Anda di halaman 1dari 37

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tenosinovitis merupakan suatu peradangan yang melibatkan tendon
dan/atau selubungnya (tendon sheath) yang mengakibatkan pembengkakan dan
nyeri. Penyebab dari pembengkakan belum jelas dapat diakibatkan oleh trauma,
penggunaan yang berlebihan dari repetitive minor trauma, strain atau infeksi
(Salter, 2008).
Ekstensor retinakulum terdiri dari 6 kompartmen dimana tendon berjalan
di bawahnya, tendon dilapisi oleh sinovium parietal dan visceral yang berfungsi
melubrikasi dan membuat tendon menjadi lembab. Gerakan yang tidak biasa atau
repetitive minor trauma menyebabkan peradangan pada sinovium yang
mengakibatkan penebalan dari selubung tendon dan stenosis dari kompartmen
yang pada akhirnya menyebabkan penekanan pada tendon. Beberapa jenis
tenosinovitis yang sering terjadi adalah trigger finger, de quervain’s tenosinovitis
dan akut flexor tenosinovitis (Salter, 2008).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana definisi, etiologi, epidemiologi, pemeriksaan fisik, diagnosa
banding, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis pada tenosinovitis?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui definisi, etiologi, epidemiologi, pemeriksaan fisik, diagnosa
banding, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis pada tenosinovitis.

1.4 Manfaat
1.4.1 Menambah wawasan mengenai penyakit bedah khususnya tenosinovitis.
1.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit bedah orthopedi.
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Tangan
2.1.1 Tulang-tulang tangan (Snell, 2006)
Tulang atau rangka terdiri dari tulang-tulang pergelangan tangan (ossa
carpi), tulang-tulang telapak tangan (ossa metacarpi) dan ruas-ruas jari tangan
(phalanges digitorum manus).
1) Ossa Carpi
Ossa carpi terdiri dari delapan buah tulang-tulang kecil yang letaknya teratur.
a) Os Scapoideum
Os scapoideum berbentuk seperti perahu dengan dataran proksimal yang
konvek dan bersendi dengan radius.
b) Os Lunatum
Os lunatum berbentuk seperti bulan sabit, dengan dataran proksimal yang
konvek untuk bersendi dengan radius.
c) Os Triquetum
Os triquetum mempunyai tiga sisi, bagian proksimal berhubungan dengan
bagian distal.
d) Os Pisiforme
Os pisiforme tulang kecil seperti biji kacang yang melekat di dataran volair
os triquetum.
e) Os Trapezium
Os trapezium mempunyai hubungan dengan os naviculare, os trapezoideum
dan dengan metacarpus I dan II.
f) Os Capitatum
Os capitatum berbentuk bulat dan panjang sehimgga disebut caput.
g) Os Hamatum
Os hamatum mempunyai bentuk seperti lidah, tulang ini berhubungan
dengan os triquetum, os capitulum dan os metacarpus II.
h) Os Trapezoideum
Os trapezoideum, os capitulum, dan os scapoideum pada os metacarpus II.
3

2) Ossa metacarpi
Ossa metacarpi terdiri dari tiga bagian yaitu basis, corpus dan capitulum.
a) Basis
Pada metacarpi nomor 1 dataran seperti pelana, basis metacarpi nomor 2
dataran sendi menghadap ke arah ulnar, basis nomor 3 dataran sendi
bersendi dengan nomor 4 dan nomor 2. Basis nomor 4, facit menghadap ke
ulnar serta basis nomor 5 hasilnya tidak bersudut tetapi membulat dengan
dataran sendi ke arah radial.
b) Corpus
Corpus berbentuk langsing dengan fasies dorsalis yang konvex dan facies
volaris yang konkaf.
c) Capitulum
Capitulum ini berbentuk membulat dan bersendi dengan phalanges.
3) Phalanges digitorum manus
Phalangis digitorum terdiri dari tiga buah phalang kecuali ibu jari terdiri dari
dua buah phalang.
a) Phalanges I
Basisnya konkaf, ujung distalnya disebut trochlia dan di tengah-tengahnya
ada sulcus sehingga terbagi menjadi dua buah condyli.
b) Phalanges II
Basisnya di tengah-tengah mempunyai crista.
c) Phalanges III
Merupakan phalang terkecil pada ujung distalnya disebut tuberositas
unguicularis.
4

Berikut gambar di bawah ini menjelaskan tentang tulang-tulang tangan:

Gambar 2.1 Tulang-tulang tangan


2.1.2 Ligamen dan Tendon
Ligamen dan tendon adalah struktur jaringan lunak yang menyambungkan
tulang ke tulang. Ligamen di sekitar sendi biasanya bergabung untuk membentuk
kapsul sendi. Sebuah kapsul sendi adalah kantung kedap air yang
mengelilingi sendi dan berisi cairan pelumas yang disebut cairan sinovial.
Pada pergelangan tangan, delapan tulang karpal dikelilingi dan didukung oleh
kapsul sendi. Dua ligamen penting mendukung sisi pergelangan
tangan. Ini adalah l i g a m e n a g u n a n . Ada jaminan ligamen
yang menghubungkan dua lengan k e  pergelangan tangan,
satu di setiap sisi pergelangan tangan (Snell, 2006).
Se p e r t i namanya, para agunan ulnaris ligamentum (UCL)
a d a l a h d i s i s i u l n a r i s  pergelangan tangan. Melintasi tepi ulnaris (sisi
yang jauh dari ibu jari) dari pergelangan tangan. Dimulai pada styloid ulnaris,
5

benjolan kecil di tepi pergelangan tangan (di sisi jauh d a r i i b u j a r i )


di mana ulna memenuhi pergelangan tangan. Ada dua bagian
u n t u k k a b e l  berbentuk UCL. Ssalah satu bagian terhubung ke berbentuk
kacang (salah satu tulang karpal kecil) dan ke ligamentum karpal transversal,
band tebal jaringan yang melintasi di depan  pergelangan tangan. Ligamen
lainnya melintasi triquetrum (tulang karpal kecil dekat sisi ulnaris pergelangan
tangan). UCL menambahkan dukungan untuk disk kecil dari tulang
rawan dimana ulna bertemu pergelangan tangan. Struktur ini disebut kompleks
fibrocartilage segitiga (TFCC) dan dibahas secara lebih rinci di bawah
ini. UCL menstabilkan TFCC dan menjaga pergelangan tangan dari
membungkuk terlalu jauh ke samping (ke arah ibu jari) (Snell, 2006).
Ligamen kolateral radial (RCL) a d a l a h p a d a s i s i i b u j a r i
pergelangan tangan. Ini dimulai pada tepi luar dari jari-jari
p a d a b e n j o l a n k e c i l y a n g d i s e b u t styloid radial. Ini menghubungkan
ke sisi skafoid, tulang karpal bawah jempol. RLC mencegah
pergelangan tangan dari membungkuk terlalu jau h ke samping (jauh
dari ibu jari). Seperti ada banyak tulang yang membentuk pergelangan
tangan, terdapat banyak ligamen yang menghubungkan d a n m e n d u k u n g
tulang. Cedera atau masalah yang menyebabkan
ligamen ini u n t u k   meregangkan atau merobek akhirnya
d a p a t m e n y e b a b k a n r a d a n g s e n d i d i p e r g e l a n g a n tangan (Snell,
2006).
Tendon merupakan jaringan fibrosa yang kuat, yang
menghubungkan otot dengan tulang. Dimana tulang merupakan bagian tubuh
yang menyokong atau memberi bentuk pada t u b u h m a n u s i a . S e d a n g k a n
otot merupakan jaringan yang terdapat pada seluruh tubuh
manusia yang berguna untuk pergerakan. Tulang dan otot tersebut
dilekatkan oleh jaringan kuat yang bernama tendon. Tendon sangatlah
kuat tetapi tidak banyak stretch. Ketika mereka menjadi rusak, tendon
bisa memakan waktu yang lama untuk sembu h. Tendinitis merupakan
peradangan pada tendon. Peradangan tersebut bisa disebabkan oleh beberapa
sebab, misalnya dikarenakan oleh regangan, olahraga yang berlebihan, luka,
6

repitisi gerakan, gerakan yang tidak biasa dan tiba-tiba. Sebagian besar
tendinitis terjadi pada usia pertengahan atau usia lanjut, karena
tendon menjadi lebih peka terhadap cedera, elastisitasnya berkurang.
Tendinitis juga terjadi  pada usia muda karena olahraga yang berlebihan atau
gerakan yang berulang-ulang (Snell, 2006).
S e l u b u n g t e n d o n j u g a d a p a t t e r k e n a
p e n y a k i t s e n d i , s e p e r t i a r t r i t i s rheumatoid,
skleroderma sistemik, gout dan sindroma reiter. Pada dewasa
m u d a y a n g menderita gonore (terutama wanita), bakteri gonokokus
bisa menyebabkan tenosinovitis (tendinitis yang disertai dengan
peradangan pada selubung pelindung di sekeliling tendon), biasanya
pada tendon di bahu, pergelangan tangan, jari tangan, pingggul, pergelangan kaki
dan kaki. Ada beberapa penyakit yang menyebabkan tendinitis, diantaranya
adalah rheumatoidartritis, gout, reiter’s syndrome, lupus dan diabetes. Orang
dengan penyakit gout ada kristal a s a m u r a t yang nampak pada
pembungkus tendon yang menyebabkan gesekan dan
robekan. Kadar kolesterol darah yang sangat tinggi juga dapat
berhubungan dengan kondisi ini. Tendon pada jari-jari melewati ligamen,
yang bertindak sebagai katrol (Snell, 2006).

Gambar 2.2 Tendon Flexor dan Extensor Jari Tangan


7

2.1.3 Otot-otot tangan (Snell, 2006).


Gerakan jari tangan terdiri dari gerakan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi
dan oposisi. Gerakan-gerakan tersebut dilakukan oleh otot-otot tangan.
1) Musculus flexor pollicis longus
Origo pada pertengahan facies anterior corpus radii dan membrana introssea
yang berdekatan. Tendon berjalan di belakang retinaculum flexorum dan
berinsersio ke basis phalang distal ibu jari. Berfungsi melakukan gerakan fleksi
phalang distal ibu jari.
2) Muskulus flexor pollicis brevis
Origo berada pada permukaan anterior retinaculum flexorum, insersio pada sisi
lateral basis phalanx proximalis ibu jari dengan fungsi melakukan gerakan
fleksi sendi metacarpophalangeal ibu jari.
3) Musculus opponens pollicis
Origo pada permukaan anterior retinaculum flexorum. Insertio pada sepanjang
pinggir lateral corpus os metacarpal I. Berfungsi untuk menarik ibu jari ke
medial dan depan melintasi tapak tangan.
4) Musculus extensor pollicis longus
Origo pada facies posterior ulna dan bagian introssea yang berdekatan.
Berinsertio ke facies posterior basis phalanx distalis ibu jari. Berfungsi untuk
melaukan gerakan extensi phalang distalis I.
5) Musculus extensor pollicis brevis
Origo pada permukaan posterior radialis dan bagian membrana introssea yang
berdekatan dan berinsersio pada facies posterior basis phalanx proximalis ibu
jari fungsi melakukan gerakan ekstensi sendi metacarpophalangeal I.
6) Musculus abductor pollicis longus
Origo di permukaan posterior corpus radii dan ulna. Insersio di basis os
metacarpal I. Fungsi untuk melakukan melakukan gerakan abduksi dan
ekstensi ibu jari.
7) Musculus adductor pollicis brevis
Origo pada os scapoideum, trapezium dan fleksor retinaculum. Insersio pada
basis phalang proximal ibu jari. Fungsi untuk melakukan gerakan adduksi ibu
jari.
8

8) Musculus abductor digiti minimi


Origo pada os pisiforme, insersio pada aponeurois dorsalis jari ke lima. Otot ini
berfungsi untuk abduksi jari kelingking.
9) Musculus digiti minimi brevis
Origo pada retinaculum flexorum dan hamulus ossis hamati, sedangkan
insertion pada phalang proximal jari ke lima. Berfungsi untuk memfleksikan
jari kelingking.
10) Musculus opponens digiti minimi
Origo pada os pisiforme, insersio pada os metacarpal (V). Berfungsi untuk
oposisi jari kelingking.
11) Musculus interossei
a) Musculus interossei dorsales
Origo bercaput dua dari ossa metacarpi (metacarpalia) I-V, insersi pada
aponeurosis dorsalis jari I-V. Berfungsi untuk mengaduksi Mm. interossei
dorsalis, mengaduksi jari ke arah palmar. Semua Mm. interossei menekuk
sendi dasar jari ke II-V dan mengektensi sendi interphalanx jari yang
bersangkutan.
b) Musculus interossei palmares
Origo pada ossa metacarpi (metacarpalia) II-V, insertio pada aponeurosis
jari II-V. fungsinya sama dengan Mm. interossei dorsales.
12) Musculus lumbricales
Origo pada tendon musculus digitorum profundus. Mm. lumbricales I dan II,
caput tunggal, Mm. lumbricales III dan IV caput ganda. Insersio pada
aponeurosis dorsalis jari jari ke 2 sampai ke 5. Fungsinya untuk menekuk
sendi dasar jari, mengekstensi sendi tengah dan ujung.
9

Gambar di bawah ini menjelaskan tentang otot tangan bagian dorsal :

Gambar 2.3 Otot-otot tangan bagian dorsal


10

Gambar di bawah ini menjelaskan tentang otot-otot tangn bagian palmar, berikut :

Gambar 2.4 Otot-otot tangan bagian palmar

2.2.4 Pembuluh darah pada tangan (Snell, 2006).


1) Vena
Jalinan vena superfisialis dapat ditemukan pada dorsum manus. Jalinan vena
ini mengalirkan darahnya ke atas, di lateral masuk ke vena cephalica dan di
medial ke vena basilica. Vena cephalica menyilang dan memutar menuju
permukaan anterior lengan bawah. Sedangkan vena basilica dapat diikuti dari
dorsum manus sekitar sisi medial lengan bawah.
11

2) Arteri
a) Arteri Radialis
Arteri radialis adalah cabang terminal yang lebih kecil dari arteri
brachialis yang berjalan di bawah tendon extensor pollicis longus memasuki
telapak tangan, kemudian bercabang menjadi arteri radialis indicis yang
mensuplai sisi lateral jari telunjuk. Sewaktu memasuki telapak tangan arteri
radialis membelok ke medial berlanjut sebagai arcus palmaris superficial.
b) Arteri Ulnaris
Arteri ulnaris juga merupakan cabang terminal yang lebih kecil dari
arteri brachialis, memasuki telapak tangan anterior memberi cabang
profunda dan berlanjut sebagai arcus palmaris superficialis yang bercabang
menjadi empat arteriole digitalis yang mensuplai sisi medial jari kelingking,
jari manis, jari tengah dan jari telunjuk .
2.2.5 Persarafan pada tangan (Snell, 2006).
1) Nervus radialis
Nervus radialis berasal dari fasiculus posterior plexus brachialis. Pada fossa
cubiti nervus radialis bercabang menjadi radialis profundus dan radialis
superficialis yang mensarafi kulit bagian ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah.
2) Nervus medianus
Nervus medianus timbul dari plexus brachialis yang berjalan sebagian besar
ke otot-otot flexor pronator dari lengan bawah sampai tangan, kemudian cabang
motorik mensarafi otot lumbricalis pertama dan otot thenar yang terletak
superficial terhadap tendon m. flexor pollicis longus. Cabang sensorik mensuplai
kulit palmar ibu jari sampai setengah jari tengah (Snell, 2004).
3) Nervus ulnaris
Nervus ulnaris merupakan cabang yang terbasar dari fasciculus medialis
plexus brachialis. Nervus ulnaris berjalan turun pada sisi medial lengan sampai di
belakang epicondylus medialis humeri dan ke bawah menelusuri sisi ulnar lengan
bawah untuk masuk ke dalam tangan. Cabang-cabang motoriknya mempersarafi
seluruh otot profunda yang kecil yang berada di sebelah medial tendo m. flexor
longus ibu jari tangan kecuali dua buah otot lumbricalis yang pertama. Cabang
sensorik mensuplai kulit jari kelingking, bagian medial tangan serta jari manis.
12

Gambar di bawah ini menjelaskan tentang persarafan pada tangan :

Gambar 2.5 Vena dan Nervus Radialis

2.2 Definisi Tenosinovitis


Tenosinovitis merupakan suatu peradangan yang melibatkan tendon
dan/atau selubungnya (tendon sheath) yang mengakibatkan pembengkakan dan
nyeri. Penyebab dari pembengkakan belum jelas dapat diakibatkan oleh trauma,
penggunaan yang berlebihan dari repetitive minor trauma, strain atau infeksi
(Scott, 1999).
Ekstensor retinakulum terdiri dari 6 kompartmen dimana tendon berjalan di
bawahnya, tendon dilapisi oleh sinovium parietal dan visceral yang berfungsi
13

melubrikasi dan membuat tendon menjadi lembab. Gerakan yang tidak biasa atau
repetitive minor trauma menyebabkan peradangan pada sinovium yang
mengakibatkan penebalan dari selubung tendon dan stenosis dari kompartmen
yang pada akhirnya menyebabkan penekanan pada tendon. Beberapa jenis
tenosinovitis yang sering terjadi adalah trigger finger dan de quervain’s
tenosinovitis (Scott, 1999).

2.3 de Quervain’s Syndrome


2.3.1 Definisi
De Quervain’s syndrome merupakan penyakit dengan nyeri pada daerah
prosesus stiloideus akibat inflamasi pembungkus tendon otot abductor pollicis
longus dan ekstensor pollicis brevis dengan jepitan pada kedua tendon tersebut
serta pergesekan yang terlalu banyak atau lama sehingga sarung tendon menjadi
radang dan menebal tetapi tendon normal. De Quervain’s Syndrome adalah suatu
bentuk peradangan yang disertai rasa nyeri dari selaput tendon yang berada di
sarung synovial, yang menyelubungi extensor pollicis brevis dan abductor pollicis
longus (Stanley, 1998). Berikut gambar tentang De Quervain’s Syndrome:

Gambar 2.6 de Quervain’s syndrome


14

2.3.2 Etiologi (Stanley, 1998).


Penyebab dari De Quervain’s syndrome belum diketahui secara pasti. Tetapi
ada beberapa faktor yang dianggap menjadi penyebab dari sindrom ini yaitu:
a. Overuse
Gerakan yang berlebihan dan terlalu dibebani pada sendi carpometacarpal
I dapat menyebabkan ruptur dan peradangan pada daerah tersebut sebagai akibat
dari pergesekan, tekanan, dan iskemia daerah persendian.
b. Trauma Langsung
Trauma langsung yang menyerang pada tendo m. abductor pollicis longus
dan m. extensor pollicis brevis dapat menyebabkan kerusakan jaringan serta
peradangan yang bisa menimbulkan reaksi nyeri.
c. Peradangan Sendi
Kerusakan persendian akibat radang dapat mengakibatkan terjadinya erosi
tulang yang terjadi pada bagian tepi sendi akibat invasi jaringan granulasi dan
akibat resorbsi osteoclast. Dan pada tendon terjadi tenosinovitis yang disertai
invasi kolagen yang dapat menyebabkan rupture tendon baik total maupun
parsial.
2.3.3 Patofisiologi
Gerakan dan pembebanan yang berlebihan menimbulkan adanya
pergesekan, tekanan, dan iskemia pada sekitar sendi carpometacarpal I, serta nyeri
pada pergelangan tangan tepatnya pada m. abductor pollicis longus dan m.
ekstensor pollicis brevis. Proses peradangan ini juga bisa mengakibatkan
timbulnya bengkak dan nyeri. Kompartemen dorsal pertama pada pergelangan
tangan termasuk pembungkus tendon yang menutupi tendon otot abduktor pollicis
longus dan tendon otot ekstensor pollicis brevis pada tepi lateral. Inflamasi pada
daerah ini umumnya terlihat pada pasien yang menggunakan tangan dan ibu
jarinya untuk kegiatan-kegiatan yang repetitif. Karena itu, de Quervain’s
syndrome dapat terjadi sebagai hasil dari mikrotrauma kumulatif (repetitif)
(Apley, 2010).
Pada trauma minor yang bersifat repetitif atau penggunaan berlebih pada
jari-jari tangan (overuse) menyebabkan malfungsi dari tendon sheath. Tendon
sheath yang memproduksi cairan sinovial mulai menurun produksi dan kualitas
15

cairannya. Akibatnya, pada penggunaan jari-jari selanjutnya terjadi pergesekan


otot dengan tendon sheath karena cairan sinovial yang berkurang tadi berfungsi
sebagai lubrikasi. Sehingga terjadi proliferasi jaringan ikat fibrosa yang tampak
sebagai inflamasi dari tendon sheath. Proliferasi ini menyebabkan pergerakan
tendon menjadi terbatas karena jaringan ikat ini memenuhi hampir seluruh tendon
sheath. Terjadilah stenosis atau penyempitan pada tendon sheath tersebut dan hal
ini akan mempengaruhi pergerakan dari kedua otot tadi. Pada kasus-kasus lanjut
akan terjadi perlengketan tendon dengan tendon sheath. Pergesekan otot-otot ini
merangsang nervus yang ada pada kedua otot tadi sehingga terjadi perangsangan
nyeri pada ibu jari bila digerakkan yang sering merupakan keluhan utama pada
penderita penyakit ini. Pembungkus fibrosa dari tendon abduktor polisis longus
dan ekstensor polisis brevis menebal dan melewati puncak dari prosesus stiloideus
radius (Apley, 2010).
2.3.4 Tanda dan Gejala Klinis
Ada beberapa tanda dan gejala klinis yang dapat kita amati dari penderita
De Quervain syndrome, antara lain:
a. Nyeri pada sekitar ibu jari
b. Bengkak pada pergelangan tangan sisi ibu jari
c. Rasa tebal-tebal pada sekitar pergelangan tangan sisi ibu jari karena syaraf yang
menempel pada selubung tendon ikut teriritasi maupun karena penjepitan
syaraf dari tendon yang membengkak
d. Adanya penumpukan cairan pada daerah yang mengalami bengkak
e. Krepitasi saat menggerakkan ibu jari
f. Persendian ibu jari terasa kaku saat bergerak
g. Adanya penurunan lingkup gerak sendi carpometacarpal (Salter, 2008).
2.3.5 Komplikasi
Rasa nyeri pada gerakan ibu jari sebagai akibat dari peradangan m.abductor
pollicis longus dan m.extensor pollicis brevis dapat menimbulkan komplikasi
berupa kelemahan otot, ruptur otot serta disuse atrofi (Apley, 2010).
2.3.6 Prognosis
Prognosis dari De Quervain’s syndrome adalah baik jika penderita sindrom
ini menjalani perawatan dengan baik dan teratur. Tetapi jika terapi konservatif
16

gagal dilakukan, maka pasien memerlukan tindakan operasi. Operasi dapat


menunjukkan hasil yang baik tetapi ada sekitar satu dari lima penderita yang
dioperasi menemukan masalah baru yang dapat berupa penurunan sensoris pada
daerah punggung tangan serta tenderness pada jaringan parut (Richardson &
Iglarsh, 1994).
2.3.7 Pemeriksaan penunjang
Tes finkelstein adalah salah satu cara untuk menentukan apakah ada
tenosinovitis dalam tendon abductor polisis longus dan ekstensor pollicis brevis.
Tesfinkelstein yang dirancang oleh Harry Finkelstein (1865-1939), seorang ahli
bedah Amerika pada tahun 1930. Cara melakukan tes ini ialah ibu jari fleksi
sampai menempel pada telapak tangan kemudian diikuti fleksi ke empat jari
dalam posisi mengepal, ibu jari berada di dalam kepalan. Pemeriksa menggerakan
tangan pasien kearah gerakan ulna deviasi. Bila positif De Quervain syndrom
maka akan terasa nyeri yg hebat di sepanjang radius distal. Berikut ini aplikasi tes
finkelstein, dapat dilihat pada gambar 2.7 di bawah ini:

Gambar 2.7 Tes Finkelstein


17

2.3.8 Diagnosis banding

Diagnosis banding dari De Quervain syndrom ini antara lain:


1. Cervical radikulopati yang biasanya keluhan berkurang bila diistirahatkan dan
bertambah bila leher digerakan. Distribusi gangguan sensorik sesuai
dermatomnya.
2. Carpal Tunnel Syndrom dimana nyeri pada tahap awal dirasakan pada
pergelangan tangan hingga menjalar sampai ke jari 1,2,3 dan setengah jari ke 4
(Brotzman dan Wilk, 2006).
2.3.9 Terapi
Tujuan terapi adalah menghilangkan atau mengurangi nyeri yang
diakibatkan oleh peradangan (Brotzman dan Wilk, 2006).
1. Hindari gerakan berlebihan pada ibu jari dan pergelangan tangan.
2. Mengistirahatkan ibu jari dan pergelangan tangan dengan menggunakan thum
spica.
3. Medikamentosa dengan menggunakan anti inflamasi non steroid.
4. Pembedahan.

2.4 Trigger Finger


2.4.1 Definisi
Trigger finger atau tenosinovitis stenosing juga dikenal dengan nama jari
yang macet dimana pasien bercerita tentang jarinya yang macet. Setelah
mengepal jari-jari yang sehat dapat diluruskan dengan mudah, tetapi jari yang
macet itu tetap berada dalam keadaan fleksi di sendi interfalangeal
proksimal. Ada kalanya dimacetnya, maka nyeri yang hebat dirasakan
dengan terdengarnya “klek” pada saat jari yang macet diluruskan secara pasif
(Stanley, 1998).
Trigger finger adalah gangguan umum yang sering terjadi dan
ditandai dimana jari y a n g d i b e n g k o k k a n t i b a - t i b a t i d a k d a p a t
d i l u r u s k a n k e m b a l i s e r t a b e r h u b u n g a n d e n g a n disfungsi dan nyeri
yang disebabkan penebalan setempat pada suatu tendo fleksor, dalam
kombinasi dengan adanya penebalan di dalam selubung tendon pada tempat yang
sama (Stanley, 1998).
18

Gambar 2.8 Trigger Finger


 
2.4.2 Epidemiologi
Trigger finger adalah penyakit yang paling sering terjadi diantara dekade ke
5 dan 6 kehidupan. Kejadiannya perempuan 6 kali lebih sering terkena
dibandingkan dengan laki -laki, meskipun alasan predileksi usia dan
jenis kelamin ini tidak sepenuhnya jelas. Faktor  risiko pemicu
terjadinnya trigger finger adalah antara 2 dan 3%, tetapi meningkat
menjadi 10% pada penderita diabetes. Insidens di penderita diabetes
terkait dengan waktu penyakit s e b e n a r n n y a , t i d a k b e r h u b u n g a n
19

d e n g a n d i a b e t e s y a n g t e r k o n t r o l . I n i j u g a t a m p a k n y a menjadi
resiko lebih tinggi terjadinnya trigger finger pada pasien dengan
karpal tunnel sindrome, penyakit de Quervain, hypothyroidism, rheumatoid
artritis, penyakit ginjal, dan amyloidosis. Jari manis adalah yang paling umum
terpengaruh, diikuti oleh jempol (memicu jari), panjang, indeks dan kecil jari pada
pasien dengan beberapa memicu angka (Richardson & Iglarsh, 1994).
2.4.3 Etiologi
Penyebab potensial trigger finger telah dapat dijelaskan, tetapi etiologi tetap
idiopatik, artinya penyebabnya tidak diketahui. Kemungkinan
disebabkan oleh trauma lokal dengan s t r e s d a n g a y a d e g e n e r a t i f .
Ada yang menghubungkan penyebab trigger finger
k a r e n a  penggunaan fleksi tangan yang terus-menerus dan pada tiap individu
sering dengan penyebab m u l t i f a k t o r . o l e h k a r e n a i t u s e r i n g d i s e b u t
d e n g a n t e n o s i n o v i t i s s t e n o s i n g ( s t e n o s a n tenovaginitis khusus
pada jari). Stenosing berarti penyempitan terowongan atau tabung
seperti struktur (selubung tendon). Tenosinovitis berarti radang tendon
(Richardson & Iglarsh, 1994).
Pasien dengan riwayat penyakit kolagen vaskular seperti rheumatoid artritis,
diabetes melitus, artritis psoriatis, amyloidosis, hipotiroid, sarkoidosis
dan pigmented vilonodular synovitis memiliki faktor resiko lebih besar
terkena trigger finger dibandingkan orang yang tidak memiliki riwayat tersebut.
Mekanisme terjadinya keadaan ini adalah adanya aktifitas -aktifitas
fisik yang berat dan berulang -ulang pada orang yang mempunyai
kecenderungan pengumpulan cairan di s e k i t a r tendon dan
sendinya seperti pasien diabetes melitus dan rheumatoid
a r t r i t i s . Pengumpulan cairan disekitar tendon ini menyebabkan
terjadinya penebalan nodule tendon (biasanya pada tendon m.fleksor
digitorum profundus) sehingga tendon yang bengkak ini bisa mengganggu
gerakan normal pada tendon. Adanya pembengkakan ini mudah sekali
tendon t e r j e p i t s e h i n g g a j a r i s u s a h u n t u k d i f l e k s i k a n ( m a c e t )
a t a u t e r k u n c i p a d a p o s i s i n y a d a n mengakibatkan jari terasa sakit
20

dan mengeluarkan suara “klik” apabila usaha lebih keras diberikan


(Richardson & Iglarsh, 1994).
Kejadian t r i g g e r f i n g e r   kongenital umumnya disebabkan oleh
adanya nodul pada tendon fleksor polisis longus.
Sementara pada orang dewasa, beberapa kasus yang
terjadi mungkin berhubungan dengan trauma berulang. Lebih dari satu
penyebab potensial telah dijelaskan, tetapi etiologi tetap idiopatik, artinya
penyebabnya tidak diketahui. Keadaan i n i s e r i n g d i s e b u t d e n g a n
tenosinovitis stenosing (stenosans tenovaginitis khusus
p a d a  jari), tapi hal ini mungkin keliru karena radang bukan fitur dominan pada
keadaan ini (Richardson & Iglarsh, 1994).
2.4.4 Patofisiologi
Tendon adalah jaringan ikat yang menghubungkan otot ke
tulang. Setiap otot memiliki dua tendon yang masing -masing
melekat pada tulang. Pertemuan tulang bersama dengan otot
membentuk sendi. Ketika otot berkontraksi, tendon akan
menarik tulang, sehingga terjadi gerakan sendi. Tendon pada
j a r i - j a r i m e l e w a t i l i g a m e n , y a n g b e r t i n d a k   sebagai katrol (Scott,
1999).
Pa d a trigger finger t e r j a d i p e r a d a n g a n d a n h i p e r t r o f i d a r i
s e l u b u n g t e n d o n y a n g semakin membatasi gerak fleksi dari tendon.
Selubung ini biasanya membentuk sistem katrol yang terdiri dari serangkaian
sistem yang berfungsi untuk memaksimal kekuatan fleksi dari tendon
dan efisiensi gerak di metakarpal. Nodul mungkin saja dapat membesar pada
tendon, yang menyebabkan tendon terjebak di tepi proksimal katrol
ketika pasien mencoba untuk meluruskan jari, sehingga menyebabkan
kesulitan untuk bergerak. Ketika upaya lebih kuat dibuat untuk
meluruskan jari, dengan menggunakan kekuatan lebih dari ekstensor
jari atau dengan menggunakan kekuatan eksternal (dengan
mengerakkan kekuatan pada jari dengan t a n g a n l a i n ) , j a r i m a c e t
yang terkunci tadi terbuka dengan menimbulkan rasa sakit
y a n g signifikan pada telapak distal hingga ke dalam aspek proksimal digit. Hal
21

yang kurang umum terjadi antara lain nodul tadi bergerak pada distal
katrol, mengakibatkan kesulitan pasien meregangkan jari (Scott, 1999).
Sebuah nodul dapat meradang dan membatasi tendon dari bagian
bawah jalur yang melewati katrol. Jika nodul terdapat pada distal
katrol, maka jari dapat macet dalam posisi yang lurus. Sebaliknya,
jika benjolan terdapat pada proksimal dari katrol, maka jari pasien
dapat macet dalam posisi tertekuk. B i a s a n y a , tendon fleksor
pada jari mampu bergerak bolak-balik di bawah
katrol penahan. Penebalan selubung tendon fleksor membatasi
mekanisme pergerakan normal. Nodul mungkin saja dapat
m e m b e s a r p a d a t e n d o n y a n g m e n y e b a b k a n t e n d o n terjebak di tepi
proksimal katrol A1 ketika pasien mencoba untuk meluruskan jari, sehingga
menyebabkan kesulitan untuk bergerak. Ketika upaya lebih kuat
dibuat untuk meluruskan jari, dengan menggunakan kekuatan lebih dari
ekstensor jari atau dengan menggunakan kekuatan eksternal (dengan
mengerahkan kekuatan pada jari dengan tangan lain), jari macet yang terkunci
tadi terbuka dengan rasa sakit yang signifikan pada telapak distal
hingga kedalam aspek proksimal digit (Scott, 1999).
Sebuah nodul dapat meradang dan membatasi tendon dari bagian bawah
jalur y a n g m e l e w a t i k a t r o l A 1 . J i k a n o d u l t e r d a p a t p a d a
d i s t a l k a t r o l A 1 ( s e p e r t i y a n g ditunjukkan dalam gambar ini),
maka jari dapat macet dalam posisi yang lurus. Sebaliknya,  jika
benjolan terdapat pada proksimal dari katrol A1, maka jari pasien dapat macet
dalam posisi tertekuk (Scott, 1999).
2.4.5 Manifestasi Klinis
Diagnosa dibuat secara eksklusif dengan anamnesa yang
menyeluruh dan pemeriksaan fisik. Trigger finger dapat mengenai lebih dari
satu jari pada satu waktu, meskipun biasanya l e b i h s e r i n g t e r j a d i p a d a i b u
j a r i , t e n g a h , a t a u j a r i m a n i s . Trigger finger biasanya lebih menonjol
di pagi hari atau saat memegang obyek dengan kuat. Gejala ini muncul
biasanya dimulai tanpa adanya cidera. Gejala -gejala ini
termasuk adanya benjolan kecil, nyeri di telapak tangan, pembengkakan, rasa
22

tidak nyaman di jari dan sendi. Kekakuan akan bertambah jika pasien tidak
melakukan aktivitas, misalnya saat anda  bangun pagi. Dan kadang kekakuan
akan berkurang saat melakukan aktivitas. Kadang-kadang jika tendon terasa bebas
bisa bergerak tegak akan dirasakan sendi seperti terjadi dislokasi /pergeseran
sendi. Pada kasus-kasus yang berat jari tidak dapat diluruskan bahkan
dengan bantuan. Pasien dengan diabetes biasanya akan terkena lebih parah (Scott,
1999).
Pada tingkat sendi palmaris distal, nodul bisa teraba
lembut, biasanya di atas sendi metakarpofalangealis (MCP).
Jari yang terkena bisa macet dalam posisi menekuk atau
(kurang biasa) posisi diperpanjang. Ketika pasien berusaha
untuk memindahkan angka lebih kuat melampaui pembatasan, angka mungkin
cepat atau memicu melampaui pembatasan. Trigger finger dapat sangat
menyakitkan bagi pasien. Dalam kasus yang parah, pasien tidak mampu untuk
menggerakkan jari yang melampaui rentang gerak. Pada ibu jari yang
macet, pada palpasi yang lembut dapat ditemukan nodul pada aspek
palmar sendi MCP pertama dari sendi palmaris distal (Scott, 1999).

Gambar 2.9 Trigger Finger


23

2.4.6 Faktor Resiko (Scott, 1999).


 Pergerakan berulang (repeated gripping)
Misalnya: pada pemain alat musik
 Penyakit penyerta (Certain health problems)
Misalnya: rheumatoid arthritis, diabetes, hypothyroidism, amyloidosis dan
infeksi tuberkulosis
 Jenis Kelamin
Lebih sering pada wanita
2.4.7 Diagnosis
Secara umum penegakan diagnosis pada Trigger Finger cukup dengan
pemeriksaan fisik s a j a , t i d a k a d a t e s l a b o r a t o r i u m y a n g d i p e r l u k a n
dalam diagnosis jari macet. Jika ada kecurigaan tentang
kondisi, adanya diagnosis yang terkait, seperti diabetes,
r h e u m a t o i d arthritis atau penyakit lain pada jaringan ikat, antara lain,
hemoglobin glikosilasi (HgbA1c), gula darah puasa atau faktor rheumatoid harus
diperiksa. Secara umum, tidak ada pencitraan yang diperlukan dalam kasus jari
macet. Tidak ada tes lebih lanjut yang biasanya diperlukan (Stanley, 1998).
2.4.8 Pemeriksaan Fisik
ROM (Range of Motion) adalah jumlah maksimum gerakan
yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan
tubuh, yaitu sagital, transversal d a n f r o n t a l . P o t o n g a n s a g i t a l
a d a l a h g a r i s y a n g m e l e w a t i t u b u h d a r i d e p a n k e  belakang,
membagi tubuh menjadi bagian kiri dan kanan. Potongan frontal melewati
tubuh dari sisi ke sisi dan membagi tubuh menjadi
bagian depan ke b e l a k a n g . P otongan transversal adalah garis
horizontal yang membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah (Stanley, 1998).
1. Finkelstein Test
Dilakukan untuk mendeteksi adanya de Quervain atau
Hoffman disease atau dikenal juga dengan nama styloditis radial. Pada
kondisi ini terjadi peradangan pada tendon. Finkelstein dengan cara
pasien mengepalkan tangannya, dimana ibu jari dili puti oleh jari-
jari lainnya selanjutnya pemeriksa menggerakkan wrist pasien
24

kearah ulnar deviasi (Abduksi ulnar). Positif jika timbul nyeri yang
hebat pada kedua tendon otot tersebut tepatnya pada prosesus styloideus
radial. Yang memberikan indikasi adanya tenosinovitis pada ibu jari.

Gambar 2.10 Tes Finkelstein


2. Test Phalen
Apabila terdapat penyempitan pada terowongan karpal dipergelangan
tangan bagian volar yang dilintasi cabang nervus madinus, maka
penekukan di wrist joint akan menimbulkan rasa nyeri atau parestisia
dikawasan n. medianus.  P e m e r i k s a a n i n i d i l a k u k a n d e n g a n c a r a
p a l m a r f l e k s i k e d u a w r i s t , l a l u s a l i n g tekankan kedua dorsum
manus satu dengan lainnya sekuat-kuatnya. Tangan yang merasakan nyeri
atau kesemutan memberi indikasi bahwa terowongan k a r p a l t e r s e b u t
menyempit. Selain cara tersebut diatas tes phalen dapat
p u l a dilakukan dengan cara pergelangan tangan dipertahankan selama kira-
kira setengah menit dalam posisi palmar fleksi penuh, Jika posisi ini
dipertahankan cukup lama, pada setiap orang akan timbul rasa kesemutan,
akan tetapi pada sindrom terowongan karpal rasa kesemutan akan timbul
dalam waktu yang sangat singkat, pasti dalam w a k t u 3 0 d e t i k ,
terkadang parestesia baru timbul saat pergelangan
t a n g a n digerakkan kembali dari posisi palmar fleksi maksimal.
25

Gambar 2.11 Phalen’s Test


3. Tes Tinel Terowongan Karpal
Tes ini dilkukan dengan cara melakukan
pengetokan+penekanan pada ligamentum vo l a r e pergelangan
tangan atau pada n.medianus akan menimbulkan nyeri kejut
didalam tangan serta arestesia dikawasan n.medianus apabila
terowongan karpal menyempit seperti halnya dengan sindrom karpal
tunnel, meskipun didalam praktek tes ini tidak selalu positif.

Gambar 2.12 Tinel’s Test


4. Circle Formation
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa fungsi
n.medianus. Caranya posisi ibu jari kejari telunjuk sehingga membentuk
26

huruf O, jika tidak dapat dilakukan gerakan tersebut indikasi kelemahan pada
otot interossei anterior, FDP dan FPL.
6. Froment’s Sign
Dalam hal ini pasien mencoba untuk memegang selembar kertas
diantara ibu jari dan jari telunjuk, ketika pemeriksa mencoba untuk menarik
kertas tersebut keluar phalangs terminal ibu jari fleksi, hal ini disebabkan
karena paralysis dari otot adduktor pollisis yang memberi indikasi tes positif.
Tes ini memberi indikasi paralysis nervus ulnaris.

Gambar 2.13 Froment’s Sign


7. Allen Test
Pasien diminta untuk membuka dan menutup tangan beberapa kali
secepat mungkin. Ibu jari dan jari tangan pemeriksa diletakkan
diatas arteri radial dan arteri ulnar, selanjutnya pasien diminta
untuk membuka tangan sementara penekanan diatas a r t e r i t e t a p
dilakukan. Satu arteri yang ditest dibebaskan untuk
m e l i h a t a l i r a n darahnya. Demikian pula dengan arteri lainnya.
Kedua tangan diperiksa dan bandingkan. Test ini untuk mengetahui paten
dari arteri radial dan arteri ulnaris dan untuk mengetahui pembuluh darah
arteri yang banyak mensuplai tangan.
27

Gambar 2.14 Allen Test


2.4.9 Pemeriksaan Penunjang (Stanley, 1998).
 HgbA1c
 GDA
 Rheumatoid faktor
2.4.10 Diagnosa Banding (Stanley, 1998).
1. de Quervain syndrom 
Nyeri yang terasa di pergelangan tangan sering disebabkan oleh
tenosinovitis. Pada sisi radial terjadi tendovaginitis otot abduktor pololis
longus, yang dikenal dengan sebagai tenosinovitis de Quervein dan
pada sisi ulnar dapat dijumpai tendonvaginitis otot ekstensor  karpi
ulnaris. Kedua jenis peradangan itu merupakan manifestasi arthritis rheumatoid.
Pada bagian dorsal pergelangan tangan sinovitis rheumatoid dapat
membangkitkan benjolan dit e n g a h - t e n g a h l i g a m e n t u m k a r p i d o r s a l
d i a t a s o s n a v i k u l a r d a n l u n a t u m . S i n o v i t i s d i  pergelangan tangan
selalu menimbulakan nyeri tekan, nyeri gerak aktif dan nyeri
gerak i s o m e t r i k . Karena itu, maka pergelangan
t a n g a n t i d a k d a p a t d i s t a b i l k a n s e c a r a kuat, sehingga
tenaga pengepalan tidak kuat dan tangan sukar diluruskan pada
pergelangan tangan.
Pada tenosinovitis de Quervein nyeri tekan di dapat
p a d a p e n e k a n a n d i p r o s e s u s stiloideus radii. Gerakan pasif ibu jari tidak
membangkitkan nyeri. Sebaliknya gerakan aktif dan isometrik menimbulkan nyeri
yang hebat.
28

2. Carpal Tunnel Syndrome 


Carpal tunnel syndrome (CTS) atau sindroma terowongan karpal (STK)
adalah salah satu gangguan pada lengan tangan karena terjadi
penyempitan pada terowongan karpal, baik  akibat edema fasia pada
terowongan tersebut maupun akibat kelainan pada tulang -tulang kecil
tangan sehingga terjadi penekanan terhadap nervus medianus
dipergelangan tangan. Ca r p a l Tunnel Syndrome diartikan
sebagai neuropati tekanan saraf medianus dalam
terowongan karpal di pergelangan tangan dengan kejadian yang saling sering,
bersifat kronik d a n d i t a n d a i d e n g a n n y e r i t a n g a n p a d a m a l a m
hari, parestesia jari-jari yang mendapat innervasi dari saraf
medianus, kelemahan dan atrofi otot thenar. Gejala klinis CTS menurut (Grafton,
2009) adalah sebagai berikut:
1. Mati rasa, rasa terbakar atau kesemutan di jari-jari dan telapak tangan.
2. Nyeri di telapak, pergelangan tangan atau lengan bawah, khususnya selama
penggunaan.
3. Penurunan cengkeraman kekuatan.
4. Kelemahan dalam ibu jari.
5. Sensasi jari bengkak (ada atau tidak terlihat bengkak).
6. Kesulitan membedakan antara panas dan dingin.
29

Gambar 2.15 Carpal Tunnel Syndrome


2.4.11 Penatalaksanaan (Richardson & Iglarsh, 1994).
a. Terapi Farmakologi
 Pengobatan NSAID
Berikan pengobatan non steroid seperti aspirin, ibuprofen, naprosyn, atau
ketoprofen.
 Injeksi Korstikosteroid
Injeksi kortikosteroid untuk pengobatan trigger finger telah dilakukan sejak
1953. Tindakan ini harus dicoba sebelum intervensi bedah karena sangat
efektif (hingga 93%), terutama pada pasien non-diabetes dengan onset
baru-baru ini terkena gejala dan satu digit dengan nodul teraba. Hal ini
diyakini bahwa injeksi kortikosteroid kurang berhasil pada pasien
dengan penyakit lama (durasi > 6 bulan), diabetes mellitus dan keterlibatan
beberapa digit karena tidak mampu untuk membalikkan perubahan
metaplasia chondroid yang terjadi pada katrol A 1 . Injeksi
diberikan secara langsung ke dalam selubung
tendon. Namun, laporan menunjukkan bahwa injeksi ekstra
synovial mungkin efektif, sambil mengurangi risiko tendon rupture (pecah).
30

Pecah tendon adalah komplikasi yang sangat jarang, hanya satu kasus yang
dilaporkan. Komplikasi lain termasuk atrofi kulit, nekrosis
l e m a k , h i p o p i g m e n t a s i k u l i t sementara elevasi glukosa serum pada
penderita diabetes dan infeksi. Jika gejala tidak hilang s e t e l a h i n j e k s i
pertama atau muncul kembali setelah itu, suntikan kedua
b i a s a n y a l e b i h mungkin untuk berhasil sebagai tindakan awal.
b. Terapi Non-Farmakologi
 Kompreskan es selama lima sampai lima belas menit pada
daerah yang bengkak dan nyeri.
 Hindari aktifitas yang mengakibatkan tendon mudah teriritasi, seperti
latihan jari yang berulang-ulang.
 Splinting
Tujuan splinting adalah untuk mencegah gesekan yang
disebabkan oleh pergerakan t e n d o n f l e k s o r m e l a l u i k a t r o l
A1 yang sakit sampai hilangnya peradangan. Secara
umum splinting merupakan pilihan pengobatan yang tepat pada
pasien yang menolak atau ingin menghindari injeksi
kortikosteroid. Sebuah studi pekerja manual dengan
interfalangealis distal (DIP) di splint dalam
ekstensi penuh selama 6 minggu menunjukkan
pengurangan gejala pada lebih dari 50% pasien. Dalam studi lain, splint
sendi MCP di 15 derajat fleksi (meninggalkan sendi PIP dan DIP bebas)
yang ditampilkan untuk memberikan resolusi gejala di 65% dari pasien
tindak lanjut. Untuk pasien yang paling terganggu oleh gejala mengunci di
pagi hari, splinting sendi PIP pada malam hari dapat menjadi efektif.
Splinting menghasilkan tingkat keberhasilan yang lebih rendah pada
pasien dengan gejala trigger finger yang berat atau lama.
31

Gambar 2.16 Teknik Splint


 Pembedahan
Tindakan pembedahan dinilai sangat efektif pada trigger finger.
Indikasi untuk perawatan bedah umumnya karena kegagalan perawatan
konservatif untuk mengatasi rasa sakit dan gejala. Waktu operasi agak
kontroversial dengan data yang menunjukkan pertimbangan  bedah
setelah kegagalan baik tunggal maupun beberapa suntikan kortikosteroid.
Tindakan pembedahan ini pertama kali diperkenalkan
o l e h L o r t h i o i r p a d a t a h u n 1958. Fungsi operasi biasanya
bertujuan melonggarkan jalan bagi tendon yaitu dengan c a r a
membuka selubungnya. Dalam penyembuhannya, kedua
ujung selubung yang digunting akan menyatu lagi, tetapi akan
memberikan ruang yang lebih longgar, sehingga tendon akan bisa bebas
keluar masuk. Dalam prosedur ini, sendi MCP adalah hyperekstensi dengan
telapak ke atas, sehingga membentang keluar katrol A 1 dan
pergeseran struktur n e u r o v a s k u l a r bagian punggung.
Setelah klorida dan etil disemprotkan lidokain
disuntikkan untuk manajemen nyeri, jarum dimasukkan melalui
kulit dan ke katrol A1. T i n g k a t k e b e r h a s i l a n t e l a h d i l a p o r k a n
l e b i h d a r i 9 0 % d e n g a n p r o s e d u r i n i , n a m u n  penggunaan teknik
ini berisiko cedera saraf atau arteri.
32

Gambar 2.17 Metode Pembedahan


 Fisioterapi
Fisioterapi membantu menghilangkan masalah-masalah bengkak, nyeri, dan
kekakuan g e r a k p a d a b a g i a n - b a g i a n t a n g a n y a n g l a i n , d i m a n a
t i d a k b i s a d i h i l a n g k a n d e n g a n tindakan operasi.
2.4.12 Komplikasi
Komplikasi potensial utama jari memicu nyeri dan
p e n u r u n a n p e n g g u n a a n fungsional dari tangan yang terkena. Potensi
komplikasi injeksi kortikosteroid adalah sebagai berikut (Richardson & Iglarsh,
1994):
33

 Injeksi
Penggunaan teknik steril dapat meminimalkan masalah ini.
 Pendarahan
Ini dapat diminimalkan dengan menerpkan tekanan langsung
segera setelah prosedur tersebut. Perhatian harus
d i l a k u k a n s e b e l u m s u n t i k p a s i e n dengan gangguan pendarahan.
 Melemahnya tendon
Ini meningkatkan risiko ruptur tendon berikutnya,
kemungkinan yang menjadi perhatian khusus jika suntikan dilakukan salah
(khusus, jika injeksi ini dikelola ke tendon itu sendiri bukan
hanya dalam selubung tendon). Risiko dapat meningkat dengan
beberapa suntikan, namun setidaknya beberapa peneliti klinis
(misalnya Anderson dan Kaye) tidak menemukan episode rupture tendon
setelah injeksi kortikosteroid untuk kondisi ini, bahkan dengan suntikan
ulang.
 Atrofi lemak yang terjadi secara lokal di tempat suntikan atrofi semacam
itu dapat terjadi jika kortikosteroid yang
d i s u n t i k k a n k e d a l a m j a r i n g a n s u b k u t a n . Komplikasi
ini dapat menyebabkan depresi kosmetik di kulit.
 Infiltrasi saraf dan cedera saraf berikutnya
Komplikasi ini jarang terjadi, bisa dipantau oleh sensasi menilai seluruh
digit.
2.4.13 Prognosis
Prognosis pada trigger finger  s a n g a t b a i k , k e b a n y a k a n p a s i e n
m e r e s p o n t e r h a d a p injeksi kortikosteroid dengan atau tanpa bebat
terkait. Beberapa kasus jari macet mungkin d a p a t sembuh
secara spontan dan kemudian terulang kembali
tanpa korelasi y a n g  jelas dengan pengobatan atau faktor
memperburuk (Richardson & Iglarsh, 1994).
34

2.5 Akut Flexor Tenosinovitis


2.5.1 Definisi
Flexor tenosinovitis adalah suatu keadaan dimana terjadi ketidaknormalan
pada flexor tendon di tangan, pada kasus akut disebabkan karena infeksi tetapi
bisa juga flexor tenosinovitis merupakan suatu peradangan kronis dari diabetes,
arthritis atau overuse (Stenley, 1998).
2.5.2 Tanda dan Gejala (Stenley, 1998).
Pasien dengan luka penetrasi datang dengan sakit kemerahan pada tangan
dan demam. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya 4 tanda dari kanavel, yaitu:
1. Jari dalam posisi sedikit fleksi
2. Bengkak dalam bentuk fusiform
3. Nyeri tekan sepanjang flexor tendon sheath
4. Nyeri pada saat dilakukan pasif fleksi jari
Gejala Kanavel ada bberapa yang tidak terlihat, seperti pada keadaan:
1. Pemberian antibiotika segera
2. Kondisi yang snagat dini
3. Status Immunocomprised
4. Infeksi kronik
2.5.3 Etiologi (Stenley, 1998).
Penyebab utama adalah penetrating trauma, yang paling sering karena
infeksi streptococcus aureus. Penyebab lain:
- Luka gigitan : hemophilus spesies, bakteri anaerob dan gram negative
- Penyebaran melalui darah : mycobacterium tuberkulosa, niseria gonorrhea
- Pseudomonas aerigonosa
2.5.4 Patofisiologi (Stenley, 1998).
Infeksi flexor tendon adalah suatu infeksi pada bagian tertutup sheats dan
jari telunjuk, jari tengah dan jari manis yang berjalan diatas carpal neck pada level
annular pertama (A1). Infeksi pada jari dapat menyebar ke tangan dan
pergelangan tangan, infeksi bisa menyebar ke fascia space hand, struktur tulang
yang berdekatan atau sinovial joint space dapat pula menembus lapisan kulit dan
keluar.
35

2.5.5 Pemeriksaan Laboratorium (Stenley, 1998).


1. Leukosit
Meningkat pada keadaan infeksi proksial atau adanya keterlibatan sitemik,
leukosit tidak meningkat pada keadaan infeksi yang non supuratif, pada fase
akut akan terjadi pergeseran ke kiri, pada pasien dengan immunocompromise
tidak terjadi peningkatan leukosit.
2. LED
Dapat meningkat pada kasus ini dapat menetap pada kasus non supuratif.
3. Histologi
Pada pemeriksaan histopatologi dan sinovial biopsi didapatkan inflamasi baik
akut maupun kronik.
2.5.6 Tatalaksana (Stenley, 1998).
Pada pasien yang datang dengan keadaan sangat dini, pemberian antibiotik
secara intravena memberikan hasil yang baik. Antibiotik yang diberikan antara
lain:
1. Cefazolin 1-2 gram IV setiap 6 atau 8 jam
2. Clindamisin 600-900 mg IV tiap 8 jam
3. Ampicilin Surbactam 1,5 gram IV tiap 8 jam
Lakukan splinting pada safe posisi, elevasi segera setelah infeksi
terkontrol dan rehabilitasi dengan digital range of motion exercise segera setelah
infeksi terkontrol.
Menurut Michon, penanganan berdasarkan klasifikasi sebagai berikut:
Status Infeksi Karakteristik Terapi
Grade I Peningkatan cairan pada Irigasi dengan kateter.
sheat terutama exudat
serosa.
Grade II Cairan purulen, Minimal invasive
granulomatus synovium. drainage indwelling
kateter irigation.
Grade III Tendon nekrosis, pulley Ekstensif open
nekrosis atau nekrosis debridement dengan
dari tendon sheath. kemungkinan amputasi.
BAB III
PENUTUP
36

3.1 Kesimpulan
Tenosinovitis merupakan suatu peradangan yang melibatkan tendon
dan/atau selubungnya (tendon sheath) yang mengakibatkan pembengkakan dan
nyeri. Penyebab dari pembengkakan belum jelas dapat diakibatkan oleh trauma,
penggunaan yang berlebihan dari repetitive minor trauma, strain atau infeksi.
Beberapa jenis tenosinovitis yang sering terjadi adalah trigger finger, de
quervain’s tenosinovitis serta akut flexor tenosinovitis.
Kelainan ini cukup diketahui dari anamnesa dan pemeriksaan fisik, jarang
dilakukan pemeriksaan penunjang seperti foto x-ray. Penatalaksanaan pada kasus
ini dapat berupa farmakologi, non farmakologi maupun pembedahan.

3.2 Saran
Setelah mengkaji referat ini disarakan kepada pembaca maupun penulis
untuk menambah wawasan lebih dalam lagi melalui sumber-sumber lain yang
lebih relevan terutama pada kasus tenosinovitis dan tatalaksana lanjut pada
kelainan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
37

Apley, G.A and Solomon, L. 2010. Apley’s System of Orthopaedics and


Fractures. 9th ed. London: Hodder Arnold.
Brotzman, B dan Wilk, E. K. 2006. Clinical Orthopedic Rehabilitation. 3rd ed.
Philadelphia: Moshy Affiliate Of Elsevier Science.
Richardson, Iglarsh ; Clinical Orthioedic Physical Therapy ; Toronto, WB
Sounders Co., 1994,halaman 348-393.
Salter R.B. Fractures and Joint Injuries-General Features. Dalam : Johnson EP,
penyunting. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal
System, Pennsylvania : Williams & Wilkins, 2008: 417-97.
Scott W Wolf, Tenosinovitis in Green’s Operative Hand Surgery, 4th Edition.
Churchill Livingstone, 1999.
Snell, Richard S. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran, ahli bahasa Liliana
Sugiarto, editor edisi bahasa Indonesia Huriawati Hartanto (et al). 6th ed.
Jakarta: EGC 2006.
Stenley Hoppenfeld Orthopaedic Dictionary, JP Lippincott Company, 1998.

Anda mungkin juga menyukai