Anda di halaman 1dari 16

1.

JUDUL

Identifikasi Senyawa Glikosida Saponin, Triterpenoid dan Steroid (Ekstrak


Sapindus rarak DC)

2. TUJUAN

Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan glikosida, saponin,


triterpenoid, dan steroid dalam tanaman.

3. TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Klasifikasi Tanaman

Lerak merupakan jenis tumbuhan yang berasal dari Asia Tenggara yang dapat
tumbuh dengan baik pada hampir segala jenis tanah dan keadaan iklim, dari
dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 450-1500 m dari
permukaan laut. Umumnya perkembangbiakan lerak dilakukan melalui
penanaman biji, sedangkan perbanyakan dengan stek tidak menunjukkan hasil
yang memuaskan (Afriastini,1990)

Gambar dari lerak

Secara taksonomi, Lerak mempunyai urutan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Diviso : Spermatophyta

Sub Divisio : Angiospermae


Kelas : Eudikotiledon

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Sapindales

Famili : Sapindaceae

Sub Famili : Sapindoideae

Genus : Sapindus

Spesies : Sapindus rarak DC

Sinonim : Sapindus delavayi (China, India)

Sapindus detergens (syn. var. Soapnut, Ritha)

Sapindus emarginatus Vahl (Southern Asia)

Sapindus laurifolius Vahl – Ritha (India)

Sapindus tomentosus (China)

Sapindus vitiensis A.Gray (American Samoa, Samoa, Fiji)


3.2 Deskripsi Tanaman

Gambar pohon dan buah lerak

Lerak merupakan jenis tumbuhan Lerak tergolong dalam famili


Sapindaceae yang berbentuk pohon dan merupakan raksasa rimba dengan
diameter 1 m dan mampu mencapai tinggi 42 m. Daun lerak bertangkai panjang
dan merupakan daun majemuk menyirip yang terdiri atas anak anak daun
berbentuk bundar memanjang dengan ukuran panjang 4,5–15,5 cm dan lebar 1,5–
4,0 cm. Daun muda umumnya berbulu halus dan bila umurnya meningkat bulu ini
gugur dan warna daun menjadi hijau pucat. Ibu tulang daun sebelah bawah agak
menonjol dan berwarna coklat. Pada ujung-ujung tangkainya terdapat karangan
bunga berupa malai yang bergagang panjang (15-35 cm). Bunga berwarna kuning
muda, berkelamin tunggal dan satu rumah, terdiri atas lima helai daun kelopak
dengan panjang 2-3,5 mm, empat helai daun mahkota berbentuk lanset
memanjang dengan tepi yang berambut rapat dan panjangnya 3,5-5 mm, dan 8
buah benang sari. (Wina et al., 2005).

Bakal buah berlekuk tiga dengan satu bakal biji pada setiap ruang. Buah
yang dihasilkan bulat mirip bola dengan diameter 2-2,5 cm, berminyak dan sedikit
berkerut. Buah lerak yang masih muda berwarna hijau dan buah yang sudah tua
berwarna coklat kehitaman (Heyne, 1987). Daging buah pada lerak banyak
mengandung air, mempunyai rasa pahit dan beracun. Tiap buah mempunyai satu
biji yang berkulit keras berwarna hitam mengkilat dengan diameter kurang lebih 1
cm. Menurut Heyne (1987) buah lerak terdiri dari 75 persen daging buah dan 25
persen biji, pada bagian daging buah banyak terkandung senyawa saponin yang
merupakan racun yang cukup kuat. Kulit buah, biji, kulit batang dan daun lerak
mengandung saponin dan flavonoida, disamping itu kulit buah juga mengandung
alkaloida dan polifenol, sedangkan kulit batang dan daunnya mengandung tanin.
Senyawa aktif yang telah diketahui dari buah lerak adalah senyawa – senyawa
dari golongan saponin dan sesquiterpene (Wina et al., 2005).

3.3 Kandungan Senyawa menurut (wina et al., 2005)

No. Senyawa Aktif Persentase Senyawa


Aktif

1 Saponin 12 %

2 Alkaloid 1%

3 Ateroid 0,036 %

4 Triterpen 0,029 %

3.4 Tinjauan Golongan Senyawa

3.4.1 Saponin

Saponin adalah suatu glikosida yang terdapat pada beberapa tanaman.


Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian
tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi
saponin dalam tanaman untuk melindungi diri dari hama, saponin diketahui
sebagai bentuk penyimpanan karbohidrat, atau merupakan waste product dari
metabolisme tumbuh-tumbuhan. Sifat yang khas dari saponin antara lain berasa
pahit, berbusa dalam air, mempunyai sifat detergen yang baik, beracun bagi
binatang berdarah dingin, mempunyai aktivitas hemolisis (merusak sel darah
merah), tidak beracun bagi binatang berdarah panas, mempunyai sifat anti
eksudatif dan mempunyai sifat anti inflamatori. Berdasarkan sifat-sifat tersebut,
senyawa saponin mempunyai kegunaan yang sangat luas, antara lain sebagai
detergen, pembentuk busa pada alat pemadam kebakaran, pembentuk busa pada
industri sampo dan digunakan dalam industri farmasi serta dalam bidang
fotografi. Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba, saponin tertentu menjadi
penting karena dapat diperoleh dari beberapa tumbuhan yang digunakan sebagai
bahan baku untuk sintesis hormone steroid yang digunakan dalam bidang
kesehatan (Robinson, 1995).

3.4.2 Saponin Steroid

Tersusun atas inti steroid (C27) dengan molekul karbohidrat. Steroid saponin
dihidrolisis menghasilkan satu aglikon yang dikenal sebagai sapogenin. Tipe
saponin ini memiliki efek antijamur. Pada binatang menunjukan penghambatan
aktifitas otot polos. Saponin steroid diekskresikan setelah koagulasi dengan asam
glukotonida dan digunakan sebagai bahan baku pada proses biosintetis obat
kortikosteroid. Saponin jenis ini memiliki aglikon berupa steroid yang di peroleh
dari metabolisme sekunder tumbuhan. Jembatan ini juga sering disebut dengan
glikosida jantung, hal ini disebabkan karena memiliki efek kuat terhadap jantung.
(Robinson, 1995).

3.4.3 Saponin Triterpenoid

Tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat. Dihidrolisis


menghasilkan suatu aglikon yang disebut sapogenin ini merupakan suatu senyawa
yang mudah dikristalkan lewat asetilasi sehingga dapat dimurnikan. Tipe saponin
ini adalah turunan –amyrine. (Robinson, 1995).

3.5 Cara mengidentifikasi senyawa saponin

 Uji Buih
Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun sehingga
keberadan saponin sangat mudah ditandai dengan pembentukan larutan koloidal
dengan air yang apabila dikocok menimbulkan buih yang stabil. Saponin
merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan dapat menyebabkan bersin dan
bersifat racun bagi hewan berdarah dingin, banyak di antaranya digunakan
sebagai racun ikan. (Robinson, 1995).

 Uji Liebermann-Burchard
Senyawa saponin dapat diidentifikasi dari warna yang dihasilkannya dengan
pereaksi Liebermann-Burchard. Warna biru-hijau menunjukkan saponin steroida,
dan warna merah, merah muda, atau ungu menunjukkan saponin triterpenoida.
(Robinson, 1995).

 Uji Salkowski
Uji salkowski digunakan untuk mengidentifikasi adanya steroid tak jenuh pada
ekstrak, uji ini dilakukan dengan penambahan asam sulfat pekat dan jika terdapat
gugus steroid tak jenuh pada larutan akan terbentuk cincin berwarna merah terang
yang lama kelamaan akan berwarna merah ungu. (Robinson, 1995).

3.6 Tinjauan KLT

Kromatografi adalah cara pemisahan zat berkhasiat dan zat lain yang ada
dalam sediaan, dengan jalan penyarian berfraksi, atau penyerapan , atau
penukaran ion pada zat padat berpori, menggunakan cairan atau gas yang
mengalir. Zat yang diperoleh dapat digunakan untuk percobaan identifikasi atau
penetapan kadar (Materia Medika Jilid V-VI : 523)

Penggunaan umum KLT adalah untuk menentukan banyaknya komponen


dalam campuran, identifikasi senyawa, memantau berjalannya suatu reaksi,
menentukan efektivitas pemurnian, menentukan kondisi yang sesuai untuk
kromatografi kolom, serta memantau kromatografi kolom, melakukan screening
sampel untuk obat. Analisa kualitatif dengan KLT dapat dilakukan untuk uji
identifikasi senyawa baku. Parameter pada KLT yang digunakan untuk identifikasi
adalah nilai Rf. Analisis kuantitatif dilakukan dengan 2 cara, yaitu mengukur bercak
langsung pada lengpeng dengan menggunakan ukuran luas atau dengan teknik
densitometry dan cara berikutnya dalaha dengan mengerok bercak lalu menetapkan
kadar senyawa yang terdapat dalam bercak dengan metode analisis yang lain,
misalnya dengan metode spektrofotometri. Dan untuk analisis preparatif, sampel
yang ditotolkan dalam lempeng dengan lapisan yang besar lalu dikembangkan dan
dideteksi dengan cara yang non- dekstruktif. Bercak yang mengandung analit
yang dituju selanjutnya dikerok dan dilakukan analisis lanjutan (Gholib Gandjar,
2007).

Nilai Rf didefinisikan sebagi perbandingan jarak yang ditempuh oleh


senyawa pada permukaan fase diam dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh
pelarut sebagai fase gerak. Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin
besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis.
Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi
yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan
berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis ( Handayani,
2008) Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila
identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama dengan nilai Rf Standart dari
senyawa tersebut maka senyawa tersebut dapat dikatakan memilik karateristik
yang sama atau mirip. Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda, senyawa tersebut
dapat dikatakan merupakan senyawa yang berbeda. Namun perbedaan perlakuan
dalam percobaan kromatografi lapis tipis juga akan mempengaruhi nilai Rf
sampel yang diidentifikasi (Parmeswaran, 2013). Nilai Rf Standart dari piperin
adalah 0,42+0,03 (Vyas et all, 2011).

Kromatografi Lapisan tipis digunakan pada pemisahan zat secara cepat,


dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba rata
pada lempeng kaca. Lempeng yang dilapis, dapat dianggap sebagai “kolom
kromatografi terbuka” dan pemisahan didasarkan pada penyerapan, pembagian atau
gabungannya, tergantung dari jenis zat penyerap dan cara pembuatan lapisan zat
penyerap dan jenis pelarut. Harga Rf yang diperoleh pada kromatografi lapis tipis
tidak tetap jika dibandingkan dengan kromatografi kertas. Karena itu pada lempeng
yang disamping kromatogram dari zat yang diperiksa perlu dibuat kromatogram dari
zat pembanding kimia, lenih baik dengan kadar yang berbeda-beda.perkiraan
identifikasi diperoleh dengan pengamatan 2 bercak dengan harga Rf dan ukuran yang
lebih kurang sama. Ukuran dan intensitas bercak dapat digunakan untuk
memperkirakan kadar (Materia Medika Jilid V-VI : 528) Fakor yang
mempengaruhi harga Rf :
1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan
2. Sifat dan penyerap, derajat aktifitasnya
3. Tebal dan kerataannya dari lapisan penyerap
4. Pelarut fase gerak
5. Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan.
6. Teknik percobaan
7. Jumlah campuran yang digunakan
8. Suhu
9. Kesetimbangan
4. PROSEDUR KERJA
a. Uji Buih
1. Ekstrak sebanyak 0,2 gram dimasukan tabung reaksi, kemudian ditambah air
suling 10 ml, dikocok kuat-kuat selama kira-kira 30 detik.
2. Tes buih positif mengandung saponin bila terjadi buih yang stabil selama lebih
dari 30 menit dengan tinggi 3 cm di atas permukaan cairan.
b. Reaksi Warna
1. Preparasi sampel
0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam 15 ml etanol, lalu dibagi menjadi 3 bagian
masing-masing 5 ml, disebut sebagai larutan IIA, IIB, dan IIC
2. Uji Liebermann-Burchard
 Larutan IIA digunakan sebagai blanko, larutan IIB sebanyak 5 ml ditambah 3
tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes H2SO4 pekat, amati perubahan warna
yang terjadi kemudian kocok perlahan dan amati terjadinya perubahan warna.
 Terjadinya warna hijau biru menunjukan adanya saponin steroid, warna merah
ungu menunjukkan adanya saponin triterpenoid dan warna kuning muda
menunjukan adanya saponin triterpenoid/steroid jenuh.
3. Uji Salkowski
 Larutan IIA digunakan sebagai blanko, larutan IIC sebanyak 5 ml ditambah 1-
2 ml H2SO4 pekat melalui dinding tabung reaksi.
 Adanya steroid tak jenuh ditandai dengan timbulnya cincin warna merah.
c. Kromatografi Lapis Tipis
1. Identifikasi sapogenin steroid/ terpenoid
 Ekstrak sebanyak 0,5 gram ditambah 5 ml HCl 2N, didihkan dan tutup dengan
coorng berisi kapas basah selama 50 menit untuk menghidrolisis saponin.
 Setelah dingin, tambahkan ammonia sampai basa, kemudian ekstrakksi
dengan 4-5 n-heksana sebanyak 2x, lalu uapkan sampai tinggal 0,5 ml,
totolkan pada KLT.
Fase dian : KieselGel 254
Fase Gerak : n-heksana-etil asetat (4:1)
Penampak noda : Anisaldehida asam sulfat (dengan pemanasan)
 Adanya sapogenin ditunjukkan dengan terjadinya warna merah ungu untuk
anisaldehida asam sulfat.
2. Identifikasi terpenoid / steroid bebas secara KLT
 Sedikit ekstrak ditambah beberapa tetes n-heksana, diaduk sampai larut,
totolkan pada fase diam.
 Uji KLT menggunakan :
Fase diam : Kiesel Gel 245
Fase Gerak : n-heksana-etil asetat (4:1)
Penampak noda : Anisaldehidaasam sulfat (dengan pemanasan)
 Adanya terpenoid/steroid ditunjukkan dengan terjadinya warna merah uangu
atau ungu
5. SKEMA KERJA
a. Uji Buih

Masukkan 0,2g Kocok kuat ±


ekstrak ke dalam
(+) air suling 10
30 detik
tabung reaksi ml

Tes buih positif mengandung saponin bila terjadi buih yang stabil
selama lebih dari 30 menit dengan tinggi 3 cm diatas permukaan
cairan
b. Reaksi Warna
 Preparasi Sampel

Masukkan 0,5g II II II
Dibagi menjadi 3,
ekstrak (+) etanol A B C
masing-masing 5ml
15ml

 Uji Liebermann-Burchard

II II
A B

Lar. IIA Lar. IIB (+) 3tts Amati perubahan


sebagai blanko
as.anhidrat (+) 1tts H₂SO₄ warna yang terjadi

Warna hijau biru adanya saponin steroid

Warna biru ungu adanya saponin triterpenoid


 Uji Salkowski
Warna kuning muda adanya saponin triterpenoid atau steroid jenuh
 Uji Salkowski

II II
A C

Lar. IIA sebagai Lar. IIC (+) 1-2ml H₂SO₄ pekat melalui dinding

blanko tabung reaksi sampai terbentuk cincin berwarna


merah

c. Kromatografi Lapis Tipis


1. Indetifikasi Sapogenin Steroid atau Triterpenoid

Masukkan (+) 5ml HCl Didihkan dan Dinginkan,


0,5g ekstrak 2N tutup dengan setelah dingin
ke dlm tabung corong berisi (+) amonia ad
reaksi kapas basah basa
selama 50menit

Amati plat KLT Siapkan fase gerak Totolkan Ekstraksi dengan 4-


sebelum di dalam bejana n- pada plat 5ml n-heksana
eluasi pada sinar heksana:etil asetat KLT sebanyak 2x ->
UV 254 dan UV 4:1 (jenuhkan) uapkan sampai
365 tinggal 5ml
Sapogenin
berwarna
merah ungu

Semprotkan penampak noda anisaldehida asam sulfat


Plat KLT dieluasi -->
--> dipanaskan --> amati pada UV 254 --> amati
amati dengan UV
secara visual
254
2. Identifikasi terpenoid/steroid bebas secara KLT

Ekstrak--> (+) Amati plat KLT pada


beberapa tetes Totolkan pada UV 254 dan UV 365 -
etanol aduk ad larut plat KLT -> eluasi plat KLT

Semprotkan penampak
Siapkan fase gerak Amati pada UV
noda anisaldehida asam
dalam bejana n- 254
sulfat --> dipanaskan --
heksana:etil asetat
> amati pada UV 254 --
4:1 (jenuhkan)
> amati secara visual

Sapogenin berwarna merah ungu


DAFTAR PUSTAKA

Afriastini.J.J. 1990. Bertanam Kencur. Jakarta : Wakarta Penebar


Swadaya.

Ditjen POM. (1989). Materia Medika Indonesia , Jilid V. Jakarta: Depkes


RI.,31.Ditjen POM. (1995).
Materia Medika Indonesia, Jilid VI. Jakarta: DepartemenKesehatan
Republik Indonesia..

Gandjar, Ibnu Gholib. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta :


Pustaka Pelajar

Robinson, T. 1995, Kandungan Organik Tumbuhan tinggi, hal 191, ITB


Press, Bandung
Wina E, Muetzel S, Hoffmann E, Makkar HPS, Becker K. 2005. Effect of
secondary compounds in forages on rumen micro-organisms quantified by 16S
and 18S rRNA. Anim Feed Sci Technol. 121:159-174.
PRATIKUM FITOKIMIA
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN GLIKOSIDA SAPONIN,
TRITERPENOID DAN STEROID

(Ekstrak Sapindus rarak DC.)

TUGAS II

Disusun Oleh:

Ikke Nur Vitasari (201610410311034)

Farmasi A/kelompok 4

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
.

Anda mungkin juga menyukai