Disusun oleh :
Kelompok 1
KOTA TASIKMALAYA
2022
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................... 2
PENDAHULUAN .................................................................................................. 2
BAB II ..................................................................................................................... 5
PROSEDUR .......................................................................................................... 11
BAB IV ................................................................................................................. 17
BAB V................................................................................................................... 30
KESIMPULAN ..................................................................................................... 30
LAMPIRAN .......................................................................................................... 33
i
BAB I
PENDAHULUAN
2
(Agustina, 2016). Minyak atsiri atau dikenal juga sebagai minyak eteris
(aetheric oil) adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujid cairan kental
pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang
khas. Sebagian besar komponen minyak atsiri adalah senyawa yang
mengandung karbon dan hydrogen, atau karbon, hydrogen dan oksigen yang
tidak bersifat aromatik (Hanief, W and Mahfud, 2013). Khasiat minyak atsiri
dapat menenangkan, menghangatkan, antibakteri, anti jerawat, antiinflamasi,
analgesic, maupun antioksidan (Warditiani et al., 2020).
Kulit merupakan sistem organ terbesar dari tubuh yang memiliki peran
sangat penting dalam kehidupan manusia. Sedikit terdapat kelainan atau
kerusakan kulit, maka akan mudah terlihat. Kulit merupakan organ tubuh yang
berfungsi untuk menerima rangsangan seperti sentuhan, rasa sakit dan pengaruh
lainnya dari luar (Triayana, 2019).
Obat merupakan salah satu penunjang terwujudnya derajat kesehatan yang
optimal. Untuk itu berbagai upaya telah dilakukan untuk tersedianya obat dalam
jenis dan jumlah yang cukup, khasiat dan mutunya terjamin serta harganya yang
terjangkau (Triayana, 2019).
Berdasarkan pengalaman ditemukan bahwa sebagian minyak atsiri bekerja
sebagai relaksan, sedatif (penenang), meringankan nyeri. Cara penggunaanya
yaitu dengan digosokkan secara merata pada bagian yang terasa sakit hingga
hangat dan terasa menyegarkan. Dengan demikian dibuat formula dalam bentuk
sediaan berupa balsam yang menggunakan minyak atsiri dari bahan alam akar
remason.
Balsam adalah obat gosok dengan kepekatan seperti salep, sedangkan salep
adalah sediaan setengah padat yang diperuntukkan untuk pemakaian topikal
pada kulit atau selaput lendir yang berfungsi melindungi atau melemaskan kulit
dan menghilangkan rasa sakit atau nyeri. Balsam telah menjadi bagian yang
tidak bisa dipisahkan lagi di kehidupan, contohnya di Indonesia pasti tiap rumah
sudah memiliki balsam. Balsam memiliki banyak manfaat bagi kesehatan,
untuk itu setiap masyarakat pasti akan memilikinya. Balsam sangat berguna
untuk menghilangkan sakit kepala dan sakit perut atau masuk angin. Hal ini
3
sudah dipercaya oleh orang jaman dulu, maka tidak heran jika balsam
merupakan produk kesehatan popular (Triayana, 2019).
Evaluasi terhadap sifat fisik pada sediaan topikal harus dilakukan. Hal ini
untuk menjamin bahwa sediaan memiliki efek farmakologis yang baik dan tidak
mengiritasi kulit ketika digunakan. Sifat fisik sediaan mempengaruhi
tercapainya efek farmakologis sesuai yang diharapkan. Parameter pengujian
sifat fisik balsam antara lain uji organoleptic, uji homogenitas, uji pH, uji iritasi,
uji daya sebar, uji daya lekat, uji hedonik dan uji antiinflamasi (Triayana, 2019).
4
BAB II
DASAR TEORI
5
masuk kategori tanaman semak. Termasuk juga ukurannya yang
hanya 3-4 cm dari permukaan tanah. Batang tanaman balsem
berwarna hijau dan terlihat ada ruas kecil di setiap 0.5 cm. Jika
batang sudah tua biasanya warnanya berubah menjadi cokelat atau
putih agak pucat. Jika warna seperti ini yang muncul berarti tanaman
sudah mau mati.
2.2.3 Daun
Daun tanaman balsem berjenis tunggal tanpa menggunakan
daun penumpu. Untuk bentuk daun memanjang dengan ukuran
diameter mencapai 1 x0.3 cm. Daun tanaman ini juga memiliki
tepian yang rata dengan garis dari pangkal ke ujung semakin lancip.
Daun tanaman balsem menempel pada tandan yang berukuran 3
hingga 12 cm. Ukuran yang cukup besar yang sekan tidak sebanding
dengan ukuran dari helai daun yang bergerumbul.
2.2.4 Bunga
Bunga tanaman balsem berjenis racemosa. Sedangkan
diameternya tidak sampai 1 cm dengan warna dominan adalah putih.
Bunga ini menempel pada tangkai yang berbentuk sendi dengan
daun kelopak berjumlah 5 buah. Kelopak daun tanaman balsem
berwarna hijau tua. Warna yang kontras dengan mahkota yang
memiliki warna gelap. Jumlah mahkotanya adalah 5 dan 8 untuk
jumlah benang sari. Sebuah morfologi bunga yang terbilang biasa
untuk tanaman jenis semak.
2.2.5 Buah
Tanaman balsem memiliki buah yang sangat kecil. Bahkan
terkadang tidak terlihat karena tertutup oleh kerimbunan daun.
Menurut kabarnya buah tanaman ini juga bagus untuk obat herbal.
Selain itu, buah tanaman balsem memiliki zat remason yang
dianggap penyebab munculnya aroma balsem. Sayangnya tanaman
ini tidak memiliki tampilan yang cantik sehingga kurang layak
dijadikan sebagai tanaman hias.
2.3 Akar remason (Polygala paniculata)
6
Alam Indonesia sangat kaya keanekaragaman tumbuhannya. Salah
satu kekayaannya yaitu tumbuhan penghasil minyak atsiri. Tumbuhan
penghasil minyak atsiri di Indonesia sekitar 40 jenis. Sedangkan minyak
atsiri yang beredar pada pasar dunia berasal dari berbagai negara sekitar 70
jenis. Minyak atsiri pada tanaman dapat dihasilkan dari akar, batang,
ranting, daun, bunga dan buah. Minyak atsiri dimanfaatkan oleh industri
penghasil minyak atsiri sebagai parfum, bahan masakan ataupun obat-
obatan (Taufik, 2008 ; Guenther, 1972).
7
diseluruh dunia kecuali Selandia Baru. Sebagian besar dari jenis tersebut
tumbuh didaerah Amerika Tropis Tengah dan Selatan. Rumput remason
merupakan jenis tumbuhan yang menyukai cahaya dan dapat ditemukan
dilapangan yang ditinggalkan, diperkebunan disekitar daerah bekas bokor,
serta dapat tumbuh pada beberapa tipe tanah yang berbeda, banyak
ditemukan pada beberapa tempat hingga ketinggian 2250 meter diatas
permukaan laut. Rumput remason berbunga sepanjang tahun didaerah yang
beriklim basah. Didaerah yang memiliki beberapa musim rumput remason
berbunga diawal musim musim panas dan menyelesaikan siklus hidupnya
4-5 bulan. Rumput remason merupakan tumbuhan semusim atau annual
artinya merupakan tumbuhan yang berkembang biak dari biji, lalu
berbunga, menghasilkan biji dan kemusian mati ditahun yang sama.
Pernyerbukan sendiri kemungkinan banyak terjadi pada semua jenis
polygalaceae walaupun ada beberapa yang juga disebabkan oleh serangga
(Valkenburg, plant Resources of South East Asia; Medicinal & Poisonous
Plants, 2002).
2.4 Isolasi
2.4.1 Destilasi stahl
Destilasi stahl merupakan metode yang sering digunakan untuk
isolasi minyak atsiri. Prinsip kerja destilasi stahl sama dengan
destilasi air yaitu perbedaan titik didih dari zat-zat cair dalam
campuran zat cair tersebut sehingga zat (senyawa) yang memiliki
titik didih terendah akan menguap lebih dahulu, kemudian apabila
didinginkan akan mengembun dan menetes sebagai zat murni
(destilat). Namun destilasi stahl memiliki beberapa kelebihan.
Pertama, minyak atsiri yang dihasilkan tidak berhubungan langsung
dengan udara luar sehingga tidak mudah menguap. Kedua, volume
minyak atsiri yang dihasilkan dapat langsung diketahui jumlahnya
karena alatnya dilengkapi dengan skala.
2.4.2 Skrining fitokimia
Skrining fitokimia merupakan suatu metode yang dilakukan
untuk mengetahui kandungan senyawa kimia yang terkandung
8
dalam ekstrak tanaman. Skrining fitokimia dilakukan dengan
menggunakan reagen pendeteksi golongan senyawa seperti
flavonoid, alkaloid, tanin, saponin, terpenoid, dan lain-lain (Putri
dkk. 2013). Ekstrak tanaman yang ingin diuji terlebih dahulu
dimasukan dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan dengan
reagen pendeteksi. Perubahan yang terjadi pada ekstrak akan
menentukan kandungan senyawa yang terkandung dalam ekstrak
tanaman tersebut (Purwati dkk. 2017).
2.4.3 Kromatografi lapis tipis (KLT)
Kromatografi merupakan suatu metode yang digunakan untuk
memisahkan campuran komponen. Pemisahan campuran komponen
tersebut didasarkan pada distribusi komponen pada fase gerak dan
fase diamnya. Kromatografi lapis tipis biasanya digunakan untuk
tujuan analisis kualitatif, analisis kuantitatif dan analisis preparatif.
Suatu sistem KLT terdiri dari fase diam dan fase gerak (Jayanti dkk,
2015).
2.5 Sediaan Balsem
9
ditandai ciri yang khas, yaitu timbulnya warna kemerahan, pembengkakan
di daerah peradangan, rasa panas, dan timbulnya rasa nyeri (Corwin, 2008).
10
BAB III
PROSEDUR
11
Membandingkan hasil minyak atsiri yang didapat dalam proses destilasi dengan
volume bahan yang digunakan untuk proses destilasi.
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 (𝑚𝑙)
% Rendemen =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 (𝑔𝑟)
12
3.3.2 Prosedur Skrining Fitokimia
Uji polifenol
3.5.3 Uji pH
14
15
3.5.7. Uji hedsuk atau kesukaan
16
BAB IV
Minyak atsiri atau yang disebut juga sebagai minyak menguap merupakan
minyak eteris atau minyak esensial karena sifatnya yang mudah menguap di udara
terbuka atau pada suhu ruang. Minyak atsiri berbentuk senyawa cair yang diperoleh
dari bagian tanaman (akar, kulit, batang, daun, buah, bunga, biji) pada umumnya
diproses dengan cara penyulingan uap (Lavenia et al., 2019). Istilah esensial
digunakan karena minyak atsiri mewakili bau atau aroma dari tanaman asalnya.
Dalam keadaan segar dan murni tanpa cemaran, minyak atsiri serta kebanyakan dari
jenisnya tidak berwarna. Namun pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat
teroksidasi dan membentuk resin serta mengalami perubahan warna menjadi lebih
gelap (Guenther, 1987).
17
Gambar 2. Mikroskopik akar remason
Untuk mendapatkan minyak atsiri yang suatu tanaman akar remason perlu
dilakukan pemisahan dengan teknik ekstraksi, teknik ekstraksi yang banyak
digunakan pada praktikum kali ini yaitu dengan metode penyulingan (destilasi)
yang merupakan proses pemisahan komponen, dapat berupa cairan atau padatan
yang dibedakan berdasarkan titik didih dari masing-masing zat tersebut. Metode
penyulingan yang digunakan adalah destilasi uap stahl merupakan metode yang
sering digunakan untuk isolasi minyak atsiri. Prinsip kerja destilasi stahl sama
dengan destilasi air yaitu perbedaan titik didih dari zat-zat cair dalam campuran zat
cair tersebut sehingga zat (senyawa) yang memiliki titik didih terendah akan
menguap lebih dahulu, kemudian apabila didinginkan akan mengembun dan
menetes sebagai zat murni (destilat). Akar remason sebanyak 100 gram dimasukan
kedalam alas bulat dan menambahkan aquadest sebanyak 100 ml di destilasi pada
suhu 80ºC selama ±8 jam dan tampung minyak atsiri dengan menggunakan vial
coklat.
Hasil minyak atsiri yang didapat dalam penyulingan yaitu sebanyak 25 ml,
hasil yang didapat hanya sedikit karena untuk mendapatkan minyak atsiri dalam
suatu tanaman membutuhkan proses yang cukup lama. Minyak atsiri kemudian
dilakukan pengamatan organoleptik, minyak atsiri memiliki bentuk cairan yang
menguap, bau khas aromatik akar remason dan warna cairan jernih agak
kekuningan. Setelah itu dilakukan perhitungan rendemen:
18
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 (𝑚𝑙)
% Rendemen = x 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
25 𝑚𝑙
= 100 𝑔 x 100%
= 25 %
Hasil yang dari bobot piknometer 1 + bobot minyak adalah 23.0688 g, bobot
piknometer kosong 12,6571 g dan volume minyak dalam piknometer 10 ml
mendapatkan hasil BJ 1 gram. Bobot piknometer 2 + bobot minyak adalah 24,0815
g, bobot piknometer kosong 13,2588 g dan volume minyak 10 ml mendapatkan
hasil BJ 1 gram. Bobot piknometer 3 + bobot minyak adalah 20,4014 g, bobot
piknometer kosong 11,2850 g dan volume minyak 10 ml mendapatkan hasil BJ 1
gram.
19
gel dengan ukuran 3x10 cm dengan jarak atas 0,5 cm dan jarak bawah 1 cm. Fase
gerak yang digunakan adalah Toluen : etil asetat (93 : 7) dan dideteksi dengan 3
penyemprot bercak yaitu anisaldehid-asam sulfat terbentuk warna-warna,
lieberman bourchard terbentuk warna biru keunguan dan FeCL3 terbentuk warna
biru hitam. Hasil dalam klt menunjukan minyak atsiri positif mengandung
terpenoid, steroid dengan nilai RF pada spot 1 0,64 dan spot 2 0,74 dengan
menggunakan rumus :
20
Formulasi sediaan balsem akar remason (polygala paniculata)
Konsentrasi
Bahan Formulasi Formulasi Fungsi
Formulasi I
II III
Analgesik, anti
Minyak atsiri 5% 10% 15% inflamasi,
aromaterapi
Paraffin
5% 5% 5% Stabillizing agent
liquid
Vaselin
Ad 100% Ad 100% Ad 100% Basis
album
Tabel 1. Formulasi balsam pertama
Konsentrasi
Bahan Formulasi Formulasi Fungsi
Formulasi I
II III
Analgesik, anti
Minyak atsiri 5% 10% 15% inflamasi,
aromaterapi
Vaselin
Ad 100% Ad 100% Ad 100% Basis
album
Tabel 2. Formulasi balsam kedua
Balsem akar remason ini terdiri dari beberapa bahan yang digunakan dengan
masing-masing fungsi yang berbeda, minyak atsiri disini berfungsi sebagai
analgesik sebagai pereda nyeri, anti inflamasi dan aromaterapi yang mampu
memberikan sensai hangat dan memberikan efek aroma yang menenangkan atau
21
menyegarkan bagi responden. Penggunaan parafin solidum untuk mengeraskan
sediaan balsem karena titik lebur campuran yang akan naik. Berbeda hal nya dengan
penggunaan paraffin liquid yang membuat sediaan menjadi mencair, maka pada
formulasi kedua digunakan paraffin soldi. Paraffin padat memiliki organoleptic
sama dengan paraffin cair yaitu tidak berwarna, berasa dan berbau. Paraffin padat
memiliki titik lebur 45-65ºC (Rowe dkk., 2009). Penggunaan mentol pada produk
topical, memiliki khasiat sebagai analgesik dan memberikan sensasi dingin yang
cocok untuk mengatasi nyeri lokal. Mentol dapat berperan sebagai analgesic karena
mampu mentol mampu menambah penetrasi karena mentol mampu bermanfaat
pada TRPM8 (Transient receptor potential melastatin family member 8), TRPA1
(Transient receptor potential subfamily A, member 1), dan kanal natrium sehingga
menjanjikan sebagai obat analgesik baru (Warditiani et al., 2020). Vaselin album
merupakan bahan semisolid yang jika dipanaskan akan mencair. Vaselin tidak
berwarna, berbau dan berasa. Vaselin memiliki titik lebur 38-60ºC. Pada sediaan
topical digunakan sebahai emollient (Depkes RI, 1995).
22
kedua sesuai dengan Tabel.2 yaitu mengaganti paraffin liquid menjadi paraffin
solid. Pada hasil pengamatan organoleptis formulasi kedua FI, FII, dan FII balsam
berbentuk setengah padat, berwarna putih dan berabu khas akar remason. Pengujian
ini perlu dilakukan karena berkaitan dengan kenyamanan pemakaian.
23
Dari tabel 3 dan 4 hasil uji organoleptis sediaan balsam memiliki perbedaan,
formulasi balsam pertama tidak stabil disuhu ruang karean pada hari ketida sediaan
mencair. Pada formulasi kedua dengan pengamatan selama 14 hari atau 2 minggu
sediaan dinyatakan stabil dengan penyimpanan pada suhu ruang. Balsam yang akan
digunakan untuk evaluasi sediaan balsam yang lain menggunakan balsam dengan
formulasi kedua (Tabel 2) karena sediaan balsam yang stabil.
Uji homogenitas pada sediaan balsem dari minyak atsiri akar remason
dengan konsentrasi FI, FII, dan FIII tidak terdapat butiran kasar pada objek glass,
maka sediaan di katakan homogen. Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan
cara mengoleskan sebanyak 1 gram sediaan balsem pada sekeping kaca (objek
glass) atau bahan transparan lain, lalu diratakan dan di timpah dengan sekeping kaca
(objek glass) jika tidak terdapatnya gumpalan pada hasil pengolesan, strukturnya
rata dan memiliki warna yang seragam dari titik awal pengolesan sampai titik akhir
pengolesan, maka sediaan tersebut dikatakan homogen. Data hasil uji homogenitas
terhadap sediaan balsem dapat dilihat pada tabel 6.
Berdasarkan data pada tabel 5 diperoleh hasil sediaan balsem dari minyak atsiri jahe
putih tidak terdapat gumpalan pada hasil pengolesan, strukturnya rata dan memiliki
warna yang seragam dari titik awal pengolesan sampai titik akhir pengolesan, maka
sediaan tersebut dikatakan homogen.
24
Formula Syarat uji
No Evaluasi
FI FII FIII (Rachmalia,2016)
3 Ph 5,5 5 5 4,5 – 6,5
4 Uji daya sebar 4,3 cm 4,9 cm 4,5 cm 5-7 cm
5 Uji daya lekat 3 dtk 6 dtk 9 dtk >4 detik
Tabel 6 Hasil Evaluasi Balsam Uji pH, Daya Sebar dan Daya Lekat
Uji pH dilakukan untuk melihat derajat keasaman suatu zat secara akurat
(Hartesi et al., 2020). pH suatu sediaan topikal harus sesuai dengan pH kulit untuk
memperkecil kemungkinan terjadinya iritasi (Hartesi et al., 2020). Pengujian
dilakukan pada tiap formula balsem, jika dilihat dari hasil pengamatan ketiga
formula tersebut sudah memenuhi syarat pH pada kulit, menurut Rachmiani 2016
dimana pH kulit berada pada rentang 4,5-6,5, sedangkan ketiga formula ada pada
rentang 5 - 5,5. Kadar pH kulit harus dijaga seimbang agar lapisan pelindung atau
acid mantle dapat bekerja dengan optimal, sehingga kulit pun akan tampak sehat,
segar dan bercahaya. Namun, jika kadar pH terlalu basa, maka kulit bisa menjadi
terlalu kering dan sensitif. Jika dalam pengujian pH tidak memenuhi syarat maka
efek samping yang terjadi tidak lain akan mengiritasi kulit atau muncul ruam merah
pada kulit.
Uji daya lekat Menurut Lydia (2014), pengujian daya lekat bertujuan untuk
mengetahui waktu yang dibutuhkan balsem tersebut untuk melekat pada kulit. Daya
lekat yang baik memungkinkan obat tidak mudah lepas dan semakin lama melekat
pada kulit sehingga dapat menghasilkan efek yang diinginkan. Persyaratan daya
lekat yang baik adalah lebih dari 4 detik (Rachmalia et al, 2016). Jika dilihat dari
25
hasil pengamatan daya lekat yang mendekati syarat daya lekat adalah formulasi II
6 detik dan formulasi III 9 detik dimana waktu daya lekat lebih dari 4 detik.
Uji stabilitas yang dilakukan pada sediaan balsem yaitu dengan pemeriksaan
sediaan balsem seacara organoleptis selama 2 minggu dari hari setelah pembuatan
balsam. Dapat dilihat pada uji organolptis, balsam dengan formulasi kedua stabil
pada penyimpanan suhu ruang.
Uji kesukaan terhadap sediaan balsem dari minyak atsiri akar remason yang
siap di pakai meliputi dari bau, bentuk, efektivitas, dan warna serta aroma sediaan.
Dengan penentuan suka, sangat suka, kurang suka, tidak suka, dan untuk
mengetahui formula mana yang lebih disukai dan diterima oleh responden. Total
responden pada uji hedonic ini berjumlah 20 orang dengan usia rata-rata 20-21
tahun.
20
18
16
14
12
Kurang Suka
10
Suka
8
Sangat Suka
6
4
2
0
Formula I Formula II Formula III
26
menjadi suka relawan usia 20-21 sehingga lebih menyukai sediaan formulasi II
karena tidak terlalu menyengat pada saat digunakan.
Uji iritasi pada kulit sukarelawan uji ini untuk mengetahui ada tidaknya efek
samping dari penggunaan balsem, maka dilakukan uji iritasi terhadap kulit.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut :
Pada tabel 7 hasil uji diatas dapat di simpulkan bahwa sediaan balsem yang
dibuat aman untuk digunakan karena tidak terlihat adanya efek samping berupa
kemerahan, gatal-gatal, dan pengasaran pada kulit yang ditimbulkan oleh sediaan
balsem dari minyak atsiri akar reason dengan kata lain sediaan balsem ini tidak
menyebabkan iritasi.
27
pengukuran setelah 20 menit dilakukan pemberian karagenan. Lalu untuk 6
pengukuran dilakukan pada jam ke-1,-2,-3,-4,-5 dan -6 setelah dilakukan
pengolesan balsam formula II dan balsam geliga kecuali control negative.
Pengukuran kaki tikus menggunakan alat jangka sorong, dengan 2 kali pengukuran
yaitu tebal kaki dan diameter kaki tikus.
0,8
0,7
0,6
kontrol negatif
0,5
0,4
0,3 kontrol positif (balsam
geliga)
0,2
0,1 Formula II
0
Dapat dilihat dari kurva di atas bahwa adanya penurunan ketebalan udeum
pada formula II, Kontrol positif dan kontrol negative, namun pada control negative
terdapat kanaikan ketebalan udeum dan penurunan yang lambat. Jika dibandingkan
dengan control positif, formulasi II lebih cepat dalam penurunan udeum.
28
(warna, bentuk dan bau), uji homogenitas, uji pH, uji iritasi dan uji hedonic, uji
stabilitas, dan uji antiinflamasi.
29
BAB V
KESIMPULAN
30
DAFTAR PUSTAKA
Hanief, M.M. Al, W, H.A.M. and Mahfud (2013) ‘Ekstraksi minyak atsiri dan akar
wangi menggunakan metode steam-hydro destillation dan hydo destilation
dengan pemanas microwave’, Jurnal Teknik Pomits, 2(2), pp. 219–223.
Triayana, O. (2019) ‘Formulasi dan Evaluasi Fisik Sediaan Balsem Dari Minyak
Atsiri Jahe Putih (Zingiber officinale)’. Available at:
http://repository.helvetia.ac.id.
Hartesi, B., Sagita, D., & Qalbi, H. R. (2020). Perbandingan Basis Salep Terhadap
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kasar Bromelin Dari Bonggol Nanas. Jurnal
Farmasi Galenika (Galenika Journal of Pharmacy) (e-Journal), 6(2).
https://doi.org/10.22487/j24428744.2020.v6.i2.15092
Warditiani, N., Arisanti, C., Swastini, D., & Wirasuta, I. (2020). Analisa
Kesukaan Produk Balsem Aroma Bunga. Jurnal Farmasi Udayana, 62.
https://doi.org/10.24843/jfu.2020.v09.i01.p09
Guenther, E., 2006, Minyak Atsiri, Jilid I, (diterjemahkan oleh: S. Ketaren), UI-
Press, Jakarta
Sinko, Patrick J. 2006. Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika Martin. Terjemahan
oleh Joshita Djajadisastra. 2011. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hal: 641-642.
31
Kibbe, AH., 2009, Povidone, In: Rowe, R.C., Sheskey, P.J. dan Quinn M.E. (eds.)
Handbook of Pharmaceutical Excipients 6 th Edition, Minneapolis,
Pharmaceutical Press.
Sherwood, L. (2001). Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi II. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 369-379
Corwin, E.J. (2008). Buku saku patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 587
32
LAMPIRAN
Praktikum I dan II
Meneliti batang
dan akar
Tanaman Membersihkan Menyimpan remason
Remasom batang dan akar tanaman remason menggunkan
remason ke dalam wadah mikroskop
Hasil setelah
dihaluskan
Hasil dari akar Hasil dari batang Blender dan toples
remason remason
33
Sentrifugasi hasil Hasil sentrifugasi
Tampung minya minyak atsiri
Praktikum III adan IV
34
Plat A Sinar Uv Plat B (lieberman) Plat B Sinar Uv Plat C (FeCl3)
366 Sinar Uv 254 366 Sinar Uv 254
Sediaan balsem
yang telah dikemas
ke dalam pot salep
Sediaan balsem Daya sebar Daya sebar tanpa
ditambahkan dengan beban 50 beban
minyak atsiri gram
35
Uji homogenitas Uji homogenitas Uji homogenitas Uji daya serap
formulasi 1 formulasi 2 formulasi 3
Uji PH
36
Diukur setiap 1 Diukur setiap 1 jam
jam sekali lebar sekali tebal
37