mewakili asetat. Etil asetat diproduksi dalam skala besar sebagai
pelarut. Etil asetat adalah pelarut polar menengah yang volatil (mudah
menguap), tidak beracun, dan tidak higroskopis. Etil asetat
merupakan penerima ikatan hidrogen yang lemah, dan bukan suatu
donor ikatan hidrogen karena tidak adanya proton yang
bersifat asam (yaitu hidrogen yang terikat pada
atomelektronegatif seperti flor, oksigen, dan nitrogen. Etil asetat
dapat melarutkan air hingga 3%, dan larut dalam air
hingga kelarutan 8% pada suhu kamar. Kelarutannya meningkat pada
suhu yang lebih tinggi. Namun, senyawa ini tidak stabil dalam air
yang mengandung basa atau asam. Berikut ini adalah karakteristik
atau sifat fisika dan sifat kimia dari etil asetat
Sifat fisis
Berat molekul : 88,1 kg/kmol
Boiling point : 77,1ºC
Flash point : -4ºC
Melting pont : - 83,6ºC
Suhu kritis : 250,1ºC
Tekanan kritis : 37,8 atm
o
Kekentalan (25 C) : 0,4303 cP
Specific grafity ( 20ºC) : 0,883
Kelarutan dalam air : 7,7% berat pada 20 oC
Entalphy pembentukan (25ºC) gas : -442,92 kJ/mol
Energi Gibbs pembentukan (25ºC) cair: -327,40 kJ/mol
Sifat Kimia
Etil asetat adalah senyawa yang mudah terbakar dan mempunyai
resiko peledakan (eksplosif).
a) Membentuk acetamide jika diammonolisis
Reaksi:
CH3COOC2H5 + NH3 CH3CONH2 + C2H5OH ….(15)
b) Akan membentuk etil benzoil asetat bila bereaksi dengan etil
benzoate
Reaksi:
C6H6COOC2H5 + CH3COOC2H5 C6H6COCH2COOC2H5+
C2H5OH..(16)
(Kirk and Othmer, 1982).
Indeks Polaritas
Ada berbagai kondisi KLT yang bertujuan untuk menaikkan
kemampuan teknik kromatografi, salah satunya adalah sistem fasa
normal (normal phase sistems). Sistem fasa normal yaitu
penggunaan fasa diam polar yang dikombinasikan dengan berbagai
fasa gerakm non air (non aqueous mobile phases) . Tipikal fasa
diam yang sering dikatakan bersifat polar antara lain silica gel,
alumina dan berbagai material fasa terikat polar lainnya seperti
siano-silika, amino-silika dan diol silika dimana proses adsorpsi
memainkan peranan penting dalamn pemisahan.
Karakter yang diinginkan dalam pemilihan fasa gerak yang
kompetitif untuk KLT antara lain adalah parameter kelarutan
(solubility parameter)I, indeks polaritas (polarity index) dan
kekuatannya sebagai solvent (solvent strength) . Parameter
kelarutan menunjukkan kemampuannya untuk berkombinasi
dengan beragam pelarut lain. Indeks polaritas menunjukkan besaran
empiris yang digunakan untuk mengukut ketertarikan antar molekul
dalam solute dengan molekul solvent pada parameter kelarutan
solvent yang bersangkutan dalam keadaan murninya. Sementara
kekuatan pelarut dinyatakan sebagai bilangan yang berkisar antara
-0,25 sampai +1,3 yang ditentukan melalui energi adsorpsi oleh
molekul solvent pada solvent yang bersangkutan.
Indeks Polaritas Pelarut
PROSEDUR KERJA
1. Lakukan optimasi eluen dengan cara uji KLT terhadap ekstrak dengan
mengganti-ganti eluen sampai diperoleh pemisahan yang baik. Eluen tersebut
akan digunakan untuk fraksinasi.
2. Siapkan ± 50 gram silica gel
3. Siapkan eluen dari butir (1) sebanyak 300ml
4. Silika gel dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, kemudian ditambahkan sedikit
eluen, kocok selama 15 menit
5. Campuran butir (4) tersebut dituang ke dalam kolom sampai setinggi 10cm dari
atas
6. Tuangkan eluen ke dalam kolom sampai penuh, tutup dengan aluminium foil,
biarkan semalam
7. Timbang ekstrak sebanyak 1% dari jumlah silika gel yang digunakan, kemudian
ekstrak ditambahkan sedikit pelarut (etanol/metanol) ad larut dicampur dengan
silica gel sama banyak, diaduk-aduk menggunakan gelas pengaduk sampai
homogen dan kering
8. Eluen dialirkan sampai permukaannya 0,5cm diatas permukaan silica gel
9. Ekstrak yang sudah dikeringkan dengan silica gel, dimasukkan kedalam kolom
(diatas permukaan silica gel), lalu ditambahkan eluen kira-kira setinggi 3 cm.
eluen dialirkan/diteteskan sambil dituangi eluen baru sampai kolom terisi penuh
dengan eluen, sementara penetesan tetep dilakukan. Kecepatan penetesan diatur.
10. Penempungan eluen setiap vial sebanyak 5 ml.
11. Dilakukan uji KLT untuk setiap kelipatan 10 vial (vial no. 1, 10, 20, 30,
40 dst). Pada uji KLT, fase gerak yang digunakan adalah sama dengan fase gerak
pada kromatografi kolom.
12. Bila uji KLT memberikan noda yang sama, maka fraksi diantaranya
dapat digabung.
13. Bila uji KLT memberikan noda yang berbeda, maka uji KLT dilakukan
pada vial diantaranya (bila vial no 10 dan 20 berbeda, maka vial no 15 dilakukan
uji KLT)
14. Penetesan dihentikan bila vial terakhir sudah tidak memberikan noda
pada uji KLT.
15. Hasil penggabungan berdasarkan kemiripan profil kromatogram,
dianalisis dengan teknik Kromatografi Lapis Tipis dan dihitung Rf masing-
masing spot noda.
16. Dokumentasikan pada UV 254, UV 365, dan visual. Pada KLT (no. 15)
di derivatisasi dengan peraksi dragendorf, uap amonia, anisaldehid-asam sulfat,
FeCl3, dan KOH 10%.
BAGAN ALIR
Setelah melakukan optimasi eluen dengan cara uji KLT terhadap ekstrak
dengan mengganti-ganti eluen sampai diperoleh pemisahan yang baik.
Eluen tersebut akan digunakan untuk fraksinasi.
siapkan ±50 gram silica gel.
siapkan eluen dari butir (1) sebanyak 300ml.
silica gel dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, kemudian ditambahkan sedikit eluen,
kocok selama 15 menit
campurkan butir (4) tersebut tuang ke dalam kolom sampai setinggi 10 cm dari atas.
Tuang eluen ke dalam kolom sampai penuh, tutup dengan aluminium foil, biarkan
semalam
timbang ekstrak sebanyak 1 % dari jumlah silica gel yang digunakan. Kemudian
ekstrak di tambahkan sedikit pelarut ( etanol/ methanol) ad larut dicampur dengan silica
gel sama banyak, diaduk-aduk menggunakan gelas pengaduk sampai homogen dan
kering
eluen dialirkan sampai permukaannya 0,5cm diatas permukaan silica gel.
Ekstrak yang sudah dikeringkan engan silica gel, dimasukkan kedalam kolom (diatas
permukaan silica gel), lalu ditambah eluen kira-kira setinggi 3 cm. eluen dialirkan/
diteteskan sambil dituangi eluen baru sampai kolom terisi penuh dengan eluen,
sementara penetesan tetap dilkukan kecepatan penetesan di atur
Penampung eluen siap setiap vial sebanyak 5 ml
Dilakukan uji KLT untuk setian kelipatan 10 ( vial No. 1,10,20,30,40, dst). Pada uji
KLT, fase gerak yang digunakan adalah sama dengan fase erak pada kromatografi
kolom
Bila uji KLT memberikan noda yang sama, maka fraksinasi diataranya dapat digabung
Bila uji KLT memberikan nod ayng berbeda, maka uji KLT dilakukan pada vial
diantaranya (bila vial no 10 dan 20 berbeda, maka vial no 15 dilakukan uji KLT.
Penetesan dihentikan bila vial terakhir sudah tidak memberikan noda pada analisis
dengan KLT
Hasil penggabungan berdasarkan kemiripan profil kromatografi, dianalisis dengan
teknik kromatografi lapis tipis dan dihitung rf masing-masing spot noda
Dokumentasi kan pada UV 254, UV 365 dan visual
Plat KLT (no.15) di derivatisasi dengan pereaksi dragendorf, uap ammonia, anisaldehid
asam sulfat, FeCl3 dan KOH 10%
V.
SKEMA KERJA
Siapkan eluen
300ml
eluen
Timbang
ekstrak 1% Ditambah sedikit
dari silika gel etanol/metanol ad
larut Dan tambah silica gel sama
banyak, diaduk ad homogen
Tuang eluen ke dalam kolom hingga dan kering
penuh, dan tutup dengan alumunium
foil, biarkan semalam
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Rahayu, S. (2015). Ekstrak dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dari Limbah Kulit
Bawang Merah Sebagai Antioksidan Alami. Ekstrak dan Identifikasi Senyawa
Flavonoid dari Limbah Kulit Bawang Merah Sebagai Antioksidan Alami.
Rochmasari, Y. (2011, Maret 13). Studi Isolasi Dan Penentuan Struktur Molekul
Senyawa Kimia. Retrieved from Studi Isolasi Dan Penentuan Struktur Molekul
Senyawa Kimia: http://repository.uin-suska.ac.id/4667/3/BAB%20II.pdf
Wikipedia. (2018, Maret 13). Psidium guajava. Retrieved from Jambu biji:
https://translate.google.co.id/translate?
hl=id&sl=en&u=https://en.wikipedia.org/wiki/Psidium_guajava&prev=search
Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi VI, Hal 191-216,
Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung.
Abdul Rohman dan Ibnu Gholib Gandjar, 2007, Metode Kromatografi Untuk Analisis.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Depkes RI. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid V. Cetakan Pertama. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Parimin, 2005. Jambu Biji. Budi Daya dan Ragam Pemanfaatannya. Penebar
Swadaya, Jakarta.