Anda di halaman 1dari 75

Farmasi Industri

Intisari Farmasetika
Compounding dan Dispensing
Anggota Kelompok
• Diana Kurnia Apriani/ 2013017040 • Duwi Meiliyani/ 2013017035

• Nurmayanti /2013017005 • Kharsima Ayu Tandi D/ 2013017011

• Apridaya Manullang/ 2013017022 • Renita/2013017015

• Ria Kurniyanti/2013017044 • Nova Mega Handayani/ 2013017006

• Lita Nur Hanifa/2013017013 • Seftya Ayu Lestari/ 2013017047

• Ghea Ayu Ramadhan/2013017018 • Andi Yusniah/ 2013017037


Intisari Farmasetika
Perkembangan Sejarah Kefarmasian
a. Perapotekan yang pertama
Sebelum zamannya para pendeta, sesorang yang dianggap bijak dari suatu suku, yang mempunyai ilmu
menyembuhkan dengan tumbuh-tumbuhan, yang mereka dapatkan dari pengalaman atau secara turun temurun,
biasanya dipanggil untuk mengobati orang sakit atau yang luka, dari penyediaan bahan obat inilah ilmu dari
perapoteakn dimulai
Sepanjang sejarah, pengetahuan obaat-obatan dan penggunaannya untuk penyakit selalu diartika sebagai
sesuatu kekuatan. Dalam “Homeric epics” istilah pharmacon (bahasa Yunani) yang merupakan asal kata farmasi
berarti suatu guna-guna atau suatu obat yang dapat dipakai untuk maksud baik atau jahat. Banyak terjadi kegagalan
cara pengobatan suatu suku jelas disebabkan obat yang tidak kuat, obat tidak sesuai, dosis yang terlalu rendah atau
terlalu tinggi, bahkan karena keracunan. Keberhasilan suatu pengobatan mungkin disebabkan obat yang sesuai
berdasarkan pengalaman, terapi yang benar secara kebetulan, efek yang tidak ada akibatnya dari suatu terapi untuk
seseorang dengan penyakit yang tidak fatal, atau efek plasebo, yaiatu berhasilnya pengobatan disebabkan oleh
pengaruh psikologi dan tidak karena efek terapi.
B. Obat-obatan Zaman Dahulu C. Pengenalan Tinjauan Ilmiah
Karena pengetahuan dan kesabaran para ahli Beberapa orang yang tercatat karena kejeniusan dan kreativitasnya
purbakala, jenis dan obat khusus yang dan telah memberikan pengaruh yang revolusioner pada
digunakan untuk terapi pada zaman dahulu pengembangan dunia kefarmasian dan kedokteran, antara lain :
terungkap seperti yang kita kenal sekarang ini.
Sejumlah tablet, gulungan kertas dan barang 1. Hippocrates (460-370 SM)
peninggalan kuno lainnya terhitung mulai tahun
3000 SM telah dapat diuraikan dan diungkapkan 2. Pharmacon
oleh ahli purbakala untuk mengetahui sejarah
kedokteran dan farmasi; dokumen-dokumen 3. Dioscorides ( abad ke-1 SM )
kuno seperti “Sumerian clay tablet“ yang
berkaitan dengan sejarah manusia, berupa suatu 4. . Claudius Galen ( 130 –200 SM ),
lembaran yang terbuat dari tanah liat berisi
catatan bangsa Sumeria dari milenium ketiga 5. Raja Frederick II (Jerman, th 1240 setelah masehi)
sebelum masehi dan diyakini merupakan resep
tertulis yang tertua di dunia. 6. Philippus Aureolus Theophrastus Bombastus Von Hohenheim (1493-1541 SM )

7. Swede Karl Wilhelm Scheele ( 1742-1786 ).

8. Friedrich Serturner (1783 – 1841)

9. Joseph Caventou ( 1795-1877 ) dan Joseph Pelletier ( 1788-1842 )

10. Sepanjang akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 di Eropa
D. SEJARAH PERKEMBANGAN KEFARMASIAN DI INDONESIA

#1 Periode Zaman Penjajahan #3 Pada Periode 1960-1965


sampai Perang kemerdekaan
Pemerintah menerbitkan beberapa perundang-undangan yang
berkaitan dengan kefarmasian, antara lain :
a. Undang-undang Nomor 9 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan

#2 Periode Setelah Perang


b. Undang –undang Nomor 10 tahun 1061 tentang barang
c. Undang-undang Nomor 7 tahun 1963 tentang tenaga kesehatan, dan
Kemerdekaan Sampai dengan d. Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 tentang Apotek.

Tahun 1958 Pada periode ini juga patut dicatat dalam sejarah kefarmasian di Indonesia
bahwa diakhirinya apotek dokter dan apotek darurat dengan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan No. 33148/48/kab/176 tanggal 8 Juni 1962,
antara lain ditetapkan 2 hal yaitu :
a. Tidak dikeluarkan lagi izin baru untuk pembentukan apotek-dokter,
b. Semua izin apotek-dokter dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 1
januari 1963.
Topik 2
Resep Obat
A. BATASAN MENGENAI OBAT
Berikut ini akan dijelaskan batasan mengenai obat yaitu sebagai berikut :

Obat Obat jadi 0bat paten

Obat baru Obat asli

Obat Esensial Obat Generik


B. PENGGOLONGAN OBAT C. REGISTRASI OBAT
Menurut Permenkes Nomor 917/ Obat jadi yang akan diedarkan harus sudah didaftarkan di
MENKES/PER/X/1993 tentang Golongan obat Badan POM, obat yang sudah terdaftar akan memperoleh
disebutkan bahwa penggolongan dimaksudkan nomor registrasi dengan kode registrasi sebagai berikut :
untuk peningkatan keamanan dan ketepatan D = obat jadi dengan nama dagang = obat dengan nama
penggunaan serta pengamanan distribusi yang paten.
terdiri dari : G = obat jadidengan nama generic
1. Obat bebas K = golongan obat keras
2. Obat bebas terbatas T = golongan obat bebas terbatas
3. Obat keras B = golongan obat bebas
4. Obat wajib apotek ( OWA ) N = golongan obat narkotika
5. Psikotropika L = produksi dalam negeri
6. Narkotika X = program khusus
I = Obat yang berasal dari impor
• Kode registrasi DKL = obat jadi dengan nama
dagang/paten, golongan obat keras produk dalam negeri.
• Kode registrasi GKX = obat dengan nama generic,
golongan obat keras, untuk program khusus pemerintah
• Kode registrasi DTI = Obat dengan nama dagang/ paten,
golongan obat bebas terbatas, berasal dari impor
• Kode registrasi DPL = obat dengan nama
dagang,golongan psikotropika produk dalam negeri
• GPL = obat dengan nama generik golongan psikotropika
produk dalam negeri.
D. PEMBAGIAN RESEP YANG LENGKAP
1. Tanggal dan tempat penulisan resep (inscription)
2. Tanda buka penulisan resep dengan R/ (invocation)
3. Nama obat, jumlah, cara pembuatan (praescriptio)
4. Aturan pakai dari obat yant tertulis (signatura)
5. Paraf / tanda tangan dari yang menulis resep (subscription)

Menurut sumber resep dibagi menjadi :


1. Formulae Officilanis
Resep yang tercantum dalam Farmakope, buku-buku lain,merupakan resep
standar.
2. Formulae Magistralis
Resep yang ditulis dokter, dokter gigi dan dokter hewan
Suatu rersep selalu ditulis mulai dengan tanda .R/ = Recipe = ambilah
contoh R/paracetamol tab. X, artinya ambillah tablet paracetamol sebanyak 10
tablet
MERACIK BENTUK SEDIAAN PADAT
Serbuk/Puyer
Sesuai definisi farmakope Indonesia edisi III, serbuk adalah campuran
kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk
pemakaian oral atau untuk pemakaian luar.

Keuntungan sediaan serbuk Kerugian sediaan serbuk

a. Mempunyai permukaan yang luas, serbuk a. Rasa yang tidak enak tidak tertutupi
lebih mudah terdispersi dan lebih larut (pahit, kelat, asam, lengket dilidah), dan
dari pada bentuk sediaan yang hal ini dapat diperbaiki dengan
dipadatkan penambahan corigens saporis
b. Sebagai alternatif bagi anak-anak dan
orang dewasa yang sukar menelan b. Untuk bahan obat higroskopis, mudah
kapsul atau tablet. terurai jika ada lembab
c. Obat yang terlalu besar volumenya untuk
dibuat tablet atau kapsul dalam ukuran
lazim, dapat dibuat dalam bentuk serbuk.
d. Lebih stabil dibandingkan bentuk sediaan
cair
e. Keleluasaan dokter dalam memilih dosis
yang sesuai dengan keadaan pasien
Persyaratan Serbuk
a. Keseragaman bobot
Timbang isi dari 20 bungkus satu per satu, campur isi ke 20 bungkus tadi dan timbang
sekaligus, hitung bobot isi rata-rata. Penyimpangan antara penimbangan satu per satu
terhadap bobot isi rata-rata tidak lebih dari 15% tiap 2 bungkus dan tidak lebih dari 10%
tiap 18 bungkus.
b. Kering, homogen dan halus
c. Penyimpanan :

1) Pulvis : dalam wadah tertutup rapat terbuat dari kaca susu atau bahan lain yang cocok

2) Pulveres : dalam wadah tertutup baik Kecuali dinyatakan lain yang dimaksud serbuk
adalah untuk pemakaian dalam.
MENURUT JENIS BAHAN DAN CARA
PEMBUATANNYA, SERBUK DIBAGI MENJADI :
1. Serbuk dengan bahan bahan padat : bahan padat halus sekali, bahan padat berupa hablur/Kristal
2. Serbuk dengan bahan setengah padat
Umumnya bahan setengah padat untuk suatu serbuk ada dalam bedak tabur.
3. Serbuk dengan bahan cair
4. Serbuk dengan tablet/kapsul

Bentuk sediaan serbuk dapat merupakan serbuk yang dibagi menjadi bagian-bagian dalam jumlah tertentu yang dapat
dipakai sesuai dosis untuk sekali minum, juga dapat berupa serbuk yang tidak terbagi dan penggunaannya sangat beragam.
Bahan obat yang ada dalam sediaan serbuk dapat berupa bahan padat, setengah padat, cair , tablet atau kapsul yang
mana setiap bentuk dan bahan mempunyai sifat karakteristik yang berbeda satu dengan yang lain untuk meraciknya dalam
sediaan serbuk.
Kapsul
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari satu macam obat atau lebih atau bahan
inert lainnya yang dimasukan ke dalam cangkang kapsul gelatin keras atau lunak
yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin tetapi dapat juga terbuat
dari pati atau bahan lain yang sesuai. Kebanyakan kapsul yang diedarkan dipasaran
biasanya obat untuk ditelan, walaupun ada kapsul yang utuk disisipkan ke dalam
rektum

Keuntungan Sediaan Kapsul Kerugian Sediaan Kapsul

a. Bentuk menarik dan praktis a. Tidak bisa untuk zat-zat mudah menguap
b. Tidak berasa sehingga bisa menutup rasa dan bau dari sebab pori-pori cangkang tidak menahan
obat yang kurang enak
c. Mudah ditelan dan cepat hancur di dalam perut penguapan
sehingga bahan segera diabsorbsi usus b. Tidak untuk zat-zat yang higroskopis
d. Dokter dapat memberikan resep kombinasi dari
bermacam-macam bahan obat dan dengan dosis (mudah mencair)
yang berbeda-beda menurut kebutuhan seorang c. Tidak untuk zat-zat yang bereaksi dengan
pasien
e. Kapsul dapat diisi dengan cepat, tidak memerlukan
cangkang kapsul
bahan penolong seperti pada pembuatan pil atau d. Tidak untuk balita
tablet yang mungkin mempengaruhi absorbsi bahan e. Tidak bisa dibagi (misal ¼ kapsul)
obatnya
KAPSUL GELATIN
Cangkang kapsul dapat berupa kapsul keras dan kapsul lunak , dibuat dari bahan baku gelatin, gula dan
air. Kapsul gelatin yang lunak mengandung lebih banyak uap air daripada kapsul keras, pada
pembuatannya ditambahkan bahan pengawet untuk mencegah timbulnya jamur dalam cangkang
kapsul. Biasanya kapsul gelatin mengandung kelembapan antara 9- 12 %, ada juga yang mengatakan
sekitar 13-16%. Apabila cangkang kapsul disimpan pada tempat yang kelembapannya tinggi, uap air
akan terabsorpsi oleh kapsul gelatin dan kapsul akan terdistorsi dan kehilangan bentuk yang kaku.
Sebaliknya dalam kondisi lingkungan yang sangat kering, kelembapan yang ada dalam kapsul akan
hilang dan kapsul menjadi rapuh sehingga jika dipegang akan hancur, maka kapsul gelatin keras harus
dijaga pada lingkungan yang bebas dari kelembapan atau kekeringan yang berlebihan.

Upaya mencegah kapsul gelatin keras terpapar oleh lembap maka sering kapsul-kapsul tersebut
dikemas bersama dengan kantong kecil yang berisi bahan penyerap lebap, seperti silika gel kering dan
arang aktif. Kapsul yang sering terpapar kelembapan tinggi akan mempengaruhi disolusi kapsul secara
in vitro, akibatnya akan mempengaruhi bioavaibilitas bahan aktif dari kapsul tersebut.
Perbedaan kapsul gelatin keras dan lunak
Berdasarkan bentuknya, kapsul dalam farmasi dibedakan menjadi dua yaitu kapsul keras (capsulae durae, hard capsul) dan kapsul
lunak (capsulae molles, soft capsul). Perbedaannya :

Faktor-faktor yang merusak cangkang kapsul


Cangkang kapsul gelatin keras dapat rusak jika kapsul tersebut mengandung bahanbahan seperti :
a. Zat-zat higroskopis
b. Campuran euteticum Bahan yang dicampur akan
c. Minyak menguap, kreosot dan alcohol
CANGKANG KAPSUL GELATIN LUNAK

Kapsul cangkang lunak yang dibuat dari gelatin (kadang-kadang disebut gel lunak) sedikit lebih tebal dibanding kapsul
cangkang keras dan dapat diplastisasi dengan penambahan senyawa alkohol polihidrat, seperti sorbitol atau gliserin.

SYARAT-SYARAT KAPSUL
1. Keseragaman Bobot Menurut Farmakope Indonesia III, kapsul dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
* Kapsul berisi obat kering : menggunakan 20 kapsul
*Kapsul berisi cairan atau pasta : menggunakan 10 kapsul

2. Waktu Hancur Uji waktu hancur digunakan untuk menguji kapsul keras maupun kapsul lunak. Waktu hancur
ditentuksn untuk mengetahui waktu yang diperlukan oleh kapsul yang bersangkutan untuk hancur menjadi
butiran-butiran bebas yang tidak terikat oleh satu bentuk. Dalam Farmakope Indonesia IV, waktu hancur
kapsul tidak dinyatakan dengan jelas namun menurut Farmakope Indonesia III, kecuali dinyatakan lain waktu
hancur kapsul adalah tidak lebih dari 15 menit.

3. Keseragaman Sediaan Terdiri dari keseragaman bobot untuk kapsul gelatin keras dan keseragaman
kandungan untuk kapsul lunak.

4. Uji Disolusi Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam
masing-masing monografi.
Kapsul merupakan sediaan bentuk padat yang sudah dikenal oleh masyaarakat dengan baik dan
praktis penggunaannya, dosis obatnya akurat untuk sekali pakai, dapat melindungi rasa dan bau
tidak enak dari bahan obat. Kapsul terbuat dari bahan gelatin yang berasal dari kulit dan tulang
hewan yang sangat kaya dengan kolagen. Kapsul ada 2 macam, yaitu kapsul gelatin keras dan
lunak, dimana masing – masing jenis kapsul tersebut dapat diisi dengan bahan –bahan yang
berbeda, kapsul keras umumnya disi dengan bahan padat, setengah padat dan cair tertentu,
sedangkan kapsul lunak dapat diisi dengan bahan cair dan langsung disegel. Cara pembuatan
cangkang kapsul baik keras maupun yang lunak sudah dapat dikerjakan dengan mesin otomatis
yang dapat menghasilakan ratusan ribu butir kapsul per jam. Supaya kapsul yang dihasilkan
bermuta baik maka hrus diuji dengan parameter yang dipersyaratkan oleh farmakope.
A. Tablet
Menurut Farmakope Indonesia (ed
IV) tablet adalah sediaan padat
yang mengandung bahan obat
MERACIK OBAT SEDIAAN PADAT
dengan atau tanpa bahan pengisi. II
Tujuan utama penggunaan obat
sediaan tablet adalah penghantaran
obat ke lokasi kerja dengan dosis
yang cukup, kecepatan kerja yang
sesuai dan lama kerja yang sudah
ditentukan serta beberapa kriteria
lainnya.
Keuntungan bentuk sediaan Tablet antara lain: Kekurangan bentuk sediaan tablet antara lain:
• Pemberian berupa unit dose system • Menyulitkan terapi individual (pahit, tablet
• Dosis tepat besar sukar ditelan, sakit tenggorokan).
• Praktis/efisien : • Waktu hancur lebih lama dibanding larutan
• Waktu: peresepan dan pelayanan diapotek cepat • Sasaran kadar obat dalam plasma lebih sulit
• Lebih mudah dibawa dan disimpan tercapai
• Mudah ditelan
• Lepas lambat (efek lama)

Tujuan penggunaan tablet dapat dibedakan sebagai berikut :


1. Oral
a. Ditelan : cara kerja dapat berupa tablet lepas cepat, lepas lambat, lepas tunda
b. Dikunyah : tablet tidak langsung ditelan melainkan dikunyah kemudian baru ditelan, efek sistemik
c. Sublingual : merupakan tablet dengan efek sistemik tanpa dicerna melalui saluran pencernaan, diletakkan
dibawah lidah
d. Buccal : merupakan tablet yang disisipkan antara pipi dan gusi, berefek sistemi
2. Pemakaian luar
a. Vaginal : tablet vaginal, pipih, bentuk seperti amandel, oval, efek lokal
b. Implantasi : ditahan di bawah kulit, dengan merobek jaringan tubuh, steril, memberikan efek sistemik
c. Parenteral : tablet harus dilarutkan terlebih dulu dengan pelarut steril kemudian disuntikkan secara subcutan
3. Lain lain : tablet yang dilarutkan terlebih dahulu kemudian diminum dan ditelan (tablet effervescent)
METODE PEMBUATAN TABLET
Pembuatan Tablet
1. Bahan Pengisi
2. Bahan Pengikat
3. Bahan Penghancur
4. Bahan Pelicun, pelincir, anti lengket
5. Zat warna

Tujuan Granulasi yaitu sebagai berikut :


• Memperbaiki sifat alir serbuk atau campuran serbuk
• Memperbaiki kompresibilitas
• Menyeragamkan ukuran serbuk atau campuran serbuk agar tidak
terjadi pemisahan / segregasi
• Mengurangi masalah debu selama fabrikasi
• Merubah densitas serbuk
• Merubah sifat hidrofob zat aktif / campuran serbuk menjadi hidrofil
• Memperbaiki penampilan fisik tablet
• Mengendalikan pelepasan zat aktif
Metode Granulasi Basah
keuntungan, antara lain :
1. Kohesivitas dan kompresibilitas serbuk/campuran serbuk dapat
ditingkatkan.
2. zat aktif dosis besar yang sulit mengalir atau sulit dikompresi dapat
digranulasi basah, jadi tablet yang baik.
3. distribusi zat aktif dalam dosis kecil lebih baik.
4. Pemisahan komponen selama proses pencetakan dapat dicegah.
5. Kecepatan disolusi zat aktif hidrofob dapat ditingkatkan dengan
menggunakan eksipien hidrofil.
6. Mengurangi masalah debu selama fabrikasi.
7. Pelepasan zat aktif dapat dikendalikan dengan memilih eksipien yang
sesuai.
Kekurangan Granulasi Basah yaitu sebagai berikut :
Biaya cukup tinggi, waktu lebih lama, alat lebih banyak, energi dan ruangan
lebih besar.
Tidak dapat digunakan terhadap zat aktif yang sensitive terhadap panas
dan lembab.
Ketidak tercampuran sesame zat aktif / eksipien dalam campuran lebih
sering terjadi.
Metoda Cetak Langsung
Keuntungan metode cetak langsung :
• Lebih ekonomis,
• Stabilitas zat aktif lebih baik,
• Waktu disintegrasi lebih cepat,
• Disolusi zat aktif lebih cepat,
Kekurangan metode cetak langsung :
• Keterbatasan teknologi,
• Mikronisasi yang ditujukan untuk meningkatkan disolusi dan ketersediaan hayati dapat
menurunkan sifat alir,
• Pemilihan eksipein menjadi hal yang kritis
• Adanya perbedaan ukuran partikel yang nyata antara zat aktif dan eksipein dapat
menyebabkan masalah ketidak tercampurnya antar komponen ( unblending).
• Homogenitas warna menjadi suatu masalah.
• Masalah lubrikasi : lubrikan golongan alkali stearat dapat mengurangi kekerasan tablet,
sehingga lama pencampuran harus diperhatikan (2 – 5’).
TABLET SALUT
1. Tablet salut gula
2. Tablet salut kempa
3. Tablet salut selaput
4. Tablet salut enterik

PERSYARATAN TABLET

1. Keseragaman ukuran
2. Keseragaman bobot
3. Waktu hancur
4. Keseragaman isi bahan aktif
5. Memenuhi waktu larut (disolusi test)
6. Kekerasan tablet diuji dengan Hardness Tester
7. Kerapuhan tablet diuji dengan Friability tester 
Bab 4 farmasetik
MERACIK OBAT SEDIAAN
SETENGAH PADAT
1. Salep
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat
luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok
(Farmakope Indonesia III); salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk
pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir (Farmakope Indonesia IV).

Persyaratan salep yaitu sebagai berikut :


1. Tidak boleh berbau tengik
2. Kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat keras atau
narkotik, kadar bahan obat adalah 10%.
3. Dasar salep (Ds) yang baik, yaitu :
- stabil, tidak terpengaruh oleh suhu dan kelembapan, dan harus bebas dari inkompatibilitas
selam pemakaian;
- lunak, harus halus, dan homogen;
- mudah dipakai
- dasar salep yang cocok;
- dapat terdistribusi secara merata.
4. Homogenitas : Jika salep dioleskan pada kekeping kaca atau bahan transparan lain yang
cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen.
5. Penandaan : pada etiket harus tertera ” obat luar ”.
Penggolongan dasar salep Menurut FI IV Dasar salep yang
digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok, yaitu :
a. Dasar salep hidrokarbon
b. Dasar salep serap
c. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air
d. Dasar salep larut dalam air

Penggolongan Salep

Salep dapat digolongkan berdasarkan konsistensi,


sifat farmakologi, bahan dasarnya dan Formularium
Nasional.
1. Menurut konsistensi salep
a. Unguenta, Salep yang memiliki konsistensi, seperti
mentega tidak mencair pada suhu biasa, tetapi mudah d. Cerata, Salep berlemak yang mengandung persentase lilin
dioleskan tanpa memakai tenaga. (wax) yang tinggi sehingga konsistensinya lebih keras
b. Krim (cream), Salep yang banyak mengandung air, (ceratum labiale).
mudah diserap kulit, suatu tipe yang dapat dicuci e. Gelones / spumae / jelly, Salep yang lebih halus, umumnya
dengan air. cair, dan sedikit mengandung atau tidak mengandung
c. Pasta, Salep yang mengandung lebih dari 50% zat mukosa; sebagai pelicin atau basis, biasanya berupa
padat (serbuk) berupa suatu salep tebal karena campuran sederhana yang terdiri dari minyak dan lemak
merupakan penutup/pelindung bagian kulit yang dengan titik lebur rendah. Contohnya, starch jelly (amilum 10%
diolesi. dengan air mendidih)
2. Menurut sifat farmakologi/terapeutik dan penetrasinya 3. Menurut dasar salepnya

a. Salep epidermik (epidermic ointment, salep a. Salep hidrofobik, Salep yang tidak suka
penutup),Salep ini berguna untuk melindungi kulit, air atau salep yang dasar salepnya
menghasilkan efek local, dan untuk meredakan berlemak (greasy bases); tidak dapat
rangsangan/anestesi lokal, tidak diabsorpsi; kadang-kadang dicuci dengan air, misalnya, campuran
ditambahkan antiseptic atau adstringensia. Dasar salep yang lemak-lemak, minyak lemak, malam.
baik untuk jenis salep ini adalah senyawa hidrokarbon. b. Salep hidrofilik, Salep yang suka air
b. Salep endodermik, Salep yang bahan obatnya atau kuat menarik air, biasanya memiliki
menembus ke dalam kulit, tetapi tidak melalui kulit; dasar salep tipe M/A.
terabsorpsi sebagian dan digunakan untuk melunakkan kulit
atau selaput lender. Dasar salep yang terbaik adalah minyak
4. Menurut Formularium Nasional (
lemak.
c. Salep diadermik, Salep yang bahan obatnya
Fornas )
menembus ke dalam tubuh melalui kulit untuk mencapai efek a. dasar salep 1 (ds. Senyawa
yang diinginkan. Misalnya, salep yang mengandung senyawa hidrokarbon )
merkuri iodide atau beladona. b. dasar salep 2 (ds. serap)
c. dasar salep 3 (ds. Yang dapat dicuci
dengan air atau ds.Emulsi M/A)
d. dasar salep 4 (ds. Yang dapat larut
dalam air)
Pasta, Krim, dan Gel
Pasta Cremores (krim)
Pasta adalah sediaan setengah padat yang Menurut Farmakope Indonesia IV, krim
mengandung satu atau lebih bahan obat yang adalah bentuk sediaan setengah padat,
ditujukan untuk pemakaian topikal (Farmakope mengandung satu atau lebih bahan obat
Indonesia IV). terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar
MACAM MACAM PASTA yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah
1. Pasta Berlemak digunakan untuk sediaan setengah padat
2. Pasta Kering yang konsistensi relatif cair diformulasikan
3. Pasta Pendingin sebagai emulsi air dalam minyak (A/M) atau
minyak dalam air (M/A).

Gel (Jelly)
Gel merupakan sediaan setengah padat yang tersusun atas dispersi partikel anorganik kecil atau
molekul organik besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika masa gel terdiri dari jaringan partikel kecil
yang terpisah, digolongkan sebagai sistem dua fase (gel aluminium hidroksida). Dalam sistem dua
fase, jika ukuran partikel dari terdispersi relatif besar disebut magma (misalnya magma bentonit).
Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semi padat jika dibiarkan dan
menjadi cair pada pengocokan. Jadi sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk
menjamin homogenitas dan hal ini tertera pada etiket.
Menurut USP :
Gel merupakan bentuk semi solida baik berupa suspensi partikel halus anorganik ataupun molekul
organic besar yang saling berinterpenetrasi dengan cairan.
Karena zat pembentuk gel tidak larut sempurna atau karena membentuk agregat yang dapat
membiaskan cahaya, maka system ini dapat bersifat jernih atau keruh ( = suspensi partikel koloid
yang terdispersi = gel koloid yang mempunyai struktur 3 dimensi )Terbentuknya gel dengan struktur 3
dimensi disebabkan adanya cairan yang terperangkap, sehingga molekul pelarut tidak dapat
bergerak.

Penggunaan Gel
Dalam sediaan farmasi gel digunakan untuk :
a. Sediaan oral : gel murni sebagai cangkang
kapsul yang dibuat dari gelatin Pelarut yang biasa digunakan dalam Gel :
b. Sediaan topical : langsung dipakai pada kulit, a. Air ( hidrogel ) Misal : magma bentonit, gelatine
membran mukosa, mata b. Organik ( organogel ) Misal : plastibase (
c. Sediaan dengan kerja lama yang disuntikkan merupakan Polietilen BM rendah, dilarutkan
secara i.m dalam minyak mineral, dan didinginkan secara
d. Dalam Kosmetika : cepat )
- shampoo c. Xerogel : gel padat, konsentrat, pelarut rendah,
- pasta gigi Misal : Gom, polistiren, gelatine kering, selulosa
- sediaan pewangi kering.
- sediaan perawatan kulit dan rambut
Meracik Obat Cair Pendahuluan

Pemakaian Dalam
Bentuk obat sediaan cair pemakaian
dalam terdiri dari obat yang dapat
ditelan atau per oral.
Contoh : potio, sirop, elixir, potio
effervescent, guttae, suspensi, emulsi.
Yang digunakan di dalam rongga mulut:
collutorium, gargarisma, litus oris, guttae
oris.
Potio, Sirop, Elixir, Potio Effervescent, dan Gutttae
Menurut Farmakope Indonesia ed. IV, solutiones atau larutan adalah sediaan cair yang mengandung
satu atau lebih zat kimia yang terlarut. Larutan terjadi jika suatu bahan padat tercampur atau
terlarut secara kimia maupun fisika ke dalam bahan cair.

Keuntungan dan Kerugian Bentuk Sediian Cair atau Larutan


Keuntungan Kerugian
1. Merupakan campuran yang homogen. 1. Bahan obat ada yang tidak
2. Dapat diberikan dalam larutan encer, larut dalam larutan.
sementara kapsul dan tablet tidak dapat 2. Bahan obat tidak stabil dalam
diencerkan. sediaan cair.
3. Kerja awal obat lebih cepat karena absorpsi 3. Bau dan rasa yang tidak dapat
lebih cepat dibandingkan sediaan padat. ditutupi jika dalam bentuk
4. Lebih cocok untuk anak-anak, kerena dapat sediaan cair.
ditambahkan pemanis, zat warna, dan
aroma tertentu sehingga menarik
Penggolongan Larutan
Berdasarkan cara pemakaian dan efek yang
Berdasarkan jenis bahan yang diharapkan:
terlarut dalam suatu larutan: 1. Sediaan cair yang diberikan lewat mulut dan
a. Larutan mikromolekuler ditelan.
b. Larutan miseler 2. Sediaan cair obat dalam yang diberikan lewat
c. Larutan makromolekuler mulut tidak ditelan.

Faktor yang Mempengaruhi Larutan


1. Sifat polaritas bahan terlarut dan pelarut .
2. Co-solvency

Komposisi Sediaan Larutan


3. Temperatur
4. Salting out dan Salting in
5. Pembentukan kompleks
6. Ukuran partikel a. Bahan aktif
b. Bahan tambahan
Larutan Oral Guttae
Obat minum bahasa latinnya disebut Guttae atau obat tetes adalah sediaan cair berupa
Potiones, merupakan bentuk sediaan larutan, emulsi atau suspense yang digunakan untuk
larutan yang dimaksudkan untuk obat dalam.
pemakaian dalam (per oral).

Siruop
Potio Effervescent Sirup adalah larutan oral yang mengandung
sukrosa atau gula lain yang berkadar tinggi
Potio effervescent adalah saturasi dengan gas CO2 (sirup simpleks adalah sirup yang hampir jenuh
yang lewat jenuh. dengan sukrosa). Selain sukrosa dan gula lain,
pada larutan oral ini dapat ditambahkan
senyawa poliol seperti sorbitol dan gliserin
untuk menghambat penghabluran dan
mengubah kelarutan, rasa dan sifat lain zat
pembawa
Netralisasi
Netralisasi adalah obat minum yang dibuat dengan
mencampurkan bagian asam dan bagian basa sampai reaksi
selesai dan larutan bersifat netral

Saturasi
Saturasi adalah obat minum yang dibuat dengan mereaksikan
asam dengan basa tetapi gas yang terbentuk ditahan dalam
wadah sehingga larutan menjadi jenuh dengan gas.

Eliksir
Menurut Farmakope Indonesia III, Eliksir adalah
sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa dan
bau sedap, mengandung selain obat, juga zat
tambahan seperti gula dan atau zat pemanis lainnya,
zat warna, zat wangi dan zat pengawet; digunakan
sebagai obat dalam.
Meracik Obat Cair
Pemakaian Luar
Sunday 22nd - Sunday 28th
TETES HIDUNG
DEFINISI Faktor-faktor yang mempengruhi pembuatan obat tetes hidung :
Obat tetes hidung (OTH) adalah obat tetes yang 1.Viskositas
digunakan untuk hidung dengan cara meneteskan 2.Isotonis
3.Isohidri
obat kedalam rongga hidung, dapat mengandung
4. Penggunaan Pensuspensi
zat pensuspensi, pendapar dan pengawet.
5. Penggunaan Pengawet

Wadah dan Penyimpanan :


KOMPOSISI
Umumnya OTH mengandung zat aktif seperti :
Penyimpanan dilakukan didalam suatu kontainer yang
1. Antibiotika : Kloramfenikol, neomisin
tertutup baik, jika sediaan steril, simpanlah di
Sultat,Polimiksin B Sultat
dalam wadah steril, yang kedap udara.
2. Sulfonamida
3. Vasokonstriktor
Label sediaan tetes hidung harus mengandung :
4. Antiseptik / germiside : Hldrogen peroksida
-nama dan jumlah bahan aktif
5. Anestetika lokal : Lidokain HCl
-instruksi penggunaan sediaan tetes hidung
-tanggal kadaluarsa
-kondisi penyimpanan sediaan
Tetes Telinga
DEFINISI
Menurut FI III, Guttae Auriculares, tetes telinga adalah obat tetes yang digunakan untuk telinga dengan cara
meneteskan obat ke dalam telinga. Kecuali dinyatakan lain, tetes telinga dibuat menggunakan cairan
pembawa bukan air.

Penggolongan obat tetes telinga berdasarkan efek farmakologi :


A. Obat tetes telinga dengan efek antiinfeksi dan antiseptik
B. Obat tetes telinga dengan efek antiseptik dan kortikosteroid
C. Obat tetes telinga antiseptik dan analgetik
D. Obat tete telinga lainnya
Gargarisma
DEFINISI
Gargarisma atau obat kumur mulut adalah sediaan berupa larutan, umumnya dalam
keadaan pekat yang harus diencerkan dahulu sebelum digunakan. Dimaksudkan untuk
digunakan sebagai pencegahan atau pengobatan infeksitenggorokan atau jalan nafas.

TUJUAN
Tujuan utama penggunaan obat kumur adalah agar obat yang terkandung di
dalamnya dapat langsung terkena selaput nlendir sepanjang tenggorokan. Obat
tidak dimaksudkan untuk menjadi pelindung selaput lendir. Maka dari itu bahan
obat yang bersifat lendir dan minyak yang memerlukan zat pensuspensi tidak
sesuai dimasukkan dalam obat kumur

WADAH DAN PENYIMPANAN


Penyimpanan obat kumur dalam dah botol berwarna susu atau wadah lain yang
cocok.
Penandaan pada etiket harus tertera :
-Petunjukpengenceran sebelum digunakan
-Tanda yang jelas “ Hanya untuk kumur, tidak ditelan “
Obat Pompa (Clyssma)

DEFINISI
Obat pompa disebut juga Lavement / Clysma / Enema.Adalah cairan yang pemakaiannya
per rectum dan colonyang gunanya untuk membersihkan atau menghasilkan efek terapi
setempat atau sistemik.

TUJUAN
Obat pompa yang digunakan untuk membersihkan atau penolong pada sembelitatau
pembersih faeces sebelum operasi, tidak boleh mengandung zat lendir. Dan juga
berfungsi sebagai karminativa (terpentin), emollient ( minyal lemak atau minyak mineral),
diagnostic (Ba-sulfat), sedative (kloralhidrat, luminal Na, paraldehid), anthelmintic (tanin
dan quqssiae) dan lain-lain.
Obat Cuci Mata (Colllyria)
DEFINISI
Collyrium adalah sediaan yang berupa larutan steril, jernih, bebas zat asing, isotonis,
digunakan untuk membersihkan mata.Dapat ditambahkan zat dapar danzat pengawet.
Kejernihan dan kesterilitasnya harus memenuhi syarat yang tertera pada Injection pada
farmakope Indonesia. Yang disimpan dalam wadah kaca atau plastik tertutup kedap.

Catatan untuk cuci mata :


a.Pada etiket harus tertera : Masa penggunaan setelah botol dibuka tutupnya
b.Obat cuci mata yang tidak mengandung bahan pengawet hanya boleh digunakan paling
lama 24 jam setelah tutup botol dibuka
c.Obat cuci mata yang mengandung bahan pengawet dapat digunakan paling lama 7 hari
setelah dibuka tutupnya
Tetes Mata/ Guttae Ophthalmicae
DEFINISI
Menurut Farmakope Indonesia Ed. III Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi
digunakan pada mata dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata
atau bola mata.

PERSYARATAN OBAT TETES MATA :


1.Steril
2.Jernih PENGGOLONGAN OBAT TETES MATA :
3.Bahan pengawet 1. Obat mata sebagai antiinfeksi dan antiseptik
4.Tonisitas 2. Obat mata mengandung corticosteroid
5.Stabilitas (pendapar, viskositas, dan aktivitas 3. Obat mata sebagai antiseptik dengan
permukaan) corticosteroid
4. Obat mata dengan aefek midriatik
5. Obat tetes mata mempunyai efek miotik
6. Obat mata dengan efek glaaukoma
7. Obat mata mempunyai efek lain
Sediaan Injeksi
DEFINISI
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi suspensi, atau serbuk yang harus dilarutkan
atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral, suntikan dengan cara
menembus, atau merobek jaringan ke dalam atau melalui kulit atau selaput lendir.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan


Sediaan Injeksi :

1.Pelarut
2.Cara pemberian
3.Partikel zat aktif dana bentuk polimorfisme
4.Bahan pengawet
5.Tonisitas
6.pH obat suntik
7.Stabilitas
8.Volume obat suntik
9.Wadah dan penutup
Sterilisasi
DEFINISI
Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari mikroba hidup, baik yang
patogen(menimbulkan penyakit) maupunapatogen/nonpatogen(tidak menimbulkan penyakit),
baik dalam bentukvegetatif(siap untuk berkembang biak) maupun dalam bentuk spora (dalam
keadaan statis, tidak dapat berkembang biak, tetapi melindungi diri dengan lapisan pelindung
yang kuat)

TUJUAN
Tujuan obat dibuat steril (seperti obat suntik) karena berhubungan langsung dengan darah
atau cairan tubuh dan jaringan tubuh yang lain dimana pertahanan terhadap zat asing
tidak selengkap yang berada di saluran cerna /gastrointestinal, misalnya hati yang dapat
berfungsi untuk menetralisir / menawarkan racun (detoksikasi=detoksifikasi).
Macam-Macam Sterilisasi
Cara Sterilisasi Menurut Fl.ed.III
a.Cara A (pemanasan secara basah : otoklaf pada suhu 115o-116oselama 30 menit)
b.Cara B (dengan penambahan bakterisida)
c.Cara C (dengan penyaring bakteri steril)
d.Cara D (pemanasan kering; Oven pada suhu 150oselama satu jam dengan udara panas)

Cara Sterilisasi secara umum


Cara Sterilisasi Menurut Fl.ed. IV
a.Dengan pemanasan secara kering
a.Sterilisasi uap
b.Dengan pemanasan secara basah
b.Sterilisasi panas kering
c.Dengan penambahan zat-zat tertentu.
c.Sterilisasi gas
d. Dengan cara penyinaran
d.Sterilisasi dengan radiasi ione.
e.Dengan penyaring bakteri steril
e. Sterilisasi dengan penyaringan
f.Dengan sterilisasi gas
f.Sterilisasi dengan cara aseptic
g.Dengan cara aseptik
Infus Intravenus
Penggolongan infus intravenus :
DEFINISI 1.Infus elektrolit
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, larutan 2.Infus Karbohidrat
intravena voleme besar adalah injeksi dosis 3.infus Elektrolit dan Karbohidrat
tunggal untuk intravena dan dikemas dalam 4.Larutan Irigasi
5.Larutan dialisis Peritoneal
wadah bertanda volume lebih dari 100 ml.
6.Infus penambah darah (Plasma Expander)

Fungsi pemberian infus intravenus: Syarat-syarat infus intravena :


• Merupakan dasar nutrisi, infus mengandung
1.Aman
asam amino dan karbo hidrat
• Untuk keseimbangan elektrolit digunakan untuk 2.Jernih
pasien shock, diare, mual, muntah dengan
3.Tidak berwarna
larutan intravenus sangat efektif
• Pengganti cairan tubuh mencegah dehidrasi 4. Isohidri
• Sebagai cairan pembawa obat yang diharapkan
5. Isotonis
bekerja cepat (antibiotik, analgetik)
6.Harus steril
7.Bebas pirogen
Intisari Farmasetika pada
Kefarmasian
MASALAH PENGOBATAN PADA PASIEN
Penyebab masalah obat yang terjadi pada pasien yaitu:
Masalah Pasien Dalam Mendapatkan Obat
Masalah Pasien Pada Pelayanan Resep Dokter
Masalah Pasien Pada Pelayanan Swamedikasi
Masalah Pasien Terkait Pemberian Informasi Obat
Masalah Pasien Terkait penyiapan dan peracikan obat
Masalah Pasien Terkait Penggunaan Antibiotik
Masalah Pasien Terkait Pengelolaan Obat
Penggunaan Obat yang rasional dalam Swamedikasi SWAMEDIKASI
Pelayanan sendiri (self-care) didefinisikan sebagai suatu sumber kesehatan masyarakat yang utama di dalam
sistem pelayanan
kesehatan. Termasuk di dalam cakupan self-care adalah swamedikasi, pengobatan sendiri tanpa menggunakan
obat, dukungan
sosial dalam menghadapi suatu penyakit, dan pertolongan pertama dalam kehidupan sehari-hari (WHO,
2000). Swamedikasi
dapat diartikan secara sederhana sebagai upaya seseorang untuk mengobati dirinya sendiri (Kartajaya dkk,
2011).
Swamedikasi dapat dilakukan untuk keluhan dan kondisi penyakit yang ringan dan umum yang sering
dialami
Kriteria masyarakat,
penggunaan sepertiadalah sebagai berikut (Depkes, 2008) :
obat rasional
demam, nyeri, pusing,
Tepat diagnosis batuk,
artinya obat influenza, sakit maag,
diberikan sesuai dengandiare, serta keluhan
diagnosis. pada penyakit
Apabila diagnosis kulit.
tidak ditegakkan dengan benar
maka pemilihan obat akan salah.
Tepat indikasi penyakit artinya obat yang diberikan harus yang tepat bagi suatu penyakit.
Tepat pemilihan obat artinya obat yang dipilih harus memiliki efek terapi sesuai dengan penyakit.
Tepat dosis artinya dosis, jumlah, cara, waktu dan lama pemberian obat harus tepat. Apabila salah satu dari empat hal
tersebut tidak dipenuhi menyebabkan efek terapi tidak tercapai.

Selain itu, sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MenKes/PER/X/1993 tentang kriteria obat yang dapat
diserahkan tanpa resep, antara lain : tidak dikontraindikasikan pada wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun dan lanjut
usia diatas 65 tahun; pengobatan sendiri dengan obat dimaksudkan untuk tidak memberikan risiko lebih lanjut terhadap
penyakitnya; dalam penggunaannya tidak diperlukan alat atau cara khusus yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan, seperti injeksi; obat yang digunakan memiliki risiko efek samping minimal dan dapat
dipertanggungjawabkan khasiatnya untuk pengobatan sendiri.

Berdasarkan dari dua kriteria diatas, kelompok obat yang baik digunakan untuk swamedikasi adalah obat-obat yang
termasuk dalam obat OTC dan OWA. Obat OTC terdiri dari obat-obat yang dapat digunakan tanpa resep dokter,
meliputi obat bebas, dan obat bebas terbatas. Sedangkan untuk OWA hanya dapat digunakan dibawah pengawasan
Lanjutan…
Peran Apoteker dalam Swamedikasi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014, dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian
seorang apoteker harus menjalankan peran yaitu :
❑ Pemberi layanan
Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan pasien. Apoteker harus mengintegrasikan
pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan.
❑ Pengambil keputusan
Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan dengan menggunakan seluruh sumber
daya yang ada secara efektif dan efisien.
❑ Komunikator
Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi kesehatan lainnya sehubungan dengan
terapi pasien. Oleh karena itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.
❑ Pemimpin
Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan
meliputi keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan
mengelola hasil keputusan.
❑ Pengelola
Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran dan informasi secara efektif. Apoteker
harus mengikuti kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi tentang obat dan halhal lain yang
berhubungan dengan obat.
❑ Pembelajar seumur hidup
Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan profesi melalui pendidikan
berkelanjutan (Continuing Professional Development/CPD).
❑ Peneliti
Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam mengumpulkan informasi sediaan farmasi dan
pelayanan kefarmasian dan memanfaatkannya dalam pengembangan dan pelaksanaan pelayanan kefarmasian.
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT
Peran Apoteker
Peran apoteker dalam evaluasi penggunaan obat
EPO menurut WHO (1977)
adalah dalam hal
meliputi penggunaan, peresepan,
mengevaluasi
pendistribusian dan pemasaran
penggunaan obat secara kualitatif dan kuantitatif :
obat oleh masyarakat, dengan
❑ Evaluasi secara kuantitatif adalah evaluasi
penekanan pada dampak medis,
penggunaan obat yang didasarkan pada jumlah
sosial dan ekonomi. Sedangkan
pasien terbanyak, jumlah penggunaan golongan
EPO menurut para ahli
obat terbanyak, dan jumlah penyakit terbanyak.
diAmerika Utara meliputi
peresepan, dispensing dan
❑ Evaluasi secara kualitatif adalah evaluasi
penggunaan obat. penggunaan obat yang didasarkan pada kriteria
penggunaan obat yang telah ditetapkan terlebih
dahulu indikatornya misalnya dosis obat, interaksi
Tujuan Evaluasi penggunaan obat
obat dan efek samping obat.
adalah untuk mendapatkan
gambaran dari pola penggunaan
❑ Faktor – faktor yang perlu diperhatikan adalah
obat, membandingkan pola indikator peresepan, indikator pelayanan dan
penggunaan obat pada periode indikator fasilitas.
waktu tertentu,memberikan saran
untuk perbaikan penggunaan
obat, dan melihat pengaruh Apoteker dapat berkontribusi dalam perawatan pasien
intervensi terhadap penggunaan dengan mengoptimalkan penggunaan obat dan
obat ( Kementrian Kesehatan, meminimalisasi efek obat yang tidak diharapkan
2017). dengan cara mengidentifikasi Medication Related
Lanjutan…

Evaluasi
ini bertujuan untuk meningkatkan
derajat kesehatan melalui implementasi
prinsip keselamatan pasien dan
pelayanan farmasi klinik, meningkatkan
keselamatan pasien dengan cara
meminimalkan kejadian error,
meminimalkan cedera, mengurangi
bahaya/ dampak yang terjadi ketika
terjadi error serta meningkatkan
kualitas, pelayanan farmasi yang efektif
dan terjangkau dengan cara
memaksimalkan dan meningkatkan
manajemen penggunaan obat (Wara,
2014)
PENGAPLIKASIAN APOTEKER DI RS
Peran Apoteker di Rumah Sakit
Peranan Sebagai Pusat Informasi Apoteker
Peranan Dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit tidak hanya sebagai sarana penyalur obat,
Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit namun juga sebagai pusat informasi,
harus mampu mengelola Farmasi Rumah Sakit diantaranya; - Memberikan informasi
secara keseluruhan dan bertanggung jawab dalam mengenai obat bagi yang memerlukannya.
administrasi, manajemen perencanaan serta Peranan Dalam Komunikasi - Nasehat
kebijakan Farmasi Rumah Sakit secara terpadu,
Konsultasi Sebagai komunikan antara tenaga
anggaran biaya, kontrol persediaan, pemeliharaan
catatan dan pembuatan laporan untuk pimpinan
kefarmasian dengan pasien, berupa nasehat
Rumah Sakit. - Menyusun prosedur tetap. ataupun konsultasi mengenai keluhan dari
pasien dan menetapkan sesuai KIE.
Peranan Dalam Pengadaan Perbekalan Farmasi
Peranan Dalam Farmasi Dan Terapi Serta
Perencanaan pengadaan kebutuhan perbekalan
farmasi memerlukan kajian yang cermat, tepat
Penerbitan Formularium Menerbitkan
dan teliti berdasarkan pada stok yang ada serta formularium rumah sakit berdasarkan rapat
dilakukan pengkajian obat yang akan diadakan internal antara Apoteker, Dokter dan Perawat
sesuai formularium sebagai metode dan strategi dalam
Peranan dalam Penyimpanan Obat Pengaturan pengadaan obat-obatan di rumah sakit.
obat langsung dilakukan dan dikelolah di bawah Peranan Dalam Pendidikan Selain sebagai
pengawasan dan tanggung jawab Instalasi Farmasi sentra pelayanan kefarmasian di rumah sakit
Rumah Sakit. juga berperan sebagai tempat pendidikan,
Peranan Dalam Distribusi Obat Distribusi obat diantaranya lapangan praktik untuk calon
untuk pasien rawat jalan dan rawat inap tenaga kefarmasian yang sedang menempuh
dilaksanakan oleh Apotek Farmasi Rumah Sakit. kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL)
REKONSILIASI OBAT RS Peran Apoteker
Rekonsiliasi dapat dilakukan setiap adanya
Rekonsiliasi obat perpindahan
merupakan salah satu pelayanan kesehatan, seperti :
❑ Saat pasien masuk rumah sakit
rangkaian kegiatan dari ❑ Pasien mengalami perpindahan bangsal atau
Standar Pelayanan unit layanan lain dalam suatu instansi rumah
sakit yang sama (contoh: dari bangsal rawat
Kefarmasian di Rumah inap menuju ke Intensive Care Unit; dari UGD
Sakit. Rekonsiliasi obat menuju bangsal rawat inap)
adalah kegiatan ❑ Perpindahan dari rumah sakit menuju rumah
atau
Tujuan rumah sakitrekonsiliasi,
dilakukannya lain yaitu :
membandingkan ❑ Memastikan informasi yang akurat
instruksi penggunaan tentang obat yang digunakan pasien
❑ Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat
obat dengan obat yang tidak terdokumentasinya instruksi dokter
diperoleh pasien. ❑ Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat
tidak terbacanya instruksi dokter
Lanjutan…
REKONSILIASI OBAT RS Peran Apoteker
Langkah-langkah yang harus dilakukan Contoh rekonsiliasi obat:\
dalam rekonsiliasi obat:
1. Pengumpulan data Ketidakcocokan/
2. Komparasi perbedaan yang tidak
3. Melakukan konfirmasi kepada didokumentasikan
dokter jika menemukan Ketidakcocokan/
ketidaksesuaian dokumentasi. perbedaan yang tidak
konfirmasi yang dilakukan meliputi: disengaja
❑ Menentukan perbedaan tsb disengaja
atau tidak
❑ Mendokumentasikan alas an dari
perbedaan tsb
❑ Memberikan tanda tangan, tanggal
dan waktu dilakukan rekonsiliasi obat
❑ Komunikasi
COMPOUNDING
Definisi
Compounding merupakan peracikan obat yang dilakukan oleh seorang yang
professional yang terdiri dari Apoteker, Sarjana farmasi, asisten Apoteker yang
melibatkan proses penyiapan (preparation), pencampuran (mixing), pemasangan
(asembling), pembungkusan (packaging), dan pemberian label (labelling) dari
obat atau alat sesuai dengan resep Dokter yang berlisensi atas inisiatif yang
didasarkan atas hubungan Dokter/Pasien/Compounder dalam praktek
professional (USP, 2011)
Tujuan

Untuk memenuhi kebutuhan terapeutik pada obat racikan, apoteker harus memahami bahwa obat
racikan digunakan untuk memenuhi kebutuhan khusus dari pasien,di antaranya adalah sebagai
berikut (Minghetti dkk., 2014).
a) Pasien alergi karena eksipien yang terdapat dalam produk obat yang diproduksi oleh
industri farmasi.
b) Peracikan obat untuk pasien pediatri karena industri farmasi tidak menngembangkan
sediaan yang dikhususkan untuk anak.
c) Meningkatkan kepatuhan pasien untuk mendapatkan efek tambahan yang sinergis
d) Penggunaan orphan drug, yaitu obat yang telah dikembangkan secara khusus untuk
mengobati kondisi medis yang langka.
e) Obat-obat yang digunakan untuk keperluan penelitian klinis di rumah sakit.
f) Menyesuaikan terapi/personalisasi terapi.
g) Obat-obatan yang memiliki masalah stabilitas, dalam hal ini penyiapan obat racikan sangat
penting.
Peran Apoteker dalam Compounding
Saat seorang apoteker melakukan compounding terdapat hubungan yang lebih dekat antara seorang
apoteker dengan pasien yang menerima obat racikan dibanding dengan pasien yang hanya menerima
obat komersil, karena semakin banyak obat yang diracik dalam suatu resep maka semakin tinggi pula
tingkat pelayanan kefarmasian yang diberikan untuk seorang pasien (Yancey dkk., 2008).
A. Mampu melakukan penyiapan sediaan farmasi sesuai standar, dengan rincian:
1) Memutuskan legalitas dan kelengkapan administratif resep.
2) Melakukan analisis kesesuaian farmasetik
3) Melakukan analisis kompatibilitas dan stabilitas obat.
4) Melakukan kalkulasi dosis, serta konversi kekuatan dan bentuk sediaan obat dengan tepat.
5) Menetapkan formulasi sediaan farmasi yang membutuhkan penanganan khusus, sediaan steril dan
sitostatika.
6) Melakukan penyiapan sediaan non-steril, pencampuran sediaan steril (i.v. ad mixture), sterilisasi
sediaan farmasi & alat kesehatan, & penyiapan sitostatika sesuai standar dan pedoman.
7) Menyiapkan etiket dan label sesuai kebutuhan, termasuk penyimpanan, ED (Expiration
Date) atau BUD (Beyond Use Date ).
8) Mengemas sediaan farmasi dalam wadah yang tepat untuk menjaga mutu dan
menghindari kesalahan penggunaan.
9) Memvalidasi salinan resep.
10) Merancang, membuat dan memutakhirkan dokumen pengobatan pasien (PMR)
beserta semua perubahan dan tindakan atas resep.

Untuk memenuhi standar kompetensi tersebut, dalam menyiapkan sediaan farmasi yang
sesuai standar, apoteker harus menerapkan prinsip-prinsip umum compounding agar obat
racikan yang dihasilkan kekuatan sediaan, kualitas, dan kemurniannya dapat diterima dan
sesuai dengan resep atau pesanan obat (United States Pharmacopeia, 2011).
Compounding Sediaan Steril

Kategori Compounding Sterile

- Tingkat resiko rendah - Tingkat resiko moderate


compounding practice sterile compounding practice sterile
Peracikan sediaan steril dilakukan Peracikan sediaan steril
secara aseptik berdasarkan dalam kelas membutuhkan durasi yang panjang
ISO kualitas udara yang lebih baik dan untuk penggabungan sediaan yang
hanya menggunakan bahan-bahan berkaitan dengan pencampuran dan
steril, produk, komponen, dan perangkat. homogenitas, penyimpanan dalam
ruang control kendali tidak lebih dari
30 jam
Aspek-Aspek Good Compounding Practice Sterile
1. Fasilitas percikan sediaan steril

a. Fasilitas peracikan harus memiliki ruang khusus


b. Persiapan untuk campuran steril harus sesuai dengan ketentuan dalam komponisasi dan proses
aseptik
c. Area untuk penggabungan harus dijaga
d. Area untuk peracikan obat harus dalam kondisi yang baik.
e. Air harus diberikan dibawah tekanan positif terus-menerus
f. Area untuk penggabungan harus memiliki pencahayaan dan ventilasi yang memadai.
g. Area untuk peracikan harus bebas dari serangga, hewan pengerat, dan hama lainnya, Sampah
harus disimpan dan dibuang dengan cara yang sesuai dan tepat waktu.
h. Pembuangan limbah dan sampah lain dibidang peracikan harus dibuang dengan cara yang aman
dan sehat.
i. Bahan baku obat dan bahan kimia atau bahan lain yang digunakan dalam peracikan obat-obatan
harus disimpan sesuai dengan persyaratan monograf USP,
j. Jika meracik produk parenteral peracik harus mengacu pada Pharmaceutical Compounding
Sterile Preparations.
2. Alat-alat digunakan dalam percikan sediaan steril
a. Peralatan yang digunakan untuk peracikan obat harus memiliki desain dan kapasitas yang
sesuai.
b. Peralatan dan komposisi bahan baku yang sesuai agar tidak reaktif & aditif
c. Peralatan yang digunakan dalam peracikan atau pengujian preparasi diperiksa secara rutin.
d. Peralatan yang telah digunakan harus dibersihkan dengan benar.

3. Persyaratan pemilihan bahan


a. Peracik diutamakan untuk menggunakan substansi obat USP-NF yang diproduksi
b. Peracik diutamakan menggunakan bahan yang tidak aktif
c. Jika bahan racikan tidak dapat diperoleh dari fasilitas yang terdaftar pada FDA atau perusahaan yang
menyediakan tidak dapat mendokumentasikan daftar FDA, peracik harus menggunakan penilaian
profesional
d. Jika bahan baku yang berkualitas tidak dapat diperoleh, dapat digunakan beberapa sumber yang
terpercaya
e. Ketika bahan baku tidak diperoleh dari sumber yang resmi maka bahan baku dapat diperoleh dari
sumber yang dianggap dapat diterima dan dapat diandalkan dalam penilaian profesional dari peracik
tersebut.
f. Komponen harus disimpan tempat yang sesuai.
4. Penyimpanan dan Pengemasan
a. Peracik harus memastikan bahwa wadah dan penutup wadah yang digunakan memenuhi
persyaratan.
b. Peracik harus mendapatkan catatan tertulis dari pemasok
c. Wadah dan penutup wadah yang untuk peracikan sediaan steril harus ditangani,
disterilisasi, dan disimpan sesuai berdasarkan Persiapan Steril
d. Wadah dan penutup wadah harus terbuat dari bahan bersih yang tidak reaktif, aditif,
atau tidak menyerap.
e. Wadah dan penutup harus dari bahan yang sesuai
f. Peracik harus memastikan bahwa wadah dan penutup wadah dipilih untuk resep obat
majemuk sesuai sediaan steril, tidak steril atau radio farmasi.
5. Penyimpanan dan Pengemasan

a.Peracik harus memastikan bahwa wadah dan d. Wadah dan penutup wadah
penutup wadah yang digunakan memenuhi harus terbuat dari bahan
persyaratan. bersih yang tidak reaktif, aditif,
b.Peracik harus mendapatkan catatan tertulis atau tidak menyerap.
dari pemasok e. Wadah dan penutup harus
c.Wadah dan penutup wadah yang untuk dari bahan yang sesuai
peracikan sediaan steril harus ditangani, f. Peracik harus memastikan
disterilisasi, dan disimpan sesuai berdasarkan bahwa wadah dan penutup
Persiapan Steril wadah dipilih untuk resep obat
majemuk sesuai sediaan steril,
tidak steril atau radio farmasi.
6. Pengontrolan hasil racikan
a. Peracik harus memastikan bahan baku berdasarkan usp dan memastikan adanya prosedur
b. Peracik harus menetapkan prosedur yang mencakup deskripsi komponen, jumlah, urutan komponen
aditif, dan proses penggabungan, wadah produk obat.
c. Peracik harus memeriksa ulang setiap prosedur dan tahapan proses
d. Prosedur kontrol yang tepat harus ditetapkan berdasarkan usp
 
7. Pelabelan
a. Peracik memberikan label setelah persiapan compounding sediaan yang terdapat informasi yang
diwajibkan oleh hukum negara dan standar praktik yang diterima
b. Peracik harus memberi label pada produk digunakan seperti, nomor kontrol yang ditetapkan, dan
tanggal penggunaan berdasarkan pada pengujian yang sesuai, data yang dipublikasikan, atau
standar USP-NF.
Compounding Sediaan Non- Steril
Kategori Compounding Non- Sterile
• Simple
Racikan yang monografinya sudah ada di USP atau dalam artikel jurnal yang jumlah semua komponen,
prosedur compounding, dan data stabilitas untuk formulasi tersebut serta BUD (Beyond Use Date) nya
sudah tertera. Atau rekonstitusi obat, yaitu manipulasi produk komersial yang memerlukan
penambahan satu atau lebih bahan yang direkomendasikan pabrik. Contohnya larutan Captopril,
Indomethacin Topical Gel, dan larutan Oral Kalium Bromida.
• Moderate
Pembuatan obat racikan yang memerlukan perhitungan atau prosedur khusus untuk menentukan
jumlah komponen per-racikan atau per-unit dosis individual. Atau membuat racikan yang data stabilitas
formulasinya tidak tersedia. Contohnya Morfin Supositoria sulfat, hidroklorida diphenhydramine troches
dan mencampur dua atau lebih krim komersial yang stabilitas campurannya tidak diketahui.
• Complex
Membuat racikan yang membutuhkan pelatihan, lingkungan, fasilitas, peralatan dan prosedur khusus
untuk memastikan hasil terapi yang tepat. Contoh dari jenis racikan kompleks adalah bentuk sediaan
transdermal, sediaan pelepasan yang dimodifikasi, dan supositoria untuk efek sistemik.
Aspek compounding non-sterile
1. Fasilitas
• Umum, Semua peracikan harus dilakukan di ruang terpisah yang dirancang khusus untuk peracikan resep.
Ruangan harus dirancang dan diatur untuk mencegah kontaminasi silang antara produk, dan jauh dari bagian
di mana terdapat cukup banyak lalu lintas (gang, pintu masuk dan pintu keluar, dll.) untuk menghindari
kontaminasi produk majemuk dengan debu dan kotoran, serta tidak mengganggu staf peracikan (United States
Pharmacopeia, 2011).
• Pencahayaan, harus cukup dan ditempatkan dengan benar sehingga seluruh area ruangan menjadi cukup
terang untuk memfasilitasi proses compounding dan untuk memungkinkan verifikasi pada semua tahap
peracikan (United States Pharmacopeia, 2011).
• Pemanas, ventilasi, dan air conditioner harus dikontrol sedemikian rupa untuk menghindari dekomposisi dan
kontaminasi bahan kimia dan menjaga kualitas dan kemanjuran produk yang tersimpan dan memastikan
keamanan dan kenyamanan staf. Pemantauan suhu dan kelembapan yang tepat harus dijaga sesuai
kebutuhan untuk komponen tertentu dan bentuk sediaan racikan (United States Pharmacopeia, 2011).
• Air harus disediakan untuk mencuci tangan dan peralatan dan harus mudah diakses ke bagian peracikan.
Purified water harus digunakan untuk meracik sediaan obat non steril untuk formulasi yang membutuhkan air.
Sistem pipa harus bebas dari karat yang dapat mengkontaminasi sediaan (United States Pharmacopeia, 2011).
• Permukaan kerja harus terbuat dari material yang halus, kedap air dan tidak berpori, sebaiknya stainless steel.
Bahan yang digunakan untuk permukaan kerja harus mampu menahan pembersihan dengan desinfektan dan
tahan terhadap kerusakan dari produk pembersih dan desinfektan. Setiap kerusakan harus diperbaiki dan
disegel (United States Pharmacopeia, 2011).
• Dinding, lantai dan furniture harus ditempatkan dan dirancang untuk mempermudah pembersihan dan
desinfeksi (United States Pharmacopeia, 2011).
2. Peralatan
• Semua peralatan dan instrumen, harus diperiksa, dirawat, dibersihkan, dan dikalibrasi pada interval
yang tepat, seperti yang direkomendasikan oleh pabrik, dan setidaknya setahun sekali jika tidak
ada rekomendasi. Setiap kali selesai digunakan dan dibersihkan, peralatan dan instrumen lain
yang digunakan untuk compounding harus disimpan dengan rapi di lemari yang sesuai. Instrumen
dan peralatan yang digunakan untuk beberapa preparasi berbeda harus dibersihkan sepenuhnya
dan menyeluruh untuk menghilangkan semua produk sebelumnya sehingga mencegah
kontaminasi silang antara racikan (National Association of Pharmacy Regulatory Authorities, 2016).
• Semua catatan yang dibuat pada formulir pemeliharaan harus menunjukkan anggota staf yang
melakukan pemeliharaan (apoteker, teknisi farmasi, anggota staf pembersihan) (United States
Pharmacopeia, 2011).
3. Bahan
• Material Safety Data Sheets (MSDS) adalah dokumen yang memberikan informasi tentang
risiko dan tindakan pencegahan yang berlaku untuk penggunaan produk dan kondisi
penyimpanannya. Dokumen ini harus disimpan bersama dan disediakan untuk staf (apoteker,
teknisi farmasi dan asisten farmasi). Semua karyawan harus tahu di mana dokumen ini disimpan
dan harus mudah diakses (United States Pharmacopeia, 2011).
• Sumber bahan, harus dipastikan bahwa bahan yang digunakan berasal dari sumber yang diakui
dan dapat dipercaya serta mempunyai izin dari BPOM (United States Pharmacopeia, 2011).
• Kualitas bahan, Kemurnian dan keamanan bahan-bahan yang digunakan untuk peracikan
harus diperhatikan. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara menganalisis dan memverifikasi
reputasi pabrikan dan keandalan pemasok. Jika produk tidak bersumber dari pemasok yang
diakui, laboratorium yang memenuhi syarat harus menganalisis produk dan mengkonfirmasi
identitas, kemurnian dan kualitasnya, berdasarkan persyaratan farmakope yang digunakan.
Hasil analisis dan sertifikat harus disimpan (United States Pharmacopeia, 2011).
4. Penyimpanan
• Untuk memastikan kualitas dan stabilitas bahan baku dan hasil racikan, kondisi penyimpanan di
ruang penyimpanan harus dikontrol. Suhu (apotek, gudang, dan lain-lain) harus dikontrol. Informasi
tentang pemantauan ruangan, lemari es dan suhu dan kontrol lainnya yang terkait dengan
pelaksanaan prosedur penyimpanan harus dicatat dalam log pemeliharaan umum.
• Produk yang telah disimpan harus diperiksa sebelum digunakan untuk mendeteksi tanda-tanda
kerusakan. Suatu prosedur untuk memverifikasi BUD (Beyond Used Date) dari preparat non-steril
dan tanggal kedaluwarsa produk komersial harus dikembangkan dan diimplementasikan untuk
memastikan bahwa produk dan persiapan non-steril yang tidak dapat digunakan dapat dibuang
(United States Pharmacopeia, 2011).
5. . Dokumentasi
Dokumentasi, tertulis atau elektronik, memungkinkan peracik untuk secara sistematis melacak,
mengevaluasi, dan mereplikasi langkah-langkah yang disertakan selama proses compounding. Ketika
peracik melakukan compounding sesuai dengan instruksi pelabelan produsen, maka dokumentasi lebih
lanjut tidak diperlukan (United States Pharmacopeia, 2011).
Dispensing
Dispensing merupakan proses sejak diterimanya resep hingga obat diberikan
kepada pasien dan diikuti deng an pemberian informasi yang memadai.
Permenkes No.35 Th.2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian,
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian infromasi obat

Menurut (Dirjen Binfar dan Alkes, 2010), Proses Dispensing terdiri dari lima tahapan siklus,
yaitu :
❑ Menerima dan melakukan konfirmasi resep
❑ Menerjemahkan analisis resep
❑ Meyiapkan obat yang diperlukan dan diberi table
❑ Mencatat dan mendokumentasikan kegiatan yang dilakukan
❑ Memberikan konseling dan informasi serta obat kepada pasien

Tanggung jawab untuk kebenaran dan kualitas ibat atau produk sepenuhnya terletak
pada orang yang ahli dalam farmasi, selain itu harus mengetahui tentang obat,
keterampilan perhitungan dan aritmatika yang baik, keterampilan dalam kualitas
persiapan dan keterampilan dalam berkomunikasi secara efektif dengan pasien.
Lanjutan…

Kegiatan Dispensing

1. Menerima dan memvalidari resep


2. Memahami dan menafsirkan resep
3. Mempersiapkan dan memberi etiket
4. Melakukan pemeriksaan terakhir
5. Mencatat Tindakan yang diambil
6. Memberikan obat kepada pasien dengan pemberian informasi yang jelas

Dalam melakukan Dispensing harus memperharikan hal :


Wadah untuk obat yang diberikan
Pemberian label obat
Penyerahan obat kepada pasien
Daftar Pustaka

Lachman, L, et all, (1986),The Theoryand Practise of Industrial Pharmacy, Third Edition,Lea and
Febiger, Philadelphia.
Parfitt,K., (1994),Martindale The Complete Drug Reference, 32ndEdition, Pharmacy Press.
Lukas S., (2011), Formulasi Steril, Edisi Revisi, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Republik Indonesia, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Jakarta.
R. Voigt, (1995), Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, ed 5, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Tjay, T.H., (2000),Obat-obat Penting, Edisi V, Depkes RI, Jakarta.
Turco, S.,dkk., (1970),Sterile Dosage Forms,Lea and Febiger, Philadelphia.
United stete Pharmacopeia. The United States PharmacopeialConventionutical Compounding –
Sterile Preperations. Med Clin (Barc) [Internet]. 2008;128(7):278–9. Available
from:https://www.sefh.es/fichadjuntos/USP797GC.pdf
USP. (2011). 795 – Pharmaceutical Compounding – Nonsterile. USP, 34(c),
330336.
Yancey, V., Yakimo, R., Perry, A., Mcpherson, T.B., 2008. compounding services. J. Am. Pharm.
Assoc
THANKS!
CREDITS: This presentation template was created
by Slidesgo, including icons from Flaticon, and
infographics & images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai