BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Insect bite (gigitan serangga) adalah kelainan akibat dari gigitan atau sengatan serangga
yang disebabkan oleh reaksi terhadap toksin atau alergen yang dikeluarkan artropoda
penyerang. Serangga penggigit tersebut menyebabkan efek negatif pada makhluk hidup yang
terkena sengatnya. Sinonim termasuk bedbug bite, bee sting, black widow spider bite, brown
recluse bite, flea bite, honey bee or hornet sting, lice bite, mite bite, scorpion bite, spider bite,
wasp sting, yellow jacket sting. Insect bite (gigitan serangga) merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang cukup besar saat ini terutama rentan terhadap bayi dan anak-anak. Insect bite
ini disebabkan oleh filum Artropoda kelas Insekta (Moffit, 2003).
Gigitan serangga dapat menunjukkan masalah yang serius, karena beberapa faktor yaitu
reaksi alergi berat (anafilaksis). Reaksi ini tergolong tidak biasa karena dapat mengancam
kehidupan dan membutuhkan pertolongan darurat. misalnya reaksi racun oleh gigitan atau
sengatan serangga, racun dari lebah, tawon, atau semut api. Faktor yang lain juga bisa
menyebabkan infeksi virus dan parasit yang ditularkan melalui nyamuk. Akibat dari gigitan
serangga bisa menimbulkan gejala klinis yaitu : bengkak, merah, dan rasa gatal pada area
yang digigit. Apabila kulit yang terinfeksi digaruk, dengan garukan yang kuat bisa
menyebabkan infeksi sekunder lagi yaitu selulitis (Freedbreg, 2007).
Pencegahan pada gigitan serangga juga dibutuhkan yaitu penangkal insekta (insect
repellents). Akan tetapi, penangkal insekta yang digunakan ini berbeda dengan insektisida,
penangkal ini tidak membunuh insekta, tapi mencegah gigitan ataupun sentuhan pada kulit.
Efektifnya penangkal ini karena nontoksik, nonalergen, noniritan, tidak merusak pakaian,
mudah digunakan dan murah (Djuanda, 2008). Maka, pada laporan kasus ini akan membahas
tentang definisi, epidemiologi, etiologi, tanda dan gejala serta tatalaksana dari dermatitis
Insect bite.
2
1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui tentang pengertian penyakit dermatitis Insect bite.
1.2.2 Mengetahui tentang patofisiologi dan tatalaksana penyakit dermatitis Insect bite.
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
Penulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis dan pembaca
tentang dermatitis Insect bite.
1.3.2 Manfaat Praktis
Penulisan ini dapat menjadi bahan rujukan bagi dokter klinisi dalam menangani
pasien saat praktik.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Anamnesis
Identitas :
Nama : Ny. V
Umur : 24 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
TTL : 18 Juni 1994
Agama : Islam
Alamat : Patihan
Pekerjaan : Swasta
Status Pernikahan : Sudah Menikah
No. RM : 188352
Keluhan utama : muncul lesi pada wajah ± 3 hari yang lalu dan tidak
kunjung hilang
Keluhan penyerta : gatal, panas dan nyeri.
Riwayat penyakit sekarang :
Ny. V datang ke poli kulit dan kelamin RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu pada tanggal
11 November 2018 dengan lesi pada wajah ± 3 hari yang lalu dan tidak kunjung hilang.
Selain itu, pada wajah juga dirasakan gatal, panas dan nyeri. Keluhan dirasakan tiba-
tiba muncul pada pagi hari setelah bangun tidur. Pasien mengatakan bahwa di rumahnya
ada tomcat, lesi pada wajah dimungkinkan karena gigitan tomcat. Karena anak pasien
juga memiliki lesi yang sama pada daerah punggung.
Riwayat penyakit sekarang : DM (-), hipertensi (-)
Riwayat pengobatan : (-)
Riwayat Alergi : (-)
2.2 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : compos mentis
2. GCS : 456
3. Tanda Vital
a. Tekanan Darah : tidak didapatkan data
b. Nadi : tidak didapatkan data
c. RR : tidak didapatkan data
d. Suhu : tidak didapatkan data
e. Skala Nyeri : tidak didapatkan data
4
4. Antropometri
a. BB : tidak didapatkan data
b. TB : tidak didapatkan data
c. BMI : tidak didapatkan data
5. Status Lokalis Dermatologis :
Lokasi : regio fasialis
Distribusi : lokalisata
Batas : jelas
Eflurosensi : makula eritematus berbatas tegas disertai pustul
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ terbesar dengan fungsi pertahanan mekanis antara lingkungan
luar dan jaringan di bawahnya serta berfungsi sebagai mekanisme pertahanan dan fungsi lain.
Kulit terdiri dari dua lapisan, epidermis disebelah luar dan dermis disebelah dalam (Djuanda,
2008).
3.1.1 Epidermis
Epidermis terdiri dari banyak lapisan sel epitel. Lapisan epidermis di bagian dalam
terdiri dari sel- sel berbentuk kubus yang hidup dan cepat membelah diri, sementara sel-sel di
lapisan luar mati dan menggepeng. Epidermis tidak mendapatkan pasokan darah langsung dan
hanya mendapatkan makanan melalui difus nutrien dari jaringan epidermis di bawahnya. Sel
epidermis akan saling terhubung pada titik intrasel dengan tujuan membentuk lapisan
pembungkus yang kuat (Djuanda, 2008).
Selama pematangan sel penghasil kreatinin, terjadi akumulasi filamen-filamen keratin
secara progresif yang saling berikatan silang di sitoplasma. Inti keratin fibrosa yang
membentuk skuama akan menjadi lapisan keratinisasi pelindung saat sel kulit di bagian luar
mati. Skuama pada lapisan keratinisasi paling luar yang terkelupas atau tanggal akibat abrasi,
secara terus-menerus diganti melalui pembelahan sel di lapisan epidermis sebelah dalam.
Lapisan keratin tersebut cukup kedap air dan udara sehingga sulit ditembus. Lapisan ini juga
berfungsi menahan lewatnya bahan dalam kedua arah antara tubuh dan lingkungan eksternal.
Epidermis mengandung empat jenis sel, yaitu (Djuanda, 2008):
Sel kreatinosit
Melanosit
Sel langerhans
Sel granstein
Lapisan epidermis ada 5, yaitu :
1. Stratum corneum
2. Stratum lucidum
3. Stratum granulosum
4. Stratum spinosum
5. Stratum basale
Fungsi epidermis sendiri yaitu :
Melindungi dari kekeringan
Pelindung dari masuknya bakteri
6
,
Gambar 2. Anatomi Kulit
Kelenjar eksokrin kulit terdiri dari kelenjar dari kelenjar sebasea,yang menghasilkan
sebum, suatu bahan berminyak yang melunakkan dan membuat kulit kedap air, dan kelenjar
keringat, yang menghasilkan keringat pendingin. Folike rambut mengahsilkan rambut, yang
didistribusi dan fungsinya minimal pada manusia. Selain itu kulit juga mensintetis vitamin D
dengan adanya sinar matahari (Sherwood, 2001).
3.2 Definisi Dermatitis Insect bite
Dermatitis Insect bite ( gigitan serangga) adalah kelainan akibat gigitan atau tusukan
serangga yang disebabkan reaksi terhadap toksin atau allergen yang dikeluarkan artropoda
penyerang. Kelainan kulit ini termasuk dari dermatitis kontak iritan akut. Dermatitis kontak
iritan adalah peradangan kulit yang disebabkan terpaparnya kulit dengan bahan dari luar yang
bersifat iritan yang menimbulkan kelainan klinis efloresensi polimorfik berupa eritema,
edema, papul, vesikel, dan keluhan gatal, perih serta panas. Sinonim kelainan kulit Insect bite
yang disebabkan karena Erichson paederus sabaeus yaitu dermatitis venenata, dermatitis
linearis dan dermatitis paederus (Zargari, 2003).
3.3 Epidemiologi
Insidens pada gigitan serangga dapat mengenai semua umur, tetapi bayi dan anak-anak
lebih rentan terkena gigitan serangga dibandingkan dengan orang dewasa dan frekuensi yang
sama pada pria dan wanita. Musim kemarau di Indonesia terjadi pada bulan April sampai
Oktober. Musim kemarau disebabkan oleh hembusan angin muson timur yang membawa
sedikit uap air sehingga Indonesia mengalami musim kemarau (BMKG, 2009). Musim hujan
di Indonesia terjadi pada bulan Oktober sampai April. Musim hujan di Indonensia disebabkan
oleh hembusan Angin Muson Barat yang membawa banyak uap air, sehingga di sebagian
besar wilayah Indonesia mengalami musim hujan (BMKG, 2009).
8
Musim hujan menyebabkan tanah menjadi subur, hutan dan rumput-rumput mulai
menghijau kembali. Suburnya tetumbuhan dan keadaan lembab karena hujan merupakan
tempat yang cocok untuk siklus hidup paederus. Oleh karena itu secara langsung mendorong
berkembang biaknya serangga ataupun paederus, baik sebagai unsur perusak maupun sebagai
unsur pembantu penyerbukan (BMKG, 2009). Dari literatur juga menunjukkan bahwa
lingkungan menjadi salah satu faktor, seperti perkebunan, persawahan.
Penelitian dermatitis venenata akibat kumbang Paederus, salah satunya menunjukkan
bahwa dermatitis venenata adalah masalah umum yang merupakan salah satu dari 3 besar
rumah sakit di Provinsi Najaf Iraq. Wajah dan leher merupakan tempat yang paling umum
terkena dan tanda gejala derajat ringan meliputi rasa terbakar dan menyengat (Al-Dhalimi,
2008). Penelitian di sebuah sekolah dasar, Terengganu, Malaysia, (2008) mengatakan dari 33
kasus, (90,9%) terkena paederus pada malam hari dan (84,8%) yang menghancurkan serangga
(Rahmah, 2008). Insidensi terjadinya dermatitis venenata akibat kumbang Paederus pada
tahun 2004 di Tulungagung terdapat 260 orang penderita gatal-gatal akibat serangga
Paederus. Tahun 2008 terdapat ± 50 orang penderita diKota Gresik Rumah Susun. Tahun
2009 dan 2010 Kejadian di Kenjeran Surabaya dengan 20 orang penderita dan 22 Maret 2012
di Provinsi Jawa Timur terjadi di 12 Kabupaten/Kota dengan 610 orang penderita (Ditjen
PPPL, 2012).
3.4 Etiologi
Insekta termasuk bagian dari artropoda. Dimana insekta terdiri dari (Djuanda, 2008):
a. Anoplura (misal : Lice/kutu), ada 2 spesies yaitu Phthirius pubis dan Pediculus
humanus
b. Coleoptera (terdapat 4 famili yang memproduksi bahan kimia yang dapat
menyebabkan inflamasi, yaitu : Meloidae (misal : kumbang), Staphylinidae,
Coccinellidae, and Edemeridae)
c. Diptera (misal : lalat)
d. Hemiptera ( hama )
e. Hymenoptera ( lebah dan tawon )
f. Lepidoptera ( kupu-kupu dan ngangat )
g. Siphonaptera ( kutu/fleas ).
Beberapa contoh masalah serius yang diakibatkan oleh gigitan atau serangan serangga
diantaranya adalah :
1. Reaksi alergi berat (anaphylaxis). Reaksi ini tergolong tidak biasa, namun dapat
mengancam kehidupan dan membutuhkan pertolongan darurat.
9
2. Reaksi racun oleh gigitan atau serangan tunggal dari serangga. Serangga atau laba-
laba yang menyebabkan hal tersebut misalnya :
Laba-laba janda (widow) yang berwarna hitam
Laba-laba pertapa (recluse) yang berwarna coklat
Laba-laba gembel (hobo)
Kalajengking
3. Reaksi racun dari serangan lebah, tawon, atau semut api.
4. Reaksi kulit yang lebar pada bagian gigitan atau serangan.
5. Infeksi kulit pada bagian gigitan atau serangan.
6. Penyakit serum (darah), sebuah reaksi pada pengobatan (antiserum) digunakan untuk
mengobati gigitan atau serangan serangga.
7. Infeksi virus. Infeksi dari nyamuk dapat menyebarkan virus West Nile kepada
seseorang, menyebabkan inflamasi pada otak (encephalitis).
8. Infeksi parasit. Infeksi dari nyamuk dapat menyebabkan menyebarnya malaria.
Dari beberapa penelitian, serangga yang paling sering menyebabkan penyakit kulit
adalah genus Paederus, yang merupakan bagian dari famili Staphyllinidae, ordo Coleoptae,
kelas Insecta, dan berjumlah lebih dari 622 spesies yang tersebar di seluruh dunia. Dalam
ordo Coleoptae, hanya famili Meloidae, Oedemeridae, dan Staphyllinidae yang dapat
mengeluarkan zat vesicant yang menyebabkan dermatitis dan konjungtivitis (kedua pertama
mengeluarkan cantharidin dan yang terakhir paederin). Kumbang Paederus tercatat memiliki
asosiasi terhadap epidemi dermatitis di beberapa negara, antara lain Australia, Malaysia, Sri
Lanka, Nigeria, Kenya, Iran, Afrika Tengah, Uganda, Okinawa, Sierra Leone, Argentina,
Brazil, Perancis, Venezuela, Ekuador, dan India. Spesies yang seringkali menyebabkan
dermatitis paederus berbeda pada pada setiap negara, antara lain Paederus melampus di
India, Paederus brasiliensis yang dikenal sebagai podo di Amerika Selatan, Paederus
colombius di Venezuela, Paederus fusipes di Taiwan, dan Paederus peregrinus di Indonesia
(Mammino, 2011).
Kumbang Paederus dewasa memiliki ukuran dengan panjang 7-10 mm dan lebar 0,5
mm, yaitu sekitar satu setengah kali ukuran nyamuk. Paederus memiliki kepala berwarna
hitam, abdomen bawah dan elytra, thorax berwarna merah dan abdomen atas. Kumbang ini
bertempat tinggal di habitat yang lembab dan seringkali bersifat mutual bagi agrikultur karena
sifatnya sebagai pemakan hama. Paederus mampu untuk terbang, namun kumbang ini
cenderung memilih untuk berlari dan sangat gesit. Paederus bersifat nokturnal dan terpikat
dengan benda yang berpendar dan biasanya mencapai kontak langsung dengan manusia
melalui jendela atau pintu yang terbuka. Salah satu ciri khas lain dari Paederus adalah tidak
menggigit maupun menyengat, namun ketidaksengajaan menekan atau menggencetnya akan
menyebabkan pengeluaran dari cairan hemolimfe yang mengandung paederin (Mammino,
2011).
Paederin yang merupakan vesicant aktif yang sangat ampuh menyebabkan reaksi pada
kulit dalam 24 jam setelah kontak, sebenarnya merupakan zat kimiawi yang digunakan oleh
semua anggota Paederus sebagai alat pertahanan diri terhadap predator seperti laba-laba.
Biosintesis dari paederin ini hanya terjadi pada Paederus betina, sedangkan larva
dan Paederus jantan hanya mendapatkan paederin dari induknya. Akhir-akhir ini telah
dibuktikan bahwa produksi paederin bergantung pada aktivitas bakteri gram negatif
(Pseudomonas sp.) yang ada di dalam Paederus (Mammino, 2011).
Berbeda dengan kantaridin yang mekanisme pembentukan lepuh secara molekular
sudah jelas, yaitu melalui aktivasi atau pelepasan dari neutral serine proteases yang
menyebabkan degenerasi dari plak desmosom, kemudian terjadi pelepasan tonofilamen dari
desmosom dan menyebabkan akantolisis, lepuh intraepidermal, dan lisis non-spesifik dari
kulit, toksin paederin hanya diketahui sebatas substansi iritan kimiawi pada kulit. Pelepasan
protease epidermal karena paederin sebagai penyebab akantolisis pada penderita dermatitis
paederus sudah diusulkan dan efek menghambat mitosis pada konsentrasi minimal 1 ng/mL
dengan menghambat sintesis protein dan DNA sudah diketahui (Mammino, 2011).
3.5 Patofisiologi
Patogenesis dimulai dengan gigitan atau sengatan serangga menyebabkan luka kecil.
Kemudian, lesi yang terjadi menyebabkan sistem imun tubuh bekerja sebagai respon terhadap
benda asing yang masuk (dalam hal ini gigitan atau sengatan serangga) dengan mengeluarkan
antibodi. Hipersensitivitas yang terjadi pada lesi terhadap kulit akibat gigitan atau sengatan
serangga melalui mediatornya yang disebut immunoglobulin E (IgE). Akibat reaksi tersebut
bisa memberikan rasa gatal dan effloresensi berupa papul, nodul dan vesikel biasanya timbul
+48 jam setelah gigitan atau sengatan tersebut. Manifestasi tersebut merupakan suatu reaksi
11
A B
Gambar 4. A. Lesi tipikal berbentuk linear pada tungkai bawah kanan (atas); B kissing
lesions pada fleksura ekstremitas atas (bawah) (Huang, et al. 2009; Azmy, 2010).
3.7 Diagnosa
Diagnosis ditegakkan sebagai paederus dermatitis melalui anamesa dan gambaran
klinis. Paederus dermatitis adalah dermatitis kontak iritan akut yang disebabkan oleh pederin,
suatu toksin yang disekresi oleh serangga dari genus paederus. Penyakit ini ditandai dengan
adanya vesikel, bula dan kadang-kadang pustul kecil di atas kulit eritematous, terjadi secara
tiba-tiba dengan menimbulkan rasa menyengat, dan sensasi terbakar. Dermatitis ini paling
sering terjadi di daerah yang panas serta beriklim tropis. Kelainan kulit dapat berupa kulit
melepuh, kulit kemerahan, di atasnya terdapat vesikel papul pustule, polimorf, multiple,
13
tersebar tergantung penyebaran racun. Dapat pula terjadi kondisi kissing lesion yaitu sepasang
lesi kulit yang sama yang terjadi akibat lesi kulit pertama menempel pada kulit yang lain
terjadi (Wilkison, 2004).
3.8 Differensial Diagnosa
Diagnosa banding dari insect bite adalah sebagai berikut Huang, et al. 2009; Azmy,
2010:
1. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei, hominis. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arhtropoda, kelas
Arachnida, ordo Ackarima, super famili Sarcoptes. Kelainan kulit dapat disebabkan
tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan.
Gatal yang disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan eksreta tungau yang
memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Kelainan kulit menyerupai
dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan lain-lain. dengan garukan
dapat timbul erosi, akskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder (Djuanda, 2008).
diproprionate 0,05% krim atau desoximetason 0,25% krim. Contoh pilihan antibiotik topikal
yang dapat digunakan antara lain, mupirosin 2% dioleskan 3x/hari, asam fusidat 2% dioleskan
3-4x / hari, gentamisin 0,1% dioleskan 3-4x/hari, kloramfenikol 2% dioleskan 3-4x/hari, atau
neomisin dioleskan tipis 2-5x/hari. Pemberian siprofloksasin dengan dosis dua kali 500 mg
sehari dapat dipertimbangkan karena hasil dari sebuah studi yang dilakukan di Sierra Leone,
dimana ditemukan perbedaan waktu penyembuhan yang bermakna antara pasien penderita
dermatitis paederus yang diberikan antibiotik siprofloksasin dan yang tidak diberikan
antibiotik (Zargari, 2003).
Beberapa upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh masyarakat menurut Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP dan PL) Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia yang isinya selaras dengan pencegahan dermatitis paederus
dalam literatur-literatur terkini, antara lain menghindari penggencetan kumbang agar racun
tidak mengenai kulit, menyingkirkan kumbang dengan cara meniup atau menggunakan kertas,
mencuci bagian kulit yang mengalami kontak dengan kumbang dengan air mengalir dan
sabun, menutup pintu dan menggunakan kasa nyamuk untuk mencegah kumbang ini masuk
ke dalam rumah, tidur dengan menggunakan kelambu, memasang jaring pelindung di lampu
untuk mencegah kumbang jatuh ke manusia, menyemprot insektisida, dan membersihkan
rumah dari tanaman yang tidak terawat. Selain itu, pencegahan pada gigitan serangga juga
dibutuhkan yaitu penangkal insekta (insect repellents). Dimana penangkal insekta ini berbeda
dengan insektisida, penangkal ini tidak membunuh insekta, tapi mencegah gigitan ataupun
sentuhan pada kulit. Efektifnya penangkal ini karena nontoksik, nonalergen, noniritan, tidak
merusak pakaian, mudah digunakan dan murah. Insect repellents yang sangat efektif adalah
diethyltoluamide (DEET). Selain dari itu, juga terdapat dimethyl phthalate, dymethylcarbate,
ethyl hexanediol, butopyronoxyl (indalone) dan benzyl benzoate. Kombinasi 2 atau 3 dari
penangkal insekta dapat lebih efektif dibandingkan hanya satu (Zargari, 2003).
3.11 Prognosis
Prognosis dari gigitan serangga tergantung vektor insekta, lokasi dan kuantitas gigitan
(Wilkison, 2004).
16
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Dasar Penegakan Diagnosa
Pasien Ny. V, usia 24 tahun datang poli kulit dan kelamin RSUD Syarifah Ambami
Rato Ebu pada tanggal 11 November 2018 dengan lesi pada wajah ± 3 hari yang lalu dan
tidak kunjung hilang. Selain itu, pada wajah juga dirasakan gatal, panas dan nyeri. Keluhan
dirasakan tiba-tiba muncul pada pagi hari setelah bangun tidur. Pasien mengatakan bahwa di
rumahnya ada tomcat, lesi pada wajah dimungkinkan karena gigitan tomcat. Karena anak
pasien juga memiliki lesi yang sama pada daerah punggung. Riwayat penyakit DM (-),
hipertensi (-), pasien juga mengatakan bahwa keluhan ini belum pernah diobati sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien baik dengan GCS 456. Untuk status
dermatologis pada pasien didapatkan pada regio fasialis dengan distribusi lokalisata dan jelas
terdapat makula eritematus berbatas tegas disertai pustul.
Menurut teori, reaksi pertama mencakup rasa gatal, terbakar dan eritema yang segera
diikuti oleh gejela edema, makula, vesikel serta perembesan atau sekret. Urtikaria
papular juga bisa terjadi sementara. Gatal sebagai petanda, dan lesi 1-4 mm urtikaria papul
eritematous. Lesi sering terasa gatal dan terdapat ekskoriasi papul karena garukan akibat gatal
(Al-Dhalimi, 2008). Pada fase subkutis, perubahan vesikuler ini tidak begitu
mencolok lagi dan berubah menjadi pembentukan krusta, pengeringan atau bila pasien
terus menerus menggaruk kulitnya, penebalan kulit (likenifikasi) dan pigmentasi (perubahan
warna) akan terjadi infasi sekunder timbul kembali (Rahmah, 2008).
4.2. Dasar Tatalaksana
Keluhan pasien Ny. V adalah lesi pada wajah ± 3 hari yang lalu dan tidak kunjung
hilang. Selain itu, pada wajah juga dirasakan gatal, panas dan nyeri. Gatal adalah keluhan
primer dari gigitan serangga. Terapi topikal yang terdiri dari mentol, phenol, atau camphor
mungkin diberikan untuk penanganan awal, dapat juga diberikan antihistamin oral seperti
diphenyhidramin 25-50 mg atau cetirizine 10 mg untuk mengurangi rasa gatal. Topikal
steroid mungkin juga sangat membatu untuk reaksi yang sensitif terhadap gigitan tersebut.
Pemilihan topikal steroid sesuai dengan daerah lesi. Lesi di wajah dapat menggunakan steroid
potensi rendah, seperti hidrokortison 1% atau 2,5% krim. Infeksi sekunder dapat dikontrol
dengan pemberian terapi topikal dan antibiotik oral. Pilihan antibiotik topikal yang dapat
digunakan antara lain, mupirosin 2% dioleskan 3x/hari, asam fusidat 2% dioleskan 3-4x / hari,
gentamisin 0,1% dioleskan 3-4x/hari, kloramfenikol 2% dioleskan 3-4x/hari, atau neomisin
dioleskan tipis 2-5x/hari (Zargari, 2003).
17
KIE yang dapat diberikan untuk pasien adalah sebagai berikut, menghindari
penggencetan kumbang agar racun tidak mengenai kulit, menyingkirkan kumbang dengan
cara meniup atau menggunakan kertas, mencuci bagian kulit yang mengalami kontak dengan
kumbang dengan air mengalir dan sabun, menutup pintu dan menggunakan kasa nyamuk
untuk mencegah kumbang ini masuk ke dalam rumah, tidur dengan menggunakan kelambu,
memasang jaring pelindung di lampu untuk mencegah kumbang jatuh ke manusia,
menyemprot insektisida, dan membersihkan rumah dari tanaman yang tidak terawat (Zargari,
2003).
18
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dermatitis Insect bite adalah kelainan kulit yang menyebabkan efek negatif pada
makhluk hidup yang terkena sengatnya. Sinonim dari insect bite yaitu bedbug sting; bite-
insects, bees and spider; black widow spider bite; honey bee; lice bites. Insect bite adalah
variabel tergantung pada berbagai faktor. Akibat dari sengat atau gigitan insekta adalah
bengkak, merah, dan rasa gatar pada area yang digigit. Kulit akan terinfeksi apabila daerah
yang tersengat serangga digaruk. Apabila tidak dirawat dengan baik maka inflamasi gigitan
akan mengakibatkan suatu kondisi yang disebut sellulitis. Manusia dapat mengalami reaksi
yang menyakitkan pada area yang digigit insekta karena mempunyai gejala alergi pada
penyengat yang dikenal sebagai anaphylaxis. Gejala alergi yang dapat terjadi meliputi
pruritus, eritema, dan edema, pemendekan napas bahkan kematian. Apabila ada sengatan atau
gigitan pada lidah akan menyeabkan edem kerongkongan dan kematian oleh karena obstruksi
saluran pernapasan.
Terapi topikal yang terdiri dari mentol, phenol, atau camphor mungkin diberikan untuk
penanganan awal, dapat juga diberikan antihistamin oral untuk mengurangi rasa gatal. Topikal
steroid mungkin juga sangat membatu untuk reaksi yang sensitif terhadap gigitan tersebut.
Pasien dengan gigitan yang banyak dan reaksi berat dapat dianjurkan istirahat total dan
diberikan steroid sistemik dosis sedang. Infeksi sekunder dapat dikontrol dengan pemberian
terapi topikal dan antibiotik oral.
5.2. Saran
5.2.1 Bagi penulis
Penulis diharapkan selalu menambah pengetahuannya tentang dermatitis Insect bite.
5.2.2 Bagi akademisi
Dalam makalah ini hanya dibahas sebagian kecil dari penjelasan tentang penyakit
dermatitis Insect bite, makalah ini bisa digunakan sebagai pelengkap dan penunjang untuk
referensi.