Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS


KETUMBAR (Coriandri Sativum L)

Dosen : Dr. Tiah Rachmatiah, M.Si., Apt.


Herdini, M.Si., Apt.

Nama Kelompok :
 Desy Nelsari (16334046)
 Oktari Dwika Sari (16334048)
 Mutiara Sania Rosyadi (16334049)
 Radita Choirunnisa (16334050)
 Fara Nabila (16334053)
 Dewi Anggitha Maharani (16334054)
 Winda Eka Ratna (16334501)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya.

Kami sangat berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan untuk kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan laporan yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga laporan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan
laporan ini di waktu yang akan datang.

Jakarta, Juli 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kromatografi adalah cara pemisahan campuran yang didasarkan atas perbedaan
distribusi dari komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (stationary)
dan fase bergerak (mobile). Fase diam dapat berupa zat padat atau zat cair, sedangkan fase
bergerak dapat berupa zat cair atau gas.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode yang paling sering digunakan
dalam skala laboratorium dalam memisahkan dua senyawa dalam suatu sampel dengan
menggunakan fase gerak (eluen) dan fase diam (lempeng).
Prinsip dari kromatografi yaitu adsorpsi dan partisi. Dimana adsorpsi adalah penyerapan
pada permukaan lempeng, sedangkan partisi yaitu pemisahan senyawa yang terkandung
dalam sampel. Sistem utama yang digunakan dalam kromatografi partisi adalah partisi gas,
partisi cairan yang menggunakan alas tak bergerak (misalnya kromatografi kolom),
kromatografi kertas dan lapis tipis.
Metode pemisahan merupakan aspek penting dalam bidang kimia karena kebanyakan
materi yang terdapat di alam berupa campuran. Untuk memperoleh materi murni dari suatu
campuran maka harus melakukan pemisahan. Berbagai teknik pemisahan dapat diterapkan
untuk memisahkan campuran.
Pemisahan terjadi berdasarkan perbedaan migrasi zat-zat yang menyusun suatu sampel.
Hasil pemisahan dapat digunakan untuk keperluan identifikasi (analisis kualitatif),
penetapan kadar (analisis kuantitatif), dan pemurnian suatu senyawa (pekerjaan preparatif).
Oleh karena itu praktikum ini dilakukan untuk mengetahui prinsip kerja dari KLT dengan
menggunakan sampel biji ketumbar (Coriandrum sativum L.) dengan menghitung nilai Rf-
nya.
Analisis dengan menggunakan KLT dapat digunakan untuk mengidentifikasi simplisia
yang kelompok kandungan kimianya sudah diketahui. Kelompok kandungan kimia seperti
alkaloid, antraglikosida, arbutin, glikosida jantung, zat pahit, flavonoid, saponin, minyak
atsiri, kumarin, dan asam fenol karboksilat.
B. Tujuan Percobaan
- Untuk mempelajari dan memahami metode pemisahan dengan metode kromatografi
lapis tipis
- Untuk melakukan pemisahan komponen kimia dengan metode kromatografi lapis tipis
(KLT) pada biji ketumbar (Coriandrum sativum L)
- Untuk menentukan nilai Rf dari noda yang diperoleh

C. Prinsip Percobaan
Pemisahan dengan teknik kromatografi lapis tipis didasarkan pada adsorpsi larutan (fase
gerak atau eluennya) terhadap adsorbens yang di gunakan, dimana adsorbens dilapiskan
pada lempeng kaca yang bertindak sebagai penunjang fase diamnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman Ketumbar (Coriandrum Sativum L)


 Klasifikasi Tanaman
Tanaman ketumbar (Coriandrum sativum Linn) diduga berasal dari sekitar
Laut Tengah dan Kaukasus di Timur Tengah. Di sana, biji ketumbar
yang dikeringkan dinamakan fructus coriandri. Tanaman ketumbar di Indonesia
dikenal dengan sebutan katuncar (Sunda), ketumbar (Jawa & Gayo), katumbare
(Makassar dan Bugis), katombar (Madura), ketumba (Aceh), hatumbar (Medan),
katumba (Padang), dan katumba (Nusa Tenggara). Secara taksonomi
ketumbar dapat diklasifikasikan sabagai berikut :

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Trachebionta

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Sub kelas : Rosidae

Ordo : Apiles

Famili : Apiaceae

Genus : Coriandrum

Spesies : Coriandrum Sativum


 Morfologi Tanaman
Tanaman ketumbar berupa semak semusim, dengan tinggi sekitar satu meter.
Akarnya tunggang bulat, bercabang dan berwarna putih. Batangnya berkayu
lunak, beralur, dan berlubang dengan percabangan dichotom berwarna hijau.
Tangkainya berukuran 5-10 cm. Daunya majemuk, menyirip, berselundang
dengan tepi hijau keputihan. Buahnya berbentuk bulat, waktu masih muda
berwarna hijau dan setelah tua berwarna kuning kecokelatan. Bijinya berbentuk
bulat dan berwarna kuning kecokelatan (Astawan, 2009).
Tanaman ketumbar (Coriander sativum Linn) diduga berasal dari sekitar Laut
Tengah dan Kaukasus. Ketumbar dapat dibudidayakan di dataran tinggi sampai
ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut maupun dataran rendah.
Tanaman ketumbar dapat dipanen setelah berumur tiga bulan, kemudian dijemur dan
buahnya yang berwarna kecokelatan dipisahkan dari tanaman. Hasil panen umumnya
dijual ke 4 pasar tradisional untuk keperluan bumbu rumah tangga. Tanaman
ketumbar di Indonesia belum dibudidayakan secara intensif dalam skala luas,
penanaman hanya terbatas pada lahan pekarangan dengan sistem tumpangsari
dan jarang secara monokultur. Daerah penanaman yang dianggap cocok
dan sudah ada tanamannya adalah Cipanas, Cibodas, Jember, Boyolali, Salatiga,
Temanggung, dan Sumatera Barat (Astawan, 2009).

 Kandungan Kimia dan Khasiat


Ketumbar selain untuk bumbu masak juga mempunyai nilai medis.
Komponen aktif pada ketumbar adalah sabinene, myrcene, alfa-terpinene,
ocimene, linalool, geraniol, decanal, desilaldehida, trantridecen, asam petroselinat,
asam oktadasenat, d-mannite, skopoletin, p-simena, kamfena, dan felandren.
Komponen-komponen tersebutlah yang menyebabkan ketumbar memiliki reputasi
yang bagus sebagai komponen obat (Astawan, 2009).
Kegunaan ketumbar sebagai bahan obat antara lain untuk diuretic (peluruh air
kencing), antipiretik (penurun.demam), stimulant (perangsang), stomatik (penguat
lambung), laxative (pencahar perut), antelmintif (mengeluarkan cacing), menambah
selera makan, mengobati sakit empedu dan bronchitis (Wahab dan Hasanah, 1996).
Biji ketumbar (Coriandrum sativum L.) bermanfaat sebagai antidiabetes
(Gallagher et al., 2003), dan memberi efek stimulasi dalam proses pencernaan
(Cabuk et al., 2003). Biji ketumbar memiliki kandungan minyak atsiri berkisar antara
0,4%-1,1% (Astawan, 2009). Minyak atsiri pada biji ketumbar memiliki sifat
antimikroba terhadap spesies patogen seperti Salmonella (Isao et al., 2004).
Salah satu komponen aktif pada ketumbar adalah linalool (Cantore, 2004). Minyak
atsiri dan linalool dalam biji ketumbar dapat merangsang proses pencernaan pada
hewan (Cabuk et al., 2003). Aktivitas biologis didalamnya dapat efek merangsang
sekresi enzim pencernaan dan peningkatan fungsi hati (Hermandez et al., 2004).
Komposisi nilai nutrisi biji ketumbar (per 100 gram) bisa dilihat dibawah ini :
 Energi 298 kkal  Potassium 1.267 mg
 Protein 12,37 g  Besi 16,32 mg
 Lemak 17,77 g  Magnesium 330 mg
 Serat 41,9 g  Niasin 2,13 mg
 Kolesterol 0 mg  Riboflavin 0,29 mg
 Kalsium 709 mg  Thiamin 0,239 mg
 Phospor 409 mg  Vitamin C 21 mg
 Sodium 35 mg  Minyak Atsiri 1 g

B. Kromatogfari Lapis Tipis (KLT)


Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan komponen
menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert. KLT merupakan
salah satu jenis kromatografi analitik. KLT sering digunakan untuk identifikasi awal, karena
banyak keuntungan menggunakan KLT, di antaranya adalah sederhana dan murah. KLT
termasuk dalam kategori kromatografi planar, selain kromatografi kertas.
Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit,
baik penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa–
senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida–lipida dan hidrokarbon yang sukar
dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk
kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi
senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil (Gandjar et al, 2008).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah suatu teknik yang sederhana yang banyak
digunakan, metode ini menggunakan lempeng kaca atau lembaran plastik yang ditutupi
penyerap atau lapisan tipis dan kering. Untuk menotolkan karutan cuplikan pada kempeng
kaca, pada dasarya menggunakan mikro pipet atau pipa kapiler. Setelah itu, bagian bawah
dari lempeng dicelup dalam larutan pengelusi di dalam wadah yang tertutup (Bernaseoni,
2005).
Prinsip KLT adalah adsorbsi dan partisi dimana adsorbsi adalah penyerapan pada
pemukaan, sedangkan partisi adalah penyebaran atau kemampuan suatu zat yang ada dalam
larutan untuk berpisah kedalam pelarut yang digunakan. Kecepatan gerak senyawa-senyawa
ke atas pada lempengan tergantung pada (Sudarmadji et al, 2007) :
- Bagaimana kelarutan senyawa dalam pelarut, hal ini bergantung pada bagaimana besar
atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan pelarut.
- Bagaimana senyawa melekat pada fase diam, misalnya gel silika. Hal ini tergantung
pada bagaimana besar atraksi antara senyawa dengan gel silika.

Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan adsorben seperti
silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun selulosa. Adsorben tersebut berperan sebagai
fasa diam. Fase gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen. Pemilihan
eluen didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa cairan
yang berbeda polaritas, sehingga didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih
dengan cara trial and error. Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi)
yang diperoleh (Gritter et al, 1991).

Derajat retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan sebagai faktor resensi.
Pada fase diam, jika dilihat mekanisme pemisahan, fase diam dikelompokkan (Gritter et al,
1991) :

- Kromatogarfi serapan (Silika gel, alumina)


- Kromatografi partisi (Selulosa, keiselguhr, silika gel)
- Kromatografi penukar ion (Penukar ion selulosa, resina)
- Kromatografi gel (Sephadex, Biogel)
Pada fase gerak, yang terjadi jika menggunakan silika gel, alumina dan fase diam
lainnya, pemilihan pelarut mengikuti aturan kromatografi kolom serapan. Sistem tak berair
paling banyak digunakan dan contoh pelarut organik dalam seri pelarut mikroskop diberikan
dalam tabel 25, yang meliputi (sifat hidrofob menaik) methanol, asam asetat, etanol, aseton,
etil asetat, eter, kloroform (perlu diperhatikan pada kloroform yang distabilkan dengan
etanol) benzene, sikloheksana, dan eter petroleum (Lipsy, 2010).

Identifikasi secara kulitatif pada kromatografi kertas khususnya kromatografi lapis tipis
dapat ditentukan dengan menghitung nilai Rf. Nilai Rf merupakan ukuran kecepatan migrasi
suatu senyawa. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa titik awal
dan jarak tepi muka pelarut dari titik awal (ibnu gholib, 2007).

Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut
dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa
yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga
sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar
akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT
yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah
mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya (Ewing Galen, 1985).

Kromatografi lapis tipis (KLT) mempunyai beberapa kelebihan, yaitu (Julia, 1993) :

- Waktu pemisahan lebih cepat


- Sensitif artinya meskipun jumlah cuplikan sedikit masih dapat dideteksi
- Daya resolusinya tinggi, sehingga pemisahan lebih sempurna
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Alat dan Bahan


 Alat
- Chamber/Botol Selai - Waterbath
- Gelas Ukur - Cawan Porselin
- Batang Pengaduk - Plat KLT
 Bahan
- Serbuk Ketumbar - Asam Sulfar Pekat
- Diklorometana - Etanol 95%
- Etil Asetat - Larutan Vanillin 1%

B. Prosedur Penelitian
- Serbuk dari simplisia di ekstraksi dengan 10 ml diklorometana dengan cara dikocok
selama
- Suspensi di saring dan fitratnya diuapkan sampai kering di penangas air (water bath),
sisanya dilarutkan dalam 1 ml toluen.
- Siapkan plat KLT dan eluennya (toluene : etil asetat = 7 : 3) dalam chamber (botol
selai) atau beaker gelas.
- Totolkan pada plat KLT, masukkan dalam chamber/beaker gelas yang berisi cairan
eluen, lalu amati.
- Beri tanda pada bercak di plat KLT, lalu lempeng di semprot dengan kelarutan
penampakan noda (lakukan dalam lemari asam).
- Selanjutnya, pengamatan dilakukan pada sinar biasa (suhu kamar), oven (dipanaskan
pada suhu 110oC selama 5-10 menit.
 Larutan Penampakan Noda :
- Larutan ke-1 (asam sulfat 5% dalam etanol 95%)
Cara : asam sulfat pekat sebanyak 5 ml dituangkan hati-hati ke etanol 95% sebanyak
95 ml, campurkan perlahan-lahan (lakukan dalam lemari asam).
- Larutan ke-2 (larutan vanillin 1% dalam etanol 95%)

Cara menggunakannya : Lempeng KLT di semprot dengan larutan ke-1 kemudian


diikuti dengan larutan ke-2, lempeng dipanaskan 110oC selama 5-10 menit,
pengamatan dilakukan disinar biasa dan sinar UV.

BAB IV

PEMBAHASAN

Praktikum ini bertujuan untuk dapat mengisolasi minyak atsiri dari biji adalah biji ketumbar. Sebelumnya
biji ketumbar ditumbuk atau dihaluskan namun tidak sampai menjadi serbuk
kecil. Tujuan penumbukan ini adalah untuk ketumbar (Coriandrum sativum L.) dengan metode
melakukan analisis kualitatif terhadap senyawa menggunakan metode KLT.

Proses identifikasi selanjutnya adalah analisis KLT (Kromatografi Lapis Tipis) yang bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya geraniol dan sitronelol dalam minyak atsiri dari biji ketumbar
dengan caramembandingkan output berupa Rf dari sampel dengan standar geraniol dan sitronelol. Bila
terjadi kesamaan nilai Rf maka dimungkinkan dalam minyak atsiri biji ketumbar terkanung senyawa
geraniol dan sitronelol. KLT merupakan teknik pemisahan secara adsorbsi dimana terjadi pemisahan
karena adanya perbedaan distribusi dan migrasi senyawa pada dua fase yang berbeda. Prinsip dari KLT
adalah pemisahan berdasarkan perbedaan kekuatan interaksi intermolekul senyawa dengan fase gerak
dan fase diam dimana senyawa yang berikatan kuat dengan fase diam akan terelusi lebih lama
dibandingkan dengan senyawa yang berikatan secara lemah dan akan lebih mudah terelusi bersama
dengan eluen.
KLT ini terdiri dari 2 fase yakni fase diam dan fase gerak. Fase diam yang digunakan adalah silika
gel GF254 yang bersifat polar dan fase gerak yangdigunakan adalah toluen serta etil asetat dengan
perbandingan 93 : 7 yang bersifat non polar. Berdasarkan polaritasnya maka metode yang digunakan
merupakan KLT dengan fase normal dimana fase diamnya lebih polar dibandingkan fase
geraknya. Tujuan dari penggunaan fase gerak yang non polar adalah polaritas dari senyawa
yang akan diisolasi bersifat non polar. Sehingga sampel akan terelusi jauh bersama dengan eluen
sedangkan fase diamnya akan menahan pengotor maupun senyawa lain yang bersifat polar. Seharusnya
pada proses identifikasi dengan KLT, digunakan standar berupa minyak biji ketumbar yang dielusi
bersama-sama dengan sampel. Tujuan dari pengelusian sampel dan standar dilakukan pada waktu
yang sama, kondisi yang sama dan plat KLT yang menjadi satu adalah karena berbeda sedikit saja waktu
pengelusian atau kondisi yang berbeda sedikit dapat jalannya elusi sehingga nilai Rf yang diperoleh tidak
valid dan akurat. Pada proses elusi, chamber atau gelas kaca yang digunakan harus dijenuhkan terlebih
dahulu menggunakan fase gerak. Tujuannya untuk mengoptimalkan proses elusi, meningkatkan nilai
reprodusibilitas dari proses KLT, selain itu penjenuhan perlu dilakukan untuk menstabilkan proses eluen
dimana ketika fase gerak mulai naik ke fase diam sedapat mungkin tidak ada penghalang atau
gangguan. Bila chamber(gelas) tidak jenuh maka di dalam chamber masih terdapat udara dengan
tekanan yang berbeda dengan uap eluen, maka aliran eluen akan tertahan dan dapat menyebabkan
pemisahan tidak berjalan dengan baik. Proses elusi dilakukan sampai eluen telah mencapai batas atas
dari plat KLT.
Dari hasil percobaan KLT diperoleh panjang atau jarak noda yang ditempuh oleh sampel adalah
4cm. Sehingga dengan panjang atau jarak tempuh pelarut(eluen) sepanjang 8cm diperoleh nilai Rf
sampel sebesar 1,6 ; Rf standar geraniol 1,7; dan Rf standar sitronellol 2,5. Nilai Rf sampel berbeda
dengan standar sehingga dapat dikatakan dalam sampel tidak mengandung Geraniol dan Sitronelol.
Besarnya nilai Rftergantung pada kepolaran suatu sampel. Semakin polar suatu sampel maka
nilai Rf nya semakin kecil, karena sampel cenderung lebih terikat kuat dengan fase diam (plat) yang juga
bersifat polar. Begitu pun sebaliknya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam gerakan noda dalam KLT juga mempengaruhi harga Rf :
1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.
2. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap
3. Pelarut (dan derajat kemurniannya) fase bergerak yang digunakan.
4. Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan
5. Teknik percobaan dan arah pelarut bergerak di atas plat
6. Jumlah cuplikan yang digunakan
7. Suhu
8. Kesetimbangan
Untuk pengamatan hasil KLT dapat dilakukan dibawah sinar UV yang panjang gelombang 254nm.Alasan
penggunaan sinar UV adalah Sampel geraniol dan sitronelol memiliki struktur dengan ikatan terkonjugasi
yang kurang banyak sehingga sangat sulit untuk melihat hasil elusi menggunakan sinar
tampak. Pengamatan dibawah lampu UV 254 menyebabkan silika gel berpendar dan
sampel akan menutupi pendaran dari silika gel sehingga terlihat sebagai noda hitam yang menutupi
pendaran. Hal ini dapat terjadi karena silika gel yang digunakan telah dimodifikasi sehingga dapat
berfluoresensi apabila diberikan sinar UV pada panjang gelombang 254nm. Selanjutnya untuk
pengamatan dibawah sinar UV pada panjang gelombang 366nm tidak tampak spot. Sehingga untuk
pengamatan ini paling cocok menggunakan sinar UV 254nm. Pemberian anisaldehid asam-sulfat juga
dapat digunakan untuk membuat noda agar terlihat pada sinar tampak dengan cara disemprotkan pada
bagian noda.

BAB V

KESIMPULAN

Analisa kualitatif menggunakan metode KLT dengan fase diam berupa silika gel GF254 dan fase
gerak toluen :etil asetat (93:7), diperoleh nilai Rf sampel sebesar 1,6 ;standar geraniol 1,7 ; dan standar
sitronelol 2,5. Hal ini menujukkan hasil yang berbeda sehingga dapat dikatakan dalam sampel tidak
mengandung geraniol ataupun sitronelol.

BAB VI

LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

 Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S. 1991.“Pengantar Kromatografi”. Penerbit ITB


: Bandung.
 Anonim. 2013. “Penuntun Praktikum Fitokimia I”. Institut Sains dan Teknologi Nasional :
Jakarta.
 Lipsy, P. 2010.“Thin Layer Chromatography Characterization of the Active Ingredients in
Excedrin and Anacin”. USA : Departement of Chemistry and Chemical Biology, Stevens
Institute of Technology.
 Astawan, M. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Penebar Swadaya :
Jakarta.
 Wahab, I. dan M. Hasanah. 1996. Perkembangan Penelitian Aspek Perbenihan Tanaman
Ketumbar (Coriandrum sativum Lin). Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian.XV(1)
: 1-5.
 Bernaseoni, G. 2005. “Teknologi Kimia”. PT Padya Pranita. Jakarta.
 Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rahman. 2008. “Kimia Farmasi Analisis”. Pustaka Pelajar
: Yogyakarta.
 Gholib, Ibnu. 2007. “Kimia Farmasi Analisis”. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.
 Kantasubrata, Julia. 1993. “Warta Kimia Analitik Edisi Juli 1993”. Situs Web Resmi Kimia
Analitik : Pusat Penelitian Kimia LIPI.
 Sudarmadji, S, dkk, 2007. “Analisa Bahan Makanan dan Pertanian”. Penerbit Liberty :
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai