TUGAS II
Disusun Oleh:
Nama : Arina Rahayu
NIM : 201410410311234
Kelompok : VII (Tujuh)
Kelas : Farmasi A
2017
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan
kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan praktikum yang berjudul Identifikasi
Senyawa Golongan Glikosida Saponin, Triterpenoid Dan Steroid (Ekstrak Sapindus rakak
DC) tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan laporan ini.
Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca.
Penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN GLIKOSIDA SAPONIN, TRITERPENOID
DAN STEROID (Ekstrak Sapindus rakak DC)
I. TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan glikosida saponn,
triterpenoid, dan steroid dalam tanaman.
2. Saponin
Saponin adalah suatu glikosida yang terdapat pada beberapa tanaman.
Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian
tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi
saponin dalam tanaman untuk melindungi diri dari hama, saponin diketahui sebagai
bentuk penyimpanan karbohidrat, atau merupakan waste product dari metabolisme
tumbuh-tumbuhan.
Sifat yang khas dari saponin antara lain berasa pahit, berbusa dalam air,
mempunyai sifat detergen yang baik, beracun bagi binatang berdarah dingin,
mempunyai aktivitas hemolisis (merusak sel darah merah), tidak beracun bagi
binatang berdarah panas, mempunyai sifat anti eksudatif dan mempunyai sifat anti
inflamatori. Berdasarkan sifat-sifat tersebut, senyawa saponin mempunyai
3
kegunaan yang sangat luas, antara lain sebagai detergen, pembentuk busa pada alat
pemadam kebakaran, pembentuk busa pada industri sampo dan digunakan dalam
industri farmasi serta dalam bidang fotografi. Beberapa saponin bekerja sebagai
antimikroba, saponin tertentu menjadi penting karena dapat diperoleh dari beberapa
tumbuhan yang digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis hormone steroid yang
digunakan dalam bidang kesehatan (Robinson, 1995).
Klasifikasi Senyawa Saponin
Secara umum saponin merupakan bentuk glikosida yang memiliki aglikon
berupa steroid dan triterpen. Triterpen merupakan jenis senyawa bahan alam yang
memiliki 6 monoterpen atau memiliki jumlah atom karbon sebanyak 30. Dari
aglikonnya saponin dapat bagi menjadi dua yaitu saponin dengan steroid dan
saponin dengan triterpen
a. Saponin steroid
Tersusun atas inti steroid (C27) dengan molekul karbohidrat. Steroid
saponin dihidrolisis menghasilkan satu aglikon yang dikenal sebagai sapogenin.
Tipe saponin ini memiliki efek antijamur. Pada binatang menunjukan
penghambatan aktifitas otot polos. Saponin steroid diekskresikan setelah koagulasi
dengan asam glukotonida dan digunakan sebagai bahan baku pada proses biosintetis
obat kortikosteroid. Saponin jenis ini memiliki aglikon berupa steroid yang di
peroleh dari metabolisme sekunder
tumbuhan. Jembatan ini juga sering disebut dengan glikosida jantung, hal ini
disebabkan karena memiliki efek kuat terhadap jantung
4
b. Saponin triterpenoid
Tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat. Dihidrolisis
menghasilkan suatu aglikon yang disebut sapogenin ini merupakan suatu senyawa
yang mudah dikristalkan lewat asetilasi sehingga dapat dimurnikan. Tipe saponin
ini adalah turunan amyrine.
5
Contoh Reaksi Liebermann Burchard pada Steroid
Uji Salkowski
Uji salkowski digunakan untuk mengidentifikasi adanya steroid tak jenuh pada
ekstrak, uji ini dilakukan dengan penambahan asam sulfat pekat dan jika terdapat
gugus steroid tak jenuh pada larutan akan terbentuk cincin berwarna merah terang
yang lama kelamaan akan berwarna merah ungu
6
yang lain, misalnya dengan metode spektrofotometri. Dan untuk analisis preparatif,
sampel yang ditotolkan dalam lempeng dengan lapisan yang besar lalu
dikembangkan dan dideteksi dengan cara yang non- dekstruktif. Bercak yang
mengandung analit yang dituju selanjutnya dikerok dan dilakukan analisis lanjutan
(Gholib Gandjar, 2007).
Nilai Rf didefinisikan sebagi perbandingan jarak yang ditempuh oleh
senyawa pada permukaan fase diam dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh
pelarut sebagai fase gerak. Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar
pula jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat
membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang
sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi
dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis ( Handayani, 2008) Nilai
Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila identifikasi nilai
Rf memiliki nilai yang sama dengan nilai Rf Standart dari senyawa tersebut maka
senyawa tersebut dapat dikatakan memilik karateristik yang sama atau mirip.
Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan
senyawa yang berbeda. Namun perbedaan perlakuan dalam percobaan
kromatografi lapis tipis juga akan mempengaruhi nilai Rf sampel yang
diidentifikasi (Parmeswaran, 2013). Nilai Rf Standart dari piperin adalah 0,42+0,03
(Vyas et all, 2011)
Kromatografi Lapisan tipis digunakan pada pemisahan zat secara cepat,
dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba rata
pada lempeng kaca. Lempeng yang dilapis, dapat dianggap sebagai kolom
kromatografi terbuka dan pemisahan didasarkan pada penyerapan, pembagian
atau gabungannya, tergantung dari jenis zat penyerap dan cara pembuatan lapisan
zat penyerap dan jenis pelarut. Harga Rf yang diperoleh pada kromatografi lapis
tipis tidak tetap jika dibandingkan dengan kromatografi kertas. Karena itu pada
lempeng yang disamping kromatogram dari zat yang diperiksa perlu dibuat
kromatogram dari zat pembanding kimia, lenih baik dengan kadar yang berbeda-
beda.perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan 2 bercak dengan harga Rf
7
dan ukuran yang lebih kurang sama. Ukuran dan intensitas bercak dapat digunakan
untuk memperkirakan kadar (Materia Medika Jilid V-VI : 528)
Fakor yang mempengaruhi harga Rf :
1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan
2. Sifat dan penyerap, derajat aktifitasnya
3. Tebal dan kerataannya dari lapisan penyerap
4. Pelarut fase gerak
5. Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan
6. Teknik percobaan
7. Jumlah campuran yang digunakan
8. Suhu
9. Kesetimbangan
Tinjauan eluen
1. Etil Asetat
Etil asetat merupakan senyawa aromatik yang bersifat semipolar dengan rumus
CH3CH2OC(O)CH3 sehingga dapat menarik analit-analit yang bersifat polar dan
nonpolar (Snyder, 1997). Hal ini berarti pelarut etil asetat mampu menarik
komponen senyawa kimia yang terkandung di dalam ekstrak larak. Etil asetat
merupakan pelarut semipolar dengan indeks polaritas 4,4 (Snyder, 1997), sehingga
berbagai senyawa baik polar maupun nonpolar dapat tertarik ke dalam pelarut.
2. N-heksana
Heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia C6H14 .
Awalan heks- merujuk pada enam karbon atom yang terdapat pada heksana dan
akhiran -ana berasal dari alkana, yang merujuk pada ikatan tunggal yang
menghubungkan atom-atom karbon tersebut. Dalam keadaan standar senyawa ini
merupakan cairan tak berwarna yang tidak larut dalam air (Munawaroh,2010). N-
heksana memiliki indeks polaritas 0,1 (Synder, 1997).
8
III. ALAT DAN BAHAN
Alat:
1. Hotplate
2. Plat KLT
3. Beaker Glass
4. Corong
5. Tabung Reaksi
Bahan:
1. Ekstrak Sapindus rakak DC
2. Etanol
3. Amonia
4. HCl 2N
5. n-heksana
6. H2SO4 pekat
7. Asam asetat anhidrat
8. Etil asetat
9. Anisaldehid asam sulfat
10. Air Suling
9
IV. SKEMA KERJA
a. Uji buih
Kocok kuat-
kuat selama 30
detik
b. Reaksi warna
Preparasi sampel :
II A II B II C
10
Uji Liebermann-Burchard
II A
Larutan II A
digunakan
sebagai blanko
II B
Amati
perubahan
warna
Uji Salkowski
II A
Larutan II A
digunakan
sebagai blanko
11
II C
Adanya steroid tak
jenuh ditandai dengan
cincin warna merah
13
V. HASIL
Uji Buih
Identifikasi Tinggi Buih Kestabilan Kesimpulan
Saponin 7,2 cm >30 menit Positif
mengandung
saponin
Uji Liebermann-Burchard
Identifikasi Identifikasi warna Warna yang muncul Kesimpulan
Saponin steroid Hijau Biru - -
Saponin triterpenoid Merah Ungu Merah ungu Positif mengandung
saponin triterpenoid
Saponin Kuning Muda - -
steroid/triterpenoid
jenuh
Uji Salkowski
Identifikasi Ciri Pengamatan Kesimpulan
Steroid tak jenuh Terbentuk cincin Terbentuk cincin Positif mengandung
warna merah merah steroid tak jenuh
Identifikasi Sapogenin steroid/ triterpenoid dengan KLT
Identifikasi Penampak Warna Pengamatan Kesimpulan
noda identifikasi
Sapogenin Anisaldehid- Merah-ungu muncul noda Positif
steroid/triterpenoid asam sulfat warna ungu mengandung
sapogenin
steroid/triterpenoid
Identifikasi steroid/ triterpenoid bebas dengan KLT
Identifikasi Penampak Warna Pengamatan Kesimpulan
noda identifikasi
Steroid/triterpenoid Anisaldehid- Merah-ungu muncul noda positif mengandung
Bebas asam sulfat warna ungu steroid/triterpenoid
bebas
14
Pengamatan nilai Rf
x ( jarak yang ditempuh solute)
Rf = y(jarak yang ditempuh eluen sampai tanda batas)
4,9
1. Rf I = = 0,6125 ~ 0,61
8
6,2
2. Rf II= = 0,775 ~ 0,78
8
HASIL PENGAMATAN
15
Uji Salkowski Ekstrak + 5ml HCl, Proses hidrolisis saponin,
Timbul cincin warna untuk proses hidrolisis selama 50 menit
merah
Preparasi plat KLT Setelah penotolan, noda di lihat di Setelah penotolan, noda di lihat di
sinar UV 245 sebelum disemprot sinar UV 365 sebelum disemprot
penampak noda penampak noda
16
Pengeringan di lemari asam, Proses pemanasan di atas hotplate,
setealah pemberian penampak setelah diberi penampak noda
noda
17
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan identifikasi senyawa golongan glikosida
saponin, triterpenoid, dan steroid menggunakan ekstrak Sapindus rakak DC. Adapun
uji yang di lakukan adalah dengan uji buih, uji Liebermann-burchard, uji salkowski dan
juga dengan uji KLT. Uji buih dilakukan karena merupakan uji yang spesifik untuk
saponin dengan memanfatkan sifatnya yang akan membentuk busa pada permukaan
air. Percobaan yang kami lakukan memperoleh buih 7,2 cm yang stabil selama > 30
menit, hal ini menunjukkan bahwa ekstrak Sapindus rakak DC positif mengandung
saponin.
Selanjutnya dilakukan uji Lieberman-burchard, dimana uji ini dilakukan
dengan penambahan asam asetat anhidrat dan juga asam sulfat pekat. Uji ini didasarkan
pada kemampuan senyawa triterpenoid dan steroid untuk membentuk warna oleh
adanya H2SO4 pekat. Pada uji liebermann-burchard ini warna yang terbentuk setelah
penambahan pereaksi tersebut adalah warna merah ungu, yang mengidentifikasikan
bahwa warna merah ungu menunjukkan adanya saponin triterpenoid sehingga dapat
diketahui bahwa ekstrak Sapindus rarak DC positif mengandung saponin triterpenoid.
Seletah itu dilakukan uji Salkowski dengan menambahkan H2SO4 pekat
melalui dinding tabung ke dalam sejumlah ekstak yang telah dilarutkan dengan etanol.
Hal ini bertujuan untuk memisahkan gugus steroid dengan senyawa lain. Digunakan
etanol dikarenakan etanol merupaka pelarut yang universal karena dapat memisahkan
senyawa dari yang bersifat polar sampai non polar. Penambahan H2SO4 pekat
bertujuan untuk memutuskan ikatan gula pada senyawa. Jika ikatan gula terlepas maka
adanya steroid bebas pada sampel akan ditandai dengan adanya cincin yang berwarna
merah. Pada percobaan yang dilakukan menujukkan hasil positif pada ekstrak Sapindus
rakak DC karena menunjukkan adanya cincin warna merah sehingga ekstrak ini positif
terdapat steroid tak jenuh.
Identifikasi selanjutnya adalah dengan kromatografi lapis tipis. Pertama
adalah melakukan identifikasi sapogenin steroid/triterpenoid dengan ekstrak Sapindus
rarak DC yang dihidrolisis dalam suasana asam yaitu ditambah HCl 2 N dan
dipanaskan 50 menit. Penambahan HCL bertujuan untuk membebaskan aglikonnya
(sapogenin) dari suatu ikatan glikosida, kemudian tujuan pemanasan adalah untuk
18
membantu dan mempercepat hidrolisis sapogenin dari ikatan glikosidanya. Setelah
dingin, kemudian dibasakan menggunakan ammonia karena sapogenin bersifat asam
sehingga dinetralkan dengan basa. Selanjutnya sapogenin di ektraksi dengan n-
heksana karena sapogenin cenderung larut dalam n-heksana. Tujuan dari
pengekstrakan ini adalah untuk memisahkan sapogenin dengan senyawa lainnya.
Kemudian filratnya dipisahkan dan diuapkan sampai tinggal 0,5 ml. Selanjutnya
dilakukan penotolan pada plat KLT dengan fasa diam yang digunakan adalah Kiesel
Gel 254 yang bersifat polar dan fase geraknya adalah n-heksana-etil asetat (4:1) yang
bersifat non polar. Fasa diam yang bersifat polar akan lebih berikatan dengan
komponen yang cenderung polar. Setelah di eluasi plat KLT disemprotkan dengan
penampak noda anisaldehid asam sulfat. Jika terdapat noda berwarna merah ungu
maka mengidentifikasi bahwa sampel mengandung sapogenin. Setelah dilihat dengan
sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 365 nm menunjukkan noda berwarna
merah ungu dengan tinggi noda 4,9 dan Rf 0,61. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak
Sapindus rakak DC positif mengandung sapogenin.
Identifikasi dengan kromatografi lapis tipis yang kedua adalah untuk
mengidentifikasi senyawa terpenoid/steroid bebas. Dalam identifikasi ini, tidak
dilakukan proses hidrolisis karena bentuk terpenoid dan steroidnya adalah bentuk
bebas, sehingga tidak memiliki ikatan glikosida seperti pada sapogenin steroid atau
triterpenoid yang sebelum diidentifikasi harus diputus terlebih dahulu ikatannya.
Selanjutnya uji ini dilakukan dengan mengekstraksi steroid/triterpenoid dengan n-
hexane untuk menarik senyawa tersebut dari ekstrak. Kemudian identifikasi senyawa
melalui proses KLT dilakukan seperti pada proses identifikasi sapogenin. Adanya
terpenoid atau steroid bebas ditunjukkan dengan terjadinya warna merah ungu, atau
ungu. Noda yang terlihat pada plat adalah merah ungu dengan tinggi noda 6,2 dan nilai
Rf 0,78 sehingga ekstrak Sapindus rakak DC positif mengandung terpenoid/steroid
bebas.
19
VII. KESIMPULAN
1. Pada uji buih didapatkan hasil positif mengandung saponin karena ekstrak
menghasilkan buih yang stabil selama > 30 menit dengan tinggi 7,2 cm.
2. Berdasarkan uji Liebermann-Burchard, menunjukkan hasil warna merah ungu
sehingga dapat diketahui bahwa ekstrak Sapindus rarak DC positif mengandung
saponin triterpenoid.
3. Pada uji Salkowski terdapat cincin yang berwarna merah sehingga ekstrak ini
positif terdapat steroid tak jenuh/bebas.
4. Pada identifikasi sapogenin menggunakan KLT, ekstrak positif mengandung
sapogenin steroid/triterpenoid, karena terdapat noda berwarna merah ungu dengan
tinggi noda 4,9 dan Rf 0,61
5. Pada identifikasi triterpenoid dan steroid bebas, ekstrak Sapindus rakak DC positif
mengandung terpenoid/steroid bebas karena noda yang terlihat pada plat adalah
merah ungu dengan tinggi noda 6,2 dan nilai Rf 0,78. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa ekstrak Sapindus rarak DC positif mengandung senyawa saponin,
triterpenoid dan juga steroid.
20
DAFTAR PUSTAKA
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Vol. III. Terjemahan: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kehutanan. Sarana Jaya, Jakarta.
Munawaroh, S., Handayani, P.A. 2010. Ekstraksi Minyak Daun Jeruk Purut
(Citrus hystrix D.C.) Dengan Pelarut Etanol dan N-Heksana. Jurnal Kompetensi
Teknik Vol. 2, No.1.
Wina, E., S. Muezel, E. Hoffman, H.P.S. Makkar, and K. Becker. 2005a. Saponins
containing methanol extract of sapindus rarak affect microbial fermentation,
microbal activity and microbial comunity structure in vitro. J. Animal Feed Science
and Technology 121: 159-174.
21