Anda di halaman 1dari 71

MAKALAH

TUPOKSI APOTEKER DI DINAS KESEHATAN PROVINSI

DISUSUN OLEH :

Mahasiswa Profesi Apoteker Angkatan XII

UNIVERSITAS MULAWARMAN
FAKULTAS FARMASI
PRODI PROFESI APOTEKER
SAMARINDA
2020

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas Rahmat dan Hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Tupoksi Apoteker Di Dinas Kesehatan Provinsi tepat
waktu.
Makalah Tupoksi Apoteker di Dinas Kesehatan Provinsi disusun guna memenuhi tugas
mata kuliah Farmasi Pemerintah pada Program Studi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas
Mulawarman. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca tentang Tupoksi Apoteker di Dinas Kesehatan Provinsi.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Nur Masyithah Z, S.Farm,
M.Farm, Apt selaku dosen mata Kuliah Farmasi Pemerintah. Tugas yang telah diberikan ini
dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak khususnya seluruh Mahasiswa Profesi Apoteker
Angkatan XII yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Samarinda, 17 November 2012

Mahasiswa Profesi Apoteker Angkatan XII

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN ...........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................................2
1.3 Tujuan ...............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................3
2.1 Struktur Organisasi dan Alur Koordinasi. ...........................................................................3
2.2 Ruang Lingkup Tugas Pokok dan Fungsi. ........................................................................ 25
2.2.1 Ruang Lingkup Tugas Pokok..................................................................................... 25
2.2.2 Kewenangan Pemerintah Terhadap Sediaan Farmasi ................................................. 26
2.2.3 Alur Penyimpanan / Pendistribusian ......................................................................... 26
2.2.4 Pencatatan Dan Pelaporan ......................................................................................... 27
2.2.5 Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas ....................................................................... 27
2.2.6 Pengadaan Barang & Obat-Obatan Di Dinkes........................................................... 27
2.2.7 Rumpun Fungsi ........................................................................................................ 28
2.3 Regulasi Pemerintah yang terkait dengan Tupoksi Apoteker di Dinas Kesehatan Provinsi34
BAB III PENUTUP .................................................................................................................. 67
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 68

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang- Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, bahwa kesehatan merupakan hak
asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita
bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Setiap warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan
yang aman, bermutu, serta terjangkau. Berdasarkan hak tersebut, pemerintah pusat berkewajiban
untuk memenuhinya yaitu dengan cara melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian
terhadap sarana dan tenaga pelayanan kesehatan.
Dalam mewujudkan kesejahteraan bangsa dalam hal kesehatan, pemerintah memiliki
peranan besar didalamnya, salah satu tanggung jawab pemerintah pusat dalam melakukan
berbagai upaya kesehatan yang dibutuhkan oleh masing-masing daerah yaitu dengan adanya
Dinas Kesehatan pada tiap-tiap Provinsi dimana tugas pemerintah pusat di bidang kesehatan
didelegasikan kepada pemerintah daerah dengan membentuk badan berwenang di masing -
masing daerah untuk mengurus bidang kesehatan. Badan berwenang yang dibentuk di tingkat
provinsi adalah Dinas Kesehatan Provinsi.
Salah satu upaya pemerintah dalam usaha peningkatan derajat kesehatan yaitu dengan
mengupayakan sumber daya manusia, sarana kesehatan, dan obat – obat yang memadai. Sumber
daya manusia dalam hal ini adalah tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang baik dan sesuai dengan harapan masyarakat. Dalam mewujudkan upaya tersebut,
maka diperlukan adanya partisipasi dari tenaga kesehatan salah satunya tenaga farmasi yakni
apoteker.
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian, tugas pokok apoteker meliputi penyiapan rencana kefarmasian
dan pengelolaan perbekalan farmasi. Dalam hal ini seorang apoteker diharapkan untuk memiliki
kompetensi dalam berbagai hal yang berhubungan dengan kefarmasian baik dari aspek
pengetahuan, etika, maupun legalitas sehingga sebagai calon apoteker hendaknya memahami

1
lebih dalam mengenai tugas pokok dan fungsi Dinas Kesehatan tingkat Provinsi terutama bidang
Seksi Faralkes sebagai bekal profesi untuk bekerja secara professional di kemudian hari.
Berdasarkan hal tersebut maka di buatlah makalah ini dengan harapan dapat menambah
wawasan mengenai ruang lingkup tugas pokok dan fungsi apoteker di Dinas Kesehatan Provinsi
serta regulasi pemerintah yang terkait.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan Latar Belakang diatas maka dibuat rumusan masalah yaitu
1. Bagaimana struktur organisasi dan alur koordinasi apoteker di Dinas Kesehatan Provinsi?
2. Apa saja ruang lingkup tugas pokok dan fungsi apoteker di Dinas Kesehatan Provinsi?
3. Regulasi pemerintah apa yang terkait dengan tugas pokok dan fungsi apoteker di Dinas
Kesehatan Provinsi?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1. Mengetahui struktur organisasi dan alur koordinasi apoteker di Dinas Kesehatan Provinsi
2. Mengetahui ruang lingkup tgas pokok dan fungsi apoteker di Dinas Kesehatan Provinsi
3. Mengetahui regulasi yang terkain dengan tugas pokok dan fungsi apoteker di Dinas
Kesehatan Provinsi

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Struktur Organisasi dan Alur Koordinasi.


Permenkes RI No. 49 Tahun 2016 tentang Pedoman Teknis Pengorganisasian Dinas
Kesehatan Provinsi Dan Kab/kota

1. Dinas Kesehatan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota Tipe A


a. Struktur

3
b. Tugas dan Fungsi
a) Dinas Kesehatan
 Tugas
Membantu Gubernur melaksanakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan yang menjadi
kewenangan Daerah dan Tugas Pembantuan yang ditugaskan kepada Daerah provinsi.
 Fungsi:
1) Perumusan kebijakan di bidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengendalian
penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga (PKRT) serta sumber daya kesehatan
2) Pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengendalian
penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat kesehatan danperbekalan kesehatan rumah
tangga (PKRT) serta sumber daya kesehatan
3) Pelaksanaan evalusasi dan pelaporan di bidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan
pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat kesehatan dan perbekalan
kesehatan rumah tangga (PKRT) serta sumber daya kesehatan
4) Pelaksanaan administrasi dinas sesuai dengan lingkup tugasnya
5) Pelaksanaan fungsi lain yang di berikan oleh Kepala Daerah terkait dengan bidang kesehatan.

Dinas Kesehatan terdiri dari:

a) Sekretariat;
b) Bidang Kesehatan Masyarakat;
c) Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit;
d) Bidang Pelayanan Kesehatan; dan
e) Bidang Sumber Daya Kesehatan.

b) Sekretariat
Tugas:
Melaksanakan koordinasi, pelaksanaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh
unsur organisasi di lingkungan Dinas Kesehatan Daerah.

4
Fungsi:
1) Penyiapan perumusan kebijakan operasional tugas administrasi di lingkungan Dinas
Kesehatan Daerah
2) Koordinasi pelaksanaan tugas dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur
organisasi di lingkungan Dinas Kesehatan Daerah;
3) Pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas administrasi di lingkungan Dinas
Kesehatan Daerah; dan
4) Pengelolaan aset yang menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan Daerah.

Sekretariat terdiri dari:

 Program, Informasi dan Hubungan Masyarakat


Tugas:
Penyiapan dan koordinasi penyusunan rumusan program dan informasi serta penatalaksanaan
hubungan masyarakat yang menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan Daerah.
 Keuangan dan Pengelolaan Aset
Tugas:
Penyiapan dan koordinasi penyelenggaraan urusan keuangan dan pengelolaan asset yang
menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan Daerah.
 Hukum, Kepegawaian, dan Umum
Tugas:
Penyiapan dan koordinasi penatalaksanaan hukum, kepegawaian dan dukungan administrasi
umum yang menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan Daerah.
c) Tugas dan Fungsi Bidang Kesehatan Masyarakat
Tugas:
Melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang kesehatan
keluarga, gizi masyarakat, promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat, kesehatan
lingkungan, kesehatan kerja dan olah raga.
Fungsi:
- Penyiapan perumusan kebijakan operasional di bidang kesehatan keluarga, gizi masyarakat,
promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan
olah raga

5
- Penyiapan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang kesehatan keluarga, gizi masyarakat,
promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan
olah raga
- Penyiapan bimbingan teknis dan supervisi di bidang kesehatan keluarga, gizi masyarakat,
promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan
olah raga
- Pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang kesehatan keluarga, gizi masyarakat, promosi
kesehatan, pemberdayaan masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olah raga.

Bidang Kesehatan Masyarakat terdiri dari:


- Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat
Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang kesehatan keluarga dan gizi
masyarakat.
- Seksi Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat
Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang promosi dan pemberdayaan
masyarakat.
- Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olah Raga
Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang kesehatan lingkungan,
kesehatan kerja dan olah raga.
- Tugas dan Fungsi Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Tugas:
Melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang surveilans dan
imunisasi, pencegahan dan pengendalian penyakit menular, pencegahan dan pengendalian
penyakit tidak menular dan kesehatan jiwa.
Fungsi:

6
- Penyiapan perumusan kebijakan operasional di bidang surveilans dan imunisasi, pencegahan
dan pengendalian penyakit menular, pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular
dan kesehatan jiwa;
- Penyiapan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang surveilans dan imunisasi,
pencegahan dan pengendalian penyakit menular, pencegahan danpengendalian penyakit tidak
menular dan kesePenyiapan bimbingan teknis dan supervisi di bidang surveilans dan
imunisasi, pencegahan dan pengendalian penyakit menular, pencegahan dan pengendalian
penyakit tidak menular dan kesehatan jiwa; dan
- Pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang surveilans dan imunisasi, pencegahan dan
pengendalian penyakit menular, pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular dan
kesehatan jiwa.hatan jiwa
Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit terdiri dari:
- Seksi Surveilans dan Imunisasi
Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang surveilans dan imunisasi.
- Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pencegahan dan pengendalian
penyakit menular.
- Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa
Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pencegahan dan pengendalian
penyakit tidak menular dan kesehatan jiwa.
d) Tugas dan Fungsi Bidang Pelayanan Kesehatan
Tugas:
Melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang pelayanan
kesehatan primer dan pelayanan kesehatan rujukan termasuk peningkatan mutunya, serta
pelayanan kesehatan tradisional.

7
Fungsi:
- Penyiapan perumusan kebijakan operasional di bidang pelayanan kesehatan primer dan
pelayanan kesehatan rujukan termasuk peningkatan mutunya, serta pelayanan kesehatan
tradisional
- Penyiapan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang pelayanan kesehatan primer dan
pelayanan kesehatan rujukan termasuk peningkatan mutunya, serta pelayanan kesehatan
tradisional
- Penyiapan bimbingan teknis dan supervisi di bidang pelayanan kesehatan primer dan
pelayanan kesehatan rujukan termasuk peningkatan mutunya, serta pelayanan kesehatan
tradisional
- Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pelayanan kesehatan primer dan pelayanan
kesehatan rujukan termasuk peningkatan mutunya, serta pelayanan kesehatan tradisional.
Bidang Pelayanan Kesehatan terdiri dari:
 Seksi Pelayanan Kesehatan Primer
Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, pemantauan, evaluasi dan pelaporan serta peningkatan mutu fasyankes di bidang
pelayanan kesehatan primer.
 Seksi Pelayanan Kesehatan Rujukan
Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, pemantauan, evaluasi dan pelaporan sertapeningkatan mutu fasyankes di bidang
pelayanan kesehatan rujukan.
 Seksi Pelayanan Kesehatan Tradisional
Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pelayanan kesehatan
tradisional

8
e) Tugas dan Fungsi Bidang Sumber Daya Kesehatan
Tugas:
Melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang kefarmasian, alat
kesehatan dan PKRT serta sumber daya manusia kesehatan.
Fungsi:
 Penyiapan perumusan kebijakan operasional di bidang kefarmasian, alat kesehatan dan
perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) serta sumber daya manusia kesehatan
 Penyiapan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang kefarmasian, alat kesehatan dan
PKRT serta sumber daya manusia kesehatan
 Penyiapan bimbingan teknis dan supervisi di bidang kefarmasian, alat kesehatan dan PKRT
serta sumber daya manusia kesehatan
 Pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang kefarmasian, alat kesehatan dan PKRT serta
sumber daya manusia kesehatan.

Bidang Sumber Daya Kesehatan terdiri dari:


- Seksi Kefarmasian
Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pelayanan kefarmasian.
- Seksi Alat Kesehatan dan PKRT
Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang alat kesehatan dan PKRT.
- Seksi Sumber Daya Manusia Kesehatan
Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang sumber daya manusia
kesehatan.

9
2. Dinas Kesehatan Daerah Provinsi dan Kabupaten/KotaTipe B
a. Struktur

10
b. Tugas dan Fungsi Dinas Kesehatan
Tugas:
Membantu Gubernur melaksanakan Urusan Pemerintahan di bidang kesehatan yang
menjadi kewenangan Daerah dan Tugas Pembantuan yang ditugaskan kepada Daerah
Provinsi.
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mempunyai tugas membantu Bupati/Walikota
melaksanakan Urusan Pemerintahan di bidang kesehatan yang menjadi kewenangan Daerah
dan Tugas Pembantuan yang diberikan kepada Daerah Kabupaten/Kota.
Fungsi:
- Perumusan kebijakan di bidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengendalian
penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat kesehatan dan PKRT serta sumber daya
kesehatan;
- Pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengendalian
penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat kesehatan dan PKRT serta sumber daya
kesehatan;
- Pelaksanaan evalusasi dan pelaporan di bidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan
pengendalianpenyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat kesehatan dan PKRT serta
sumber daya kesehatan
- Pelaksanaan administrasi dinas sesuai dengan lingkup tugasnya
- Pelaksanaan fungsi lain yang di berikan oleh Kepala Daerah terkait dengan bidang kesehatan.

Dinas Kesehatan terdiri dari:

- Sekretariat;
- Bidang Kesehatan Masyarakat;
- Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
- Bidang Pelayanan Kesehatan dan Sumber Daya Kesehatan.
c. Tugas dan Fungsi Sekretariat
Tugas:
Melaksanakan koordinasi, pelaksanaan dan pemberian dukungan administrasi kepada
seluruh unsur organisasi di lingkungan Dinas Kesehatan Daerah.

11
Fungsi:
- Penyiapan perumusan kebijakan operasional tugas administrasi di lingkungan Dinas
Kesehatan Daerah
- Koordinasi pelaksanaan tugas dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur
organisasi di lingkungan Dinas Kesehatan Daerah
- Pemantauan, evaluasi dan pelaporan tugas administrasi di lingkungan Dinas Kesehatan
Daerah
- Pengelolaan aset yang menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan Daerah.
Sekretariat terdiri dari:
- Subbagian Program, Informasi dan Hubungan Masyarakat.
Tugas:
Penyiapan dan koordinasi penyusunan rumusan program dan informasi, serta
penatalaksanaan hubungan masyarakat yang menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan
Daerah.
- Subbagian Keuangan, Kepegawaian dan Umum
Tugas:
Penyiapan dan koordinasi penyelenggaraan urusan keuangan dan pengelolaan aset,
penatalaksanaan hukum, kepegawaian dan dukungan administrasi umum yang menjadi
tanggung jawab Dinas Kesehatan Daerah.
d. Tugas dan Fungsi Bidang Kesehatan Masyarakat
Tugas:
Melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang kesehatan
masyarakat.
Fungsi:
- Penyiapan perumusan kebijakan operasional di bidang kesehatan keluarga, gizi masyarakat,
promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan
olah raga;
- Penyiapan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang kesehatan keluarga, gizi masyarakat,
promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan
olah raga;

12
- Penyiapan bimbingan teknis dan supervisi di bidang kesehatan keluarga, gizi masyarakat,
promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan
olah raga
- Pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang kesehatan keluarga, gizi masyarakat, promosi
kesehatan, pemberdayaan masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olah raga.
Bidang Kesehatan Masyarakat terdiri dari:
 Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat
Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis, dan
supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang kesehatan keluarga dan gizi
masyarakat.
 Seksi Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat
Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang promosi dan pemberdayaan
masyarakat.
 Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olah Raga
Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang kesehatan lingkungan,
kesehatan kerja dan olah raga.
e. Tugas dan Fungsi Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Tugas:
Melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang surveilans
dan imunisasi, pencegahan dan pengendalian penyakit menular, pencegahan dan
pengendalian penyakit tidak menular dan kesehatan jiwa.
Fungsi:
 Penyiapan perumusan kebijakan operasional di bidang surveilans dan imunisasi, pencegahan
dan pengendalian penyakit menular, pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular
dan kesehatan jiwa;

13
 Penyiapan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang surveilans dan imunisasi,
pencegahan dan pengendalian penyakit menular, pencegahan dan pengendalian penyakit
tidak menular dan kesehatan jiwa;
 Penyiapan bimbingan teknis dan supervisi di bidang surveilans dan imunisasi, pencegahan
dan pengendalian penyakit menular, pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular
dan kesehatan jiwa
 Pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang surveilans dan imunisasi, pencegahan dan
pengendalian penyakit menular, pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular dan
kesehatan jiwa.
Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit terdiri dari:
- Seksi Surveilans dan Imunisasi
Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang surveilans dan imunisasi.
- Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pencegahan dan pengendalian
penyakit menular.
- Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular serta Kesehatan Jiwa
Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pencegahan dan pengendalian
penyakit tidak menular serta kesehatan jiwa.
f. Tugas dan Fungsi Bidang Pelayanan dan Sumber Daya Kesehatan
Tugas:
Melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang pelayanan
kesehatan primer dan pelayanan kesehatan rujukan termasuk peningkatan mutunya,
pelayanan kesehatan tradisional, kefarmasian, alat kesehatan dan PKRT serta sumber daya
manusia kesehatan
Fungsi:

14
 penyiapan perumusan kebijakan operasional di bidang pelayanan kesehatan primer dan
pelayanan kesehatan rujukan termasuk peningkatan mutunya, pelayanan kesehatan
tradisional, kefarmasian, alat kesehatan dan PKRT serta sumber daya manusia kesehatan;
 penyiapan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang pelayanan kesehatan primer dan
pelayanan kesehatan rujukan termasuk peningkatan mutunya, pelayanan kesehatan
tradisional, kefarmasian, alat kesehatan dan PKRT serta sumber daya manusia kesehatan;
 penyiapan bimbingan teknis dan supervisi di bidang pelayanan kesehatan primer dan
pelayanan kesehatan rujukan termasuk peningkatan mutunya, pelayanan kesehatan
tradisional, kefarmasian, alat kesehatan dan PKRT serta sumber daya manusia kesehatan;
 pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pelayanan kesehatan primer dan pelayanan
kesehatan rujukan termasuk peningkatan mutunya, pelayanan kesehatan tradisional,
kefarmasian, alat kesehatan dan PKRT serta sumber daya manusia kesehatan.
Bidang Pelayanan Kesehatan dan Sumber daya kesehatan terdiri dari:
 Seksi Pelayanan Kesehatan
Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, pemantauan, evaluasi dan pelaporan serta peningkatan mutu fasyankes di bidang
pelayanan kesehatan primer dan pelayanan kesehatan rujukan serta pelayanan kesehatan
tradisional.
 Seksi Kefarmasian, Alkes dan PKRT
Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, sertapemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pelayanan kefarmasian, alat
kesehatan dan PKRT.
 Seksi Sumber Daya Manusia Kesehatan
Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang sumber daya manusia
kesehatan.

15
3. Dinas Kesehatan Daerah Provinsi dan Kabupaten/KotaTipe C
a. Struktur

16
b. Tugas dan Fungsi Dinas Kesehatan
Tugas:
Dinas kesehatan Provinsi mempunyai tugas membantu Gubernur melaksanakan Urusan
Pemerintahan di bidang kesehatan yang menjadi kewenangan Daerah dan Tugas Pembantuan
yang ditugaskan kepada Daerah Provinsi. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mempunyai tugas
membantu Bupati/Walikota melaksanakan Urusan Pemerintahan di bidang kesehatan yang
menjadi kewenangan Daerah dan Tugas Pembantuan yang ditugaskan kepada Daerah
Kabupaten/Kota
Fungsi:
 Perumusan kebijakan di bidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengendalian
penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat kesehatan dan PKRT serta sumber daya
kesehatan;
 Pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengendalian
penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat kesehatan dan PKRT serta sumber daya
kesehatan;
 Pelaksanaan evalusasi dan pelaporan di bidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan
pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat kesehatan dan PKRT serta
sumber daya kesehatan;
 Pelaksanaan administrasi dinas sesuai dengan lingkup tugasnya; dan
 Pelaksanaan fungsi lain yang di berikan oleh Kepala Daerah terkait dengan bidang kesehatan.

Dinas Kesehatan terdiri dari:

 Sekretariat;
 Bidang Kesehatan Masyarakat dan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit; dan
 Bidang Pelayanan, Promosi dan Sumber Daya Kesehatan.

c. Tugas dan Fungsi Sekretariat


Tugas:
Melaksanakan koordinasi, pelaksanaan dan pemberian dukungan administrasi kepada
seluruh unsur organisasi di lingkungan Dinas Kesehatan Daerah.
Fungsi:

17
 Penyiapan perumusan kebijakan operasional tugas administrasi di lingkungan Dinas
Kesehatan Daerah
 Koordinasi pelaksanaan tugas dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur
organisasi di lingkungan Dinas Kesehatan Daerah
 Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan tugas administrasi di lingkungan Dinas Kesehatan
Daerah
 Pengelolaan aset yang menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan Daerah.

Sekretariat terdiri dari:

 Subbagian Program, Informasi dan Hubungan Masyarakat


Tugas:
Penyiapan dan koordinasi penyusunan rumusan program dan informasi, serta
penatalaksanaan hubungan masyarakat yang menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan
Daerah.
 Subbagian Keuangan, Kepegawaian dan Umum
Tugas:
Penyiapan dan koordinasi penyelenggaraan urusan keuangan dan pengelolaan aset,
penatalaksanaan hukum, kepegawaian dan dukungan administrasiumum yang menjadi
tanggung jawab Dinas Kesehatan Daerah.
d. Tugas dan Fungsi Bidang Kesehatan Masyarakat dan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Tugas:
Melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang kesehatan
keluarga, gizi masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olah raga, surveilans
dan imunisasi, pencegahan dan pengendalian penyakit menular, pencegahan dan pengendalian
penyakit tidak menular dan kesehatan jiwa.
Fungsi:
 Penyiapan perumusan kebijakan operasional di bidang kesehatan keluarga, gizi masyarakat,
kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olah raga, surveilans dan imunisasi, pencegahan
dan pengendalian penyakit menular, pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular
dan kesehatan jiwa;

18
 Penyiapan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang kesehatan keluarga, gizi masyarakat,
kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olah raga, surveilans dan imunisasi, pencegahan
dan pengendalian penyakit menular, pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular
dan kesehatan jiwa;
 Penyiapan bimbingan teknis dan supervisi di bidang kesehatan keluarga, gizi masyarakat,
kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olah raga, surveilans dan imunisasi, pencegahan
dan pengendalian penyakit menular, pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular
dan kesehatan jiwa
 Pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang kesehatan keluarga, gizi masyarakat, kesehatan
lingkungan, kesehatan kerja dan olah raga, surveilans dan imunisasi, pencegahan dan
pengendalian penyakit menular, pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular dan
kesehatan jiwa.

Bidang Kesehatan Masyarakat dan Pencegahan dan pengendalian penyakit terdiri dari:

 Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat


Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang kesehatan keluarga dan gizi
masyarakat.
 Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olah Raga
Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang kesehatan lingkungan,
kesehatan kerja dan olah raga.
 Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang surveilans dan imunisasi,
pencegahan dan pengendalian penyakit menular, pencegahan dan pengendalian penyakit tidak
menular dan kesehatan jiwa.

19
e. Tugas dan Fungsi Bidang Pelayanan, Promosi dan Sumber Daya Kesehatan
Tugas:
Melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang pelayanan
kesehatan primer dan pelayanan kesehatan rujukan termasuk peningkatan mutunya, pelayanan
kesehatan tradisional, promosi dan pemberdayaan masyarakat, kefarmasian, alat kesehatan
dan PKRT serta sumber daya manusia kesehatan.
Fungsi:
 Penyiapan perumusan kebijakan operasional di bidang pelayanan kesehatan primer dan
pelayanan kesehatan rujukan termasuk peningkatan mutunya, pelayanan
 kesehatan tradisional, promosi dan pemberdayaan masyarakat, kefarmasian, alat kesehatan
dan PKRT serta sumber daya manusia kesehatan;
 Penyiapan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang pelayanan kesehatan primer dan
pelayanan kesehatan rujukan termasuk peningkatan mutunya, pelayanan kesehatan tradisional,
promosi dan pemberdayaan masyarakat, kefarmasian, alat kesehatan dan PKRT serta sumber
daya manusia kesehatan;
 Penyiapan bimbingan teknis dan supervisi di bidang pelayanan kesehatan primer dan
pelayanan kesehatan rujukan termasuk peningkatan mutunya, pelayanan kesehatan tradisional,
dan promosi dan pemberdayaan masyarakat, kefarmasian, alat kesehatan dan PKRT serta
sumber daya manusia kesehatan; dan
 Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pelayanan kesehatan primer dan pelayanan
kesehatan rujukan termasuk peningkatan mutunya, pelayanan kesehatan tradisional, promosi
dan pemberdayaan masyarakat, kefarmasian, alat kesehatan dan PKRT serta sumber daya
manusia kesehatan.
Bidang Pelayanan Kesehatan, Promosi dan Sumber daya kesehatan terdiri dari:
- Seksi Pelayanan Kesehatan
Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, pemantauan, evaluasi dan pelaporan serta peningkatan mutu fasyankes di bidang
pelayanan kesehatan primer dan pelayanan kesehatan rujukan, serta pelayanan kesehatan
tradisional.
- Seksi Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat

20
Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, sertapemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang promosi dan pemberdayaan
masyarakat.
- Seksi Sumber Daya Kesehatan
Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pelayanan kefarmasian, alat
kesehatan dan PKRT dan sumber daya manusia kesehatan.

Jabatan Fungsional Dan Pelaksana

Jabatan fungsional maupun jabatan pelaksana diperlukan dalam pelaksanaan tugas dan
fungsi organisasi. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara,
menetapkan bahwa setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis
jabatan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja yang
tergambarkan dalam Peta Jabatan. Kualifikasi jabatan fungsional mengacu pada ketentuan
peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan analisis jabatan dan analisis
beban kerja didasarkan pada tugas dan fungsi organisasi. Proses ini akan menghasilkan peta
jabatan yang menggambarkan susunan seluruh jabatan dalam organisasi. Alur pelaksanaan
analisis jabatan hingga mendapatkan peta jabatan tercantum dalam gambar V.1

Mengacu pada rumpun tugas dan fungsi organisasi dalam pedoman ini, peta jabatan di
lingkungan Dinas Kesehatan tergambar sebagai berikut :

21
Jabatan Fungsional Dan Pelaksana

1. Sekretariat Dinas Kesehatan

2. Bidang Kesehatan Masyarakat

22
3. Bidang Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit

4. Bidang pelayanan kesehatan

23
5. Bidang Sumber Daya Kesehatan

Contoh Struktur Organisasi DinKes Provinsi Kalimantan Timur

Pergub No. 55 Tahun 2016 tentang Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas
Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur

24
2.2 Ruang Lingkup Tugas Pokok dan Fungsi.
Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No.7 Tahun 2004
tentang Jabatan Fungsional Apoteker yaitu :
Jabatan Fungsional Apoteker termasuk dalam rumpun kesehatan (Pasal 2). Dan pasal 3(1)
berbunyi instansi pembina jabatan fungsional apoteker adalah Departemen Kesehatan.
Pasal 4 : Apoteker berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional pekerjaan kefarmasian
pada unit pelayanan kesehatan di lingkungan Departemen Kesehatan dan Instansi lainnya.
Pasal 5 : Tugas pokok Apoteker adalah melaksanakan pekerjaan kefarmasian yang meliputi
penyiapan rencana kerja kefarmasian, pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan farmasi klinik,
dan pelayanan farmasi khusus.

2.2.1 Ruang Lingkup Tugas Pokok


Definisi Apoteker menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian adalah salah satu tenaga kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian yang
salah satunya adalah pengelolaan obat. Dalam hal ini, seorang apoteker diharapkan untuk
memiliki kompetensi dalam berbagai hal yang berhubungan dengan kefarmasian baik dari aspek
pengetahuan, etika, maupun legalitas sehingga sebagai seorang calon apoteker hendaknya
memahami lebih dalam mengenai tugas pokok dan fungsi Dinas Kesehatan terutama bidang
Seksi Faralkes sebagai bekal profesi untuk bekerja secara profesional di kemudian hari.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Pekerjaan
Kefarmasian Kefarmasian (Pasal 2) yakni Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan, produksi,
distribusi atau penyaluran, dan pelayanan distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan
farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunya mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
Tujuan Pekerjaan Kefarmasian (SK MenKes tentang KONAS) :
 Menjamin mutu, keamanan dan khasiat produk kefarmasian (obat, kosmetika, obat
tradisional)
Penilaian dan pengujian melalui proses jian melalui proses pendaftaraan,
pendaftaraan, pengawasaan pengawasaan dan pengendalian. dan pengendalian. Adanya

25
dasar hukum, dan penegakan hukum secara konsisten. Penyempurnaan ketentuan sarana
produksi, sarana distribusi sampai dengan sarana produksi, sampai dengan tingkat pengecer.
 Menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat essensial
Rasionalisasi harga obat dan pemanfaatan obat generik. Penerapan sistem pengadaan secara
terpusat pada sektor pada sektor publik. Pengembangan evaluasi terus-menerus, model dan
bentuk pengelolaan obat dalam sektor publik alam sektor publik.

2.2.2 Kewenangan Pemerintah Terhadap Sediaan Farmasi


a. Upaya Kesehatan
Pengelolaan UKP Daerah Kab/Kota dan rujukan tingkat Daerah Kab/Kota Penerbitan izin
rumah sakit kelas C dan D dan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat Daerah Kab/Kota
b. SDM Kesehatan
Perencanaan dan pengembangan SDM kesehatan untuk UKM dan UKP Daerah Kab/Kota
c. Farmalkes, Dan Makanan Minuman
1) Penerbitan izin apotek, toko obat, toko alat kesehatan dan optikal
2) Penerbitan izin usaha mikro obat tradisional (UMOT)
3) Penerbitan sertifikat alat kesehatan kelas 1 (satu) tertentu perusahaan Rumah Tangga
4) Penerbitan izin produksi makanan dan minumam pada Industri Rumah Tangga
5) Pengawasan post-market produk makanan minuman Industri Rumah Tangga

2.1.1 Penerimaan Obat


a. Dilakukan pemeriksaan dokumen faktur , tanggal kadaluarsa, batch, kekuatan, jumlah
izin edar kemasan.
b. Dilakukan pemeriksaan kualitas secara organoleptis pada setiap jenis obat yang diterima.
c. Melaksanakan pemantauan status pesanan dengan cara mencatat semua penerimaan obat
di Buku Penerimaan sesuai realisasi, Melaksanakan dokumentasi terhadap penerimaan,
Memasukkan obat yang diterima ke dalam gudang, dan Menandatangani berita acara
serah terima obat dan/atau SBBK obat

2.2.3 Alur Penyimpanan / Pendistribusian


a. Mengatur dan menyusun letak obat di gudang sesuai prinsip FIFO dan FEFO

26
b. Memelihara kondisi gudang agar selalu bersih, rapi, teratur dan aman
c. Mencatat segala penerimaan dan pengeluaran Obat di Kartu Stok Gudang
d. Melaksanakan pemeriksahan dan pemberian obat di LPLPO berdasarkan hasil analisis
LPLPO dan Stok optimum
e. Memelihara kondisi gudang agar selalu bersih, rapi, teratur dan aman
f. Mencatat segala penerimaan dan pengeluaran Obat di Kartu Stok Gudang
g. Droping 24 Puskesmas per triwulan (12 pkm per periode droping)
h. Pengecekan SBBK sebelum dan sesudah penyerahan obat
i. Stok opname setiap jenis obat dari berbagai sumber setiap akhir triwulan.
j. Inventarisasi obat kadaluarsa

2.2.4 Pencatatan Dan Pelaporan


a. Memasukkan data penerimaan setiap jenis obat berdasarkan faktur berdasarkan faktur di
kartu di kartu Induk masing masing
b. Memasukkan data obat keluar di kartu induk mas induk masing masing obat berdasarkan
SBBK.
c. Pelaporan dan dokumentasi Mutasi obat perbulan), triwulan, semester, dan tahunan
(terpadu).
d. Pengarsipan yang terkait dengan semua dokumen pengelolaan obat
e. Mencatat, melaporkan, dan memusnahka memusnahkan obat kadaluarsa.

2.2.5 Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas


Pelayanan Farmasi Klinik berupa pengkajian resep, Pemberian informasi obat,
Konseling, Visite pasien, Pemantauan dan pelaporan efek samping obat, Pemantauan terapi obat
dan Evaluasi penggunaan obat

2.2.6 Pengadaan Barang & Obat-Obatan Di Dinkes


Pengadaan Langsung : Metode Pemilihan untuk mendapatkan
penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yg bernilai yg bernilai paling banyak paling
Rp.200.000.000

27
Penunjukan Langsung : metode pemilihan untuk mendapatkan penyedia barang/pekerjaan
konstruksi/jasa konsultasi konsultasi/jasa dalam keadaan /jasa lainnya lainnya tertentu.E-
Purchasing: tata cara pembelian barang/jasa melalui sistem katalog elektronik

2.2.7 Rumpun Fungsi


Rumpun Upaya Kesehatan :
a. Penyelenggaraan upaya kesehatan primer dan rujukan.
b. Farmasi berperan dalam pengelolaan pelayanan kefarmasian
c. Pelayanan penerbitan izin dan klasifikasi Rumah Sakit Kelas B dan Fasyankes daerah
tingkat Provinsi.
d. Rumpun Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Makanan dan Minuman
Dalam penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, makanan dan
minuman meliputi:
a. Penerbitan pengakuan pedagang besar farmasi cabang dan cabang penyalur alat
kesehatan, tindak lanjut rekomendasi hasil, rekomendasi penerbitan dan tindak lanjut
hasil pengawasan;
b. Penerbitan izin usaha kecil obat tradisional dan tindak lanjut hasil pengawasan.
Tugas dan Fungsi Dinas Kesehatan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota Tipe A
a. Tugas
Dinas kesehatan Provinsi mempunyai tugas membantu Gubernur melaksanakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan yang menjadi kewenangan Daerah dan Tugas Pembantuan
yang ditugaskan kepada Daerah provinsi. Dinas kesehatan Kabupaten/Kota mempunyai tugas
membantu Bupati/Wali Kota melaksanakan Urusan Pemerintahan di bidang kesehatan yang
menjadi kewenangan Daerah dan Tugas Pembantuan yang diberikan kepada Daerah
Kabupaten/Kota.
b. Fungsi:
1) Perumusan kebijakan di bidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengendalian
penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga (PKRT) serta sumber daya kesehatan.

28
2) Pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengendalian
penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga (PKRT) serta sumber daya kesehatan.
3) Pelaksanaan evalusasi dan pelaporan di bidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan
pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat kesehatan dan perbekalan
kesehatan rumah tangga (PKRT) serta sumber daya kesehatan.
4) Pelaksanaan administrasi dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
5) Pelaksanaan fungsi lain yang di berikan oleh Kepala Daerah terkait dengan bidang
kesehatan.
Dinas Kesehatan terdiri dari:
a) Sekretariat;
b) Bidang Kesehatan Masyarakat;
c) Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit;
d) Bidang Pelayanan Kesehatan; dan
e) Bidang Sumber Daya Kesehatan.
Bidang Sumber Daya Kesehatan
Tugas:
Melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang kefarmasian,
alat kesehatandan PKRT serta sumber daya manusia kesehatan.
Fungsi:
a) Penyiapan perumusan kebijakan operasional di bidang kefarmasian, alat kesehatan dan
perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) serta sumber daya manusia kesehatan;
b) Penyiapan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang kefarmasian, alat kesehatan dan
PKRT serta sumber daya manusia kesehatan;
c) Penyiapan bimbingan teknis dan supervisi di bidang kefarmasian, alat kesehatan dan
PKRT serta sumber daya manusia kesehatan; dan
d) Pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang kefarmasian, alat kesehatan dan PKRT
serta sumber daya manusia kesehatan.
Bidang Sumber Daya Kesehatan terdiri dari:
a) Seksi Kefarmasian
Tugas:

29
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pelayanan kefarmasian.
b) Seksi Alat Kesehatandan PKRT
Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang alat kesehatan dan PKRT.

c) Seksi Sumber Daya Manusia Kesehatan


Tugas:
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang sumber daya manusia kesehatan.

Tugas Pokok dan Fungsi Apoteker di Dinas Kesehatan

a. Tugas Pokok dan Fungsi Apoteker Sesuai Jabatan Fungsional di Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota

Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukan tugas, tanggung jawab,

wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka menjalankan tugas pokok dan

fungsi keahlian dan atau ketrampilan untuk mencapai tujuna organisasi. Adapun tugas pokok dan

30
fungsi apoteker sesuai dengan jabatan fungsional di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota antara

lain:

1. Apoteker Pertama

a. Membuat kerangka acuan dalam rangka penyiapan rencana kegiatan kefarmasian.

b. Mengklasifikasi perbekalan farmasi dalam rangka pemilihan perbekalan farmasi

c. Inventarisasi pemasok perbekalan farmasi dalam rangka pemilihan perbekalan farmasi.

d. Mengolah data dalam rangka perencanaan perbekalan farmasi

e. Menyusun perbekalan farmasi dalam rangka penyimpanan perbekalan farmasi

f. Merekapitulasi daftar usulan perbekalan farmasi dalam rangka penghapusan perbekalan

farmasi

g. Meracik obat resep individu dalam rangka Dispensing.

h. Pelayanan informasi obat

i. Konseling obat (Departemen Kesehata Republik Indonesia. 2009. Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. 377/Menkes/Per/V/2009 tentang Petunjuk Teknis

Jabatan Fungsional Apoteker dan Angka Kreditnya)

2. Apoteker Muda

a. Menelaah atau mengkaji data-data dalam rangka pentiapan rencana kegiatan kefarmasian.

b. Membuat rencana kerja dalam rangka penyiapan rencana kegiatan kefarmasian.

c. Menentukan jenis perbekalan farmasi dalam rangka pemilihan perbekalan farmasi.

d. Menilai mutu dalam rangka pemilihan pemasok perbekalan farmasi.

e. Menyusun rencana kebutuhan dalam rangka perencanaan, perbekalan farmasi.

f. Membuat surat pesanan dalam rangka pembelian perbekalan farmasi.

31
g. Mengembalikan perbekalan farmasi yang tidak sesuai dengan persyaratan dalam rangka

pengadaan perbekalan farmasi melalui jalur pembelian.

h. Mengajukan usulan obat program dalam rangka pengadaan perbekalan farmasi melalui

jalur non pembelian.

i. Mengembalikan perbekalan farmasi yang tidak sesuai dengan persyaratan dalam rangka

pengadaan perbekalan farmasi melalui jalur non pembelian.

j. Memeriksa perbekalan farmasi dalam rangka penyimpan perbekalan farmasi.

k. Mengelompokkan perbekalan farmasi dalam rangka penyimpanan perbekalan farmasi.

l. Mengkaji permintaan perbekalan farmasi dalam rangka pebdistribusian perbekalan farmasi.

m. Membuat jadwal penghapusan dalam rangka penghapusan perbekalan farmasi.

n. Penyusunan laporan kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi.

o. Memeriksa obat dalam rangka dosis unit.

p. Pelayanan informasi obat.

q. Konseling obat.

3. Apoteker Madya

a. Menyajikan rencana kegiatan dalam rangka penyiapan rencana kegiatan kefarmasian.

b. Menyajikan rancangan dalam rangka perencanaan perbekalan farmasi

c. Menganalisis usulan pembelian dalam rangka pengadaan perbekalan farmasi melalui jalur

oembelian.

d. Menilai barang droping dalam rangka pengadaan perbekalan farmasi melalui jalur non

pembelian.

e. Memeriksa catatan atau bukti perbekalan farmasi dalam rangka penyimpanan perbekalan

farmasi.

32
f. Menganalisis daftar usulan perbekalan dalam rangka pengadaan penghapusan perbekalan

farmasi.

g. Evaluasi kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi.

h. Memeriksa perbekalan farmasi dalam rangka Dispensingresep individu.

i. Menyerahkan perbekalan farmasi dalam rangka Dispensingresep individu.

j. Pelayanan informasi obat.

k. Konseling obat.

l. Mengawasi proses pemusnahan dalam rangka penghapusan perbekalan farmasi.

(Departemen Kesehata Republik Indonesia. 2009. Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No. 377/Menkes/Per/V/2009 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional

Apoteker dan Angka Kreditnya)

b. Tugas Pokok dan Fungsi Apoteker Dalam Jabatan Struktural di Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota

Jabatan structural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab,

wewenang dan hak seorang oegawai dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi.

Pengangkatan pegawai kedalam suatu jabatan structural kesehatan dilakukan setelah memenuhi

persyaratan kualifikasi serta standar kompetensi jabatan yang akan dipangkunya melalui proses

rekruitmen dan seleksi sesuai peraturan perundang-undangan.

Standar kompetensi jabatan sebagaimana dimaksud meliputi kompetensi dasar, kompetensi

bidang dan kompetensi khusus.

Adapun fungsi dan tugas Apoteker dalam jabatan struktural antara lain:

1. Perumusan kebijakan teknis bidang kesehatan.

2. Penyelenggaraan sebagian urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang kesehatan.

33
3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang kesehatan.

4. Pelaksanaan urusan kesekretariatan.

5. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh walikota sesuai dengan tugas, pokok dan

fungsi. (Pemerintah Republik Indonesia. 2007. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun

2007 tentang organisasi perangkat daerah)

2.3 Regulasi Pemerintah yang terkait dengan Tupoksi Apoteker di Dinas Kesehatan
Provinsi

1. Undang – Undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika


2. Undang – Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang narkotika
3. Undang – Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 006 tahun 2012 tentang industry usaha obat
tradisional
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 284/Menkes/PER/III/2007 tetang
apotek rakyat
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 377/Menkes/PER/V/2009 tentang
petunjuk teknis jabatan fungsional apoteker dan angka kreditnya
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1191/Menkes/PER/VIII/2010 tentang
penyaluran alat kesehatan
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 889/Menkes/PER/V/2011 tentang
registrasi, izin praktek, dan izin kerja tenaga kefarmasian
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1331/Menkes/SK/X/2002 tentang
perubahan permenkes No. 167/Kab/B.VII/1972 tentang pedagang eceran obat
11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang
perubahan atas Permenkes No. 922/Menkes/PER/X/1993 tentang ketentuan dan tata cara
pemberian izin apotek
12. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.128 tahun 2004 tentang kebijakan
dasar pusat kesehatan masyarakat

34
13. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1121/Menkes/SK/XII/2008 tentag
pedoman teknis pengadaan obat dan publik dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan
kesehatan dasar
14. Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta No. 8981 tahun 2006 tanggal
14 Desember 2006 tentang pemberlakuan tata cara perizinan cabang penyalur alat kesehatan
15. Peraturan kepala BPOM Republik Indonesia No. HK. 03.1.23.04.12.2205 tahun 2012 tentang
pedoman pemberian sertifikat produksi pangan industri rumah tangga

1. Undang – Undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika


Umum
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat
Psikoaktif . Pabrik obat adalah perusahaan berbadan hukum yang memiliki izin dari Menteri
untuk melakukan kegiatan produksi serta penyaluran obat.

Ruang lingkup
Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan digolongkan
menjadi:
a. psikotropika golongan I;
b. psikotropika golongan II;
c. psikotropika golongan III;
d. psikotropika golongan IV.

Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah :


a. menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu
pengetahuan;
b. mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika;
c. memberantas peredaran gelap psikotropika

Produksi
Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat yang telah memiliki izin.
Psikotropika golongan I dilarang diproduksi dan digunakan

35
Psikotropika berupa obat, harus memenuhi standar dan/atau persyaratan farmakope Indonesia
Peredaran
Psikotropika yang berupa obat hanya dapat diedarkan setelah terdaftar pada departemen yang
bertanggung jawab di bidang kesehatan
Tata cara dan persyaratan diatur oleh menkesda wajib dilengkapi dengan dokumen
Penyerahan
Penyerahan psikotropika dalam rangka peredaranhanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah
sakit, puskesmas, balai pengobatan, dan dokter dan hanya dapat dilakukan kepada
pengguna/pasien serta dilaksanakan berdasarkan resep dokter.
Penyerahan psikotropik yang diperbolehkan
a. menjalankan praktik terapi dan diberikan melalui suntikan;
b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat;
c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.

2. Undang – Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika


Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1) Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongangolongan sebagaimana
terlampir dalam Undang-Undang ini.
2) Prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan dalam pembuatan Narkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimana
terlampir dalam Undang-Undang ini.
3) Produksi adalah kegiatan atau proses menyiapkan, mengolah, membuat, dan
menghasilkan Narkotika secara langsung atau tidak langsung melalui ekstraksi atau
nonekstraksi dari sumber alami atau sintetis kimia atau gabungannya, termasuk
mengemas dan/atau mengubahbentuk Narkotika.
4) Impor adalah kegiatan memasukkan Narkotika dan Prekursor Narkotika ke dalam Daerah
Pabean.

36
5) Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan Narkotika dan Prekursor Narkotika dari Daerah
Pabean.
6) Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika adalah setiap kegiatan atau
serangkaian kegiatan yang dilakukan secara tanpa hak atau melawan hukum yang
ditetapkan sebagai tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika.
7) Surat Persetujuan Impor adalah surat persetujuan untuk mengimpor Narkotika dan
Prekursor Narkotika.
8) Surat Persetujuan Ekspor adalah surat persetujuan untuk mengekspor Narkotika dan
Prekursor Narkotika.
9) Pengangkutan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan memindahkan Narkotika
dari satu tempat ke tempat lain dengan cara, moda, atau sarana angkutan apa pun.
10) Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin
untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran sediaan farmasi,
termasuk Narkotika dan alat kesehatan.
11) Industri Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk
melakukan kegiatan produksi serta penyaluran obat dan bahan obat, termasuk Narkotika.
12) Transito Narkotika adalah pengangkutan Narkotika dari suatu negara ke negara lain
dengan melalui dan singgah di wilayah Negara Republik Indonesia yang terdapat kantor
pabean dengan atau tanpa berganti sarana angkutan.
13) Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika
dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis.
14) Ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk
menggunakan Narkotika secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar
15) Menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan
secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.
16) Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan
hukum.
17) Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk
membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika.

37
18) Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik,
mental maupun sosial, agar bekas pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi
sosial dalam kehidupan masyarakat.
19) Permufakatan Jahat adalah perbuatan dua orang atau lebih yang bersekongkol atau
bersepakat untuk melakukan, melaksanakan, membantu, turut serta melakukan,
menyuruh, menganjurkan, memfasilitasi, memberi konsultasi, menjadi anggota suatu
organisasi kejahatan Narkotika, atau mengorganisasikan suatu tindak pidana Narkotika.
20) Penyadapan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan
dengan cara menyadap pembicaraan, pesan, informasi, dan/atau jaringan komunikasi
yang dilakukan melalui telepon dan/atau alat komunikasi elektronik lainnya.
21) Kejahatan Terorganisasi adalah kejahatan yang dilakukan oleh suatu kelompok yang
terstruktur yang terdiri atas 3 (tiga) orang atau lebih yang telah ada untuk suatu waktu
22) tertentu dan bertindak bersama dengan tujuan melakukan suatu tindak pidana Narkotika.
23) Korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari orang dan/atau kekayaan, baik merupakan
badan hukum maupun bukan badan hukum.
24) Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan.

3. Undang – Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan


Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif
secara sosial dan ekonomis. Undang - Undang tentang Kesehatan telah mengalami revisi yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan pembangunan kesehatan. Undang - Undang di
bidang kesehatan yang menjadi acuan utama saat ini adalah Undang - Undang RI Nomor 36
tahun 2009 tentang Kesehatan, yang menggantikan undang-undang sebelumnya, yaitu UU
no.23 tahun 1992.
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1) Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

38
2) Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan
kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas kesehatan dan teknologi yang
dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah
dan atau masyarakat.
3) Perbekalan Kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan.
4) Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
5) Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/ atau implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit memulihkan kesehatan pada manusia, dan/
atau untuk membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh
6) Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan
yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
7) Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/ atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif,maupun rehabilitatif
yang dilakukan oleh Pemerintah daerah, dan atau masyarakat.
8) Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi, untuk manusia.
9) Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang
secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan dan dapat diterapkan sesuai
dengan norma yang berlaku di masyarakat.
10) Teknologi kesehatan adalah segala bentuk alat dan/ atau metode yang ditujukan untuk
membantu menegakkan diagnosa, pencegahan dan penanganan permasalahan kesehatan
manusia.
11) Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan
seecara terpadu, terintergrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit,

39
peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah
dan/ atau masyarakat.
12) Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan pelayanan yang bersifat promosi
kesehatan.
13) Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah
kesehatan/ penyakit.
14) Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan
akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas
penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.
15) Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan dan/ atau serangkaian kegiatan untuk
mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi
sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal
mungkin sesuai dengan kemampuannya.
16) Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan
obat yang mengacu pada pengalaman dan ketrampilan turun temurun secara empiris yang
dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat.

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan


Kefarmasian
1) Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
2) Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
3) Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri
atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.

40
4) Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada
pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti
untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
5) Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
6) Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani
Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis
Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
7) Fasilitas Kesehatan adalah sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan
kesehatan.
8) Fasilitas Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan
Kefarmasian.
9) Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi adalah sarana yang digunakan untuk memproduksi
obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika.
10) Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi adalah sarana yang digunakan untuk
mendistribusikan atau menyalurkan Sediaan Farmasi, yaitu Pedagang Besar Farmasi dan
Instalasi Sediaan Farmasi.
11) Fasilitas Pelayanan Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian, yaitu apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik,
toko obat, atau praktek bersama.
12) Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin
untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
13) Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh
Apoteker.
14) Toko Obat adalah sarana yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat-
obat bebas terbatas untuk dijual secara eceran.
15) Standar Profesi adalah pedoman untuk menjalankan praktik profesi kefarmasian secara
baik.
16) Standar Prosedur Operasional adalah prosedur tertulis berupa petunjuk operasional
tentang Pekerjaan Kefarmasian.

41
17) Standar Kefarmasian adalah pedoman untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada
fasilitas produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan kefarmasian.
18) Asosiasi adalah perhimpunan dari perguruan tinggi farmasi yang ada di Indonesia.
19) Organisasi Profesi adalah organisasi tempat berhimpun para Apoteker di Indonesia. 20.
Surat .
20) Surat Tanda Registrasi Apoteker selanjutnya disingkat STRA adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi.
21) Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian selanjutnya disingkat STRTTK
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Tenaga Teknis Kefarmasian
yang telah diregistrasi.
22) Surat Izin Praktik Apoteker selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin yang diberikan
kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada Apotek atau
Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
23) Surat Izin Kerja selanjutnya disingkat SIK adalah surat izin yang diberikan kepada
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat melaksanakan Pekerjaan
Kefarmasian pada fasilitas produksi dan fasilitas distribusi atau penyaluran.
24) Rahasia Kedokteran adalah sesuatu yang berkaitan dengan praktek kedokteran yang tidak
boleh diketahui oleh umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
25) Rahasia Kefarmasian adalah Pekerjaan Kefarmasian yang menyangkut proses produksi,
proses penyaluran dan proses pelayanan dari Sediaan Farmasi yang tidak boleh diketahui
oleh umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
26) Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan.

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 006 tahun 2012 tentang Industri Usaha
Obat Tradisional
Dalam Peraturan Menteri ini :
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara
turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma
yang berlaku di masyarakat. Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) adalah
seluruh aspek kegiatan pembuatan obat tradisional yang bertujuan untuk menjamin agar produk

42
yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
Industri Obat Tradisional disebut IOT adalah industri yang membuat semua bentuk
sediaan obat tradisional. Industri Ekstrak Bahan disebut IEBA adalah industri yang khusus
membuat sediaan dalam bentuk ekstrak sebagai produk akhir. Usaha Kecil Obat Tradisional
disebut UKOT adalah usaha yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional, kecuali
bentuk sediaan tablet dan efervesen.Usaha Mikro Obat Tradisional disebut UMOT adalah usaha
yang hanya membuat sediaan obat tradisional dalam bentuk param, tapel, pilis, cairan obat luar
dan rajangan. Usaha Jamu Racikan adalah usaha yang dilakukan oleh depot jamu atau sejenisnya
yang dimiliki perorangan dengan melakukan pencampuran sediaan jadi dan/atau sediaan segar
obat tradisional untuk dijajakan langsung kepada konsumen. Usaha Jamu Gendong adalah usaha
yang dilakukan oleh perorangan dengan menggunakan bahan obat tradisional dalam bentuk
cairan yang dibuat segar dengan tujuan untuk dijajakan langsung kepada konsumen.

Bentuk Industri Dan Usaha Obat Tradisional


Obat tradisional hanya dapat dibuat oleh industri dan usaha di
bidang obat tradisional. Industri sebagaimana dimaksud terdiri atas:
a. IOT; dan
b. IEBA.
Usaha sebagaimana dimaksud terdiri atas:
a. UKOT;
b. UMOT;
UMOT terdiri atas:
a. Usaha Jamu Racikan; dan
b. Usaha Jamu Gendong.

Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin


Izin IOT dan Izin IEBA
Persyaratan izin IOT dan izin IEBA terdiri dari:
a. surat permohonan;
b. persetujuan prinsip;

43
c. daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan;
d. daftar jumlah tenaga kerja beserta tempat penugasannya;
e. diagram/alur proses produksi masing-masing bentuk sediaan obat tradisional dan ekstrak yang
akan dibuat;
f. fotokopi sertifikat Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup/Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
g. rekomendasi pemenuhan CPOTB dari Kepala Badan dengan melampirkan Berita Acara
Pemeriksaan dari Kepala Balai setempat; dan
h. rekomendasi dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

Izin UKOT
Persyaratan izin UKOT terdiri dari:
a. surat permohonan;
b. fotokopi akta pendirian badan usaha yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang undangan;
c. susunan Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan Pengawas;
d. fotokopi KTP/Identitas Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan Pengawas;
e. pernyataan Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan Pengawas tidak pernah terlibat pelanggaran
peraturan perundang-undangan di bidang farmasi;
f. fotokopi bukti penguasaan tanah dan bangunan;
g. Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL);
h. Surat Tanda Daftar Perusahaan;
i. fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan;
j. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak;
k. persetujuan lokasi dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;
l. asli Surat Pernyataan kesediaan bekerja penuh dari Tenaga Teknis Kefarmasian sebagai
penanggung jawab;
m. fotokopi surat pengangkatan penanggung jawab dari pimpinan perusahaan;
n. fotokopi Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian;
o. daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan;
p. diagram/alur proses produksi masing-masing bentuk sediaan obat tradisional yang akan dibuat;
q. daftar jumlah tenaga kerja dan tempat penugasannya;

44
r. rekomendasi dari Kepala Balai setempat; dan
s. rekomendasi dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Izin UMOT
Persyaratan izin UMOT terdiri dari:
a. surat permohonan;
b. fotokopi akta pendirian badan usaha perorangan yang sah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c. susunan Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan Pengawas dalam hal permohonan bukan
perseorangan;
d. fotokopi KTP/identitas pemohon dan/atau Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan Pengawas;
e. pernyataan pemohon dan/atau Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan Pengawas tidak pernah
terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi;
f. fotokopi bukti penguasaan tanah dan bangunan;
g. Surat Tanda Daftar Perusahaan dalam hal permohonan bukan perseorangan;
h. fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan dalam hal permohonan bukan perseorangan;
i. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
j. fotokopi Surat Keterangan Domisili.

Penyelenggaraan
Setiap industri dan usaha obat tradisional berkewajiban:
a. menjamin keamanan, khasiat/manfaat dan mutu produk obat tradisional yang dihasilkan;
b. melakukan penarikan produk obat tradisional yang tidak memenuhi ketentuan keamanan,
khasiat/manfaat dan mutu dari peredaran; dan
c. memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.

Laporan
(1) IOT, IEBA, UKOT, dan UMOT wajib menyampaikan laporan secara berkala setiap 6 (enam)
bulan meliputi jenis dan jumlah bahan baku yang digunakan serta jenis, jumlah, dan nilai hasil
produksi.

Pembinaan Dan Pengawasan

45
Pembinaan
1. Laporan IOT dan IEBA disampaikan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada
Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
2. Laporan UKOT disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan
kepada Kepala Balai setempat.
3. Laporan UMOT disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/kota dengan
tembusan kepada Kepala Balai setempat.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal
5. Pembinaan terhadap IOT, IEBA, UKOT, dan UMOT dilakukan secara berjenjang oleh
Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
6. Pembinaan terhadap Usaha Jamu Racikan dan Usaha Jamu Gendong dilakukan oleh Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Pengawasan
1. Pengawasan terhadap produk dan penerapan persyaratan CPOTB dilakukan oleh Kepala
Badan.
2. IOT, IEBA, UKOT, dan UMOT harus terbuka untuk diperiksa produk dan persyaratan
CPOTB oleh Kepala Badan sesuai Pedoman Teknis Pengawasan yang ditetapkan oleh Kepala
Badan.

6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 284/Menkes/PER/III/2007


tetang Apotek Rakyat

Pada PERMENKES ini membahas tentang Apotek Rakyat, dalam pasal 1 membahas
bahwa Apotek Rakyat adalah sarana kesehatan tempat dilaksanakannya pelayanan kefarmasian
dimana dilakukan penyerahan obat dan perbekalan kesehatan, dan tidak melakukan peracikan.

Pada pasal 2 dijelaskan tujuan Apotek Rakyat untuk :


1) Memberikan pedoman bagi toko obat yang ingin meningkatkan pelayanan dan status
usahanya menjadi Apotek Rakyat.

46
2) Pedoman bagi perorangan atau usaha kecil yang ingin mendirikan Apotek Rakyat
3) Melindungi masyarakat untuk dapat memperoleh pelayanan kefarmasian yang baik dan benar.

Pada pasal 3 dinyatakan bahwa Setiap orang atau badan usaha dapat mendirikan Apotek
Rakyat. Untuk Apotek Rakyat ini sudah diatur bahwa pada pasal 6 ayat berbunyi Setiap Apotek
Rakyat harus memiliki 1 (satu) orang Apoteker sebagai penanggung jawab, dan dapat dibantu
oleh Asisten Apoteker.
Apotek merupakan tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Pekerjaan kefarmasiaan meliputi pembuatan
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter (meliputi peracikan, pelayanan obat keras,
psikotropika dan narkotika, sampai pemberian etiket dan label), pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pekerjaan
kefarmasian di apotek harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‐undangan. Didalam pekerjaan
kefarmasian di apotek, peranan apoteker menjadi perhatian utama karena apoteker merupakan
tenaga kefarmasian yang mempunyai keahlian dan wewenang sebagai penanggung jawab dalam
pekerjaan kefarmasian di apotek.
Berbeda halnya dengan Apotek Rakyat, Apotek Rakyat menurut Peraturan Menteri
Kesehatan No. 284/MENKES/PER/III/2007 adalah sarana kesehatan tempat dilaksanakannya
pelayanan kefarmasian dimana dilakukannya penyerahan obat dan perbekalan kesehatan dan
tidak melakukan peracikan serta tidak boleh menyimpan dan menyerahkan narkotika dan
psikotropika. Sehubungan terdapatnya beberapa ketentuan Apotek Rakyat berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan No. 284/MENKES/PER/III/2007 yang bertentangan dan tidak sesuai dengan
ketentuan apotek berdasarkan peraturan perundang‐undangan yang berlaku,

1) Apotek Rakyat dilarang menyimpan dan menyerahkan narkotika dan psikotropika pada Pasal
5 ayat 2, yang artinya peraturan ini membatasi peran dan wewenang apoteker atas pekerjaan
kefarmasian yang salah satunya wewenang untuk menyerahkan psikotropika dan narkotika.
Sehingga pasal tersebut bertentangan dengan:

47
a. Undang‐Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 Pasal 108 ayat 1 disebutkan bahwa
pekerjaan kefarmasiaan meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Menyimpan dan menyerahkan narkotika dan psikotropika merupakan salah satu bentuk
pelayanan obat atas resep dokter sesuai dengan Pasal 102 ayat. Menurut Undang‐Undang
Narkotika, apotek merupakan salah satu sarana Kesehatan tempat penyaluran dan penyerahan
narkotika berdasarkan resep dokter. Tenaga Kesehatan yang berwenang mutlak untuk
menyerahkan narkotika berdasarkan resep dokter di apotek adalah apoteker.

2) Apotek Rakyat dapat merupakan 1 (satu) atau gabungan paling banyak 4 (empat) Pedagang
Eceran Obat sesuai yang dinyatakan pada Pasal 4 ayat 2, selanjutnya pada Pasal 6 disebutkan
bahwa Apotek Rakyat harus mempunyai 1 (satu) orang apoteker sebagai penanggung jawab dan
dapat dibantu oleh asisten apoteker. Dalam hal ini berarti pelayanan yang diberikan apoteker
tidak bisa optimal karena dalam waktu bersamaan tidak mungkin apoteker memberikan
pelayanan pada tempat yang berbeda, sehingga peran aporeker dalam memberikan asuhan
kefarmasian (Pharmaceutical Care) yang meliputi pemberian informasi, Selain itu, peraturan ini
juga tidak menjelaskan jam buka apotek, padahal Apotek Rakyat hanya memiliki 1 (satu) orang
apoteker yang artinya jika apoteker berhalangan hadir dan tidak ada yang menggantikan, dapat
menyebabkan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat menjadi kurang optimal karena ketika
apotek buka kemungkinan tidak ada apotekernya. Dalam hal ini berarti masyarakat dirugikan
karena masyarakat tidak terlindungi dari pelayanan farmasi sesuai persyaratan mutu sehingga
masyarakat akan terkena dampak dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi
dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan khasiat/kemanfaatan
sebagai akibat dari tidak adanya tenaga kesehatan yang berwenang dan mempunyai keahlian atas
pekerjaan kefarmasian tersebut. Selain itu, kedua pasal tersebut bertentangan dengan Peraturan
Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Pasal 51 ayat 1 yang menyatakan bahwa pelayanan kefarmasian
di apotek hanya dapat dilakukan oleh apoteker dan pada pasal 54 ayat 1 bahwa apoteker hanya
dapat melaksanakan praktek di 1 (satu) apotek saja.
Pada Pasal 9 dijelaskan mengenai sanksi bagi pelanggaran yang dilakukan oleh Apotek
Rakyat, yaitu hanya dikenakan tindakan administratif. Sedangkan apabila Apotek Rakyat

48
tersebut dijalankan oleh orang yang tidak mempunyai kewenangan dan keahlian atas pekerjaan
kefarmasian dikarenakan dalam waktu bersamaan, apoteker tidak mungkin berada ditempat yang
sama, maka ketentuan Apotek Rakyat ini bertentangan dengan Undang‐ Undang Kesehatan No.
36 Tahun 2009 Pasal 198. Asas yang dipenuhi hukum menurut Fuller yang terdiri dari delapan
asas (asas ini sudah diuraikan pada pembahasan asas kepastian hukum). Apabila tidak dipenuhi
maka gagallah hukum disebut sebagai hukum. Beberapa asas yang disebutkan Fuller diantaranya
adalah tidak boleh ada peraturan yang saling bertentangan dan harus ada kesesuaian antara
peraturan dan pelaksanaan sehari‐hari. Sedangkan berdasarkan uraian diatas, penulis
menyimpulkan bahwa isi dari Peraturan Menteri Kesehatan No. 284/MENKES/PER/III/2007
tentang Apotek Rakyat tersebut bertentangan dan banyak terdapat ketidaksesuaian dengan
ketentuan mengenai apotek pada umumnya sesuai dengan peraturan perundangan‐undangan
yang berlaku. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hubungan antara kepastian hukum
Apotek Rakyat dengan pekerjaan kefarmasian adalah bahwa ketentuan mengenai Apotek Rakyat
tidak memberikan kepastian hukum bagi apoteker atas pekerjaan kefarmasian.
Berdasarkan analisis hubungan antara kepastian hukum Apotek Rakyat dengan Pekerjaan
Kefarmasian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ketentuan mengenai Apotek Rakyat
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 284/MENKES/PER/III/2007 tidak memberikan
kepastian hukum bagi apoteker dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian di Apotek Rakyat
tersebut karena Peraturan Menteri Kesehatan No. 284/MENKES/PER/III/2007 tidak dapat
memberikan perlindungan hukum, keadilan dan ketertiban bagi subjek hukum, yang dalam hal
ini adalah masyarakat, baik masyarakat umum maupun masyarakat profesi (apoteker) atas
pekerjaan kefarmasian. Sehingga, Peraturan Menteri Kesehatan No. 284/MENKES/PER/III/2007
harus dicabut, selanjutnya hanya mengacu pada ketentuan apotek sesuai dengan peraturan
perundang‐undangan yang berlaku.

7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 377/Menkes/PER/V/2009 tentang


petunjuk teknis jabatan fungsional apoteker dan angka kreditnya

Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Apoteker dan Angka Kreditnya memiliki penjelasakan
terkait sebagai berikut :

49
1) BAB 1 terkait ketentuan umum Pasal 1 berisikan penjelasan Apoteker adalah jabatan
yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melaksanakan
kefarmasian pada unit pelayanan Kesehatan yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil dengan
hak dan kewajiban yang diberikan secara penuh oleh pejabat yang berwenang. Selain itu pada
pasal 1 dijelaskan secara rinci terkait pekerjaan kerfarmasian dsb.
2) BAB 2 terkait ruang lingkup petunjuk Teknik jabatan fungsional apoteker yakni terdiri
dari tugas pokok apoteker, jenjang jabatan/pangkat, rincian kegiatan dsb.
3) BAB 3 Tugas pokok dan jenjang jabatan/pangkat apoteker pasal 3 berisikan bahwa
apoteker memiliki tugas pokok melaksanakan pekerjaan kefarmasian yang meliputi penyiapan
rencana kerja kefarmasian, pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan farmasi klinik dan
pelayanan farmasi khusus.
4) BAB 4 Rincian kegiatan yang dinilai dalam jabatan fungsional apoteker, dijelaskan hal-
hal terkait kegiatan apoteker sesuai dengan jenjang jabatan. Pembagiannya seperti : Apoteker
pertama, Apoteker muda, Apoteker madya, Apoteker utama
5) BAB 5 Unsur kegiatan, menjelaskan jenis-jenis kegiatan yang dinilai dalam memberikan
angka kredit. Jumlah nilai kredit dapat digunakan untuk diangkat dalam jabatan dan kenaikan
pangkat Apoteker sesuai peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
6) BAB 6 Tim penilai, menjelaskan penialaian terhadap prestasi apoteker dilakukan oleh tim
penilai, dan dijelaskan syarat menjadi seorang tim penilai maupun bagaimana kinerja sebagai tim
penilai.
7) BAB 7 Tata cara pembinaan dalam jabatan fungsional apoteker, menjelaskan terkait
pengangkatan pertama, kenaikan jabatan dan pangkat, perpindahan jabatan, pembebasan
sementara, pengangkatan Kembali maupun pemberhentian dari jabatan fungsional apoteker.
8) BAB 8 Tata kerja dan tata cara penilaian Pasal 22 terlampirkan.
9) BAB 9 Perhitungan dan penetapan angka kredit Pasal 23 menyebutkan perhitungan dan
penetapan angka kredit apoteker dilakukan di pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
10) BAB 10 Rincian kegiatan jabatan fungsional apoteker Pasal 24 meliputi unsur, sub unsur
dan butir.
11) BAB 11 Formulir dan cara pengisian formular Pasal 25 menjelaskan jenis-jenis formulir
yang diperlukan dan terlampirkan didalamnya.

50
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1191/Menkes/PER/VIII/2010
tentang penyaluran alat Kesehatan

Alat kesehatan dapat mengandung obat yang tidak mencapai kerja utama pada atau dalam
tubuh manusia melalui proses farmakologi, imunologi, atau metabolisme tetapi dapat membantu
fungsi yang diinginkan dari alat kesehatan dengan cara tersebut. Alat kesehatan berdasarkan
tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud oleh produsen, dapat digunakan sendiri maupun
kombinasi untuk manusia dengan satu atau beberapa tujuan sebagai berikut : a) diagnosis,
pencegahan, pemantauan, perlakuan atau pengurangan penyakit; b) diagnosis, pemantauan,
perlakuan, pegurangan atau kompensasi kondisi sakit; c) penyelidikan, penggantian,
pemodifikasian, mendukung anatomi, atau proses fisiologis; d) mendukung atau
mempertahankan hidup; e) menghalangi pembuahan; f) desinfeksi alat kesehatan; g)
menyediakan informasi untuk tujuan medis atau diagnosis melalui pengujian in vitro terhadap
spesimen dari tubuh manusia.

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:


1) Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
2) Penyalur Alat Kesehatan, yang selanjutnya disingkat PAK adalah perusahaan berbentuk
badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan
dalam jumlah besar sesuai ketentuan perundangundangan.
3) Cabang Penyalur Alat Kesehatan, yang selanjutnya disebut Cabang PAK adalah unit
usaha dari penyalur alat kesehatan yang telah memiliki pengakuan untuk melakukan kegiatan
pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan dalam jumlah besar sesuai ketentuan
peraturan perundangundangan.
4) Toko alat kesehatan adalah unit usaha yang diselenggarakan oleh perorangan atau badan
untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan tertentu secara
eceran sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.

51
5) Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik, yang selanjutnya disingkat CDAKB adalah
pedoman yang digunakan dalam rangkaian kegiatan distribusi dan pengendalian mutu yang
bertujuan untuk menjamin agar produk alat kesehatan yang didistribusikan senantiasa memenuhi
persyaratan yang ditetapkan sesuai tujuan penggunaannya.
6) Pedagang eceran obat adalah orang atau badan hukum Indonesia yang memiliki izin
untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat-obat bebas terbatas (daftar W) untuk dijual secara
eceran di tempat tertentu sebagaimana tercantum dalam surat izin.
7) Sertifikat pemberitahuan ekspor (certificate of exportation) adalah surat keterangan yang
dikeluarkan khusus untuk ekspor.
8) Sertifikat bebas jual (certificate of free sale) adalah surat keterangan yang dikeluarkan
oleh instansi berwenang dari negara asal produk dijual yang menerangkan bahwa suatu produk
alat kesehatan sudah mendapatkan izin edar atau sudah bebas jual di negara tersebut.

9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 889/Menkes/PER/V/2011 tentang


registrasi, izin praktek, dan izin kerja tenaga kefarmasian

Dalam peraturan ini dijelaskan terkait Registrasi, Izin Praktik, dan Izin kerja tenaga
kefarmasian. dimana Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kefarmasian yang telah
memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu serta diakui secara
hukum untuk menjalankan pekerjaan/praktik profesinya. Seseorang yang telah terdaftar resmi
sebagai tenaga kefarmasian dapat memperoleh Surat Izin Praktik Apoteker, yang selanjutnya
disingkat SIPA adalah surat izin yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan
praktik kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian. Apoteker dalam melaksanakan praktik
kefarmasian dibantu oleh TTK, dimana TTK tersebut harus mempunyai Surat Izin Kerja Tenaga
Teknis Kefarmasian, yang selanjutnya disebut SIKTTK adalah surat izin praktik yang diberikan
kepada Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada
fasilitas kefarmasian.
Menurut PP No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian yang di jabarkan dalam
Permenkes RI Nomor 889/Menkes/PER/V/2011 tentang registrasi, izin praktik dan izin kerja
tenaga kefarmasian, Dalam Peraturan ini, dijelaskan :
Tenaga Kefarmasian terdiri atas:

52
1. Apoteker
2. Tenaga Teknis Kefarmasian yang meliputi: Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis
Farmasi, Tenaga Menengah Farmasi/ Asisten Apoteker.

Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki
Surat Tanda Registrasi ( STR ) STR diperuntukkan bagi :
1. Apoteker berupa STRA
2. Tenaga Teknis Kefarmasian berupa STRTTK

Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan :


1. Memiliki ijazah Apoteker
2. Memiliki sertifikat kompetensi profesi
3. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/ janji Apoteker
4. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin
praktik
5. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

STRA dikeluarkan oleh Menteri, berlaku selama 5 ( lima ) tahun dan dapat diperpanjang
untuk jangka waktu 5 ( lima ) tahun apabila memenuhi syarat.

Untuk memperoleh STRTTK, bagi Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memenuhi persyaratan :
1. Memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya
2. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktek
3. Memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA di
tempat tenaga Teknis Kefarmasian bekerja.
4. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian.

STRTTK dikeluarkan oleh Menteri, Menteri dapat mendelegasikan pemberian STRTTK


kepada pejabat kesehatan yang berwenang pada pemerintah daerah provinsi, berlaku selama 5 (
lima ) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 ( lima ) tahun apabila memenuhi
syarat.

53
STRA, STRA khusus dan STRTTK tidak berlaku karena :
1. Habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang oleh yang bersangkutan atau tidak memenuhi
persyaratan untuk diperpanjang
2. Dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan
3. Permohonan yang bersangkutan
4. Yang bersangkutan meninggal dunia atau
5. Dicabut oleh menteri atau pejabat kesehatan yang berwenang.

Izin Praktik dan izin kerja


1. Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat
izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja
2.Surat izin berupa : a. SIPA bagi Apoteker Penanggung Jawab di fasilitas pelayanan
kefarmasian; b. SIPA bagi Apoteker Pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian; c. SIKA
bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas produksi/ fasilitas distribusi/
penyaluran; atau d. SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan pekerjaan
kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.

SIPA bagi Apoteker Penanggung Jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian atau SIKA hanya
diberikan untuk 1 ( satu ) tempat fasilitas kefarmasian.
Apoteker Penanggung Jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian berupa puskesmas dapat
menjadi Apoteker pendamping di luar jam kerja.
SIPA bagi Apoteker Pendamping dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat
fasilitas pelayanan kefarmasian
SIKTTK dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas kefarmasian
SIPA, SIKA atau SIKTTK sebagaimana dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten /
kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan.

SIPA, SIKA atau SIKTTK masih tetap berlaku sepanjang :


1. STRA atau STRTTK masih berlaku

54
2. Tempat praktik bekerja masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIPA, SIKA atau
SIKTTK.

10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1331/Menkes/SK/X/2002 tentang


perubahan permenkes No. 167/Kab/B.VII/1972 tentang pedagang eceran obat
Pedagang Eceran Obat adalah Orang atau Badan Hukum Indonesia yang memilih ijin
untuk menyimpan Obat-obat Bebas dan Obat-obat Bebas Terbatas (daftar W) untuk dijual secara
eceran di tempat tertentu sebagaimana tercantum dalam surat ijin.
Undang-undang tentang pedagang eceran obat telah mengalami revisi yang disesuaikan
dengan kebutuhan dan tuntutan pedagang eceran obat, undang-undang yang menjadi acuan saat
ini adalah keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor : 1331/menkes/sk/x/2002
tentang pedagang eceran obat, yang menggantikan peraturan menteri kesehatan ri nomor.
167/kab/b.viii/1972. Mengubah beberapa ketentuan dalam pasal 2, 4, 5, 6, 7, 13, 15, dan 16,
sehingga berbunyi sebagai beikut :
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1) Pasal 2
a. Pedagang eceran obat menjual obat-obatan bebas dan obat-obatan bebas terbatas dalam
bungkusan dari pabrik yang membuatnya secara eceran.
b. Pedagang eceran obat harus menjaga agar obat-obat yang dijual bermutu baik dan berasal dari
pabrik-pabrik farmasi atau pedagang besar farmasi yang mendapat ijin dari Menteri Kesehatan

2) Pasal 4
Setiap Pedagang Eceran Obat wajib mempekerjakan seorang Asisten Apoteker sebagai
penaggungjawab teknis farmasi.

3) Pasal 5
Pemberian ijin Pedagang Eceran Obat dilaksanakan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat

4) Pasal 6

55
Setiap penerbitan ijin Pedagang Eceran Obat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus
menyampaikan tembusan kepada menteri, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi serta Kepala Balai
POM setempat.

5) Pasal 7
Permohonan ijin Pedagang Eceran Obat harus diajukan secara tertulis dengan disertai:
a) Alamat dan denah tempat usaha
b) Nama dan alamat pemohon
c) Nama dan alamat Asisten Apoteker
d) Foto copi ijazah, Surat Penugasan, dan Surat Izin Kerja Asisten Apoteker
e) Surat pernyataan kesediaan bekerja asisten apoteker sebagai penanggungjawab teknis.

6) Pasal 13
a) Pencabutan Ijin Pedagang Eceran Obat dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
b) Apabila ijin batal atau dicabut maka pemilik ijin harus segera menyerahkan surat ijinnya
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, setempat.

7) Pasal 15
Pedagang Eceran Obat yang telah memiliki usaha sebagai Pedagang Eceran Obat berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 167/Kab/B.VIII/72 tentang Pedagang Kecil Berijin
dianggap telah memiliki ijin usaha Pedagang eceran obat berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehtan RI.

8) Pasal 16
Dihapuskan.

11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang


perubahan atas Permenkes No. 922/Menkes/PER/X/1993 tentang ketentuan dan tata
cara pemberian izin apotek

56
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang
perubahan atas Permenkes No. 922/Menkes/PER/X/1993 tentang ketentuan dan tata cara
pemberian izin apotek. Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Apotik adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran
Sediaan farmasi, Perbekalan Kesehatan lainnya kepada masyarakat.
2. Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan
apoteker, mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak
melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker.
3. Surat Izin Apotik atau SIA adalah Surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker
atau Apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan Apotik di suatu
tempat tertentu.
4. Apoteker Pengelola Apotik adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotik (SIA).
5. Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di Apotik di samping Apoteker
Pengelola Apotik dan / atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka Apotik.
6. Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan Apoteker pengelola Apotik selama
Apoteker Pengelola Apotik tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 (tiga) bulan secara terus-
menerus, telah memiliki Surat Ijin Kerja dan tidak bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotik
di Apotik lain.
7. Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang
berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker;
8. Izin Apotik diberikan oleh Menteri; Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotik
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota;
9. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin,
pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotik sekali setahun kepada Menteri dan
tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.
10. Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas
Propinsi
11. Terhadap permohonan izin apotik yang ternyata tidak memenuhi persyaratan, atau lokasi
Apotik tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

57
setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan
Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya.
12. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut surat izin apotik apabila: a.
Apoteker sudah tidak lagi memenuhi ketentuan yang dimaksud pasal 5 dan atau; b. Apoteker
tidak memenuhi kewajiban dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 15 ayat (2) dan atau; c. Apoteker
Pengelola Apotik terkena ketentuan dimaksud dalam pasal 19 ayat (5) dan atau; d. Terjadi
pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31 dan atau; e. Surat Izin Kerja Apoteker Pengelola Apotik dicabut dan atau; f. Pemilik
sarana Apotik terbukti terlibat dalam pelanggaran Perundangundangan di bidang obat, dan atau;
g. Apotik tidak lagi memenuhi persyaratan dimaksud dalam pasal 6.
13. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan berkoordinasi
dengan Kepala Balai POM setempat.
14. Apotik yang telah memiliki izin apotik berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Nomor
922/Menkes/Per/X/1993 tentang Pemberian Izin Apotik dianggap telah memiliki ijin
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan.

12. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.128 tahun 2004 tentang
kebijakan dasar pusat kesehatan masyarakat
Pemenuhan tenaga Apoteker sebagai penanggung jawab ruang farmasi dalam
penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Puskesmas yang telah diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas, perlu disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan hukum. Permenkes Nomor
26 Tahun 2020 membahas tentang Perubahan atas Permenkes Nomor 74 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.Hal-hal yang diubah yaitu sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 6 diubah, sehingga berbunyi menjadi
Pasal 6
(1) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas dilaksanakan pada unit pelayanan
berupa ruang farmasi.
(2) Ruang farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai
penanggung jawab.

58
(3) Dalam penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, Apoteker sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat dibantu oleh Apoteker, Tenaga Teknis Kefarmasian dan/atau
tenaga kesehatan lainnya berdasarkan kebutuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Dalam hal Puskesmas belum memiliki Apoteker sebagai penanggung jawab,
penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian secara terbatas dilakukan oleh Tenaga Teknis
Kefarmasian di bawah pembinaan dan pengawasan Apoteker yang ditunjuk oleh kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota.
(5) Pelayanan Kefarmasian secara terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
a. pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
b. pengkajian dan pelayanan resep, pelayanan informasi Obat, dan monitoring efek samping
Obat.
2. Pasal 11 dihapus.
3. Pasal 12 dihapus.

13. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1121/Menkes/SK/XII/2008


tentag pedoman teknis pengadaan obat dan publik dan perbekalan kesehatan untuk
pelayanan kesehatan dasar

Peraturan Presiden Nomor 95 tahun 2007 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan
Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah menyatakan bahwa pengadaan dan distribusi obat dan perbekalan kesehatan dalam
rangka menjamin ketersediaan obat untuk pelaksanaan peningkatan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat yang jenis, jumlah dan harganya telah ditetapkan oleh Menkes RI dapat dilakukan
dengan penunjukan langsung.
Penunjukan langsung adalah salah satu metode pengadaan barang/jasa pemerintah sesuai
Keputusan Presiden No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Instansi Pemerintah, disamping beberapa metode pengadaan barang/jasa, yaitu : lelang,
pemilihan langsung, maupun swakelola. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 95 tahun 2007
bahwa pekerjaan pengadaan dan distribusi bahan obat, obat dan alat kesehatan dalam rangka
menjamin ketersediaan obat untuk pelaksanaan peningkatan pelayanan kesehatan kepada

59
masyarakat yang jenis, jumlah dan harganya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
dimasukkan kedalam kriteria barang/jasa khusus. Pelaksanaan pengadaan barang/jasa khusus
dapat dilakukan dengan metode penunjukan langsung.

Tujuan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan adalah :


1. Tersedianya obat dan perbekalan kesehatan dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai
kebutuhan pelayanan kesehatan.
2. Mutu obat dan perbekalan kesehatan terjamin.
3. Obat dan perbekalan kesehatan dapat diperoleh pada saat diperlukan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan obat perbekalan kesehatan adalah :
1. Kriteria obat dan perbekalan kesehatan
2. Persyaratan pemasok
3. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat
4. Penerimaan dan pemeriksaan obat dan perbekalan kesehatan
5. Pemantauan status pesanan
A. Kriteria Obat dan Perbekalan Kesehatan.
1. Kriteria Umum.
a. Obat termasuk dalam daftar obat Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD), obat program
kesehatan, obat generik yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang
masih berlaku.
b. Obat dan perbekalan kesehatan telah memiliki izin edar atau Nomor Registrasi dari
Departemen Kesehatan RI/Badan POM.
c. Batas kadaluwarsa obat dan perbekalan kesehatan pada saat diterima oleh panitia penerimaan
minimal 24 (dua puluh empat) bulan.
d. Khusus untuk vaksin dan preparat biologis ketentuan kadaluwarsa diatur tersendiri.
e. Obat dan perbekalan kesehatan memiliki Sertifikat Analisa dan uji mutu yang sesuai dengan
Nomor Batch masing-masing produk. Obat diproduksi oleh Industri Farmasi yang memiliki
Sertifikat CPOB untuk masing-masing jenis sediaan yang dibutuhkan.
2. Kriteria mutu obat dan perbekalan kesehatan.

60
Mutu dari obat dan perbekalan kesehatan harus dapat dipertanggungjawabkan. Kriteria mutu
obat dan perbekalan kesehatan adalah sebagai berikut :
a. Persyaratan mutu obat dan perbekalan kesehatan harus sesuai dengan persyaratan mutu yang
tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi terakhir dan persyaratan lain sesuai peraturan
yang berlaku.
b. Industri Farmasi bertanggungjawab terhadap mutu obat hasil produksinya. melalui
pemeriksaan mutu (Quality Control) yang dilakukan oleh Industri Farmasi.
B. Persyaratan Pemasok.
Pemilihan pemasok adalah penting karena dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas obat
dan perbekalan kesehatan. Persyaratan pemasok antara lain :
1 Memiliki izin Pedagang Besar Farmasi ( PBF ) yang masih berlaku.
Pedagang Besar Farmasi terdiri pusat maupun cabang. Izin Pedagang Besar Farmasi pusat
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan sedangkan izin untuk Pedagang Besar Farmasi
Cabang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi.
2 Pedagang Besar Farmasi (PBF) harus memiliki dukungan dari Industri
Farmasi yang memiliki sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) bagi masing-
masing jenis sediaan obat yang dibutuhkan.
3 Pedagang Besar Farmasi harus memiliki reputasi yang baik dalam bidang pengadaan obat,
misalnya dalam pelaksanaan kerjanya tepat waktu.
4 Pemilik dan atau Apoteker/Asisten Apoteker penanggungjawab Pedagang Besar Farmasi
tidak sedang dalam proses pengadilan atau tindakan yang berkaitan dengan profesi
kefarmasian.
5 Mampu menjamin kesinambungan ketersediaan obat sesuai dengan masa kontrak.
C. Penilaian Dokumen Data Teknis.
Penilaian dokumen data teknis antara lain :
1 Surat Ijin Edar (Nomor Registrasi) tiap produk yang ditawarkan.
Penilaian didasarkan atas kebenaran dan keabsahan Surat Ijin Edar (Nomor Registrasi).
2 Sertifikat CPOB untuk tiap bentuk masing-masing jenis sediaan yang ditawarkan. (Fotokopi
yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang dari Industri Farmasi).
3 Surat Dukungan dari Industri Farmasi untuk obat yang diproduksi dalam negeri yang
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Industri farmasi (asli).

61
4 Surat Dukungan dari sole agent untuk obat yang tidak diproduksi di dalam negeri yang
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari sole agent tersebut (asli).
5 Surat pernyataan bersedia menyediakan obat dengan masa kadaluarsa minimal 24 (dua puluh
empat) bulan sejak diterima oleh panitia penerimaan.
6 Surat Keterangan (referensi) pekerjaan dari Instansi Pemerintah/swasta untuk pengadaan
obat.
D. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat dan perbekalan kesehatan.
Waktu pengadaan dan kedatangan obat dari berbagai sumber anggaran perlu ditetapkan
berdasarkan hasil analisa dari data:
1 Sisa stok dengan memperhatikan waktu (tingkat kecukupan obat dan perbekalan kesehatan).
2 Jumlah obat yang akan diterima sampai dengan akhir tahun anggaran.
3 Kapasitas sarana penyimpanan.
4 Waktu tunggu.
E. Pemantauan status pesanan.
Pemantauan status pesanan bertujuan untuk :
1 Mempercepat pengiriman sehingga efisiensi dapat ditingkatkan.
2 Pemantauan dapat dilakukan berdasarkan kepada sistem VEN.
3 Petugas Instalasi Farmasi memantau status pesanan secara berkala.
4 Pemantauan dan evaluasi pesanan harus dilakukan dengan memperhatikan :
a. Nama obat
b.Satuan kemasan
c. Jumlah obat diadakan
d.Obat yang sudah diterima
e. Obat yang belum diterima
F. Penerimaan dan pemeriksaan obat dan perbekalan kesehatan.
Penerimaan dan pemeriksaan merupakan salah satu kegiatan pengadaan agar obat diterima
sesuai dengan jenis, jumlah dan mutunya berdasarkan dokumen yang menyertainya dilakukan
oleh panitia penerima yang salah satu anggotanya adalah tenaga farmasi.
Pemeriksaan mutu obat dilakukan secara organoleptik, khusus pemeriksaan label dan
kemasan perlu dilakukan pencatatan terhadap tanggal kadaluarsa, nomor registrasi dan nomor

62
batch terhadap obat yang diterima. Pemeriksaan mutu obat secara organoleptik dilakukan
meliputi:
Tablet: - kemasan dan label
- bentuk fisik (keutuhan, basah, lengket)
- warna, bau dan rasa
Tablet salut : - warna, bau dan rasa
- bentuk fisik (keutuhan, basah, lengket)
- kemasan dan label
Cairan : - warna, bau
- kejernihan, homogenitas
- kemasan dan label
Salep: - warna, konsistensi
- homogenitas
- kemasan dan label
Injeksi: - warna
- kejernihan untuk larutan injeksi
- homogenitas untuk serbuk injeksi
- kemasan dan label
Sirup kering: - warna, bau, penggumpalan
- kemasan dan label
Suppositoria: - warna
- konsistensi
- kemasan dan label
Bila terjadi keraguan terhadap mutu obat dapat dilakukan pemeriksaan mutu di
Laboratorium yang ditunjuk pada saat pengadaan dan merupakan tanggung jawab pemasok yang
menyediakan.

14. Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta No. 8981 tahun 2006
tanggal 14 Desember 2006 tentang pemberlakuan tata cara perizinan cabang penyalur alat
kesehatan

63
Tata cara izin cabang penyalur alat kesehatan berdasarkan PERMENKES
Untuk dapat mengajukan permohonan izin Cabang PAK, pemohon harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki izin PAK;
b. memiliki penanggung jawab teknis yang bekerja penuh, dengan pendidikan paling rendah
asisten apoteker atau tenaga lain yang sederajat sesuai bidangnya;
c. memiliki sarana dan prasarana berupa ruangan dan perlengkapan lainnya yang memadai
untuk kantor administrasi dan gudang dengan status milik sendiri, kontrak atau sewa paling
singkat 2 (dua) tahun;
d. memiliki bengkel atau bekerja sama dengan PAK dalam melaksanakan jaminan purna jual
untuk perusahaan yang mendistribusikan alat kesehatan yang memerlukannya;
e. melaksanakan CDAKB

Untuk dapat diberikan izin Cabang PAK, pemohon harus mengikuti tata cara sebagai berikut:
a. pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada kepala dinas kesehatan provinsi
setempat, dengan menggunakan contoh dalam Formulir 8 sebagaimana terlampir
b. Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak
menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota untuk membentuk tim pemeriksa bersama untuk melakukan pemeriksaan
setempat
c. tim pemeriksa bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan
setempat dan membuat berita acara pemeriksaan dengan menggunakan contoh dalam
Formulir 9 sebagaimana terlampir
d. apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan kabupaten/kota selambat-
lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksa
bersama meneruskan kepada kepala dinas kesehatan provinsi, dengan menggunakan contoh
dalam Formulir 10 sebagaimana terlampir
e. dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf b sampai dengan huruf d tidak
dilaksanakan pada waktunya, pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan
siap melaksanakan kegiatan kepada kepala dinas kesehatan provinsi setempat dengan
menggunakan contoh dalam Formulir 11 sebagaimana terlampir

64
f. dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat pernyataan sebagaimana
dimaksud pada huruf e, dengan mempertimbangkan persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18, kepala dinas kesehatan provinsi dapat melakukan tindakan penundaan atau
penolakan permohonan izin Cabang PAK dengan menggunakan contoh dalam Formulir 12
sebagaimana terlampir
g. dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada huruf d, kepala dinas kesehatan provinsi mengeluarkan izin
Cabang PAK dengan menggunakan contoh dalam Formulir 13 sebagaimana terlampir
h. terhadap penundaan sebagaimana dimaksud pada huruf f kepada pemohon diberi kesempatan
untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak
diterbitkan surat penundaan.

Izin Cabang PAK berlaku selama memenuhi persyaratan


a. melaksanakan CDAKB
b. perusahaan masih aktif melakukan kegiatan usaha.
Untuk menjamin terpenuhinya persyaratan sebagaimana yang tertera pada peraturan di atas,
kepala dinas kesehatan provinsi atau pejabat yang ditunjuk dapat melakukan audit menyeluruh
terhadap Cabang PAK.

Perubahan izin Cabang PAK harus dilakukan apabila terjadi


a. perubahan badan hukum PAK
b. pergantian pimpinan atau penanggung jawab teknis
c. perubahan alamat kantor, gudang, dan/atau bengkel.

Perubahan izin Cabang PAK dilakukan dengan mengajukan permohonan mengikuti tata cara
izin Cabang PAK dan dengan melampirkan izin Cabang PAK lama asli. Dalam hal terjadi
perubahan badan hukum PAK, pergantian pimpinan, dan/atau penanggung jawab teknis dapat
mengajukan permohonan dilengkapi dengan Perubahan Akta Notaris dan tidak perlu dilakukan
pemeriksaan lokasi.

Izin Cabang PAK dicabut apabila

65
a. mendistribusikan alat kesehatan yang tidak mempunyai izin edar
b. mengadakan atau menyalurkan alat kesehatan yang bukan dari PAK
c. dengan sengaja menyalahi jaminan purna jual
d. izin PAK tidak berlaku
e. berdasarkan hasil pemeriksaan setempat sudah tidak memenuhi persyaratan sarana,
prasarana, dan/atau sudah tidak aktif selama 1 (satu) tahun penuh. Pencabutan izin Cabang PAK

66
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan makalah ini maka dapat di simpulkan bahwa kita dapat mengetahui struktur
organisasi dan alur koordinasi apoteker di dinas kesehatan provinsi, ruang lingkup tugas pokok
dan fungsi apoteker, kewenangan pemerintah terhadap sediaan farmasi terkait dengan semua alur
dimulai dari pengadaan, penyimpanan atau distribusi, pencatatan dan pelaporan sampai dengan
pelayanan kefarmasian, serta mengenai regulasi terkait dengan tugas apoteker di dinas kesehatan
provinsi. Apoteker memiliki peran yang sangat penting dalam menunjang kesehatan yang
bermutu. Salah satu tugas pokok Apoteker adalah melaksanakan pekerjaan kefarmasian yang
meliputi penyiapan rencana kerja kefarmasian, pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan
farmasi klinik, dan pelayanan farmasi khusus.

67
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, RI., 2007, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
284/MenKes/PER/III/2007 tentang Apotek Rakyat, Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Restiasari, A., Bekti, R. I. S., & Gozali, A. (2018). Kepastian Hukum Apotek Rakyat Dan
Pekerjaan Kefarmasian. SOEPRA, 3(1), 1-13.

68

Anda mungkin juga menyukai