Anda di halaman 1dari 24

Insect Bite

KELOMPOK 4
LITA NUR HANIFA/ 2013017013
RENITA/ 2013017016
PUTU LIVIA MARTA YANI/ 2013017048
INVITA ROBAYANI SAFIRA/ 2013017015
ADRI MUSRAH/ 2013017014
Definisi
 Insect Bite atau gigitan serangga adalah kelainan akibat gigitan atau
tusukan serangga yang disebabkan reaksi terhadap toksin atau
alergen yang dikeluarkan artropoda penyerang.
 Reaksi gigitan serangga (insect bite reaction) adalah reaksi
hipersensitivitas alergi pada kulit akibat gigitan (bukan terhadap
sengatan/stings), dan kontak dengan serangga. Gigitan hewan
serangga, misalnya oleh nyamuk, lalat, bugs, dan kutu, yang dapat
menimbulkan reaksi peradangan yang bersifat lokal sampai sistemik.
(Kemenkes,2014)
Etiologi
Ada lebih dari 30 jenis serangga

Kelas Chilopoda
Kelas Arachnida
dan Diplopoda

Kelas Insecta

Insect bite disebabkan oleh artropoda kelas insekta. Insekta memiliki tahap dewasa dengan
karakter eksoskeleton yang keras, 3 pasang kaki, dan tubuh bersegmen dimana kepala,
toraks, dan abdomennya menyatu. Insekta merupakan golongan hewan yang memiliki
jenis paling banyak dan paling beragam. Oleh karenaitu, kontak antara manusia dan
serangga sulit dihindari. Paparan terhadap gigitan atau sengatan serangga dan sejenisnya
dapat berakibat ringan atau hampir tidak disadari ataupun dapat mengancam nyawa.
Patogenesis

Gigitan atau lesi yang terjadi


sengatan menyebabkan
Luka kecil
sistem imun tubuh
serangga berubah menjadi
bekerja dengan
menyebabkan lesi.
mengeluarkan
luka kecil antibodi.

Manifestasi Hipersensitivitas
tersebut Reaksi tersebut yang terjadi pada lesi
merupakan suatu bisa memberikan terhadap kulit akibat
gigitan atau sengatan
reaksi delayed rasa gatal dan
serangga melalui
hypersensitivity effloresensi mediatornya yang
(type IV cell- berupa papul, disebut
mediated nodul dan vesikel . immunoglobulin E
immunity) . (IgE).

(Burns, 2011)
Algoritma Insect Bite
Manifestasi klinis

Pemeriksaan penunjang
kemerahan, bengkak, nyeri,
Gejala yang dialami dan gatal-gatal
tergantung jenis serangga
Kulit yang terkena gigitan bisa
rusak dan terinfeksi
Urtikaria papular juga bisa
terjadi sementara.
terdapat ekskoriasi papul
karena garukan akibat gatal

peradangan akut

Eritematous akibat gigitan serangga


Pemeriksaan penunjang

Dari gambaran histopatologis


pada fase akut didapatkan Pada dermis ditemukan
adanya edema antara sel-sel pelebaran ujung
epidermis, spongiosis, pembuluh darah dan
parakeratosis serta sebukan sebukan sel radang akut.
sel polimorfonuklear.

Pemeriksaan
Laboratorium
Regimen obat

Sebagian besar gigitan dan sengatan arthropoda


dapat ditangani dengan tindakan perawatan suportif
sederhana, mengangkat area jika ada edema, dan
mengobati nyeri dengan acetaminophen atau
NSAID.
pruritus adalah salah satu manifestasi gigitan dan
sengatan yang paling umum terjadi. Untuk pruritus
sedang atau berat, kortikosteroid sistemik jangka
pendek dan antihistamin oral, termasuk penghambat
H1 dan H2, seringkali bermanfaat.
 Paracetamol
Parasetamol bekerja secara non selektif dengan menghambat enzim
siklooksigenase (cox-1 dan cox-2). Pada cox-1 memiliki efek cytoprotektif yaitu
melindungi mukosa lambung, apabila dihambat akan terjadi efek samping pada
gastrointestinal. Sedangkan ketika cox-2 dihambat akan menyebabkan
menurunnya produksi prostaglandin. Sehingga apabila parasetamol menghambat
prostaglandin menyebabkan menurunnya rasa nyeri.
Kortikosteroid
Mekanisme kerja kortikosteroid (glukokortikoid) dapat dibagi menjadi tiga.
1. Mekanisme pertama adalah efek langsung pada ekspresi gen dengan berikatan
pada reseptor kortikosteroid dan memicu induksi protein, misalnya anexin I dan
MAPK fosfatase 1. Anexin mengurangi aktivitas fosfolipase A2 yang mengurangi
pelepasan asam arakidonat dari membran fosfolipid, membatasi pembentukan
prostaglandin dan leukotrien.
2. Mekanisme kedua adalah efek tidak langsung pada ekspresi gen melalui
interaksi antara reseptor glukokortikoid dengan faktor transkripsi lain. Beberapa
efek inhibitor yang paling penting adalah efek inhibitor pada faktor transkripsi AP-
1 dan NF-KB. Hal ini mengurangi sintesis sejumlah molekul proinflamasi, antara
lain sitokin, interleukin, molekul adhesi, dan protease.
3. Yang ketiga adalah efek yang diperantarai reseptor glukokortikoid pada kaskade
second messenger melalui jalur non-genomik
Antihistamin
Obat golongan antihistamin H1 (antagonis reseptor
H1) generasi kedua merupakan inverse agonist yang
bekerja dengan cara berikatan secara reversibel
dengan reseptor histamin kemudian menstabilkan dan
mempertahankannya dalam bentuk yang tidak aktif.
NSAID (Paracetamol)
Mekanisme :
Parasetamol bekerja secara non selektif dengan menghambat enzim siklooksigenase (cox-1 dan cox-2).
Pada cox-1 memiliki efek cytoprotektif yaitu melindungi mukosa lambung, apabila dihambat akan terjadi
efek samping pada gastrointestinal. Sedangkan ketika cox-2 dihambat akan menyebabkan menurunnya
produksi prostaglandin. Sehingga apabila parasetamol menghambat prostaglandin menyebabkan
menurunnya rasa nyeri.

Dosis :
oral 0,5–1 gram setiap 4–6 jam hingga maksimum 4 gram per hari; anak–anak umur 2 bulan 60 mg
untuk pasca imunisasi pireksia.

Kontraindikasi :
gangguan fungsi hati berat, hipersensitivitas.

Efek Samping :
jarang terjadi efek samping, tetapi dilaporkan terjadi reaksi hipersensitivitas, ruam kulit, kelainan darah
(termasuk trombositopenia, leukopenia, neutropenia), hipotensi juga dilaporkan pada infus, PENTING:
Penggunaan jangka panjang dan dosis berlebihan atau overdosis dapat menyebabkan kerusakan hati,
lihat pengobatan pada keadaan darurat karena keracunan.
Antihistamin (Cetirizine)

Mekanisme :
Obat golongan antihistamin H1 (antagonis reseptor H1) generasi kedua merupakan inverse
agonist yang bekerja dengan cara berikatan secara reversibel dengan reseptor histamin
kemudian menstabilkan dan mempertahankannya dalam bentuk yang tidak aktif.

Dosis :
Dewasa dan anak diatas 6 tahun: 10mg/hari pada malam hari bersama makanan. Tidak ada
data untuk menurunkan dosis pada pasien lansia. Insufisiensi ginjal, dosis 1/2 kali dosis
rekomendasi.

Kontraindikasi :
Antihistamin yang menyebabkan kantuk mempunyai aktivitas antimuskarinik yang nyata dan
harus digunakan dengan hati-hati pada hipertrofi prostat, retensi urin, pasien dengan risiko
galukoma sudut sempit, penyakit hati dan epilepsi. Dosis perlu diturunkan pada gangguan
ginjal.

Efek Samping:
sakit kepala, pusing, mengantuk, agitasi, mulut kering, rasa tidak
nyaman di perut, reaksi hipersensitif seperti reaksi kulit dan angioudem.
Kortikosteroid
Mekanisme kerja kortikosteroid (glukokortikoid) dapat dibagi menjadi tiga.
• Mekanisme pertama adalah efek langsung pada ekspresi gen dengan berikatan pada reseptor
kortikosteroid dan memicu induksi protein, misalnya anexin I dan MAPK fosfatase 1. Anexin
mengurangi aktivitas fosfolipase A2 yang mengurangi pelepasan asam arakidonat dari membran
fosfolipid, membatasi pembentukan prostaglandin dan leukotrien.
• Mekanisme kedua adalah efek tidak langsung pada ekspresi gen melalui interaksi antara reseptor
glukokortikoid dengan faktor transkripsi lain. Beberapa efek inhibitor yang paling penting adalah
efek inhibitor pada faktor transkripsi AP-1 dan NF-KB. Hal ini mengurangi sintesis sejumlah
molekul proinflamasi, antara lain sitokin, interleukin, molekul adhesi, dan protease.
• Efek yang diperantarai reseptor glukokortikoid pada kaskade second messenger melalui jalur
non-genomik

Kontraindikasi:
• luka kulit akibat bakteri, jamur atau viral yang tak diobati; rosacea (jerawat rosacea) perioral
dermatitis; tidak dianjurkan untuk akne vulgaris (kontraindikasi khususnya untuk kortikosteroid
lebih kuat).
Efek Samping :
• Penyebaran dan perburukan infeksi yang tidak diobati;
• Penipisan kulit yang belum tentu pulih setelah pengobatan dihentikan karena struktur asli mungkin
tak akan kembali;
• Striae atrofis yang menetap;
• Dermatitis kontak;
• Dermatitis perioral;
• Jerawat, perburukan jerawat atau rosasea;
• Depigmentasi ringan; yang mungkin hanya sementara tetapi bisa menetap sebagai bercak-bercak
putih;
• Hipertrikosis

Kortikosteroid Topikal (HIDROKORTISON Salep)

Dosis dan Penggunaan :


dioleskan tipis 1-2 kali sehariBila krim atau salep hidrokortison diresepkan dan tak ada kekuatan
disebutkan, harus diberikan kekuatan 1%.
Kortikosteroid Topikal (Betametason)

Dosis dan Penggunaan :


dioleskan tipis 1-2 kali sehariBila krim atau salep hidrokortison diresepkan dan tak ada kekuatan
disebutkan, harus diberikan kekuatan 0,1%.

Kortikosteroid Topikal (Mometason Furoate)

Dosis dan Penggunaan :


dioleskan tipis 1-2 kali sehariBila krim atau salep hidrokortison diresepkan dan tak ada kekuatan
disebutkan, harus diberikan kekuatan 0,1%.
Penjelasan Penggunaan Obat untuk Kondisi Khusus

NSAID
1. Pada ibu hamil
 Disarankan untuk menghindari penggunaan NSAID selama
kehamilan kecuali manfaat pemberian obat melebihi risiko yang
dapat di timbulkan . ibu profen dan natrium diklofenak umumnya
di anggap aman selama trimester pertama dan kedua, untuk
trimester ketiga NSAID dikaitkan dengan resiko terjadinya
penutupan duktus arteriosus janin dan kemungkinan hipertensi
pulmonar yang menetap pada bayi
2. Pada pasien Lansia
Karena kerentanan pasien lansia terhadap efek samping NSAID meningkat,
maka diberikan anjuran :
Hindari pemberian NSAID kecuali bila paracetamol ( tunggal atau kombinasi
dengan nalgesik opioid) gagal dalam mengatasi nyeri
Apabila paracetamol gagal mengatasi nyeru, tambahkan NSAID dengan dosis
rendah terhadap sediaan paracetamol (mulai dengan ibuprofen)
Jika NSAID dianggap perli, pantau pasien terhadap perdarahan saluran cerna
selama 4 munggu
Jangan memberikan 2 NSAID pada saat bersamaan (Pionas, 2020)
3. Pada pasien Menyusui
Hampir semua NSAID tidak dianjurkan (atau diberi peringatan) pada pasien
ibu menyusui
Kortikosteroid
Kehamilan dan Menyusui
- Kemampuan kortikosteroid untuk menembus plasenta berbeda-beda,
betametason dan deksametason dengan mudah dapat menembus
plasenta, sementara 88% prednisolon yang menembus plasenta diubah
menjadi bentuk inaktif.
- Jika pemberian kortikosteroid diperpanjang atau diulang selama
kehamilan, pemberian kortikosteroid secara sistemik dapat
meningkatkan risiko penghambatan pertumbuhan intrauterin. Namun
tidak ada bukti terjadinya gangguan pertumbuhan intra uterin selama
pengobatan jangka pendek (contohnya pada pengobatan profilaksis
untuk neonatal respiratory distress syndrome).
- Beberapa supresi adrenal pada janin akibat pemberian sebelum
kelahiran, biasanya akan hilang setelah kelahiran bayi dan tidak begitu
bermakna klinis.
Prednisolon terdapat di dalam ASI dalam jumLah sedikit, tetapi dosis
yang diberikan kepada ibu menyusui sampai 40 mg perhari tampaknya
tidak menyebabkan efek sistemik pada bayi, sebaiknya dimonitor
terhadap kemungkinan supresi adrenal jika ibunya menggunakan dosis
yang lebih tinggi.
Antihistamin
Penggunaan pada Ibu Menyusui
Cetirizine dilaporkan diekskresikan ke dalam air susu ibu, dengan konsentrasi
sekitar 25% hingga 90% dari konsentrasi obat tersebut dalam plasma darah ibu.
Pemberian cetirizine pada ibu menyusui dengan dosis yang lebih besar atau
jangka panjang dapat berefek pada bayinya, seperti mengantuk
Ibu Hamil
Cetirizine tidak terbukti teratogenik pada hewan percobaan, namun, penelitian
yang memadai belum dilakukan pada wanita hamil. Gunakan selama kehamilan
hanya jika benar-benar dibutuhkan.
Lansia
Gunakan hati-hati pada manula karena lebih sensitif terhadap efek samping
Pediatri
Pediatri: Keamanan dan kemanjuran belum ditetapkan pada anak-anak <6 bulan
Cara penggunaan

 Antihistamin (cetrizine)
Untuk pasien dewasa Cetrizine diminum dengan rentan dosis
5-10 mg sekali sehari dapat diberikan dengan atau tanpa
makanan
 NSAID (paracetamol)
Untuk pasien dewasa pct diminum dengan rentan dosis 325-
650 mg setiap 4-6 jam atau 1000 mg 3-4 kali / hari; jangan
melebihi 4 g / hari.
 Kortikosteroid Topikal (hidrokortison)
Oleskan ke area yang terkena gigitsn 2-4 kali / hari.
Non farmakologi

1. Bersihkan area gigitan dengan nacl


2. Gunakan kapas untuk menutup lukanya
3. Hindari menggaruk area yang digigit
4. Kompres area yang luka dengan air dingin
Daftar Pustaka

Burns, Bo. DO, FACEP, FAAEM. 2011. InsectBites. Takenfrom:


http://emedicine.medscape.com/article/769067overview#showall [Downloaded : 28 Juni2012]
Menteri Kesehatan RI, 2014. PERMENKES No. 5 Tahun 2014 Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi
Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
Alfred G dan Louis SG (2011). Goodman and Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics.
Edisi 12. New York : The McGraw-Hill Companies, Inc. Pp : 1382-1388
McDowell H. Rachel and Jim Powers.2020. Insects Bites. Campbell Univ. School of Osteopathic Med
Resurrection Medical Center
Widiastuti, reny dkk. 2020. TERAPI FARMAKOLOGIS URTIKARIA KRONIK SPONTAN . FK
Universitas Indonesia /RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta-Indonesia
Powers J, McDowell RH. Insect Bites. [Updated 2020 Nov 21]. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-.
Pionas
Dih
THANKS 

Anda mungkin juga menyukai