Anda di halaman 1dari 8

2.

1 Deskripsi Daun Duduk (Desmodium triquetrum):

Gambar 2.1 Daun Duduk (Desmodium triquetrum)

a. Taksonomi Tumbuhan
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Desmodium
Spesies : Desmodium triquetum

b. Sinonim : Hedysarm triquetrum L., Pteroloma triquetrum Benth., P. triquetrum


(L.) Desv.
c. Nama Daerah : Sumatra: daun duduk (Melayu), Jawa: genteng cangkeng, ki
congcorang, potong kujang, cencen (Sunda), daun duduk, gerji, gulu
walang, sosor bebek, cocor bebek (Jawa). Indonesia: daun duduk
(Depkes RI, 1979; Setiawan Dalimartha, 1999).
d. Morfologi : Perdu atau semak yang tumbuh tegak atau menanjak, tinggi 50 cm
sampai 3 m, bercabang banyak dengan ujung ranting bersiku tiga,
berambut panjang pada sudutnya. Daun penumpu tegak, daun tunggal,
tangkai daun bersayap, helai daun berbentuk lanset sampai bundar telur,
dari pangkal membulat dan ujung agak meruncing, panjang 3,5-20 cm
dan lebar 1-5 cm. Perbungaan malai, gagang daun kecil. Bunga kupu-
kupu warna ungu kemerahan. Buah polong, bagian atas rata tetapi
bagian bawah bergelombang (Depkes RI, 1979; Setiawan Dalimartha,
1999).
d. Kandungan senyawa : Skrining fitokimia pada daun duduk menunjukkan adanya
kandungan flavonoid, saponin, tanin, polifenol, steroid,
alkaloida hipaforin, trigonelin, bahan penyamak, asam silikat,
dan K2O. Buahnya mengandung saponin dan flavonoid,
sedangkan akarnya mengandung saponin, tanin, dan flavonoid
(Muslim dan Subositi, 2020; Depkes RI, 1979).

e. Khasiat/manfaat :
Daun duduk digunakan dalam pengobatan tradisional sebagai peluruh kencing
(diuretik), mengatasi wasir, dan batuk. Selain itu daun duduk juga berkhasiat sebagai
pereda demam (antipiretik), anti-inflamasi, antimikroba, dan meningkatkan nafsu makan
(stomakik) (Setiawan Dalimartha, 1999). Terdapat penelitian uji penghambatan tirosin
kinase pada ekstrak metanol daun duduk (D. triquetrum) yang menunjukkan aktivitas
yang tinggi yaitu 59,4%, sedangkan sitotoksisitas ekstrak terhadap sel leukemia murine P-
388 memberikan aktivitas yang tinggi dengan IC50 6,5 μg/mL. Ekstrak etanol daun duduk
(D. triquetrum) pada dosis 31 mg/100 gram BB mempunyai efek diuretik namun tidak
sekuat hidroklortiazid dosis 0,16 mg/100 gram BB pada tikus. Efek diuretik ini
disebabkan karena adanya kandungan polifenol pada daun duduk (Sa’roni dkk., 2006).
Infusa daun duduk (D. triquetrum) menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri E.
coli dan S. aureus secara in vitro yang sebanding dengan kloramfenikol. Aktivitas
antibakteri tersebut disebabkan karena adanya kandungan tanin pada daun duduk
(Bimmahariyanto dkk., 2019). Daun duduk juga menunjukkan aktivitas penyembuhan
luka yang baik, sehingga dapat mengatasi luka pada rektal yang menyebabkan pendarahan
(Astana dkk., 2017). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan flavonoid rutin
pada daun duduk bersifat memperkuat dinding pembuluh darah kapiler, sehingga dapat
digunakan untuk mengatasi wasir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun duduk pada
hewan uji memiliki efek anti-inflamai paling kuat dibanding obat NSAID (Balitbangkes,
2017).

f. Ekologi dan Persebaran : Daerah persebaran daun duduk di Indonesia ameliputi pulau
Jawa, Madura, dan Sumatera. Daun duduk tumbuh pada di
dataran rendah sampai dataran tinggi pada ketinggian 5-
1.500 m dpl., tumbuh liar di tempat yang ditumbuhi rumput,
belukar, dan di hutan sekunder, tumbuh di tempat terbuka
dengan cahaya matahari yang cukup atau sedikit naungan,
serta tidak begitu kering (Depkes RI, 1979; Setiawan
Dalimartha, 1999).
. 2.2 Penanaman
Daun duduk yang ditanam pada daerah dataran sedang (450 m dpi) menghasilkan
kadar kadar sari dan flavonoid yang tinggi, serta produksi daun yang tinggi. Lahan tempat
penanaman dilakukan dengan cara membersihkan lahan dari gulma, mencangkul sedalam 30
cm dan membuat petak tempat penanaman dengan ukuran 2 m x 2 m. Sekeliling lahan dibuat
saluran drainase untuk menghindari genangan air. Bibit daun duduk yang digunakan berumur
2 bulan, ditanam dengan jarak 50 m x 50 cm, setiap petak berjumlah 9 bibit tanaman. Bibit
ditanam pada lubang tanam yang sudah diberi pupuk kandang sebanyak 2 kg/lubang tanam.
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, penyulaman dan penyiangan. Penyiraman
dilakukan setiap pagi hari atau sesuai kondisi lahan. Penyulaman dilakukan 3 hari setelah
tanam, dengan cara mengganti tanaman bila ada yang mati. Penyiangan dilakukan dengan
membuang gulma yang tumbuh di sekitar tanaman (Fauzi dkk., 2016; Muslim dan Subositi,
2020).

2.2 Pemanenan
Panen dilakukan saat tanaman berumur 120 hari setelah tanam (HST) dengan cara
memotong tanaman 10 cm di atas permukaan tanah, kemudian daun dipisahkan dari batang
(Fauzi dkk., 2016; Muslim dan Subositi, 2020).

2.3 Pasca Panen


Pasca panen merupakan kelanjutan dari proses panen pada tanaman obat. Tujuannya
adalah agar hasil panen berkualitas baik, tidak mudah rusak, serta lebih mudah disimpan
untuk dilakukan proses selanjutnya. Berikut tahapan pasca panen menurut Pedoman
Teknologi Penanganan Pasca panen Tanaman Obat (Indartiyah dkk., 2011):
a. Penyortiran awal
Proses penyortiran awal bertujuan untuk memisahkan daun sesuai kebutuhan dan
persyaratan, bebas dari kotoran atau bahan asing yang ikut pada saat pemanenan; menjaga
kualitas bahan baku dan mempermudah proses pengolahan selanjutnya.
b. Pencucian dan Penirisan
Daun yang sudah disortir dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan semua kotoran
yang melekat pada daun. Pencucian dilakukan sebanyak 3 - 4 kali sampai air bekas
pencucian jernih. Daun yang sudah bersih ditiriskan dalam keranjang plastik/rak
pengering.
c. Penimbangan bahan baku
Dilakukan terhadap daun segar yang telah dicuci bersih dan ditiriskan untuk mengetahui
berat segar bahan baku.
d. Perajangan
Proses perajangan dilakukan menggunakan alat berupa mesin atau perajang manual dari
bahan stainless stell.
e. Pengeringan
Proses pengeringan bertujua untuk menjaga kualitas bahan agar tidak mudah rusak, tahan
dalam penyimpanan jangka waktu lama, dan memiliki nilai ekonomi lebih tinggi.
Pengeringan daun duduk dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 45°C. Hasil
yang baik dari proses pengeringan adalah simplisia daun mengandung kadar air maksimal
5% dan ketika diremas akan hancur, yang menandakan daun telah kering optimal.
f. Penyortiran Akhir
Penyortiran akhir bertujuan untuk memisahkan benda asing seperti bagian tanaman yang
tidak diinginkan dan kotoran lainnya yang masih tertinggal pada simplisia. Simplisia daun
yang baik memiliki kandungan benda asing tidak lebih dari 2%, warna dan aroma tidak
berbeda jauh dari aslinya, tidak mengandung bahan beracun, berbahaya, dan tidak
tercemar oleh jamur.
h. Pengemasan dan Pelabelan
Pengemasan dilakukan pada daun kering yang sudah diseleksi kualitasnya dengan
menggunakan bahan kemasan yang baik, bersih, kering, mampu melindungi produk dari
kerusakan mekanis dan tidak mengandung zat kimia yang menyebabkan perubahan
kandungan dan organoleptis. Kemasan harus tertutup rapat agar aman selama
penyimpanan dan pengangkutan. Kemasan diberi label yang ditempelkan atau diikatkan
pada kemasan dengan mencantumkan nama produk, bagian tanaman yang digunakan,
tanggal pengemasan, kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih, metode
penyimpanan. Simplisia kemudian diangkut ke konsumen atau segera disimpan untuk
proses pengolahan selanjutnya.
i. Penyimpanan
Tempat penyimpanan harus bersih, suhu kamar tidak melebihi 30°C, terpisah dari bahan
lain yang menyebabkan simplisia terkontaminasi dan bebas dari hama gudang. Simplisia
yang dikemas disimpan dengan cara ditumpuk di atas rak dengan ketinggian minimal 10
cm dan diberi alas.

2.5 Standarisasi Simplisia


Nama Simplisia: Desmodii Triquetri Folium
Standardisasi simplisia yang dapat digunakan sebagai acuan adalah sebagai berikut (Depkes
RI, 1979):
a. Parameter Non-Spesifik:
Parameter non-spesifik daun duduk menurut Materia Medika Jilid III adalah sebagai
berikut (Depkes RI, 1979):
- Kadar abu: Tidak lebih dari 6,2%
- Kadar abu tidak larut dalam asam: Tidak lebih dari 2,6%
- Kadar sari larut dalam air: Tidak kurang dari 13%
- Kadar sari larut dalam etanol: Tidak kurang dari 9,9%
- Bahan organik asing: Tidak lebih dari 2%
b. Parameter Spesifik
Parameter spesifik daun duduk menurut Materia Medika Jilid III adalah sebagai berikut :
- Organoleptis: Bau lemah, warna hijau tua kecoklatan, rasa agak kelat, sedikit pahit dan
sejuk.
- Makroskopik: daun tunggal, bertangkai, bersayap, helai daun berbentuk lanset, jorong
melebar sampai bundar telur, panjang 3,5-20 cm dan lebar 1-5 cm, ujung agak meruncing,
pangkal membundar, pinggir rata, warna hijau sampai hijau kecoklatan, permukaan
berambut, tulang daun jelas, warna kuning kehijauan, menonjol dari permukaan daun
bagian bawah.
- Mikroskopik: Fragmen pengenalnya adalah epidermis atas, fragmen epidermis bawah,
fragmen berambut penutup berdinding tebal, rambut kelenjar dan rambut penutup
berdinding tipis, fragmen parenkim berderet berisi hablur kalsium oksalat berbentuk
prisma, fragmen berkas pembuluh fragmen mesofil.

Gambar 2.2 Mikroskopik dari Simplisia Daun Duduk

- Identifikasi:
1. Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes asam sulfat P; terjadi warna coklat kehitaman
2. Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes asam klorida pekat P; terjadi warna hijau
3. Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes larutan natrium hidroksida P 5% b/v; terjadi
warna coklat
4. Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes larutan kalium hidroksida P 5% b/v; terjadi
warna coklat
5. Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes amonia (25%) P; terjadi warna coklat
6. Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes besi (III) klorida P 5% b/v; terjadi warna hijau
7. Timbang 300 mg serbuk daun, campur dengan 5 ml metanol P dan panaskan dalam tangas
air selama 2 menit, dinginkan, saring, cuci endapan dengan metanol P secukupnya
sehingga diperoleh 5 ml filtrat. Pada titik pertama dari lempeng KLT silika gel GF254 P
totolkan 20 µl filtrat, pada titik kedua totolkan 5 µl zat warna II LP. Eluasi dengan
campuran etil asetat P – metil etil keton P – asam format P – air (50+30+10+10) dengan
jarak rambat 15 cm. Amati dengan siar biasa dan dengan sinar UV 366 nm. Semprot
lempeng dengan aluminium klorida LP, panaskan pada suhu 110° selama 10 menit. Amati
dengan sinar biasa dan dengan sinar ultraviolet 366 nm.

Pada kromatogram tampak bercak-bercak dengan warna hRx sebagai berikut:

dengan sinar biasa dengan sinar uv 366 nm


Tanpa dengan tanpa dengan pereaksi
No. hRx
pereaksi pereaksi pereaksi
1 21-25 - - - kuning
2 29-39 - - - kuning
3 52-55 - - ungu ungu
4 58-63 - - ungu kuning
5 100-105 - - ungu biru kekuningan

2.4 Kontrol Kualitas Simplisia


Kontrol kualitas simplisia yang dapat digunakan sebagai acuan adalah sebagai berikut
(Depkes RI, 1979):

Parameter kemurnian Cemaran mikroba -

Kadar abu Tidak lebih dari Cemaran -


6,2% alflatoksin

Kadar abu tidak larut Tidak lebih dari Cemaran residu -


asam 2,6% aflatoksin

Kadar sari larut air Tidak kurang Cemaran logam -


dari 13% berat

Kadar sari larut etanol Tidak kurang


dari 9,9%

Bahan organik asing Tidak lebih dari


2%
- Susut pengeringan :-
- Kadar Air :-
- Cara penyimpanan : Disimpan dalam wadah tertutup baik

Anda mungkin juga menyukai