NIM : 16101101032
1
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu negara yang memiliki keanekaragaman obat di dunia yaitu Indonesia.
Wilayah hutan tropika Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tertinggi ke-2 di dunia
setelah Brazili. Sebanyak 40.000 jenis flora yang ada di dunia, terdapat 30.000 jenis dapat
dijumpai di Indonesia dan 940 jenis diantaranya diketahui berkhasiat sebagai obat dan
telah dipergunakan dalam pengobatan tradisional secara turun-temurun oleh berbagai etnis
di Indonesia. Jumlah tumbuhan obat tersebut sekitar 90% dari jumlah tumbuhan obat yang
terdapat dikawasan Asia (Yazid, 2005).
Keanekaragaman hayati ini termasuk dalam sumber daya alam yang menghasilkan
senyawa kimia yang tidak terbatas jenis dan jumlahnya. Khususnya di daerah Minahasa,
jenis tanaman yang banyak tumbuh dan dimanfaatkan sebagi sumber makanan yaitu
tanaman leilem (Clerodendrum minahassae L.) Tanaman leilem ini termasuk dalam genus
Clerodendrum dan famili Verbeneceae (Wiart, 2002).
Menurut Patel & Shrivastava (2007) Bagian tanaman leilem ini yaitu daun,
biasanya dikonsumsi sebagai sayuran oleh masyarakat di Minahasa. Manfaat lain dari daun
leilem ini yaitu sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan beberapa penyakit, seperti
sakit perut dan Ascariasis.
2
Mengetahui kandungan antioksidan dari daun leilem (Clerodendrum minahassae
L.).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Leilem (Clerodendrum minahassae Teijsm. Dan Binn) merupakan satu spesies dari
genus Clerodendrum. Genus Clerodendrum banyak tersebar diseluruh dunia dan memliliki
lebih dari 500 spesies. Banyak dari genus ini digunakan sebagai obat tradisional dan
sebagai pengobatan secara turun temurun untuk mengobati berbagai macam penyakit
(Shrivastava & Patel, 2007).
4
(Gambar 2. Daun leilem)
Ekstrak etanol daun leilem berkonsistensi kental, berwarna hitam, berbau khas dan
berasa pahit. Pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia daun leilem memperlihatkan
fragmen berupa hablur kalsium oksalat berbentuk stiloid, berkas pembuluh dengan
penebalan cincin, rambut penutup berbentuk kerucut dan memiliki ujung rambut yang
runcing, stomata dengan sel batu, epidermis atas dengan stomata tipe anomositik serta
epidermis bawah berbentuk poligonal tidak beraturan. Kadar senyawa larut air pada
simplisia 19,932 % dan kadar senyawa larut etanol11,776 %, sedangkan senya-wa yang
larut air pada ekstrak 52,096 % dan kadar senyawa larut etanol 35,108 % (Utami et al.,
2017).
Menurut julkunen (1985) Reaksi antara reagen Folin- Ciocalteu dan fenol dapat
dilihat sebagai berikut.
Na2WO4 / Na2MoO4 + Fenol (Fenol-MoW11O40)-4
Mo(VI)(kuning) + e- Mo(V)(biru)
Metode Folin tidak membedakan antar jenis komponen fenolik. Semakin banyak
jumlah gugus hidroksi fenolik, maka semakin besar konsentrasi komponen fenolik yang
terdeteksi (Khadambi, 2007).
5
Menurut Singleton & Rossi (1965), warna biru yang teramati berbanding lurus
dengan konsentrasi ion fenolat yang terbentuk, semakin banyak ion fenolat yang terbentuk
sehingg warna biru yang dihasilkan semakin pekat.
Seperti yang kita ketahui bahwa senyawa fenol ketika diserang oleh radikal akan
mampu mendonorkan atom hidrogen, sehingga senyawa fenol bisa stabil kembali. Karena
itulah senyawa fenol tidak menjadi reaktif dan bisa dimanfaatkan sebagai antioksidan.
Senyawa fenol merupakan senyawa dalam tumbuhan dengan ciri meimiliki cincin aromatik
mengandung satu gugus hidroksil (Santoso, 2010).
Fraksi etil asetat memiliki kemampuan sebagai penangkal radikal bebas DPPH
lebih besar 50%. Komponen senyawa pada fraksi etil asetat lebih aktif dalam melepaskan
atau mendonorkan atom hydrogen atau elektron kepada radikal DPPH (ungu) menjadi
senyawa non radikal (kuning) (Molyeux, 2004). Reaksi utamanya dapat dilihat pada
Gambar 2.
6
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
7
3.4.3 Ekstraksi dan Partisi
Sebanyak 1.5 kg tepung daun leilem dimaserasi menggunakan etanol hasil
redestilasi cap tikus selama 2 x 24 jam, disaring kemudian dipekatkan menggunakan rotary
evaporator. Ekstrak etanol yang diperoleh kemudian disimpan lalu dilanjutkan pada tahap
partisi. Sebanyak 5 gr ekstrak etanol awal dilarutkan dalam 50 mL aquades. Larutan
selanjutnya dipartisi dengan menambahkan 100 mL pelarut petroleum eter, dikocok dalam
corong pisah dan didiamkan selama 10-15 menit hingga terdapat dua lapisan (petroleum
eter pada lapisan atas dan aquades pada lapisan bawah). Diambil lapisan petroleum eter.
Dilakukan beberapa kali hingga lapisan petroleum eter terlihat bening. Lapisan aquades
difraksinasi kembali dengan cara yang sama menggunakan pelarut etil asetat. Hasil
fraksinasi diuapkan menggunakan rotary evaporator sehingga didapati fraksi petroleum
eter, fraksi etil asetat dan Fraksi air.
8
DAFTAR PUSTAKA
Bontjura S. 2015. Uji efek antibakteri ekstrak daun leilem (Clerodendrum minahassae
Teijsm) terhadap bakteri streptococcus mutans. Jurnal Ilmiah Farmasi-Pharmacon.
4(4): 96-101.
Julkunen, R. 1985. Phenolic constituents in leaves of northern willows method for analysis
of certain phenolic. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 33(2): 22-23
Molyneux, P. 2004. The Use of Stable Free Radical Diphenylpicrylhidrazil (DPPH) for
Estimating Antioxidant Activity. Journal Science Technoogyl. 26(2): 211-219
Patel, T. & Shrivastava, N. 2007. Clerodendrum and heathcare. Medicinal and Aromatic
Plant Science and Biotechnology. 1(2): 209-223.
Prasetyo, Y. E., Sangi, M. S. & Wuntu, A. D. 2016. Penentuan total fenolik dan aktivitas
antioksidan fraksi etil asetat dari tepung pelepah aren (Arenga pinnat). Jurnal Ilmiah
Sains. 16(2): 69-72
Rice, C. A., Miller N. J. & Paganga. 1997. Antioxidant properties of phenolic compounds.
Trends in Plant Scencei. 2(4): 152-159
Santoso, B, B. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Bahan Alam. Jurusan Kimia. Manokwari.
Terjemahan Kosasih Padmawinata Dan Iwang Soediro. ITB Press, Bandung.
9
Utami, Y.P., Umar, A.H., Syahruni, R. & Kadullah, I. 2017. Standardisasi simplisia dan
ekstrak etanol daun lilem (Clerodendrum minahassae Teijsm). Journal of
Pharmaceutical & Medicinal Sciences. 2(1): 32-39.
10