Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PRAKTIKUM

BAHAN ALAM FARMASI


“FORMULASI DAN EVALUASI FISIK SEDIAAN BALSEM DARI
MINYAK ATSIRI AKAR REMASON ”
(Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Bahan Alam Farmasi)
Dosen Pengampu:

apt. Vera Nurviana M. Farm

Disusun oleh :

Kelompok 1

Muhammad Iqbal Syafaat 31120126


Nada Saidah 31120127
Ira Safitri Rahayu 31120128
Irpanudin 31120129
Dineu Septy U.R 31120130
Sofyan Supriatna 31120131
Rafi Nurokhmat 31120133
Nisa Armilla 31120135
Elsa Setiani 31120136
Nurul Fitriyanti 31120138

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

UNIVERSITAS BAKTI TUNAS HUSADA

KOTA TASIKMALAYA

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i

BAB I ...................................................................................................................... 2

PENDAHULUAN .................................................................................................. 2

1.1 Latar belakang .......................................................................................... 2

1.2 Rumusan masalah ..................................................................................... 4

1.3 Tujuan praktikum ..................................................................................... 4

1.4 Manfaat praktikum ................................................................................... 4

BAB II ..................................................................................................................... 5

DASAR TEORI ...................................................................................................... 5

BAB III ................................................................................................................. 11

PROSEDUR .......................................................................................................... 11

BAB IV ................................................................................................................. 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 17

BAB V................................................................................................................... 30

KESIMPULAN ..................................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 31

LAMPIRAN .......................................................................................................... 33

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Alam Indonesia sangat kaya keanekaragaman tumbuhannya. Salah satu


kekayaannya yaitu tumbuhan penghasil minyak atsiri. Tumbuhan penghasil
minyak atsiri di Indonesia sekitar 40 jenis. Sedangkan minyak atsiri yang
beredar pada pasar dunia berasal dari berbagai negara sekitar 70 jenis. Minyak
atsiri pada tanaman dapat dihasilkan dari akar, batang, ranting, daun, bunga dan
buah. Minyak atsiri dimanfaatkan oleh industri penghasil minyak atsiri sebagai
parfum, bahan masakan ataupun obat – obatan (Agustina, 2016).
Salah satu genus tanaman yang dikenal memiliki kandungan minyak atsiri
adalah genus Polygala L. Polygala L. merupakan salah satu genus dari lima
genus anggota familia Polygalaceae. Genus Polygala L. memiliki 500 jenis
anggota yang ditemukan di daerah tropik, sub tropik, temperate dan di
pegunungan di seluruh dunia kecuali Selandia Baru. Sebagian besar dari spesies
tersebut ditemukan di daerah Amerika Tropis Tengah dan Selatan. Beberapa
spesies Polygala L. yang dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah Polygala
chinensis L., Polygala paniculata L., Polygala polifolia Presl. dan Polygala
sibirica L. (Agustina, 2016).
Polygala paniculata ditemukan diberbagai daerah di Indonesia seperti
Taman Nasional Bukit Tigapuluh Riau, Kecamatan Mulak Lahat Sumatra
Selatan, Limau Manggis Padang, Cagar Alam Tangale Gorontalo, Pulau
Wawonii Sulawesi Tenggara dan Hutan Tropis Gunung Arjuno Jawa Timur.
Polygala paniculata diketahui memiliki kandungan fitokimia saponin, asam
salisilat, flavonoid dan steroid. Oleh masyarakat luas, tanaman ini telah
dimanfaatkan sebagai obat luka, obat sakit pinggang, obat kanker, obat urat,
peningkat stamina dan obat masuk angin. Akar tanaman Polygala paniculata
juga memiliki bau khas seperti kamfor yang tidak terdapat dibagian batang,
daun dan bunga (Agustina, 2016).
Bau khas seperti kamfor yang terdapat pada akar menunjukkan ciri kualitatif
bahwa tanaman Polygala paniculata L. memiliki kandungan minyak atsiri

2
(Agustina, 2016). Minyak atsiri atau dikenal juga sebagai minyak eteris
(aetheric oil) adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujid cairan kental
pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang
khas. Sebagian besar komponen minyak atsiri adalah senyawa yang
mengandung karbon dan hydrogen, atau karbon, hydrogen dan oksigen yang
tidak bersifat aromatik (Hanief, W and Mahfud, 2013). Khasiat minyak atsiri
dapat menenangkan, menghangatkan, antibakteri, anti jerawat, antiinflamasi,
analgesic, maupun antioksidan (Warditiani et al., 2020).
Kulit merupakan sistem organ terbesar dari tubuh yang memiliki peran
sangat penting dalam kehidupan manusia. Sedikit terdapat kelainan atau
kerusakan kulit, maka akan mudah terlihat. Kulit merupakan organ tubuh yang
berfungsi untuk menerima rangsangan seperti sentuhan, rasa sakit dan pengaruh
lainnya dari luar (Triayana, 2019).
Obat merupakan salah satu penunjang terwujudnya derajat kesehatan yang
optimal. Untuk itu berbagai upaya telah dilakukan untuk tersedianya obat dalam
jenis dan jumlah yang cukup, khasiat dan mutunya terjamin serta harganya yang
terjangkau (Triayana, 2019).
Berdasarkan pengalaman ditemukan bahwa sebagian minyak atsiri bekerja
sebagai relaksan, sedatif (penenang), meringankan nyeri. Cara penggunaanya
yaitu dengan digosokkan secara merata pada bagian yang terasa sakit hingga
hangat dan terasa menyegarkan. Dengan demikian dibuat formula dalam bentuk
sediaan berupa balsam yang menggunakan minyak atsiri dari bahan alam akar
remason.
Balsam adalah obat gosok dengan kepekatan seperti salep, sedangkan salep
adalah sediaan setengah padat yang diperuntukkan untuk pemakaian topikal
pada kulit atau selaput lendir yang berfungsi melindungi atau melemaskan kulit
dan menghilangkan rasa sakit atau nyeri. Balsam telah menjadi bagian yang
tidak bisa dipisahkan lagi di kehidupan, contohnya di Indonesia pasti tiap rumah
sudah memiliki balsam. Balsam memiliki banyak manfaat bagi kesehatan,
untuk itu setiap masyarakat pasti akan memilikinya. Balsam sangat berguna
untuk menghilangkan sakit kepala dan sakit perut atau masuk angin. Hal ini

3
sudah dipercaya oleh orang jaman dulu, maka tidak heran jika balsam
merupakan produk kesehatan popular (Triayana, 2019).
Evaluasi terhadap sifat fisik pada sediaan topikal harus dilakukan. Hal ini
untuk menjamin bahwa sediaan memiliki efek farmakologis yang baik dan tidak
mengiritasi kulit ketika digunakan. Sifat fisik sediaan mempengaruhi
tercapainya efek farmakologis sesuai yang diharapkan. Parameter pengujian
sifat fisik balsam antara lain uji organoleptic, uji homogenitas, uji pH, uji iritasi,
uji daya sebar, uji daya lekat, uji hedonik dan uji antiinflamasi (Triayana, 2019).

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dibuat suatu perumusan masalah


yaitu :
1. Apakah minyak atsiri akar remason (Polygala paniculata L.) dapat
diformulasikan dalam sediaan balsam ?
2. Pada konsentrasi minyak atsiri akar remason (Polygala paniculata L.)
berapakah sediaan balsam yang paling baik berdasarkan evaluasi sediaan ?

1.3 Tujuan praktikum

1. Untuk mengetahui minyak atsiri akar remason (Polygala paniculata L.)


dapat diformulasikan sebagai sediaan balsam.
2. Untuk mengetahui konsentrasi minyak atsiri akar remason (Polygala
paniculata L.) yang terdapat dalam pembuatan sediaan balsam.

1.4 Manfaat praktikum

Adapun manfaat yang didapat dalam praktikum ini yaitu memberikan


pengetahuan kepada penulis dan informasi kepada masyarakat tentang
kegunaan minyak atsiri akar remason (Polygala paniculata L.) sebagai sediaan
balsam.

4
BAB II

DASAR TEORI

2.1 Klasifikasi tanaman

Gambar 1. Tanaman Remason


Klasifikasi Polygala paniculata L. (Tjitrosoepomo, 1985)
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Family : Polygalaceae
Genus : Polygala
Spesies : Polygala paniculata L.
2.2 Morfologi Remason
2.2.1 Akar
Akar balsem adalah akar tunggang yang terbiasa hidup di
dalam tanah dengan kadar kelembaban yang cukup tinggi. Bahkan
akar ini bisa berkembang jika ditanam di daerah pegunungan dengan
tinggi mencapai 300-1300 mdpl. Sekalipun demikian akar tanaman
balsem tidak termasuk akar tahan lama. pasalnya, beberapa bulan
kemudian akar akan mati yang artinya, tanaman balsem juga akan
kering dan layu.
2.2.2 Batang
Tanaman balsem memiliki batang tidak berkayu dengan
tekstur lentur. Hal ini memang biasa terutama untuk tumbuhan yang

5
masuk kategori tanaman semak. Termasuk juga ukurannya yang
hanya 3-4 cm dari permukaan tanah. Batang tanaman balsem
berwarna hijau dan terlihat ada ruas kecil di setiap 0.5 cm. Jika
batang sudah tua biasanya warnanya berubah menjadi cokelat atau
putih agak pucat. Jika warna seperti ini yang muncul berarti tanaman
sudah mau mati.
2.2.3 Daun
Daun tanaman balsem berjenis tunggal tanpa menggunakan
daun penumpu. Untuk bentuk daun memanjang dengan ukuran
diameter mencapai 1 x0.3 cm. Daun tanaman ini juga memiliki
tepian yang rata dengan garis dari pangkal ke ujung semakin lancip.
Daun tanaman balsem menempel pada tandan yang berukuran 3
hingga 12 cm. Ukuran yang cukup besar yang sekan tidak sebanding
dengan ukuran dari helai daun yang bergerumbul.
2.2.4 Bunga
Bunga tanaman balsem berjenis racemosa. Sedangkan
diameternya tidak sampai 1 cm dengan warna dominan adalah putih.
Bunga ini menempel pada tangkai yang berbentuk sendi dengan
daun kelopak berjumlah 5 buah. Kelopak daun tanaman balsem
berwarna hijau tua. Warna yang kontras dengan mahkota yang
memiliki warna gelap. Jumlah mahkotanya adalah 5 dan 8 untuk
jumlah benang sari. Sebuah morfologi bunga yang terbilang biasa
untuk tanaman jenis semak.
2.2.5 Buah
Tanaman balsem memiliki buah yang sangat kecil. Bahkan
terkadang tidak terlihat karena tertutup oleh kerimbunan daun.
Menurut kabarnya buah tanaman ini juga bagus untuk obat herbal.
Selain itu, buah tanaman balsem memiliki zat remason yang
dianggap penyebab munculnya aroma balsem. Sayangnya tanaman
ini tidak memiliki tampilan yang cantik sehingga kurang layak
dijadikan sebagai tanaman hias.
2.3 Akar remason (Polygala paniculata)

6
Alam Indonesia sangat kaya keanekaragaman tumbuhannya. Salah
satu kekayaannya yaitu tumbuhan penghasil minyak atsiri. Tumbuhan
penghasil minyak atsiri di Indonesia sekitar 40 jenis. Sedangkan minyak
atsiri yang beredar pada pasar dunia berasal dari berbagai negara sekitar 70
jenis. Minyak atsiri pada tanaman dapat dihasilkan dari akar, batang,
ranting, daun, bunga dan buah. Minyak atsiri dimanfaatkan oleh industri
penghasil minyak atsiri sebagai parfum, bahan masakan ataupun obat-
obatan (Taufik, 2008 ; Guenther, 1972).

Salah satu genus tanaman yang dikenal memiliki kandungan minyak


atsiri adalah genus Polygala L. Polygala L. merupakan salah satu genus dari
lima genus anggota familia Polygalaceae. Genus Polygala L. memiliki 500
jenis anggota yang ditemukan di daerah tropik, sub tropik, temperate dan di
pegunungan di seluruh dunia kecuali Selandia Baru. Sebagian besar dari
spesies tersebut ditemukan di daerah Amerika Tropis Tengah dan Selatan.
Beberapa spesies Polygala L. yang dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah
Polygala chinensis L., Polygala paniculata L., Polygala polifolia Presl. dan
Polygala sibirica L. (Valkenburg dan Bunyapraphatsara, 2002).

Polygala paniculata L merupakan tumbuhan asli Amerika tropis,


dari kawasan meksiko hingga Brazil. Akar polygala wangi, manis hangat
dan menenangkan. Beberapa spesies polygala seperti P. sibirica di Cina. P.
pilifolia di India Selatan dan Jawa serta senega L (akar ular ) dari Amerika
Utara akarnya dikenal mempunyai efek ekspektroran yang dipakai untuk
mengobati batuk, asma dan bronchitis. Air rebusan dari P. paniculata
digunakan sebagai obat gonorrhea dan sakit rematik dan bagian punggung.
Daunnya yang dihaluskan dapat pula digunakan untuk mengobati luka,
namun penggunaanya harus dilakukan secara berhati-hati dikarenakan air
atau sap nya dapat menyebabkan rasa perih apabila terkena mata
(Valkenburg, 2002).

Rumput remason merupakan salah satu marga terbesar yang


tergolong dalam suku polygalaceae, marga ini terdiri dari 500 jenis dan
dapat ditemukan di daerah tropic, subtropik, temperate dan dipegunungan

7
diseluruh dunia kecuali Selandia Baru. Sebagian besar dari jenis tersebut
tumbuh didaerah Amerika Tropis Tengah dan Selatan. Rumput remason
merupakan jenis tumbuhan yang menyukai cahaya dan dapat ditemukan
dilapangan yang ditinggalkan, diperkebunan disekitar daerah bekas bokor,
serta dapat tumbuh pada beberapa tipe tanah yang berbeda, banyak
ditemukan pada beberapa tempat hingga ketinggian 2250 meter diatas
permukaan laut. Rumput remason berbunga sepanjang tahun didaerah yang
beriklim basah. Didaerah yang memiliki beberapa musim rumput remason
berbunga diawal musim musim panas dan menyelesaikan siklus hidupnya
4-5 bulan. Rumput remason merupakan tumbuhan semusim atau annual
artinya merupakan tumbuhan yang berkembang biak dari biji, lalu
berbunga, menghasilkan biji dan kemusian mati ditahun yang sama.
Pernyerbukan sendiri kemungkinan banyak terjadi pada semua jenis
polygalaceae walaupun ada beberapa yang juga disebabkan oleh serangga
(Valkenburg, plant Resources of South East Asia; Medicinal & Poisonous
Plants, 2002).

2.4 Isolasi
2.4.1 Destilasi stahl
Destilasi stahl merupakan metode yang sering digunakan untuk
isolasi minyak atsiri. Prinsip kerja destilasi stahl sama dengan
destilasi air yaitu perbedaan titik didih dari zat-zat cair dalam
campuran zat cair tersebut sehingga zat (senyawa) yang memiliki
titik didih terendah akan menguap lebih dahulu, kemudian apabila
didinginkan akan mengembun dan menetes sebagai zat murni
(destilat). Namun destilasi stahl memiliki beberapa kelebihan.
Pertama, minyak atsiri yang dihasilkan tidak berhubungan langsung
dengan udara luar sehingga tidak mudah menguap. Kedua, volume
minyak atsiri yang dihasilkan dapat langsung diketahui jumlahnya
karena alatnya dilengkapi dengan skala.
2.4.2 Skrining fitokimia
Skrining fitokimia merupakan suatu metode yang dilakukan
untuk mengetahui kandungan senyawa kimia yang terkandung

8
dalam ekstrak tanaman. Skrining fitokimia dilakukan dengan
menggunakan reagen pendeteksi golongan senyawa seperti
flavonoid, alkaloid, tanin, saponin, terpenoid, dan lain-lain (Putri
dkk. 2013). Ekstrak tanaman yang ingin diuji terlebih dahulu
dimasukan dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan dengan
reagen pendeteksi. Perubahan yang terjadi pada ekstrak akan
menentukan kandungan senyawa yang terkandung dalam ekstrak
tanaman tersebut (Purwati dkk. 2017).
2.4.3 Kromatografi lapis tipis (KLT)
Kromatografi merupakan suatu metode yang digunakan untuk
memisahkan campuran komponen. Pemisahan campuran komponen
tersebut didasarkan pada distribusi komponen pada fase gerak dan
fase diamnya. Kromatografi lapis tipis biasanya digunakan untuk
tujuan analisis kualitatif, analisis kuantitatif dan analisis preparatif.
Suatu sistem KLT terdiri dari fase diam dan fase gerak (Jayanti dkk,
2015).
2.5 Sediaan Balsem

Balsem adalah sediaan topikal yang memberi sensasi hangatk sediaan


ini termasuk semisolid yang mampu memberi rasa lembut dan berminyak
pada kulit. Balsem merupakan sediaan seperti salep yang mudah dioleskan
(Anonim, 1995). Sediaan balsam yang merupakan sediaan semisolid
memiliki formula acuan yaitu paraffin atau lilin (sebagai pemadat), vaselin
album atau flavum (sebagai pengawet), kampor (sebagai pengawet), mentol
(sebagai pemberi sensasi dingin) dan dapat ditambahkan minyak-minyak
mudah menguap (minyak atsiri). Sediaan balsem yang dibuat dari
kandungan minyak atsiri akar remason memiliki efektivitas sebagai
antiinflamasi.

Inflamasi merupakan suatu respon dari tubuh terhadap adanya cedera


maupun infeksi. Saat terjadi cedera, tubuh akan berusaha menetralisir dan
mengeliminasi agen-agen berbahaya dari tubuh serta melakukan persiapan
untuk perbaikan jaringan (Sherwood, 2001). Adanya proses inflamasi

9
ditandai ciri yang khas, yaitu timbulnya warna kemerahan, pembengkakan
di daerah peradangan, rasa panas, dan timbulnya rasa nyeri (Corwin, 2008).

Inflamasi dapat diatasi dengan menggunakan anti-inflamasi, salah


satunya yaitu golongan anti-inflamasi non steroid (AINS). AINS merupakan
obat sintetik dengan struktur kimia heterogen. Namun penggunaan AINS
dapat menimbulkan efek samping pada saluran cerna (Lelo dan Hidayat,
2004). Adanya efek samping yang cukup serius dalam penggunaan AINS
ini, maka dicarilah sumber alternatif lain untuk digunakan pada terapi
inflamasi. Sebagai salah satu pilihan yang banyak digunakan dalam
masyarakat adalah penggunaan tanaman obat yang dinilai lebih aman dan
lebih mudah dijangkau oleh masyarakat (Umar, 2011). Salah satu tanaman
yang dapat dijadikan sebagai bahan obat adalah tanaman remason (Polygala
paniculata L) yang diduga memiliki efek anti inflamasi.

10
BAB III

PROSEDUR

3.1 Pengumpulan Bahan Tanaman dan Preparasi Simplisia

Siapkan simplisia Lakukan sortasi


segar berupa akar untuk pemisahan
dari rumput kotoran dari
remason. simplisia.

Simplisia dicuci Pisahkan bagian


dengan air bersih lalu tanaman yang akan
ditiriskan. digunakan yaitu akar
dari rumput remason.

3.2 Karakteristik Fisika Simplisia dan Ekstraksi Minyak Atsiri

Timbangan Blender bagian akar Tambahan air dingin


simplisia basa yang yang sudah untuk mengurangi
sudah disiapkan ditimbangan dengan adanya pemanasan
(1:2). herb glinder. akibat gesekan alat.

Tambahkan natrium sulfat Bahan dimasukan ke


Campuran tersebut di
anhidrat q.s untuk labu atas buat
destilasi pada suhu ± 8
menggumpalkan air yang kapasitas 100 ml, lalu
jam untuk mendapatkan
masih terperangkap dalam tambahkan air.
senyawa minyak atsiri.
penyarian minyak atsiri.

3.2.1 Karkteristik Minyak Atsiri


1. Uji Organoleptik
Amati bau, warna, dan bentuk minyak atsiri.
2. Uji perhitungan rendemen

11
Membandingkan hasil minyak atsiri yang didapat dalam proses destilasi dengan
volume bahan yang digunakan untuk proses destilasi.
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 (𝑚𝑙)
% Rendemen =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 (𝑔𝑟)

3. Penentuan bobot jenis

Bersihkan piknometer Kosongkan agar Piknometer kosong


dengan aseton untuk tidak ditimbang, tutup terbuka,
menghndari adanya mempengaruhi dan catat bobotnya.
konsentrasi atau cemaran. bobot jenis.

Pikonometer di isi minyak


atsiri, timbang dan catat
bobotnya. Dan hitung
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠−(𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜,𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘)−𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
menggunakan rumus.
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟

3.3 KLT dan Skrining Fitokimia Monoterpenoid


3.3.1 Prosedur KLT

Siapkan plat KLT dari


Minyak ditotolkan
silika gel ukuran 3x10 cm
berupa titik dengan
dengan jarak atas 0,5 cm,
pipa kapiler.
bawah 1 cm.

Masukan pelarut kedalam Pengerjaan KLT,


chamber dan diamkan penjenuhan chamber.
hingga kertas saring
terbasahi sempurna.

Plat KLT yang sudah siap Keringkan plat dan


dimasukan kedalam diamkan hingga kering.
chamber yang sudah Amati dibawah sinar UV
dijernihkan. Tutup rapat 254 nm dan 4366 nm.
chamber dan tunggu pelarut
sampai batas atas.

12
3.3.2 Prosedur Skrining Fitokimia
Uji polifenol

Masukan minyak atsiri Tambahkan preaksi Amati, jika terbentuk


akar remason kedalam besi (III) klorida atau warna biru – hitam,
tabung reaksi. Fecl3 berarti menandakan (+)
polifenol
Uji Monoterpenoid dan Sesquiterpenoid

Teteskan minyak atsiri Amati warna yang


Teteskan reagen terbentuk.
akar remason kedalam
anisaldehid H2SO4.
cawan uap dan uapkan.
Jika terbentuk warna-
warna berarti
menandakan (+)
monoterpenoid dan
sesquiterpenoid.

Uji triterpenoid dan Steroid


Teteskan minyak atsiri
akar remason dan sari Uapkan hingga kering. Teteskan preaksi
eter kedalam cawan liberman buchard
porselin. dalam keadaan dingin.

Amati, jika terbentuk


warna hijau – biru
berarti menandakan (+)
sreroid, warna ungu (+).

3.4 Pembuatan Sediaan Balsam

Timbang semua Masukan parafin, Uapkan semua


bahan menthol, dan vaselin bahan pada
album kedalam cawan waterbath.
uap.

Setelah semua bahan


dileburkan, masukan atau
tambahkan minyak atsiri
13
akar remason aduk
sampai homogen.
3.5 Evaluasi Sediaan Balsam
3.5.1 Uji Organoleptis
Amati bau, warna, rasa, bentuk sediaan balsam.

3.5.2 Uji Homgenitas

Oleskan sediaan Amati susunan


diatas kaca objek. partikel yang
terbentuk.

3.5.3 Uji pH

PH universal Lalu lihat


dimasukan kedalam pembanding
sediaan balsam. stanadar Ph.

3.5.4. Uji Daya Sebar

Sediaan balsam Diberi beban diatas


diletakan diantara kaca dengan 50 g
2 kaca objek o,5 g. selama 5 menit, lalu
diukur diameternya.

3.5.5 Uji Daya Lekat

Sediaan balsam Ditambah beban


diletakan diantara 2 100 g, diamkan
kaca sebanyak 0,5 selama 5 menit.
g.

3.5.6 Uji stabilitas

Sediaan balsam lalu amati apakah


diamati setiap hari ada perubhaan atau
selama 1 minggu. tidak.

14
15
3.5.7. Uji hedsuk atau kesukaan

Dilakukan terhadap Apakah para responden


beberapa menyukai produk yang
responden. kita buat atau tidak.

3.5.8 Uji Efektivitas Antiinflamasi Pada Hewan Uji

Siapkan hewan Lalu ukur diameter Suntikan karagen


pengujian yaitu dan ketebalan awal 3% pada kaki kiri
tikus. kaki tikus. tikus.

Diamati selama 6 Berikan sediaan Diamkan selama 20


jam. Setiap 1 jam balsam geliga, balsam menit.
diukur diameter dan hasil kelompok kami,
ketebalan kaki dan kontrol negatif
tikus. (tidak diberi apa-apa).

16
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada serangkaian praktikum yang telah dilakukan mengenai bahan alam


farmasi kali ini adalah membuat formulasi sediaan balsem dengan kandungan zat
aktif minyak atsiri yang berasal dari bahan alam yang belum banyak orang ketahui
yaitu tanaman akar remason (Polygala paniculata). Balsam merupakan sediaan
topikal yang memberikan sebsasi hangat, sediaan ini termasuk sediaan semisolid
seperti salep yang mudah dioleskan yang memiliki rasa lembut dan berminyak
pada(Depkes RI, 1995). Akar remason memiliki kandungan metabolit sekunder
antara lain saponin, asam salisilat, flavonoid, steroid dan terdapat kandungan
minyak atsiri (Rijai, 2013). Komponen yang terdapat pada minyak atsiri akar
remason adalah methyl salicylate yang merupakan turunan dari ester asam salisilat,
dalam bahan obat metil salisilat merupakan golongan anti inlfamasi non steroid
(NSAID) yang berfungsi untuk menghilangkan nyeri pinggang, panggul dan
rematik (Goodman dan Gilman’s. 2006).

Minyak atsiri atau yang disebut juga sebagai minyak menguap merupakan
minyak eteris atau minyak esensial karena sifatnya yang mudah menguap di udara
terbuka atau pada suhu ruang. Minyak atsiri berbentuk senyawa cair yang diperoleh
dari bagian tanaman (akar, kulit, batang, daun, buah, bunga, biji) pada umumnya
diproses dengan cara penyulingan uap (Lavenia et al., 2019). Istilah esensial
digunakan karena minyak atsiri mewakili bau atau aroma dari tanaman asalnya.
Dalam keadaan segar dan murni tanpa cemaran, minyak atsiri serta kebanyakan dari
jenisnya tidak berwarna. Namun pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat
teroksidasi dan membentuk resin serta mengalami perubahan warna menjadi lebih
gelap (Guenther, 1987).

Pada hasil pengamatan akar remason secara makroskopik memiliki bau


seperti kamfor yang terdapat pada akar yang menunjukan ciri kualitatif bahwa
tanaman Polygala paniculata memiliki kandungan minyak atsiri, akar remason itu
sendiri memiliki warna coklat pucat dan rada yang agak pahit. Jika dilihat secara
mikroskopik pada akar remason terdapat epidermis atas, epidermis dengan stomata,
rambut penutup dan rambut sklerenkim.

17
Gambar 2. Mikroskopik akar remason

Untuk mendapatkan minyak atsiri yang suatu tanaman akar remason perlu
dilakukan pemisahan dengan teknik ekstraksi, teknik ekstraksi yang banyak
digunakan pada praktikum kali ini yaitu dengan metode penyulingan (destilasi)
yang merupakan proses pemisahan komponen, dapat berupa cairan atau padatan
yang dibedakan berdasarkan titik didih dari masing-masing zat tersebut. Metode
penyulingan yang digunakan adalah destilasi uap stahl merupakan metode yang
sering digunakan untuk isolasi minyak atsiri. Prinsip kerja destilasi stahl sama
dengan destilasi air yaitu perbedaan titik didih dari zat-zat cair dalam campuran zat
cair tersebut sehingga zat (senyawa) yang memiliki titik didih terendah akan
menguap lebih dahulu, kemudian apabila didinginkan akan mengembun dan
menetes sebagai zat murni (destilat). Akar remason sebanyak 100 gram dimasukan
kedalam alas bulat dan menambahkan aquadest sebanyak 100 ml di destilasi pada
suhu 80ºC selama ±8 jam dan tampung minyak atsiri dengan menggunakan vial
coklat.

Hasil minyak atsiri yang didapat dalam penyulingan yaitu sebanyak 25 ml,
hasil yang didapat hanya sedikit karena untuk mendapatkan minyak atsiri dalam
suatu tanaman membutuhkan proses yang cukup lama. Minyak atsiri kemudian
dilakukan pengamatan organoleptik, minyak atsiri memiliki bentuk cairan yang
menguap, bau khas aromatik akar remason dan warna cairan jernih agak
kekuningan. Setelah itu dilakukan perhitungan rendemen:

18
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 (𝑚𝑙)
% Rendemen = x 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)

25 𝑚𝑙
= 100 𝑔 x 100%

= 25 %

Bobot jenis merupakan perbandingan massa dari suatu zat terhadap


kerapatan air, harga kedua zat itu harus ditentukan pada temperatur yang sama, jika
tidak dengan cara lain yang khusus. Bobot jenis dapat ditentukan dengan
menggunakan berbagai jenis piknometer, hidrometer dan alat-alat lain (Sinko,
2006). Perhitungan bobot jenis dengan menggunakan piknometer dengan
menggunakan rumus:

(𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 + 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘)−𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔


Bobot jenis = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟

Hasil yang dari bobot piknometer 1 + bobot minyak adalah 23.0688 g, bobot
piknometer kosong 12,6571 g dan volume minyak dalam piknometer 10 ml
mendapatkan hasil BJ 1 gram. Bobot piknometer 2 + bobot minyak adalah 24,0815
g, bobot piknometer kosong 13,2588 g dan volume minyak 10 ml mendapatkan
hasil BJ 1 gram. Bobot piknometer 3 + bobot minyak adalah 20,4014 g, bobot
piknometer kosong 11,2850 g dan volume minyak 10 ml mendapatkan hasil BJ 1
gram.

Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisikokimia yang


didasarkan pada perbedaan distribusi molekul-molekul komponen di antara dua
fase (fase gerak/eluen, dan fase diam/adsorben) yang berbeda tingkat kepolarannya.
Pelaksanaan analisis dengan KLT diawali dengan menotolkan alikuot kecil sampel
padasalah satu ujung fase diam (lempeng KLT), untuk membentuk zona awal.
Kemudian sampel dikeringkan. Ujung fase diam yang terdapat zona awal
dicelupkan ke dalam fase gerak (pelarut tunggal ataupun campuran dua sampai
empat pelarut murni) didalam chamber. Ketika fase gerak telah bergerak sampai
jarak yang diinginkan, fase diam diambil, fase gerak yang terjebak dalam lempeng
dikeringkan, dan zona yang dihasilkan dideteksi secara langsung (visual) atau di
bawah sinar ultraviolet (UV) baik dengan atau tanpa penambahan pereaksi
penampak bercak yang cocok (Wulandari, 2011). Plat klt yang dignakan dari silika

19
gel dengan ukuran 3x10 cm dengan jarak atas 0,5 cm dan jarak bawah 1 cm. Fase
gerak yang digunakan adalah Toluen : etil asetat (93 : 7) dan dideteksi dengan 3
penyemprot bercak yaitu anisaldehid-asam sulfat terbentuk warna-warna,
lieberman bourchard terbentuk warna biru keunguan dan FeCL3 terbentuk warna
biru hitam. Hasil dalam klt menunjukan minyak atsiri positif mengandung
terpenoid, steroid dengan nilai RF pada spot 1 0,64 dan spot 2 0,74 dengan
menggunakan rumus :

𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑢𝑠𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑟𝑐𝑎𝑘


RF = 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑟𝑎𝑚𝑏𝑎𝑡 𝑓𝑎𝑠𝑒 𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘

Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian


fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa
yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti. Metode skrining fitokimia
dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu
pereaksi warna. Skrining fitokimia yang dilakukan pada minyak atsiri akar remason
yaitu pemeriksaan polifenol, triterpenoid, steroid, monoterpenoid dan sesquiterpen,
hasil dari skirining menunjukan bahwa minyak atsiri akar remason posistif terdapat
polifenol, triterpenoid dan steroid.

Pada pemeriksaan golongan polifenol yaitu dengan penambahan Isolat ke


dalam larutan FeCl3 10% dalam akuades. Reaksi positif jika memberikan warna
hijau, merah, ungu, biru, atau hitam yang kuat. (Harborne, 1987) reaksi yang di
hasilkan yaitu warna biru hitam. Untuk pemeriksaan golongan triterpenoid dan
steroid dilakukan dengan penambahan eter ke dalam minyak atsiri, lalu diuapkan
hingga kering setelah itu tetesi dengan Lieberman burchard dalam keadaan dingin
dan menghasilkan warna hijau biru dan ungu yang menadakan bahwa minyak atsiri
akar remason termasuk kedalam golongan steroid dan triterpenoid.

20
Formulasi sediaan balsem akar remason (polygala paniculata)

Konsentrasi
Bahan Formulasi Formulasi Fungsi
Formulasi I
II III
Analgesik, anti
Minyak atsiri 5% 10% 15% inflamasi,
aromaterapi
Paraffin
5% 5% 5% Stabillizing agent
liquid

Menthol 8% 8% 8% Flavoring agent

Vaselin
Ad 100% Ad 100% Ad 100% Basis
album
Tabel 1. Formulasi balsam pertama

Perubahan formulasi sediaan balsam

Konsentrasi
Bahan Formulasi Formulasi Fungsi
Formulasi I
II III
Analgesik, anti
Minyak atsiri 5% 10% 15% inflamasi,
aromaterapi

Paraffin solid 5% 5% 5% Stabillizing agent

Menthol 8% 8% 8% Flavoring agent

Vaselin
Ad 100% Ad 100% Ad 100% Basis
album
Tabel 2. Formulasi balsam kedua

Balsem akar remason ini terdiri dari beberapa bahan yang digunakan dengan
masing-masing fungsi yang berbeda, minyak atsiri disini berfungsi sebagai
analgesik sebagai pereda nyeri, anti inflamasi dan aromaterapi yang mampu
memberikan sensai hangat dan memberikan efek aroma yang menenangkan atau

21
menyegarkan bagi responden. Penggunaan parafin solidum untuk mengeraskan
sediaan balsem karena titik lebur campuran yang akan naik. Berbeda hal nya dengan
penggunaan paraffin liquid yang membuat sediaan menjadi mencair, maka pada
formulasi kedua digunakan paraffin soldi. Paraffin padat memiliki organoleptic
sama dengan paraffin cair yaitu tidak berwarna, berasa dan berbau. Paraffin padat
memiliki titik lebur 45-65ºC (Rowe dkk., 2009). Penggunaan mentol pada produk
topical, memiliki khasiat sebagai analgesik dan memberikan sensasi dingin yang
cocok untuk mengatasi nyeri lokal. Mentol dapat berperan sebagai analgesic karena
mampu mentol mampu menambah penetrasi karena mentol mampu bermanfaat
pada TRPM8 (Transient receptor potential melastatin family member 8), TRPA1
(Transient receptor potential subfamily A, member 1), dan kanal natrium sehingga
menjanjikan sebagai obat analgesik baru (Warditiani et al., 2020). Vaselin album
merupakan bahan semisolid yang jika dipanaskan akan mencair. Vaselin tidak
berwarna, berbau dan berasa. Vaselin memiliki titik lebur 38-60ºC. Pada sediaan
topical digunakan sebahai emollient (Depkes RI, 1995).

Pada pembuatan sedian balsem akar remason dilakukan dengan


menggunakan metode fusion dengan melebur sebagian atau semua komponen
balsem secara bersamaan dilanjutkan dengan pengadukan konstan hingga homogen
seiring dengan penurunan suhu. Parafin solid, menthol dan vaselin album
dileburkan diwaterbath pada suhu 38ºC, setelah lebur tambahkan minyak atsiri
sesuai formula lalu diamkan hingga masa menjadi setengah padat. Dari ketiga
formula balsam dilakukan evaluasi sedian untuk memastikan apakah sediaan
tersebut bagus dan telah memenuhi syarat kriteria antara lain meliputi evaluasi
orgalopteik, homogenitas, pH, uji daya sebar, uji daya lekat, uji daya serap, uji
stabilitas, uji hedonik, uji iritasi dan uji efektivitas antiinflamasi terhadap hewan
percobaan.

Hasil pengamatan organoleptis dari sediaan balsem dilakukan dengan


mengamati warna, bentuk dan bau. Pada masing-masing formulasi. Pada balsam
formulasi pertama FI, FII dan FIII dilakukan uji organolpetis berbentuk setengah
padat, berwarna putih dan berbau khas akar reason, namun pada hari ketiga semua
sediaan balsam formulasi pertama mengalami perubahan balsam mencair. Maka
untuk mengatasi hal tersebut kami mengganti formulasi pertama menjadi formulasi

22
kedua sesuai dengan Tabel.2 yaitu mengaganti paraffin liquid menjadi paraffin
solid. Pada hasil pengamatan organoleptis formulasi kedua FI, FII, dan FII balsam
berbentuk setengah padat, berwarna putih dan berabu khas akar remason. Pengujian
ini perlu dilakukan karena berkaitan dengan kenyamanan pemakaian.

Hasil pemeriksaan organoleptis formulasi balsam pertama selama 3 hari


pada massa penyimpanan suhu ruang sediaan balsam dapat dilihat pada tabel :

Hari Formulasi pertama Warna Bentuk Bau

Ke-1 Putih Semi padat Khas akar remason


Ke-2 FI Putih Mencair Khas akar remason
Ke-3 Putih Mencair Khas akar remason

Ke-1 Putih Semi padat Khas akar remason


Ke-2 FII Putih Mencair Khas akar remason
Ke-3 Putih Mencair Khas akar remason

Ke-1 Putih Semi padat Khas akar remason


Ke-2 FIII Putih Mencair Khas akar remason
Ke-3 Putih Mencair Khas akar remason

Tabel.3 hasil uji organoleptis sediaan balsam formulasi pertama

Minggu Formulasi kedua Warna Bentuk Bau


Ke-1 FI Putih Semi padat Khas akar remason
Ke-2 Putih Semi padat Khas akar remason
Ke-1 FII Putih Semi padat Khas akar remason
Ke-2 Putih Semi padat Khas akar remason
Ke-1 FIII Putih Semi padat Khas akar remason
Ke-2 Putih Semi padat Khas akar remason
Tabel.4 Hasil Uji Organoleptis sediaan balsam formulasi kedua

23
Dari tabel 3 dan 4 hasil uji organoleptis sediaan balsam memiliki perbedaan,
formulasi balsam pertama tidak stabil disuhu ruang karean pada hari ketida sediaan
mencair. Pada formulasi kedua dengan pengamatan selama 14 hari atau 2 minggu
sediaan dinyatakan stabil dengan penyimpanan pada suhu ruang. Balsam yang akan
digunakan untuk evaluasi sediaan balsam yang lain menggunakan balsam dengan
formulasi kedua (Tabel 2) karena sediaan balsam yang stabil.

Uji homogenitas pada sediaan balsem dari minyak atsiri akar remason
dengan konsentrasi FI, FII, dan FIII tidak terdapat butiran kasar pada objek glass,
maka sediaan di katakan homogen. Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan
cara mengoleskan sebanyak 1 gram sediaan balsem pada sekeping kaca (objek
glass) atau bahan transparan lain, lalu diratakan dan di timpah dengan sekeping kaca
(objek glass) jika tidak terdapatnya gumpalan pada hasil pengolesan, strukturnya
rata dan memiliki warna yang seragam dari titik awal pengolesan sampai titik akhir
pengolesan, maka sediaan tersebut dikatakan homogen. Data hasil uji homogenitas
terhadap sediaan balsem dapat dilihat pada tabel 6.

Menurut Ditjen POM (1979), sediaan dikatakan homogen apabila sejumlah


tertentu sediaan juka dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang
cocok, tidak terlihat adanya butiran kasar.

Formula Uji homogenitas


FI 5% Homogen
FII 10% Homogen
FIII 15% Homogen
Tabel.5 Homogenitas Sediaan

Berdasarkan data pada tabel 5 diperoleh hasil sediaan balsem dari minyak atsiri jahe
putih tidak terdapat gumpalan pada hasil pengolesan, strukturnya rata dan memiliki
warna yang seragam dari titik awal pengolesan sampai titik akhir pengolesan, maka
sediaan tersebut dikatakan homogen.

24
Formula Syarat uji
No Evaluasi
FI FII FIII (Rachmalia,2016)
3 Ph 5,5 5 5 4,5 – 6,5
4 Uji daya sebar 4,3 cm 4,9 cm 4,5 cm 5-7 cm
5 Uji daya lekat 3 dtk 6 dtk 9 dtk >4 detik
Tabel 6 Hasil Evaluasi Balsam Uji pH, Daya Sebar dan Daya Lekat

Uji pH dilakukan untuk melihat derajat keasaman suatu zat secara akurat
(Hartesi et al., 2020). pH suatu sediaan topikal harus sesuai dengan pH kulit untuk
memperkecil kemungkinan terjadinya iritasi (Hartesi et al., 2020). Pengujian
dilakukan pada tiap formula balsem, jika dilihat dari hasil pengamatan ketiga
formula tersebut sudah memenuhi syarat pH pada kulit, menurut Rachmiani 2016
dimana pH kulit berada pada rentang 4,5-6,5, sedangkan ketiga formula ada pada
rentang 5 - 5,5. Kadar pH kulit harus dijaga seimbang agar lapisan pelindung atau
acid mantle dapat bekerja dengan optimal, sehingga kulit pun akan tampak sehat,
segar dan bercahaya. Namun, jika kadar pH terlalu basa, maka kulit bisa menjadi
terlalu kering dan sensitif. Jika dalam pengujian pH tidak memenuhi syarat maka
efek samping yang terjadi tidak lain akan mengiritasi kulit atau muncul ruam merah
pada kulit.

Uji daya sebar dilakukan untuk melihat kemampuan penyebaran balsem di


kulit. Penyebaran balsem berpengaruh terhadap proses dan kecepatan difusi zat
aktif melewati membran. Semakin besar daya sebar suatu sediaan maka semakin
baik dikarenakan semakin luas membran tempat sediaan menyebar yang
menyebabkan difusi obat semakin meningkat (Hasyim et al., 2012). Jika dilihat dari
hasil pengamatan, hasil yang baik atau mendekati syarat yaitu formula II 4,9 cm,
Persyaratan daya sebar untuk sediaan topical 5-7 cm (Rachmalia et al, 2016).

Uji daya lekat Menurut Lydia (2014), pengujian daya lekat bertujuan untuk
mengetahui waktu yang dibutuhkan balsem tersebut untuk melekat pada kulit. Daya
lekat yang baik memungkinkan obat tidak mudah lepas dan semakin lama melekat
pada kulit sehingga dapat menghasilkan efek yang diinginkan. Persyaratan daya
lekat yang baik adalah lebih dari 4 detik (Rachmalia et al, 2016). Jika dilihat dari

25
hasil pengamatan daya lekat yang mendekati syarat daya lekat adalah formulasi II
6 detik dan formulasi III 9 detik dimana waktu daya lekat lebih dari 4 detik.

Uji stabilitas yang dilakukan pada sediaan balsem yaitu dengan pemeriksaan
sediaan balsem seacara organoleptis selama 2 minggu dari hari setelah pembuatan
balsam. Dapat dilihat pada uji organolptis, balsam dengan formulasi kedua stabil
pada penyimpanan suhu ruang.

Uji kesukaan terhadap sediaan balsem dari minyak atsiri akar remason yang
siap di pakai meliputi dari bau, bentuk, efektivitas, dan warna serta aroma sediaan.
Dengan penentuan suka, sangat suka, kurang suka, tidak suka, dan untuk
mengetahui formula mana yang lebih disukai dan diterima oleh responden. Total
responden pada uji hedonic ini berjumlah 20 orang dengan usia rata-rata 20-21
tahun.

Hasil Data Uji Hedonik

20
18
16
14
12
Kurang Suka
10
Suka
8
Sangat Suka
6
4
2
0
Formula I Formula II Formula III

Gambar 3. Grafik Uji Hedonik

Berdasarkan data di atas diperoleh hasil uji hedonik tersebut menunjukkan


bahwa formula 10% lebih disukai oleh responden, hal ini dikarenakan pada formula
ini penambahan minyak atsiri akar remason lebih banyak dari FI dan lebih sedikit
dari FIII sehingga aroma sediaan pas untuk responden. Karena responden yang

26
menjadi suka relawan usia 20-21 sehingga lebih menyukai sediaan formulasi II
karena tidak terlalu menyengat pada saat digunakan.

Uji iritasi pada kulit sukarelawan uji ini untuk mengetahui ada tidaknya efek
samping dari penggunaan balsem, maka dilakukan uji iritasi terhadap kulit.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut :

Keterangan : - = tidak terjadi iritasi


+ = terjadi iritasi
Pengamatan FI (5%) FII (10%) FIII (15%)
Kulit - - -
Gatal-gatal - - -
Kulit kasar - - -
Kemarahan - - -
Bengkak - - -
Tabel 7 Data Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan

Pada tabel 7 hasil uji diatas dapat di simpulkan bahwa sediaan balsem yang
dibuat aman untuk digunakan karena tidak terlihat adanya efek samping berupa
kemerahan, gatal-gatal, dan pengasaran pada kulit yang ditimbulkan oleh sediaan
balsem dari minyak atsiri akar reason dengan kata lain sediaan balsem ini tidak
menyebabkan iritasi.

Uji efektivitas antiinflamasi dilakukan terhadap tikus dengan total tikus


yang digunakan sebanyak 3 ekor, perlakukan yang dilakukan terhadap tikus 1
diberikan karagenan 3% saja sebagai control negative, lalu tikus 2 diberikan
karagenan 3% setelah 20 menit diberikan Balsam Geliga sebagai control positif dan
tikus 3 diberikan karagenan 3% setelah 20 menit diberikan Formula II. Pemberian
karagenan pada setiap tikus berbeda-beda disesuaikan dengan perhitung BB tikus,
pemberian karagenan ini diberikan secara sub-plantar di kaki belakang sebelah
kanan.

Pengukuran kaki tikus dilakukan 8 kali, yang pertama dilakukan


pengukuran pada saat tikus belum diberikan karagenan, yang kedua dilakukan

27
pengukuran setelah 20 menit dilakukan pemberian karagenan. Lalu untuk 6
pengukuran dilakukan pada jam ke-1,-2,-3,-4,-5 dan -6 setelah dilakukan
pengolesan balsam formula II dan balsam geliga kecuali control negative.
Pengukuran kaki tikus menggunakan alat jangka sorong, dengan 2 kali pengukuran
yaitu tebal kaki dan diameter kaki tikus.

Didapatkan hasil sebagai berikut :

0,8
0,7
0,6
kontrol negatif
0,5
0,4
0,3 kontrol positif (balsam
geliga)
0,2
0,1 Formula II
0

Gambar 4. Kurva uji aktivitas antiinflamasi

Dapat dilihat dari kurva di atas bahwa adanya penurunan ketebalan udeum
pada formula II, Kontrol positif dan kontrol negative, namun pada control negative
terdapat kanaikan ketebalan udeum dan penurunan yang lambat. Jika dibandingkan
dengan control positif, formulasi II lebih cepat dalam penurunan udeum.

Formulasi balsem dapat bervariasi berdasarkan komposisi, konsistensi dan


tujuan penggunaannya. Banyak faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan basis
balsem/salep. Sifat bahan obat, kestabilan dan aksi teraupetik yang diinginkan
adalah penting untuk diperhatikan. Basis balsem/salep teraupetik bertindak sebagai
pembawa komponen obat yang ditujukan untuk mengalami absorbsi perkutan yaitu
absorbsi melalui kulit ke dalam jaringan. Salah satu bentuk sediaan yang bisa
digunakan adalah bentuk sediaan salep basis hidrokarbon. Pemilihan salep basis
hidrokarbon pada penelitian ini dikarenakan basis hidrokarbon memiliki waktu
kontak dengan kulit yang lebih lama, sehingga diharapkan penetrasi bahan aktif ke
dalam lapisan kulit lebih maksimal. Sediaan balsem yang telah jadi dilakukan
pengujian untuk menguji kualitas dari sediaan meliputi pengamatan organoleptis

28
(warna, bentuk dan bau), uji homogenitas, uji pH, uji iritasi dan uji hedonic, uji
stabilitas, dan uji antiinflamasi.

Formulasi sediaan balsam dibuat menjadi 3 kelompok yaitu variasi


konsentrasi minyak atsiri akar remason 5%, 10%, dan 15%. Nama dari sediaan
balsam yang dibuat yaitu “Balsem Son” yaitu “son” yang diambil dari tanaman
remason. Akar remason yang digunakan diharapkan dapat memberikan aroma yang
menyegarkan pada saat penggunaan, selain itu minyak atsiri akar remason memiliki
rasa pedas, bersifat hangat dan memiliki efek sebagai antiradang (antiinflamasi),
menghilangkan rasa sakit (analgetik), menthol memiliki bau aromatik, rasa pedas
dan hangat.

Setelah dilakukannya evaluasi terhadap “Balsem Son” maka dapat diketahui


bahwa “Balsem Son” didapatkan sediaan dalam bentuk semi padat berwarna putih,
dengan aroma khas minyak akar remason yang memiliki kestabilan dalam suhu
kamar yaitu 5° - 30° C. Pengujian homogenitas pada balsam dengan konsetrasi 5%,
10%, 15% diperoleh hasil bahwa sediaan tersebut homogen. “Balsem Son” dapat
dikatakan bahwa memiliki khasiat sebagai antinflamasi karena efektif terdapat
penurunan udeum pada tikus. Penggunaan “Balsem Son” bisa dikatakan aman
untuk digunakan karena tidak adanya iritasi pada relawan dan pH sediaan “Balsem
Son” yang memiliki nilai pH yang baik untuk kulit. Uji hedonik dilakukan untuk
mengetahui pendapat masyarakat mengenai mutu fisik dari sediaan balsem minyak
atsiri jahe putih yang sudah dibuat. Berdasarkan hasil uji hedonik yang diperoleh
menunjukkan bahwa formula 10% lebih disukai oleh responden.

29
BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum kami, dapat disimpulkan bahwa minyak atsiri


akar remason dapat diformulasikan kedalam sediaan balsam dengan konsentrasi
minyak atsiri akar remason 10%. Kandungan akar remason yaitu minyak atsiri
mampu memberikan efektivitas terhadap inflamasi dan dapat digunakan sebagai
antiinflamasi, sediaan balsem akar remason juga dapat digunakan sebagai
aromaterapi karena memiliki bau yang menyegarkan. Dari haril pengujian evaluasi
sediaan balsem telah menunjukan kelayakan dengan tidak menimbulkan iritasi pada
kulit yang telah diberikan sediaan balsem akar remason yang diberi nama produk
yaitu balsem Son.

30
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, R. (2016) ‘Identifikasi Minyak Atsiri Pada Akar Herba Polygala


paniculata L . yang Berasal dari Pakem Yogyakarta’.

Hanief, M.M. Al, W, H.A.M. and Mahfud (2013) ‘Ekstraksi minyak atsiri dan akar
wangi menggunakan metode steam-hydro destillation dan hydo destilation
dengan pemanas microwave’, Jurnal Teknik Pomits, 2(2), pp. 219–223.

Triayana, O. (2019) ‘Formulasi dan Evaluasi Fisik Sediaan Balsem Dari Minyak
Atsiri Jahe Putih (Zingiber officinale)’. Available at:
http://repository.helvetia.ac.id.

Warditiani, N. et al. (2020) ‘Analisa Kesukaan Produk Balsem Aroma Bunga’,


Jurnal Farmasi Udayana, 9(1), pp. 62–65. Available at:
https://doi.org/10.24843/jfu.2020.v09.i01.p09.

Harborne, J. (1987). Phitochemical Method. London: Chapman and Hall ltd.

Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia edisi IV. In Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.

Hartesi, B., Sagita, D., & Qalbi, H. R. (2020). Perbandingan Basis Salep Terhadap
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kasar Bromelin Dari Bonggol Nanas. Jurnal
Farmasi Galenika (Galenika Journal of Pharmacy) (e-Journal), 6(2).
https://doi.org/10.22487/j24428744.2020.v6.i2.15092

Warditiani, N., Arisanti, C., Swastini, D., & Wirasuta, I. (2020). Analisa
Kesukaan Produk Balsem Aroma Bunga. Jurnal Farmasi Udayana, 62.
https://doi.org/10.24843/jfu.2020.v09.i01.p09

Guenther, E., 2006, Minyak Atsiri, Jilid I, (diterjemahkan oleh: S. Ketaren), UI-
Press, Jakarta

Sinko, Patrick J. 2006. Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika Martin. Terjemahan
oleh Joshita Djajadisastra. 2011. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hal: 641-642.

31
Kibbe, AH., 2009, Povidone, In: Rowe, R.C., Sheskey, P.J. dan Quinn M.E. (eds.)
Handbook of Pharmaceutical Excipients 6 th Edition, Minneapolis,
Pharmaceutical Press.

Tjitrosoepomo, G. (1985). Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta : Gadjah Mada


University Press.

Valkenburg, v. J. (2002). plant Resources of South East Asia; Medicinal &


Poisonous Plants. Bogor. Indonesia : PROSEA.

Valkenburg, v. J. (2002). Plant Resources of South East Asia; Medicinal &


Poisonous Plants. Bogor. Indonesia : PROSEA.

W, S. (2012). Kandungan metabolit sekunder dan potensi sitotoksik ekstrak herba


tumbuhan Balsem (P. paniculata). Skripsi, fakultas farmasi UNMUL
samarinda.

Sherwood, L. (2001). Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi II. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 369-379

Corwin, E.J. (2008). Buku saku patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 587

32
LAMPIRAN

Praktikum I dan II

Meneliti batang
dan akar
Tanaman Membersihkan Menyimpan remason
Remasom batang dan akar tanaman remason menggunkan
remason ke dalam wadah mikroskop

Hasil setelah
dihaluskan
Hasil dari akar Hasil dari batang Blender dan toples
remason remason

Masukan ke labu Saat didestilasi Cek suhu untuk


Ditimbang ukur dan memastikan
remason yang tambahkan air suhu tidak lebih
sudah halus dari 80°C

33
Sentrifugasi hasil Hasil sentrifugasi
Tampung minya minyak atsiri
Praktikum III adan IV

Karakterisasi Alat yang Plat KLT dioven Eluen (toluen :


minyak atsiri digunakan untuk selama 16 menit etil asetat)
KLT (93 : 7)

Penotolan Penjenuhan Memasukkan plat Sinar UV 366


minyak astiri chamber KLT kedalam
pada plat KLT chamber

Sinar UV 254 Sinar tampak Plat A


Hasil plat KLT (anisaldehid-
yang sudah H2SO4)
disemprot Sinar Uv 254
penampak bercak

34
Plat A Sinar Uv Plat B (lieberman) Plat B Sinar Uv Plat C (FeCl3)
366 Sinar Uv 254 366 Sinar Uv 254

Uji skrining Hasil skrining


fitokimia fitokimia
Plat C Sinar Uv Hasil polifenol
366
Praktikum V dan VI

Dtimbang Ditimbang parafin Ditimbang Leburkan


vaselin album menthol sediaan diwater
bath

Sediaan balsem
yang telah dikemas
ke dalam pot salep
Sediaan balsem Daya sebar Daya sebar tanpa
ditambahkan dengan beban 50 beban
minyak atsiri gram

35
Uji homogenitas Uji homogenitas Uji homogenitas Uji daya serap
formulasi 1 formulasi 2 formulasi 3

Uji PH

Uji ph formulasi 1 Uji ph formulasi 2 Uji ph formulasi


3

Uji daya lekat Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3

Kaki tikus diberi Suntikan karagenan Setelah 20 menit Setelah 20 menit


anastesi 3% beri sediaan beri sediaan
balsem dipasaran balsem yang
dibuat

36
Diukur setiap 1 Diukur setiap 1 jam
jam sekali lebar sekali tebal

37

Anda mungkin juga menyukai