PENDAHULUAN
1
2
Menurut Variany (1999) bahwa isolasi dari daun matoa pada analisis
reaksi warna diikuti analisis spektroskopi ultra violet menggunakan pereaksi
diagnostik menghasilkan adanya senyawa flavonoid golongan auron.
Flavonoid memiliki khasiat sebagai antioksida dan menekan sintesis
asam lemak yang penting bagi diet manusia dan penting bagi kesehatan
dalam tubuh serta baik untuk mencegah kanker. Flavonoid juga dapat
meningkatkan aktivitas lipoprotein lipase yang dapat menguraikan trigliserida
yang terdapat pada kilomikron (Sudhnessh et al, 1997).
Untuk melakukan penelitian ini kami menggunakan sampel daun matoa
yang tumbuh di desa Sumbersono kecamatan Lengkong dengan ketinggian 56
mdpl dengan kondisi tanah yang kering. Preparasi sampel dimulai dari daun
matoa (Pometiae pinnata) hijau segar yang dikeringkan dan dihaluskan
menjadi serbuk simplisia. Setelah dipreparasi teknik yang dipilih adalah
maserasi dengan tujuan untuk mengekstrak senyawa yang bersifat termolabil
karena maserasi dilakukan tanpa pemanasan. (Marjoni, 2016).
Selanjutnya dilakukan proses fraksinasi untuk memisahkan golongan
utama kandungan yang satu dan golongan utama lainnya. Ekstrak kental
etanol diambil kemudian dipartisi dengan n-Heksana terlebih dahulu dan
didapat fraksi n-Heksana dan fraksi etanol. Sedangkan fraksi etanol
dilanjutkan untuk dipartisi untuk di fraksinasi dengan etil asetat. Sehingga
diperoleh fraksi etanol dan fraksi etil asetat. Setelah itu dilakukan uji
pendahuluan dan penegasan dengan menambahkan serbuk magnesium dan
HCL pekat.
Kemudian identifikasi senyawa flavonoid dapat dilakukan dengan cara
kromotografi lapis tipis. Kromotografi lapis tipis merupakan suatu teknik
pemurnian senyawa metabolit yang terdiri dari fase gerak dan fase diam.
Alasan metode ini digunakan karena murah, mudah, alat yang digunakan
sederhana dan waktu analisis yang di gunakan lebih singkat . Berdasarkan
latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk mengambil judul
“Identifikasi Senyawa Flavonoid Pada Fraksi Etil Asetat Daun Matoa
(Pometiae pinnata J.G. Forst & G. Forst) Dengan Metode Kromotografi
Lapis Tipis.
3
1.3 Tujuan
Tujuan dalam karya tulis ilmiah ini yaitu untuk membuktikan senyawa
flavanoid dalam fraksi etil asetat pada daun matoa (Pometiae Pinnata) secara
kromotagrafi lapis tipis.
1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan
tentang tanaman matoa baik senyawa didalamnya ataupun khasiatnya dan
menambah wawasan ataupun ketrampilan proses penelitian yang dilakukan
untuk memenuhi tugas karya tulis ilmiah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
4
5
b. Secara Vegetatif
Tanaman matoa dapat pula diperbanyak secara vegetative
dengan cangkok, stek maupun sambung. Tanaman yang
diperbanyak dengan cangkokan sudah mulai berbuah pada umur
2-3 tahun (Kadir, 2014).
2.2 SIMPLISIA
2.2.1 Pengertian Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat
yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali
dinyatakan lain, berupa bahan yang telah di keringkan (Depkes RI,
1978).
2.2.2 Cara pembuatan simplisia
Bersihkan simplisia dari bahan organik asing dan pengotoran
lain secara mekanik atau dengan cara lain yang cocok, keringkan pada
suhu yang cocok, haluskan, ayak. Kecuali dinyatakan lain, seluruh
simplisia harus dihaluskan menjadi serbuk (Depkes RI, 1978).
2.2.3 Cara penyimpanan simplisia
Semua simplisia harus disimpan sedemikian rupa sehingga
perubahan karena cahaya atau lengas (Depkes RI, 1978) :
a. Simplisia yang mudah menyerap air harus disimpan dalam wadah
tertutup rapat yang berisi kapur tohor.
b. Disimpan terlindung dari cahaya, berarti bahwa simplisiaharus
disimpan dalam wadah atau botol yang dibuat dari kaca inak-tinik
berwarna hitam, merah atau coklat tua.
c. Disimpan pada suhu kamar, jika tidak disertai penjelasan lain,
berarti disimpan pada suhu antara 15℃sampai 30℃.
d. Disimpan ditempat sejuk , jika tidak disertai penjelasan lain,
berarti disimpan pada suhu antara 5℃ sampai 15℃.
e. Disimpan di tempat singin, jika tidak ada penjelasan lain, berarti
disimpan pada suhu antara 0℃ sampai 5℃.
7
2.3 EKSTRAKSI
2.3.1 Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan bahan dari campurannya
dengan menggunakan pelarut tertentu (Marjoni, 2016).
2.3.2 Tujuan Ekstraksi
Untuk menarik semua zat aktif dan komponen kimia yang
terdapat dalam simplisia
2.3.3 Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan ekstraksi :
a. Jumlah simplisia yang akan diekstrak.
b. Derajat kehalusan simplisia.
c. Jenis pelarut yang digunakan dalam ekstraksi.
d. Waktu Ekstraksi.
e. Metode ekstraksi.
f. Kondisi proses ekstraksi.
2.3.4 Berdasarkan penggunaanya
a. Ekstraksi secara dingin :
1) Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi sederhana yang dilakukan
hanya dengan cara merendemkan simplisia dalam satu atau
campuran pelarut selama waktu tertentu pada temperature
kamar dan terlindung dari cahaya.
9
2) Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian zat aktif secara dingin
dengan cara mengalirkan pelarut kontinu pada simplisia
selama waktu tertentu.
b. Ekstraksi secara panas :
1) Seduhan
Merupakan metode ekstraksi paling sederhana hanya dengan
merendam simplisia dengan air panas selama waktu tertentu
(5-10 menit).
2) Coque (penggodokan)
Merupakan proses penyarian dengan cara menggodok
simplisia menggunakan api dan hasilnya dapat langsung
digunakan sebagai obat baik secara keseluruhan termasuk
ampasnya atau hanya hasil godokannya saja tanpa ampas.
3) Infusa
Merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara menyari
simplisia nabati air pada suhu 90℃ selama 15 menit.
4) Digestasi
Merupakan proses ekstraksi yang cara kerjanya hampir sama
dengan maserasi, hanya saja disgesti menggunakan
pemanasan rendah pada suhu 30-40℃. Metode ini biasanya
digunakan untuk simplisia yang tesari baik pada suhu rendah.
5) Dekokta
Merupakan proses penyarian secara dekokta hampir sama
dengan infusa, perbedaannya hanya terletak pada lamanya
waktu pemanasan yaitu 30 menit suhu mencapai 90℃.
6) Refluks
Merupakan proses ekstraksi dengan pelarut pada titik didih
pelarut selama waktu dan jumlah pelarut tertentu dengan
adanya pendinginan baik (kondensor).
10
7) Soxhletasi
Merupakan proses ekstraksi panas menggunakan alat khusus
berupa esktraktor soxh.
c. Berdasarkan metode ekstraksi :
1) Ekstraksi tunggal
Merupakan proses ekstraksi dengan cara mencampurkan
bahan yang akan diekstrak sebanyak satu kali dengan
pelarut .kekurangan dari ekstraksi dengan cara seperti ini
adalah rendahnya rendemen yang dihasilkan.
2) Ekstraksi multi tahap
Merupakan suatu proses ekstraksi dengan cara
mencampurkan bahan yang akan diekstrak beberapa kali
dengan pelarut yang baru dalam jumlah yang sama banyak.
d. Ekstrak
1) Pengertian Ekstrak
Ekstrak merupakan suatu produk hasil pengambilan zat aktif
melalui proses ekstraksi menggunakan pelarut, dimana
pelarut yang digunakan di uapkan kembali sehingga zat aktif
ekstrak menjadi pekat (Marjoni, 2016).
2) Menurut Farmakope Indonesia :
a) Ekstrak cair adalah ekstrak hasil penyarian bahan alam
dan masih mengandung pelarut.
b) Ekstrak kental adalah ekstrak yang telah mengalami
proses penguapan dan sudah tidak mengandung cairan
pada pelarut lagi, tetapi konsistensinya tetap cair pada
suhu kamar.
c) Ekstrak kering adalah yang telah mengalami proses
penguapan dan tidak lagi mengandung pelarut dan
berbentuk padat (kering).
11
2.4 MASERASI
2.4.1 Pengertian Maserasi
Maserasi merupakan salah satu cara ekstraksi yang sangat
sederhana hanya dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia
dengan pelarut yang cocok dan tanpa pemanasan (Marjoni, 2016).
Teknik ini pilih karena peralatan yang digunakan sangat sederhana,
pengerjaan relative sederhana dan mudah dilakukan biaya relative
murah. Pelarut yang digunakan pada maserasi adalah etanol karena
etanol selain cocok untuk mengektrsak senyawa-senyawa yang
bersifat polar etanol juga bersifat netral dan lebih selektif.
2.4.2 Modifikasi metode maserasi :
a. Digesti
Digesti adalah meserasi kinetik (pengadukan kontiniun)
menggunakan pemanasan lemah yaitu pada suhu 30℃ – 50℃.
b. Maserasi dengan mesin pengaduk
Pengguna mesin pengaduk yang berputar secara kontiniun dapat
mempersingkat waktu maserasi menjadi 6 sampai 24 jam.
c. Remaserasi
Simplisia dimaserasi dengan pelarut pertama, setelah diendapkan,
tuangkan dan diperas, ampasnya dimaserasi kembali dengan
pelarut kedua.
12
2.5 FRAKSINASI
2.5.1 Pengertian fraksinasi
Fraksinasi merupakan metode pemisahan campuran menjadi beberapa
fraksi yang berbeda susunannya. Fraksi diperlukan untuk memisahkan
golongan utama kandungan yang satu dari golongan utama yang
lainnya. Prosedur pemisahan senyawa dilakukan berbedaan
kepolarannya (Harbone, 1987).
13
2.6 FLAVONOID
2.6.1 Pengertian flavonoid
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang
ditemukan di alam yang besar jumlahnya dan kebanyakan ditemukan
dalam tumbuhan tingkat tinggi. Senyawa-senyawa ini mempunyai
kerangka dasar karbon dengan susunan C6 – C3 – C6 dimana gugus aril
(C6) teriakat pada suatu rantai propan (C3) (Kristanti et al, 2008).
14
b. Fase gerak
Fase gerak terdiri dari satu atau beberapa pelarut dan bila
diperlukan dapat menggunakan sistem pelarut campur. Untuk
memisahkan senyawa-senyawa organik, biasanya selalu
digunakan pelarut campuran untuk memperoleh sistem
pengembangan yang cocok sehingga hasil pemisahan senyawa
menjadi lebih baik.
2.7.3 Prinsip Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan komponen
berdasarkan adsorsi dan partisi, yang di tentukan oleh fase diam
(adsorben) dan fase gerak (eluen). Sebuah silia gel atau alumina
berfungsi sebagai fase diam sedangkan untuk fase gerak berupa
pelarut atau campuran pelarut yang sesuai dengan bahan yang akan
dipisahkan.
2.7.4 Tujuan kromatografi lapis tipis :
a. Sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif atau
preparative.
b. Untuk mencari sistem pelarut yang akan dipakai dalam
kromotografi kolom.
2.7.5 Persyaratan dalam menggunakan kromotografi lapis tipis :
a. Senyawa yang digunakan mempunyai tingkat penguapan yang
rendah
b. Senyawa bersifat polar, semi polar, non polar atau ionik.
c. Sampel dalam jumlah banyak harus dilakukan analisis simulasi.
d. Sampel yang akan dianalisis akan merusak kolom pada
kromtografi cair ataupun kromatografi gas.
e. Pelarut yang digunakan akan menggunakan penjerap dalam
kolom kromatografi cair.
f. Komponen dari campuran dari suatu senyawa akan diseteksi
terpisah setelah pemisahan atau akan dideteksi dengan berbagai
metode secara bergantian (misalnya pada drug screening).
17
c. Rumus nilai Rf
Ekstraksi secara
maserasi
Fraksinasi Flavonoid
Kesimpulan
BAB III
METODE PENELITIAN
19
20
Rumus:
Daun matoa
Determinasi tanaman
Sortasi Basah
Pembersihan kotoran
Pencucian
(dengan air mengalir)
Perajangan
(manual dengan pisau)
Sortasi Kering
Ekstrak disaring
(dengan kain saring)
Lapisan n-heksana
ditampung
lempeng KLT
P : 10 cm L: 2 cm
Penjenuhan Chamber
Aktivasi
Hasil Fraksinasi
Chamber Jenuh ditotolkan pada lempeng
Hasil
28
DAFTAR PUSTAKA
Kadir IS. 2014. Buku Seri Matoa Tanaman Khas Papua. Papua: BPTP (Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Papua).
Syamsuhidayat, Sri Sugati dan Jhony Ria Hutapea. 1994, Invetaris Tanaman Obat
Indonesia III. Depatermen Kesehatan Republik Indonesia: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Variany G. 1999. Isolasi dan identifikasi flavonoid dari daun matoa (Pometiae
pinnata J.R. & G. Forst). Yogyakarta: Fakultas Farmasi, Universitas
Gajah Mada.