Anda di halaman 1dari 31

KONJUNGTIVITIS

FA 2
KELOMPOK 3
PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
Nama Anggota Kelompok
Ating Cicih Enok Komalasari Isti Mulfiyana
Aulia Fathimah Fauziah Erika Octavia Nababan James Eferson Ga Bani
Bagus Fauzan Nuur Febby Dwi Crismonica Khairunnisa
Dara Bella. Y. S Felia Putri Anggraeni Lingga Febiani
Denny Galang. H Fellia Sekar Ayuni Lutfi Fadilah Lubis
Desi Nopita Sari Fiqi Aliudin Made Savitri Widya. S
Deuis Julia Legiani Gelisa Wulandari Maria Florida. S
Diana Tri Fitaloka Hanifah Nur Fauziyah. W Maya Rosdiana
Eka Rahmawati Hedy Nurdiansyah Meylan Susanti
Ellin Putri Permatasari Ida Ayu Komang Anindia. P Miftahul Jannah
Elysabeth Juneiti. C. P Intan Listiyowati
Konjungtivitis
Konjungtivitis adalah inflamasi
atau peradangan yang terjadi
pada konjungtiva atau selaput
bening yang melapisi bagian mata
yang secara umum dapat
disebabkan oleh infeksi (bakteri,
virus, alergen). Konjungtivitis, juga conjuctivitis
dikenal sebagai mata merah.
Etiologi Konjungtivitis

Virus Bakteri Alergi

Konjungtivitis juga bisa disebabkan karena iritasi oleh angin, debu, polusi udara
dan juga karena pemakaian kontak lensa dalam jangka panjang. Konjungtivitis yang
disebabkan oleh mikroorganisme ditularkan melalui kontak dan udara. Dalam
waktu 12 sampai 48 jam setelah infeksi mulai, mata menjadi merah dan nyeri.
Konjungtivitis
Virus
disebabkan oleh adenovirus dan sering
disebut "mata merah muda“. Adenovirus
mudah menyebar melalui kolam renang,
dan jari yang terkontaminasi.
Patofisiologi Konjungtivitis Virus
Patofisiologi konjungtivitis akibat infeksi Adenovirus
didahului oleh interaksi reseptor sel primer seperti CAR,
CD46, dan asam sialik dengan protein fiber-
knob. Interaksi tersebut memperantarai penempelan
virus dengan sel host pada lapisan konjungtiva.
Konjungtivitis viral memiliki masa inkubasi 5-12 hari,
mampu menular hingga 10-14 hari atau selama
hiperemia masih ada.
Terapi Farmakologi
Pasien dapat mengurangi gejala dengan:
● Air mata buatan
● Dekongestan topikal
● Pemberian antibiotik topikal tidak dianjurkan karena tidak mencegah infeksi
sekunder dan dapat memperburuk gejala klinis akibat reaksi alergi dan reaksi toksik
serta tertundanya kemungkinan diagnosis penyakit mata lain.
● Pasien dengan infiltrasi subepitel yang parah mungkin memerlukan steroid
topikal (namun harus dengan resep dokter) karena dapat menyebabkan
komplikasi okular, meningkatkan periode pelepasan virus, dan dapat
memperburuk konjungtivitis herpes.
● Bila gejala belum reda:
● Dalam kurun waktu 7-10 hari belum reda dan terjadi komplikasi pada kornea
sebaiknya pasien dirujuk ke dokter spesialis mata.
Terapi Non- Kompres Dingin

Pasien konjungtivitis tidak

Farmakologi berbagi benda dengan


orang lain. (pencegahan)

Konjungtivitis Cuci tangan dengan bersih dan


menyeluruh
Virus
Pasien dengan infeksi konjungtivis
sebaiknya menghindari aktivitas
berenang selama 2 minggu
Evaluasi Hasil

Pastikan cukup uji


coba semua agen

Bila gejala belum reda


dalam 7-10 hari dan terjadi
Pantau pasien komplikasi pada kornea,
menghilangkan gejala pasien harus dirujuk ke
dokter spesialis mata
Konjungtivitis
Bakteri
disebabkan oleh organisme gram positif,
termasuk Streptococcus pneumoniae,
Staphylococcus aureus, dan Haemophilus
gram negatif influenza. Konjungtivitis bakteri
akut dan kronis dapat sembuh sendiri kecuali
jika disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae. Konjungtivitis bakterial
hiperakut dikaitkan dengan gonokokal
(Neisseria gonorrhoeae atau Neisseria
meningitides) yaitu infeksi pada pasien yang
aktif secara seksual.
Patofisiologi
Konjungtivitis diawali dengan kontak kuman atau bakteri terhadap
konjungtiva.
Konjungtivitis dapat menular melalui:

Kontak dengan
Kontak langsung benda yang
konjungtiva dengan menjadi media
sekret mata penularan
penderita (Handuk, peralatan
kosmetik, sarung bantal)

Kontak melalui
droplet
batuk/bersin
Terapi Farmakologi
Pengobatan pada konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen mikrobiologiknya,
dapat memulai terapi dengan antimikroba tropikal spektrum luas seperti polymyxin-
trimethoprim (bacitracin, eritromisin) sebelum dilakukan pemeriksaan mikrobiologi.
Konjungtivitis bakterial dapat dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu hiperakut, akut dan kronik.
● Hiperakut:
● Oral: Dosis tunggal ceftriaxone intramuscular 1 g dengan kombinasi antibiotik
● Topikal: gentamisin atau antibiotik topikal lainnya.
● Akut:
● Oral: Antibiotik golongan aminoglikosida: gentamisin, tobramisin, neomisin
● Topikal: Eritromisin dan bacitracin-polimiksin B
● Kronik:
● Oral: Tetrasiklin
● Topikal: Fluoroquinolone topikal, Eritromisin, metronidazol (acne roacea)
Perawatan lini pertama
termasuk polimiksin B/larutan
trimetoprim, polimiksin B
dengan salep bacitracin, atau
salep eritromisin.

Aminoglikosida (tobramycin
dan gentamicin) adalah
alternatif tetapi memiliki
cakupan gram positif yang
tidak lengkap dan dapat
menyebabkan toksisitas epitel
kornea
Perbandingan Diagnosis dengan Mata Merah
Kompres Dingin

Terapi Non- Pasien konjungtivitis tidak


diperkenankan memakai
pakaian/barangsecara

Farmakologi bersamaan.
Cuci tangan dengan bersih dan
menyeluruh
Konjungtivitis
Bakteri Hindari debu, kontak mata
berdekatan dengan orang lain dan
aktivitas berenang selama 2 minggu
Tidak menggosok mata yang sakit dan
kemudian menyentuh mata yang sehat
Evaluasi Hasil
Perbaikan yang signifikan dari konjungtivitis bakteri harus
terlihat dalam 1 minggu.
Konjungtivitis
Alergi
• VKC (Vernal keratoconjunctivitis) biasanya berhubungan
dengan cuaca, sering terjadi pada daerah-daerah dengan
cuaca hangat
• AKC (Atopic Keratoconjunctivitis) sering terjadi pada orang-
orang yang memiliki riwayat keluarga dengan penyakit
atopik
• SAC (Seasonal Allergic Conjunctivitis) dan PAC (Perennial
Allergic Conjunctivitis) disebabkan oleh serbuk sari, debu,
jamur, hewan, atau suatu alergen pada tempat kerja
• GPC (Giant Papillary Conjunctivitis) terjadi pada orang-orang
yang menggunakan kontak lensa

Konjungtivitis medicamentosa adalah bentuk konjungtivitis


alergi yang diinduksi obat yang disebabkan oleh penggunaan
agen vasokonstriksi topikal yang berlebihan.
Patofisiologi
Timbul gatal
Mediator kemerahan dan Terjadi infiltrasi
Histamin pembengkakan seluler & peningkatan
pada konjungtiva sekresi lendir
Degranulasi bersaman dengan
sel mast kemosis

Alergen (masuk ke
Vasodilatasi
konjungtiva mata)
konjungtiva
Pendekatan Terapi LANGKAH 02
Antihistamin topikal atau kombinasi antihistamin/dekongestan.
LANGKAH 01 Kombinasi antihistamin/dekongestan lebih efektif dibanding

Dengan larutan air mata buatan tanpa obat. satu agen saja. Dekongestan mengurangi kemerahan dan

Solusinya dengan mengencerkan atau memiliki efek sinergis kecil dengan antihistamin. Contoh

menghilangkan alergen dan memberikan rasa sediaan Naphazoline.

lega saat melumasi mata. Pengobatan ini Dekongestan topikal memberikan efek terbakar, menyengat

dilakukan 2-4 kali sehari. Pengobatan dengan dan juga menyebabkan midriasis, terutama pada pasien dengan

salep dapat dilakukan pada malam hari untuk mata berwarna terang. Penggunaan dekongestan topikal

melembabkan permukaan mata. dibatasi kurang dari 10 hari untuk mengurangi iritasi kembali

LANGKAH 03 LANGKAH 04
Kortikosteroid topikal jangka pendek dan imunoterapi
Stabilisator sel mast atau agen multi-aksi. Sel
mast digunakan sebagai penstabil profilaksis Note: antihistamin topikal direkomendasikan sebelum penggunaan oral
untuk terapi. Hal ini untuk mengurangi efek samping pada obat oral.
selama alergi. Respon yang terjadi memakan
Antihistamin topikal dapat memberikan efek yang lebih cepat pada
waktu 4-6 minggu. gelaja okular. Contohnya ketorolak trometamin topikal
Tabel Mekanisme Obat
Terapi Farmakologi
Faktor Resiko
Faktor Eksogen Penyakit Permukaan Mata Kondisi Sitemik
• Lensa kontak • Anatomi atau fungsi kelopak • Dermatitis atopik
• Jahitan longgar dari operasi mata yang tidak normal Salah • Penyakit jaringan ikat
mata arah bulu mata • Penyakit yang melemahkan
• Operasi kornea sebelumnya • Infeksi mata (misalnya, (misalnya, kekurangan gizi atau
• Operasi mata atau kelopak konjungtivitis, blepharitis) ketergantungan respirator)
mata sebelumnya • Defisiensi film air mata • Diabetes mellitus
• Trauma, termasuk benda asing, • Penyakit buatan (termasuk
cedera kimia dan termal dan penyalahgunaan anestesi)
iradiasi lokal Kelainan Epitel Kornea Infeksi gonokokal
• Kelainan imun
• Edema epitel kornea • Sindrom Stevens-Johnson
Obat Mata • Predisposisi terhadap erosi • Penyalahgunaan zat
kornea berulang Keratitis • Kekurangan vitamin A
• Anestesi
• Virus (misalnya, herpes
• Antimikroba
simpleks atau keratitis zoster)
• Obat mata yang terkontaminasi
• Obat glaucoma
• Pengawet
• Steroid
• NSAID topical
Menghindari Alergen

Terapi Non- Untuk konjungtivitis


akibat obat, hentikan obat

Farmakologi
yang bermasalah
Kompres Dingin guna
menghilangkan kemerahan dan
Konjungtivitis gatal

Alergi Memasang penyaring udara dan


menghindari penggunaan karpet
karena mudah menyerap debu
Menutup jendela guna menghindari
paparan serbuk sari
Prosedur Diagnostik Alergi
● Conjunctival provocation test (CPT)
● CPT digunakan untuk menentukan tingkat reaksi konjungtiva terhadap alergen. Sebuah antigen untuk
mengevaluasi yang diterapkan pada satu mata, kemudian uji balanced salt solution (BSS) pada mata
yang lain sebagai kontrol
● CPT dapat digunakan sebagai model alergi okular untuk mempelajari okular respon terhadap
rangsangan alergi, dan untuk mengevaluasi terapi anti alergi.
● Nasal provocation test (NPT)
● NPT digunakan untuk menentukan reaksi hidung dan/atau konjungtiva terhadap alergen. NPT telah
digunakan terutama sebagai alat penelitian untuk penyelidikan rinitis alergi dan non-alergi dengan
berbagai macam teknik tergantung pada tujuan ilmiah tertentu. NPT bisa menjadi parameter
diagnostik tambahan yang berharga untuk respon hidung akhir.
● Epicutaneous skin test (EST)/Skin Prick Test (SPT)
● Memberikan peranan penting dalam evaluasi alergi, digunakan untuk membantu pembentukan
gejala alergi dan pemicu alergi spesifik, dan membantu mengevaluasi tingkat sensitivitas terhadap
agen tertentu.
● Atopy patch test (APT)
● Tes ini mampu mengidentifikasi faktor pemicu dan terdiri dari aplikasi epikutan dari alergen selama
48 jam, dengan evaluasi lesi eksim yang diinduksi setelah 48 dan 72 jam.
Evaluasi Hasil

● Pantau pasien sampai Hasil yang diharapkan:


gejala conjunctivitis (mata
merah, berair, belekan, dll) ● Meredakan gejala alergi
hilang. saat ini.
● Menguji coba dari masing- ● Pencegahan gejala alergi di
masing agen alergen agar masa depan.
tahu yang mana yang harus ● Tidak ada efek samping dari
dihindari. pengobatan.
● Rujuk ke dokter apabila
menemukan gejala yang
berat.
CONTOH KASUS
KONJUNGTIVITIS
Seorang pasien laki-laki (40thn) datang ke rumah sakit dengan keluhan kedua mata terasa
ngeres, panas dan merah sejak 2 hari yg lalu. Pasien mengaku matanya belekan terutama pada
pagi hari, kotoran matanya kental, keruh, warnanya kuning. Kedua mata sering berair dan
sangat silau bila terkena sinar berlebihan. Pasien mengaku sulit membuka matanya karena
bengkak. Sebelumnya pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini. Riwayat hipertensi
(-), dan riwayat DM (-). Isteri pasien juga mengalami sakit mata seperti ini seminggu yang lalu,
tapi sekarang sudah sembuh.

Dx. Konjungtivitis bakteri akut ODS

1. Jelaskan patofisiologi penyakit dan pedoman penatalaksanaan farmakologi dan


nonfarmakologi pada pasien tersebut!

2. Lakukan penyelesaian masalah pasien (pilih obat yang tepat)!


Penyelesaian Kasus
Keluhan pasien pada kasus ini berupa:
• Hyperemia (kemerahan)
• Epiphora (mata berair)
• Exudation (belekan yang menumpuk)
• Pseudoptosis (mata susah dibuka)
• Bengkak
• Kotoran matanya kental, keruh, warnanya kuning
Kejadian: terjadi sudah 2 hari lalu
DX: Konjutivitis bakteri akut ODS (mata merah - mata kiri dan kanan).
Pemilihan Obat untuk pasien dengan diagnosis Konjungtivitis bakteri akut (acute bacterial
conjunctivitis) pada pasien ini diberikan antibiotik spektrum luas, yaitu:
Nama Obat : Eritromisin 0,5% (Sediaan salep)
Pemakaian : 6 kali sehari di oleskan.
Alasan obat ini dipilih karena: sebagai lini pertama pada penderita Konjungtivitis Bakteri akut
pada umumnya. Dan juga termasuk dalam spektrum luas dimana pada kasus ini belum
dilakukan pemeriksaan laboraturium.
THANK YOU!
Any Question?
Daftar Pustaka
● Azari AA, Barney NP. Conjunctivitis:a systemic review of diagnosis and treatment. JAMA.2013
● Abdurrauf , Muhammad. 2016. Memutus Mata Rantai Penularan Konjungtivitis Bakteri Akut. Idea Nursing
Journal. Vol. 7 (2).
● Meriyani, H., Ciptawati, N. W., & Udayani, N. N. W. (2020). Studi Retrospektif Perbandingan Efektivitas Tetes
Mata dengan Deksametason dan tanpa Deksametason dalam Mengatasi Konjungtivitis. Jurnal Ilmiah
Medicamento, 6(1), 40-44.
● Pharmacotherapy Principles and Practice - 4th Edition (2016)
● MonteroMCL,Conjunctivitis.http://eyewiki.aao.org/Conjunctivitis#Viral_conjunctivitis_2
● Chigbu DI, Labib BA. Pathogenesis and management of adenoviral keratoconjunctivitis. Infection and Drug
Resistance. 2018;11:981-993
● RacanielloV.Viralpathogenesis.http://www.columbia.edu/itc/hs/medical/pathophys/id/209/viralpathNotes.pd
f
● R Sitompul - eJournal Kedokt. Indones, 2017 - pdfs.semanticscholar.org
● Pharmacotherapy principles & practice : fourth edition hal 938-939
● Marie-Pharmacotherapy-Pr-Practice-McGraw-Hill-2017
● Parker R.B., Nappi J.M. and Cavallari L.H., 2017, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, Mc Graw
Hill, New York
● Pelikan, Zdenek. 2011. Conjunctivitis – A Complex And Multifaceted Disorder. InTech : Croatia.
● Sanchez MC, Parra BF, Matheu V, et al, 2011, Allergic Conjunctivitis, Journal Investigated Allergic
Ophthalmology Clin Immunology, 21, pp. 1-19.

Anda mungkin juga menyukai