Anggota :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2020
1. DIAGNOSIS DERMATOLOGI
Diagnosis penyakit pada kulit berdasarkan pada lesi dan reaksinya di kulit. Pada bab ini
kan membahas pendekatan pada pasien yang memiliki masalah pada kulit meliputi deskripsi
dermatologi atau morfologi. Morfologi merupakan langkah penting untuk menentukan diagnose
banding. Pada pemeriksaan lesi kulit dengan mendeskripsikan lesi kulit secara detail meliputi
eritema tertentu, bentuk dan distribusinya, dan krakteristik yang ditemukan pada kuku dan
membrane mukosa yang menjadi kunci diagnosis.
Dermatologi merupakan spesialisasi visal pada beberapa kondisi kulit yang dapat
didiagnosis sekilas. Anamesis merupakan hal yang penting untuk menentukan suatu kasus seperti
ruam , demam , pruritus. Setelah itu dokter biasanya melakukan pemeriksaan fisik, melakukan
tanya jawab yang rinci untuk mengarah pada diagnosis banding hingga pada akhirnya dapat
menegakan diagnosis serta terapinya. Selanjutnya dokter akan mengevaluasi kondisi pasien ,
memantau perkembangan penyakit dan komplikasinya serta pengobatan yang diberikan.
Pemeriksaan kulit lengkap meliputi pemeriksaan pada permukaan kulit seperti kulit
kepala, kelopak mata, telinga, alat kelamin, bokong, perineum, rambut kuku, mata, hidung ,
mulut, alat kelamin , anus. Pasien dengan keluhan kutil tunggal atau jerawar tidak memerlukan
pemeriksaan yang komperhensif. Namun ada banyak keuntungan ketika melakukan pemeriksaan
kulit secara lengkap termasuk identifikasi lesi yang berbahaya seperti kanker kulit, menemukan
petunjuk diagnosis tambahan ( striae Wickham pada mukosa buccal di lichen planus ) dan
melakukan edukasi kepada pasien ( misalnya tanda kerusakan akibat sinar matahari sehingga
melakukan perlindungan terhadap sinar matahari ). Selain itu menyampaikan kemungkinan yang
terjadi pada pasien tentang kesehatan kulit melalui pemeriksaan menyeluruh seperti pada Tabel
1.1 dan 1.2
1.3 KONDISI IDEAL PADA PEMERIKSAAN KULIT
Pemeriksaan kulit lebih ideal bila pada kondisi pencahayaan yang terang dan pasien lebih baik
menanggalkan pakaiannya. Ruangan pasien juga pada kondisi yang nyaman dengan wastafel
untuk mencuci tangan.
Pertama dengan melakukan pengamatan secara umum pada pasien ( asimetri karena
stroke , cachexia, jaundice ). Selanjutnya pemriksaan sistematis dari ujung kepala hingga ujung
kaki. Pencahyaan pada permukaan kulit pasien untuk menentukam batas lesi kulit. Palpasi lesi
untuk menentukan keras , lunak atau berisi cairan. Lesi tertentu terutama lesi berpigmen paling
baik diperiksa dengan dermatoskop untuk mengidentifikasi karakteristiknya. Mukosa diperiksa
dengan hati hati bisa menggunakan senter. Setelah melakukan pemeriksa penting untuk
mendokumentasi temuan pada kulit termasuk jenis lesi dan lokasinya. Dokumentasi spesifik bisa
menggunakan fotografi atau triangulasi berdasarkan anatomi dengan curiga keganasan kulit yang
menjalain biopsi.
2. PENDAHULUAN MORFOLOGY
Joseph Jakob von Plenck (1738–1807) dan karya Robert Willan (1757–1812)
mendefinisikan terminology morfolongi merupakan dasar deskripsi dan perbandingan lesi.
Dokter menggunakan karakteristik makroskopis pada pemeriksaan untuk menentukan letak dan
jenis perubahan patologis, hingga mencapai korelasi klinis-patologis. Contohnya papula dan plak
merupakan proses yang mempengaruhi epidermis dan dermis superfisial, sedangkan lesi
berbentuk kubah atau nodular sering menunjukan infiltrasi ke dalam dermis dan subkutis.
Pengerasan kulit menunjukan epidermis terkena. Permukaan halus dan utuh mencerminkan
proses dermal dan subkutan murni
Kombinasi morfologi primer dan ada atau tidaknya perubahan sekunder menentukan
kategori diagnostic yang dikenal dengan “pola reaksi”. Contohnya lesi primer adalah plalk atau
papula maka kemungkinan diagnose dalam pola reaksi “papulosquamous”, setelah ditentukan
pola reaksi , diagnose diferensial menjadi lebih fokus. Diagnose diferensial dapat ditentukan
dengan karakteristik bentuk atau warna ,lesi yang berhubungan satu sama lain ( konfigurasi ) dan
distribusi. Penting dalam dermatologis untuk menentukan deskripsi misalkan sebuah papula
memiliki ukuran tidak lebih dari 1 cm, tidak kurang dari 0,5 cm atau ukuran sperti kacang
polong.
1. Makula : Makula datar, pada permukaan kulit atau selaput lendir dan dapat dilihat
perbedaan warna kulit dengan sekitarnya. Ukuran macula kurang dari 1 cm.
2. Patch : seperti macula pada area dasar kulit atau selaput lendir dengan warna yang
berdeba dari sekitarnya. Bercak 1 cm atau lebih besarnya.
2. Plak : adalah elevasi mirip dataran tinggi yang memiliki diameter 1 cm atau lebih
besar.
3. Nodule : lesi yang teraba lebih besar dari 1 cm berbentuk kubah bulat, padat , kistik.
Tergantung pada jenis komponen anatomi yang terlibat. Nodul terdiri dari 5 jenis utama : (1)
epidermal , (2) epidermal-kulit, (3) kulit, (4) kulit – subdermal dan (5) subkutan. Tekstur
merupakan tambahan penting dari nodul seperti keras, lunak, berfluktuasi dll. Demikian
permukaan nodul seperti halus, keratoik, ulserasi yang membantu dalam pertimbangan
diagnostic. Tumor juga dapat menggambarkan jenis nodul dengan masa yang tidak teratur, lebih
jinak, atau ganas.
2.2.3 LESI UTAMA YANG DIISI CAIRAN
1. Vesikel dan Bulla : Vesikel merupakan cairan kurang dari 1 cm ( gambar 1.6),
sedangkan bulla (blister) berukuran 1 cm atau lebih besar ( gambar 1.7). Menurut definisi,
dindingnya tipis dan tembus pandang yang dapat memvisualisasi isinya, serosa atau hemoragik.
Vesikel dan bulla muncul dari berbagai tingkat epidermis ( intra epidermal ) atau antara dermal –
epidermal ( subepidermal ) kadang meluas ke dermis.
2. Pustule : Papula yang terbatas dan terangkat pada dermis atau infundibulum yang
mengandung nanah. Eksudat purulent terdiri dari leukosit dengan atau tanpa debris, dapat
mengandung organisme atau mungkin steril. Eksudat berwarna putih, kuning, kuning kehijauan.
Pustula dapat bervariasi ukuran dan ketika di folikel rambut pustule nampak kerucut dan
mengandung rambut ditengahnya.
2. Crust menggambarkan cairan yang kering pada permukaan kulit karena adanya serum,
darah, nanah atau kombinasi. Ketika crust berbentu oval , itu menunjukan vesikel, bula atau
pustula sebelumnya. Liner crust menunjukan indikasi eksoriasi. Jenis crust lainnya termasuk
eschar yang kering warna merang – ungu tua , coklat , hitam menandakan nekrosis kulit
( Gambar 1-11) atau fibrin dengan kerak yang kuning lembut pada kulit.
3. Lichenification merupakan penebalan dan aksen garis kulit yang dihasilkan dari
penggosokan yang berulang atau goresan pada kulit. Ditemukan pada proses eksim kronis atau
proses neurogenic ( gambar 1-12)
Karakteristik lain ini adalah penentu penting untuk diferensial diagnosis. Misalnya ruam
atau lesi yang menonjol, bentuk dan distribusinya yang mengarah pada diagnosis spesifik.
2.4.1 WARNA
Karakteristik yang palinng penting selain morfologi primer adalah warna. Jenis warna
yang umum pada kulit adalah coklat ( hiperpigmentasi ) dan merah ( eritema).
1. Coklat
Warna melanin baik di dalam atau di luar melanosit. Warna coklat juga disebabkan
karena pengendapan dari hemosiderin, amyloid atau mucin. Beberapa tipe peradangan dapat
bersifat granulomatosa , histiositik, plasmacytic atau campuran. Sel mast menginduksi produksi
melanin pada bagian atas epidermis yang biasanya berwarna coklat yang focus menutupi sel
mast pada dermis. Melanin pada epidermis yang terkandung di dalam atau diluar melanosit
berwarna kecoklatan dan ketika sangat terkonsentrasi seperti beberapa nevi atau melanoma atau
keratosis seboroik berpigmen berat tampak berwarna coklat kehitaman. Melanin dalam dermis
baik dalam melanosit atau ekstraseluler berwarna coklat, abu – abu atau biru. Warna abu – abu
dihasilkan oleh “efek Tyndall” dinamai fisikawan abad ke 19 John Tyndall yang
menggambarkan transmisi gelombang ( photospectrum biru ). Perbedaan warna melanin pada
epidermal dan dermal melanin dapat dibantu dengan Wood Lamp. Apabila epidermis rusak atau
meradang melanosit akan menuju dermis, oleh karena itu banyak penyakit atau cedera epidermal
inflamasi sub akut, kronis, yang sembuh memiliki warna coklat atau abu- abu.
2. Merah
Biasanya disebut dengan eritema, merah mempunyai berbagai macam warna seperti
merah pucat, merah muda atau ungu. Apabila mengalami peradangan mengarah ke hiperemi
( pelebaran pembuluh darah ). Warna merah jenuh keunguan menunjukan hiperemi yang intens
atau hambatan pembuluh darah disebut rubor yang terlihat seperti erysipelas. Perubahan warna
dari merah jenuh hingga ungu disebabkan karena pembuluh darah ektopik yang terganggu seperti
gambar 1-13 atau ekstravasasi eritrosit ( ptekie , purpura ). Warna merah juga sering dikaitkan
dengan peradangan neutrofilik ( selulitis atau sindrom sweet ) , merah – ungu ( eritema
violaceous, gambar 1-14 ) dengan peradangan limfositik ( limfoma cutis, penyakit jaringan ikat ,
seperti lichen planus ). Peradangan pada granulomatous berwarna merah – coklat ( sarcoidosis
ditandai dengan “apple jelly” pada gambar 1-15 atau xanthogranuloma juvenile ) menjadi oranye
atau kuning ( Gambar 1-16, necrobiosis lipoidica ). Eritema paling mudah dapat divisualisasi
pada kondisi akut, pada kondisi sub akut atau kronis terutama pada epidermis akan mengalami
perubahan pigmen epidermal ke dermis sehingga warna lesi lebih coklat atau abu – abu,
perdarahan akan membuat lesi lebih ungu.
2.4.2 BENTUK DAN KONFIGURASI LESI
Bentuk menggambarkan makula, patch, papula atau plak. Konfigurasi mengacu pada
bentuk lesi primer tiap individu.
1. Annular merupakan bentuk cincin tampak tepi lesi yang mengalami perubahan warna
atau tekstur yang menonjol pada tepi. Contohnya seperti pada granuloma annulare, tinea
corporis, erythema annulare centrifugum (gambar 1-17).
9. Targetoid berbentuk seperti target, dengan bagian tengah lebih gelap dari pinggiran.
Target khas (misalnya, eritema multiforme) memiliki 3 zona: pusat merah-ungu gelap atau
kehitaman, dikelilingi oleh zona merah muda pucat, diikuti oleh tepi eritema gelap. Target
atipikal hanya memiliki 2 zona, pusat gelap atau gelap dengan tepi merah muda pucat.
Perhatikan bahwa keduanya memiliki pusat lebih gelap dibandingkan dengan zona luar. Jika
pusat lebih pucat dari zona luar disebut "annular" (Gbr. 1-21).
10. Whorled berbentuk seperti kue marmer, dengan 2 warna berbeda diselingi dalam pola
bergelombang, biasanya terlihat pada kelainan mosaik dimana sel-sel genotipe yang berbeda
diselingi. Sering dijumpai pada incontinentia pigmenti, hypomelanosis Ito, linear dan
hypermelanosis nevoid whorled).
11. Grouped/Herpetiformis adalah Lesi yang dikelompokkan bersama. Contoh klasik
adalah reaktivasi virus herpes simpleks yang dicatat sebagai vesikel yang dikelompokkan
padabasis eritematosa dan juga terlihat dengan gigitan arthropoda tertentu.
12. Scattered adalah Lesi jarang yang terdistribusi tidak teratur/ tersebar
13. Polycyclic dibentuk dari lingkaran, cincin, atau cincin yang tidak lengkap. Contoh
seperti yang terlihat pada urtikaria, cutaneous lupus erythematosus subakut (Gbr. 1-22).
3.4.3 DISTRIBUSI LESI GANDA
1. Dermatomal / Zosteriformis: Unilateral dan berbaring dalam distribusi akar saraf
aferen tulang belakang tunggal, contoh klasiknya adalah herpes zoster (Bab 165).
2. Blaschkoid : Mengikuti garis migrasi sel kulit selama embryogenesis, umumnya
berorientasi longitudinal pada tungkai dan keliling pada batang, lengkung, dijelaskan oleh Alfred
Blaschko dan menyiratkan gangguan mosaik seperti incontinentia pigmenti, inflamasi linear
epidermal nevus verrucous linear.
3. Lymphangitic dan Sporotrichoid : Berbaring disepanjang distribusi pembuluh getah
bening yang akan menyiratkan agen infeksi yang menyebar secara terpusat dari akral. Lesi
limfangitis biasanya berupa garis merah disepanjang ekstremitas karena selulitis stafilokokus
atau streptokokus. Ketika papula atau nodul individu terletak di sepanjang distribusi jaringan
limfatik, pola ini disebut "sporotrichoid" dan menunjukkan perbedaan infeksi tertentu.
4. Sun Exposed / Photodistributed: Terjadi di area yang biasanya tidak ditutupi oleh
pakaian, yaitu wajah, tangan dorsal, dan area segitiga yang berhubungan dengan pembukaan
kemeja V-neck di dada bagian atas (contohnya termasuk fotodermatitis, cutaneous lupus
erythematosus, polymorphous erupsi ringan, karsinoma sel skuamosa). Kulit yang terpapar sinar
matahari memiliki distribusi lesi yang lebih padat dibandingkan dengan kulit yang tidak terpapar
sinar matahari.
5. Sun Protected : Terjadi di daerah yang biasanya ditutupi oleh satu atau lebih lapisan
pakaian; biasanya dermatosis yang diperbaiki oleh paparan sinar matahari (seperti parapsoriasis,
mycosis fungoides).
6. Akral: Terjadi di lokasi distal, seperti di tangan, kaki, pergelangan tangan,
pergelangan kaki, telinga, atau penis.
7. Truncal: Terjadi pada batang atau badan pusat.
8. Ekstensor: Terjadi pada ekstremitas punggung, menutupi otot ekstensor, lutut, atau
siku (psoriasis adalah contoh klasik).
9. Fleksor: Melapisi otot fleksor ekstremitas, fossa antecubital dan poplitea (misalnya
dermatitis atopik masa kanak-kanak).
10. Intertriginous : Terjadi pada lipatan kulit, di mana 2 permukaan kulit bersentuhan,
yaitu aksila, lipatan inguinal, paha bagian dalam, kulit inframammary, dan di bawah pannus
perut; sering terkait dengan kelembaban dan panas yang dihasilkan di daerah ini.
11. Seborrheic : Menyukai lokasi kulit di kulit, termasuk kulit kepala, alis, janggut, dada
tengah, aksila, alat kelamin. Juga sering nikmat lipatan nasolabial dan postauricular.
12. Follicular: Papula berpusat di sekitar folikel rambut.
13. Localized : Terbatas pada satu lokasi badan.
14. Generalized : Luas, erupsi menyeluruh yang terdiri dari lesi inflamasi (merah)
disebut exanthem (ruam). Eksantem makula terdiri atas makula, eksas papula papula, eksantema
vesikel vesikula, dll.
15. Bilateral Symmetric : Terjadi dengan simetri di kedua sisi tubuh.
16. Universal: Melibatkan seluruh permukaan kulit (seperti pada eritroderma, alopecia
universalis).
4. POLA REAKSI
4. KESIMPULAN
Dalam era fotografi digital, seni dasar dan ilmu morfologi tetap penting dalam
dermatologi untuk mencapai diagnosis yang akurat dan pemahaman yang lebih dalam tentang
korelasi klinis-patologis. Seperti yang ditulis Siemens (1891–1969), “dia yang mempelajari
penyakit kulit dan gagal mempelajari lesi terlebih dahulu tidak akan pernah belajar dermatologi.”
Evaluasi yang cermat terhadap kulit dan identifikasi sistematis morfologi primer, perubahan
sekunder, dan pola reaksi sangat penting untuk seni dan ilmu diagnosis dermatologis.