Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

PERCOBAAN 1
SKRINING FITOKIMIA SENYAWA EKSTRAK
DAUN TAPAK DARA
Dosen Pengampu: Apt. Muhammad Yani Zamzam S.Si,.M.Farm

Disusun Oleh:

Kelompok 3

Rita (12121035)
Sari Choerunnisa (12121036)
Saskia Elvaretha Zahra (12121037)
Septya Prasasti Ramadhani (12121038)
Amelia Wardani (12121039)

PROGRAM STUDI : S1 FARMASI


STF MUHAMMADIYAH CIREBON Tahun 2022/2023
Jl. Cideng Indah No.3, Kertawinangun, Kedawung, Cirebon,
Jawa Barat 45153
A. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu Negara yang terletak di daerah tropis yang kaya akan
keanekaragaman hayati. Hutan tropis Indonesia memiliki sekitar 30.000 spesies
tumbuhan dan 1.845 spesies diantaranya telah diidentifikasi berkhasiat sebagai obat.
Tumbuhan obat merupakan tumbuhan yang mengandung zat aktif pada salah satu
bagian atau seluruh bagian tumbuhan yang dapat dimanfaatkan untuk mengobati
penyakit tertentu. Bagian tumbuhan yang dapat dimanfaatkan meliputi daun, buah,
bunga, biji, akar, rimpang, batang dan kulit kayu (Zuraida, 2018). Kanker merupakan
penyakit yang tidak diketahui penyebabnya secara pasti, tetapi dipengaruhi oleh banyak
faktor seperti merokok atau terkena paparan asap rokok mengkonsumsi alkohol,
obesitas, kurang aktifitas fisik dan infeksi. Pengobatan terhadap kanker dapat dilakukan
melalui operasi, radiasi, atau dengan memberikan kemoterapi. (Yulia. M et al., 2020).
Tanaman obat tradisional digunakan secara empiris oleh masyarakat dalam rangka
menanggulangi masalah kesehatan baik dengan maksud pemeliharaan, pengobatan,
maupun pemulihan kesehatan. Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat
berdasarkan pada pengalaman dan keterampilan yang secara turun temurun telah
diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. World Health Organization
(WHO) tahun 2002 memperkirakan bahwa 80% penduduk dunia masih mengandalkan
dirinya pada pengobatan tradisional termasuk penggunaan obat yang berasal dari
tanaman (Leonardy. C et al., 2019).
Tapak dara (Catharanthus roseus L.) yang selama ini dianggap sebagai bunga liar
dan murahan, kini mulai dilirik dan disukai banyak orang (Dewi U.K, 2009). Tapak dara
(Catharanthus roseus L.) adalah salah satu bahan alam yang telah banyak diteliti dan
dilaporkan banyak memiliki khasiat dalam menyembuhkan berbagai macam penyakit,
anatara lain sebagai antikanker, peluruh kencing, menurunkan tekanan darah dan
penghenti perdarahan sedangkan akar tapak dara mengandung alkaloid, saponin,
flavonoid dan tanin (Verrananda M.I et al., 2016). Ekstrak daun tapak dara
(Catharanthus roseus L.) diketahui memiliki kandungan senyawa kimia berupa alkaloid,
flavonoid, saponin, steroid dan terpenoid.
B. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu melakukan skrining fitokimia.
2. Mampu mampu mengidentifikasi kandungan golongan senyawa tertentu dalam
tumbuhan.
C. DASAR TEORI
A. URAIAN TANAMAN
1. Taksonomi/klasifikasi
Menurut Badan POM RI (2008), berikut merupakan klasifikasi tanaman tapak
dara (Catharanthus roseus) adalah sebagai berikut:
Divisi : Plantae
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Gentianales
Suku : Apocynaceae
Marga : Catharanthus
Spesies : Catharanthus roseus (L.) G. Don
2. Deskripsi Tanaman
Tumbuhan ini memiliki nama yang beraneka ragam dari berbagai daerah
seperti : Tapak dara (Indonesia), Perwinkle (Inggris), Chang Chun Hua (Cina),
Keminting Cina dan Rumput Jalang (Malaysia) (Pandiangan, 2006). Tapak dara
dapat tumbuh di tempat terbuka dengan berbagai macam iklim, serta ditemukan
mulai dataran rendah hingga ketinggian 800 m dpl (Dalimartha, 2008).
Habitus tapak dara berupa tumbuhan semak, termasuk tumbuhan tahunan,
tingginya sekitar 1-2 m, memiliki batang berkayu, bulat, bercabang, beruas-ruas
dan berwarna hijau. Daun tapak dara tergolong daun tunggal dengan letaknya
silang berhadapan, mempunyai morfologi bulat telur dengan ujungnya terdapat
getah dan pangkal tumpul, tepi rata, mengkilat, memiliki tangkai dengan panjang
2-6 cm, lebar daun 1-3 cm, pertulangan menyirip, serta berwarna hijau.
3. Senyawa Aktif dan manfaat Tapak Dara
Pemanfaatan tapak dara digunakan untuk meredakan nyeri otot, obat depresi,
obat sistem pusat, menghilangkan bengkak akibat sengatan tawon, obat
mimisan, gusi berdarah, bisul, dan sakit tenggorokan. Berbagai macam
pemanfaatan tersebut disebabkan oleh metabolit sekunder yang dihasilkan tapak
dara yaitu alkaloid (Dessisa, 2001). Daun tapak dara mengandung lebih dari 70
jenis alkaloid, diantaranya ialah vinkristin dan vinblastin. Alkaloid memiliki
rasa yang pahit dan dingin 13 (Wijayakusuma, 2005). Saat ini penggunaan tapak
dara mengalami kemajuan, salah satunya ialah penemuan obat antikanker (Friis
dan Gilbert, 2000). Komponen aktif antikanker yang dihasilkan ialah vinkristin
dan vinblastin.
B. SKRINNING FITOKIMIA
Skrinning fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian
fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa
yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti. Metode skrinning fitokimia
dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu
perekasi warna. Hal penting yang berperan dalam skrinning fitokimia adalah
pemilihan pelarut dan metode ekstraksi (Kristianti dkk., 2008).
Skrinning fitokimia merupakan analisis kualitatif terhadap senyawa-senyawa
metabolit sekunder. Suatu ekstrak dari bahan alam terdiri atas berbagai macam
metabolit sekunder yang berperan dalam aktivitas biologinya. Senyawa-senyawa
tersebut dapat diidentifikasikan dengan pereaksi-pereaksi yang mampu memberikan
ciri khas dari setiap golongan dari metabolit sekunder (Harbone, 1987).
Kandungan senyawa metabolit sekunder dalam suatu tanaman dapat diketahui
dengan suatu metode pendekatan yang dapat memberikan informasi adanya senyawa
metabolit sekunder. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode skrining
fitokimia (Harborne, 1987).
Uji fitokimia terhadap kandungan senyawa kimia metabolit sekunder merupakan
langkah awal yang penting dalam penelitian mengenai tumbuhan obat atau dalam hal
pencarian senyawa aktif baru yang berasal dari bahan alam yang dapat menjadi
precursor bagi sintesis obat-obat baru atau menjadi prototype senyawa aktif tertentu.
Oleh karenanya, metode uji fitokimia harus merupakan uji sederhana tetapi
terandalkan. Metode uji fitokimia yang banyak digunakan adalah metode reaksi
warna dan pengendapan yang dapat dilakukan di lapangan atau di laboratorium
(Iskandar et al, 2012).
Alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom
nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari system siklik. Alkaloid
sering kali beracun bagi manusia dan banyak mempunyai kegiatan fisiologis yang
menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Uji sederhana, tapi
sama sekali tidak sempurna untuk alkaloid dalam daun atau buah segar adalah rasa
pahitnya di lidah (Harborne, 1996).
Flavonoid sering terdapat sebagai glikosida, golongan terbesar flavonoid berciri
mempunyai cincin piran yang menghubungkan rantai tiga karbon dengan salah satu
dari cincin benzene. Efek flavonoid terhadap macam-macam organism sangat
banyak macamnya dan dapat menjelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung
flavonoid dipakai dalam pengobatan tradisional. Flavonoid tertentu merupakan
komponen aktif tumbuhan yang digunakan secara tradisional untuk mengobati
gangguan hati (Robinson, 1995).
Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat menimbulkan busa jika
dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis
sel darah merah. Saponin digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis hormon
steroid yang digunakan dalam bidang kesehatan. Dua jenis saponin yang sering
dikenal yaitu glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida struktur steroid tertentu
yang mempunyai rantai samping spiroketal. Kedua jenis saponin ini larut dalam air
dan etanol tetapi tidak larut dalam eter (Robinson, 1995).
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan
isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik yaitu
skualena. Triterpenoid dapat digolongkan menjadi triterpena sebenarnya, steroid,
saponin dan glikosida jantung (Harborne, 1996).
D. ALAT DAN BAHAN
No ALAT No BAHAN
1 Mortir dan stamper 1 Simplisia: daun tapak dara
2 Tabung reaksi + rak tabung reaksi 2 Asam aseta anhidrid
3 Penjepit tabung reaksi 3 Amonia, eter, etanol, kloroform
4 Plat tetes 4 Metanol, aquadest
5 Beker glas 250 mL 5 Kloroform-amonia 0,05 M
6 Gelas ukur 50 mL 6 H2SO4 pekat, H2SO4 2 M
7 Lampu spiritus 7 Logam Mg, HCl pekat
8 Cawan penguap 8 Larutan FeCl3
9 Batang pengaduk 9 Pereaksi Mayer, Dragendorff
10 Neraca 10 Pasir netral
11 Pipet tetes 11 Kapas
12 Kaki tiga dan kasa 12
E. CARA KERJA
1. Uji Alkaloida ( Metode Culvenor Fitzgerald )
- Ambil kira-kira 4 gram sampel segar, gerus dengan bantuan pasir netral,
kemudian dibasahi dengan 10 mL kloroform.
- Tambahkan 10 mL kloroform-amoniak 0,05 M, gerus dan saring (dengan
kapas) ke dalam tabung reaksi.
- Tambahkan 5 mL H2SO4 2 M, kocok perlahan dan biarkan sampai terjadi
pemisahan.
- Ambil lapisan air (H2SO4) pindahkan ke dalam dua tabung reaksi yang lain, lalu
ditambah pereaksi Mayer. Timbulnya endapan putih seperti kabut menunjukkan
adanya alkaloida.
- Lakukan hal yang sama dengan penambahan pereaksi Dragendorff. Endapan
coklat positif alkaloida
Pembanding. Dragendorff dg aquadest
2. Uji Flavonoida ( Uji Sianidin ) Shinoda test
- Ambil kira-kira 4 gram sampel segar, masukkan ke dalam beker glas.
- Tambahkan 20 mL metanol-air ( 9 : 1 ), didihkan (18 ml metanol dan 2 ml air)
- Saring dalam keadaan panas dengan kapas. Masukkan filtrat ke dalam cawan
penguap.
- Pekatkan dengan api langsung hingga volumenya tinggal sepertiganya.
- Pipet ke dalam pelat teteslalu tambahkan sedikit logam Mg dan HCl pekat.
- Aduk-aduk dengan batang pengaduk. Jika timbul warna metil jingga, sampel
mengandung flavonoida. (pink)
3. Uji Steroid, Triterpenoid, Saponin dan Senyawa Fenolik
Metode berikut ini adalah metode Simes.
- Ambil kira-kira 4 gram sampel segar, masukkan ke dalam beker glas.
- Tambahkan 25 mL etanol, didihkan lebih kurang selama 10 menit. (api kecil,
jaga cairan jangan sampai habis)
- Saring dalam keadaan panas dengan kapas. Masukkan filtrat ke dalam cawan
penguap.
- Uapkan hati-hati hingga kering. Jangan sampai mengerak.
- Sisa penguapan ditrituasi dengan eter (3 ml), aduk-aduk. Tuang segera ke dalam
pelat tetes, biarkan hingga mengering. Tambahkan beberapa tetes pereaksi
Liebermann-Burchard. Jika timbul warna biru sampai hijau menunjukkan
adanya steroida. Reaksi Liebermann-Burchard spesifik untuk senyawa sterol
yang tidak jenuh pada C5-C6.
- Bagian yang tidak larut dalam eter (pada cawan penguap), ditambahkan air lebih
kurang 10 mL, aduk-aduk.
- Sebagian dari larutan yang terjadi dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kocok
kuat. Jika busa yang terjadi stabil, menunjukkan adanya saponin. (Tabung 1 =
8ml, tabung 2 = 2ml)
- Sebagian lagi dimasukkan ke dalam pelat tetes, lalu tambahkan beberapa tetes
pereaksi FeCl3. Jika terjadi warna biru hitam atau hijau coklat menunjukkan
adanya senyawa fenolik.
- Catatan: Pereaksi Liebermann-Burchard dibuat di awal praktik dengan cara:
Ambil 2 sampai 3 mL CHCl3, tambahkan 10 tetes asam anhidrida asam asetat
dan 2 sampai 3 tetes H2SO4 pekat.
F. TABEL DATA PENGAMATAN
Tabel hasil pengamatan daun tapak dara

Pengamatan
No Skrining/Uji Reagen Kesimpulan Gambar
Literatur Hasil

Endapan Endapan Positif


Mayor
Putih Putih Alkoloid
Uji
1
Alkoloida
Endapan Endapan Positif
Dragendorf
Jingga Jingga Alkoloid

Uji Larutan Negatif


2 Mg + Hcl Coklat
Flavonoida Jingga Flavonoid
Busa
Busa
yang Negatif
3 Uji Saponin Dikocok tidak
stabil -+ Saponin
stabil
10 menit

Larutan
Larutan Hijau Positif
4 Fenolik Fe Cl 3
Hijau Kehitam Fenolik
an

5 Steroid Lieberman Biru Larutan Positif


Burchard sampai Hijau Steroid
Hijau

G. PEMBAHASAN
Tumbuhan memiliki banyak kandungan senyawa kimia yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan obat. Terkadang, banyak penyakit yang tidak dapat disembuhkan dengan
obat kimia melainkan dapat disembuhkan dengan obat alami tumbuhan (Depkes RI,
1995).
Tumbuhan menghasilkan berbagai macam senyawa kimia organik, senyawa kimia
ini bisa berupa metabolit primer maupun metabolit sekunder. Kebanyakan tumbuhan
menghasilkan metabolit sekunder, metabolit sekunder juga dikenal sebagai hasil
alamiah metabolisme. Hasil dari metabolit sekunder lebih kompleks dibandingkan
dengan metabolit primer.
Berdasarkan asal biosintetiknya, metabolit sekunder dapat dibagi ke dalam tiga
kelompok besar yakni terpenoid (triterpenoid, steroid, dan saponin) alkaloid dan
senyawa-senyawa fenol (flavonoid dan tanin) (Simbala, 2009). Kandungan senyawa
metabolit sekunder dalam suatu tanaman dapat diketahui dengan suatu metode
pendekatan yang dapat memberikan informasi adanya senyawa metabolit sekunder.
Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode skrining fitokimia (Harborne,
1987).
Skrining fitokimia atau disebut juga penapisan fitokimia merupakan uji pendahuluan
dalam menentukan golongan senyawa metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas
biologi dari suatu tumbuhan. Skrining fitokimia tumbuhan dijadikan informasi awal
dalam mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat didalam suatu tumbuhan.
Pada praktikum kali ini dilakukan uji skrining fitokimia pada daun tapak dara segar
dengan menggunakan beberapa pereaksi untuk mengetahui apakah daun tapak dara
tersebut mengandung metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, steroid/terpenoid,
saponin, dan senyawa fenolik.
Berdasarkan pengujian yang dilakukan oleh (Harahap, 2020), daun tapak dara
mengandung alkaloid, flavonoid, steroid/triterpenoid, dan fenolik/tanin. Daun jambu
biji dapat digunakan sebagai antidiare, antikolesterol, antidiabetes, dan mengobati
sariawan, tetapi kebanyakan orang menggunakan daun ini sebagai antidiare.
1. Uji alkaloid
Pada uji alkaloid digunakan dua pereaksi yaitu pereaksi mayer dan dragendorf. Hal
pertama yang dilakukan adalah menimbang dengan timbangan analitik kira-kira 4
gram sampel segar yang sudah dipotong kecil kemudian gerus dengan bantuan pasir
netral di dalam mortir. Tambahkan 10 mL kloroform dan 10 mL kloroform-amoniak
0,5 M menggunakan gelas ukur ke dalam mortir. Gerus hingga homogen dan saring
dengan kapas ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya tambahkan 5 mL H₂SO₄ 2 M,
kocok tabung perlahan, dan biarkan sampai terbentuk lapisan air. Lalu pipet lapisan
air sedikit demi sedikit, masukkan ke dalam 2 tabung reaksi. Tabung reaksi pertama
ditambahkan 2-3 tetes pereaksi mayer dan tabung reaksi kedua ditambahkan 2-3
tetes pereaksi dragendorf.
Hasil pengujian alkaloid dengan penambahan pereaksi mayer terbentuk
endapan putih seperti kabut dan dengan penambahan pereaksi dragendorf terbentuk
endapan jingga, sehingga dapat dikatakan bahwa daun tapak dara positif alkaloid.
2. Uji flavonoid
Uji flavonoid menggunakan logam Mg dan HCl pekat sebagai pereaksi. Hal pertama
yang dilakukan adalah menimbang dengan timbangan analitik kira-kira 4 gram
sampel segar yang sudah dipotong kecil kemudian masukkan ke dalam beaker glass.
Tambahkan 18 mL methanol dan 2 mL air, saring dengan kapas dalam keadaan
panas menggunakan pipet. Masukkan hasil saringan (filtrat) ke dalam cawan
penguap. Uapkan/pekatkan dengan api sampai volumenya tinggal sepertiganya.
Pipet filtrat ke dalam plat tetes, tambah sedikit logam Mg dan 2-3 tetes HCl pekat,
lalu aduk.
Hasil pengujiannya yaitu timbul warna coklat sehingga dapat dikatakan
bahwa daun tapak dara negative flavonoid.
3. Uji saponin dan senyawa fenolik/tanin
Uji saponin ini dilakukan dengan cara menambahkan 10 mL air, pada sisa
penguapan yang berada di dalam cawan penguap. Kemudian masukkan 2/3
bagiannya ke dalam tabung reaksi agar dapat dikocok kuat dengan cara membolak-
balikan tabung reaksi dan menutup tabung menggunakan ibu jari, agar zat tidak
tumpah. Selanjutnya, 1/3 bagian dari sisa pengupan itu dimasukkan ke dalam tabung
reaksi lain untuk melakukan uji senyawa fenolik/tanin. Uji senyawa fenolik/tanin
menggunakan FeCl₃ sebagai pereaksi. Caranya yaitu teteskan 2-3 tetes FeCl₃ ke
dalam tabung reaksi yang berisi 1/3 bagian sisa penguapan.
Hasil pengujian saponin yaitu timbul busa yang tidak stabil, sehingga dapat
dikatakan bahwa daun tapak dara tidak mengandung senyawa saponin dan hasil
pengujian senyawa fenolik/tanin yaitu timbul warna larutan hijau kehitaman dapat
dikatakan bahwa daun tapak dara ini positif mengandung saponin dan senyawa
fenolik/tanin.
4. Steroid
Uji steroid menggunakan pereaksi Lieberman-Burchard. Hal pertama yang
dilakukan adalah menimbang dengan timbangan analitik kira-kira 4 gram sampel
segar yang sudah dipotong kecil kemudian masukkan ke dalam beaker glass.
Tambahkan 25 mL etanol dan didihkan dengan api kecil. Selanjutnya, diuapkan dan
tambah 3 mL eter. Pipet sedikit ke dalam plat tetes, lalu tambahkan 2-3 tetes pereaksi
Lieberman-burchard.
Hasil pengujiannya yaitu timbul warna hijau sehingga dapat dikatakan bahwa
daun tapak dara ini mengandung senyawa steroid.
H. KESIMPULAN
Skrining fitokimia atau disebut juga penapisan fitokimia merupakan uji pendahuluan
dalam menentukan golongan senyawa metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas
biologi dari suatu tumbuhan. Daun tapak dara segar yang telah diuji positif mengandung
alkoloida, steroid/triterpenoid, saponin, dan senyawa fenolik/tanin. Namun, tidak
mengandung senyawa flavonoid. Hal ini dapat terjadi karena adanya human error,
dimungkinkan juga sampel daun tidak megandung flavonoid atau kadar flavonoid yang
dikandung terlalu kecil sehingga tidak dapat terdeteksi dengan menggunakan pereaksi
Mg+Hcl.
I. SARAN
Sebaiknya ketelitian dan kecermatan mengenai praktikum dan pengamatan lebih
ditingkatkan lagi.
DAFTAR PUSTAKA
BPOM, 2008, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia, Jakarta.
Dessisa, D. 2001. Preliminary Economic Evaluation Of Medicinal Plants In Ethiopia.
Prosiding Seminar. Halaman 176-188.
Dewi U.K, Saraswati. T. 2009. “Efek Rebusan Daun Tapak Dara Pada Dosis Dan
Frekuensi Yang Berbeda Terhadap Kerusakan Dan Akumulasi Glikogen
Pada Hepar Mencit (Mus Musculus).” Bioma : Berkala Ilmiah Biologi
11(1):1– 5.
Friis, I., Gilbert, M.G.,dan Chenopodiaceae. Flora of ethiopia and eritrea;
Magnoliaceae to flacourtiaceae. Ababa University dan Uppsala University,
Sweden.
Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan. Terbitan Kedua. ITB. Bandung. Hal: 123-129.
Harborne, J., 1997, Metode Fitokimia : Penentuan Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, Ed. 2, ITB, Bandung.
Iskandar, Y., dan Susilawati, Y. 2012. Panduan Praktikum Fitokimia. Fakultas Farmasi
Universitas Padjadjaran: Jatinangor.
Kristanti, Alfinda Novi. 2008. Buku Ajar Fitokimia. Surabaya: Universitas Airlangga
Press.
Leonardy. C, Nurmainah et al. 2019. “Karakterisasi Dan Skrining Fitokimia Infusa Kulit
Buah Nanas (Ananas Comosus (L.)Merr.) Pada Variasi Usia Kematangan
Buah.” Jurnal Untan 1–15
Pandiangan, M, Nainggolan,N. 2006. Peningkatan Kandungan Katarantin Pada Kultur
Kalus Catharantus roseus dengan Pemberian Naphtalene Acetic Acid. Jurnal
Hayati vol 13 (3): 90-94.
Robinson, Traver. 1995.Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Bandung : ITB
Bandung.
Verrananda M.I, Fitriani. V et al. 2016. “Identifikasi Metabolit Sekunder Dan Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Bunga Tapak Dara (Catharanthus Roseus).” 162–167.
Yulia. M, Anggraini. R. et al. 2020. “Uji Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Metanol Buah
Ketumbar (Coriandrum Sativum Linn) Terhadap Artemia Salina Leach
Dengan Uji Bslt (Brine Shrimp Lethality Test).” Jurnal Riset Kefarmasian
Indonesia 2(3):137–146.
Zuraida, Z. 2018. “Analisis Toksisitas Beberapa Tumbuhan Hutan Dengan Metode
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).” Jurnal Penelitian Hasil Hutan 36
(3):239–246.

Anda mungkin juga menyukai