Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH TERSTRUKTUR

Penyakit Akibat Kerja pada Sistem Integumen (Kulit)

Dosen Pembimbing:

dr. Dewi Martha Indria, M.Kes., IBCLC

Oleh Kelompok 2:

1. Eka Dewi Mayasari 21501101026


2. Delima Devy Mauwalla 21501101029
3. Brillian Nur Muhammad 21601101014
4. Astri Ocvitasari 21601101015
5. Sita Az-Zahra Mubarika 21601101018
6. Ilma Zulfa Fatmawatika 21601101019
7. Arina Amalina Nafadiaz 21601101055
8. Salsabilla Sahara 21601101056
9. Audyla Sri Putri 21601101064
10. Syafira Inayah Puteri Agustina 21601101079
11. Isna Aulia ZamZamy 21601101080
12. Yorda Liosa Aditama 21601101081
13. Mohammad Alfian Akrama A.R. 21601101109
14. Juvinta Diva Fabiola 21601101110
15. Chusnul Kotimah 21601101111

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2019
2
KATA PENGANTAR

Assalam’ualaikum Wr.Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya.

Dan kami juga berterimakasih kepada dr. Dewi Martha Indria, M.Kes., IBCLC selaku
dosen pembimbing dalam tugas makalah terstruktur dengan judul “Penyakit Akibat Kerja
pada Sistem Integumen (Kulit)”. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan.

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan
dari perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami maupun orang yang
membacanya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Malang, 28 Oktober 2019

Penyusun

Kelompok 2
3
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………… 2

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………….. 3

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ……………………………………………………..………. 4


1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………..………… 5
1.3 Tujuan ……………………………………………………………..……….. 5
1.4 Manfaat .……………………………………………………………..……… 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Penyakit Kulit Akibat Kerja (PKAK) ……………………………. 6

2.2 Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya Penyakit Kulit Akibat Kerja
(PKAK) ................................................................................................................... 7

2.3 Jenis pekerjaan yang dapat menyebabkan Penyakit Kulit Akibat Kerja (PKAK).... 9

2.4 Macam-macam Penyakit Kulit Akibat Kerja (PKAK) dan tatalaksana yang diberikan
kepada pekerja Penyakit Kulit Akibat Kerja (PKAK) ............................................. 11

2.5 Pencegahan pada kasus Penyakit Kulit Akibat Kerja (PKAK) ................................ 18

2.6 Pelayanan pada pekerja yang mengalami Penyakit Akibat Kerja (PAK) ................ 19

BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan ……………….……………………………………………………… 21

3.2 Saran ……………….…………………………………………………………….. 21

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………….. 22


4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lingkungan kerja dikaitkan dengan segala sesuatu yang berada di sekitar


pekerja atau yang berhubungan dengan tempat kerja yang dapat mempengaruhi pekerja
dalam melaksanakan tugas yang dibebankan padanya. Dimana salah satu masalah utama
dalam bidang kesehatan kerja adalah gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja yakni
Penyakit Akibat Kerja (Suma’mur, 2009).

Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja (Permennaker No. Per. 01/Men/1981). Berat ringannya
penyakit dan cacat tergantung dari jenis dan tingkat sakit, namun karena telatnya
penanganan dan kesadaran akan PAK membuatnya sering kali menyebabkan cacat yang
berat sehingga penanganan segera dan pencegahan mengenai PAK sangat diperlukan.
Penyebab dari PAK sendiri diakibatkan oleh berbagai faktor dalam pekerjaan, namun
seiring dengan perkembangan zaman, adanya kemajuan di bidang industri juga dapat
meningkatkan risiko terjadinya penyakit akibat kerja (PAK) atau Occupational Diseases.
PAK sangat perlu untuk diperharikan karena orang yang mengalami PAK akan sangat
berdampak pada dirinya sendiri yakni munurunnya produktifitas individu tersebut,
dimana tidak hanya menyebabkan penurunan kualitas individu tapi juga dapat
menyebabkan penurunan produktifitas perusahaan (Anies, 2005).

Salah satu jenis penyakit akibat kerja (PAK) terbanyak adalah penyakit kulit
akibat kerja (PKAK). Penyakit kulit akibat kerja (PKAK) merupakan suatu peradangan
kulit yang diakibatkan oleh pekerjaan sesorang, dimana penyakit akibat kerja ini biasanya
terdapat di daerah industri, pertanian dan perkebunan. dengan prevalensi kasus tertinggi
yaitu sebesar 50% adalah dermatitis kontak yang bersifat nonalergi atau iritan ).
Gangguan kesehatan ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada para pekerja yang
dapat mempengaruhi produktivitas kerja sehingga dapat mempengaruhi produktivitas
industri secara keseluruhan. Berdasarkan uraian diatas, pembahasan mengenai kesehatan
dan keselamatan kerja perlu menjadi fokus perhatian saat ini. Hal ini diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan terhadap penyakit kulit akibat kerja
(PKAK) (Djuanda, 2007 dan Kosasih, 2004).
5
1.2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Penyakit Kulit Akibat Kerja (PKAK)?


2. Apa saja faktor yang dapat menyebabkan terjadinya Penyakit Kulit Akibat Kerja
(PKAK)?
3. Apa saja jenis pekerjaan yang dapat menyebabkan Penyakit Kulit Akibat Kerja
(PKAK)?
4. Apa saja macam-macam Penyakit Kulit Akibat Kerja (PKAK) dan bagaimana
tatalaksana yang diberikan kepada pekerja Penyakit Kulit Akibat Kerja (PKAK)?
5. Bagaimana pencegahan pada kasus Penyakit Kulit Akibat Kerja (PKAK)?
6. Apa pelayanan pada pekerja yang mengalami Penyakit Akibat Kerja (PAK)?
1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari Penyakit Kulit Akibat Kerja


2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya PKAK
3. Untuk mengetahui jenis pekerjaan yang dapat menyebabkan PKAK
4. Untuk mengetahui berbagai macam penyakit kulit yang timbul akibat kerja dan
tatalaksana yang diberikan kepada pekerja PKAK
5. Untuk mengetahui pencegahan pada kasus PKAK
6. Untuk mengetahui pelayanan pada pekerja yang mengalami PAK
1.4. Manfaat

Dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu, pengetahuan dan wawasan mengenai


Penyakit Kulit Akibat Kerja (PKAK) mulai dari faktor penyebab, jenis pekerjaan yang
sering menyebabkan PKAK, macam-macam PKAK, sampai tatalaksana dan
pencegahannya.
6
BAB II

2.1 Pengertian Penyakit Kulit Akibat Kerja (PKAK)


Kulit adalah bagian tubuh manusia yang cukup sensitif terhadap berbagai macam
penyakit. Penyakit kulit bisa disebabkan dari banyak faktor, diantaranya faktor
lingkungan dan kebiasaan sehari-hari. Lingkungan yang sehat dan bersih akan membawa
efek yang baik bagi kulit, demikian juga sebaliknya. Salah satu yang harus diperhatikan
adalah lingkungan kerja bila tidak dijaga dengan baik akan menyebabkan sumber dari
penyakit kulit (Djuanda, 2007).
Pembangunan di Indonesia sedang menuju industrialisasi, artinya industri
merupakan sarana untuk menunjang pembangunan. Hasil positif yang diperoleh diiringi
dengan dampak negatif dari proses industrialisasi itu sendiri yaitu berupa berbagai
gangguan kesehatan akibat kerja. Salah satu penyakit akibat kerja itu adalah penyakit kulit
akibat kerja (PKAK). Gangguan kesehataan berupa PKAK akan mengurangi kenyamanan
dalam melakukan tugas dan akhirnya akan mempengaruhi proses dari produksi seseorang
yang nantinya akan berdampak pada produksi secara keseluruhan. Di Indonesia PKAK
belum mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah atau pemimpin dari perusahaan
meskipun jenis dan tingkat prevalensinya cukup tinggi. Penyakit kulit akibat kerja adalah
keadaan abnormal dari kondisi kulit karena adanya kontak dengan substansi atau
berhubungan dengan proses yang ada di lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja biasanya
terdapat di daerah industri, pertanian dan perkebunan (Kosasih, 2004).
Variasi penyakit kulit di setiap perusahaan sangat berbeda, karena setiap
perusahaan atau industri mempunyai proses produksi, lingkungan dalam perusahaan serta
bahan yang digunakan di setiap perusahaan berbeda beda. Untuk itu perlu kejelian dan
keterampilan petugas kesehatan termasuk dokter perusahaan untuk menilai dan melihat
proses produksi dalam perusahaan tersebut yang mungkin dapat menimbulkan PKAK (FK
UI, 2004).
Penyakit kulit akibat kerja (PKAK) meliputi :

No Daftar Penyakit Kompetensi


1. Vulnus Laseratum 4A
2. Vulnus Punctum 4A
3. Luka Bakar Derajat 1 & 2 4A
4. Dermatitis Kontak Iritan 4A
5. Urtikaria Akut 4A
6. Vitiligo 3A
7

7. Dermatitis Kontak Alergika 3A


8. Urtikaria Kronis 3A
9. Vulnus Perforatum 3B
10. Vulnus Penetratum 3B
11. Luka Bakar Derajat 3 & 4 3B
12. Luka Akibat Bahan Kimia 3B
13. Psoriasis Vulgaris 2
14. Psoriasis Seboroik 2
15. Squamous Cell Carcinoma 2
16. Basal Cell Carcinoma 2
17. Lupus Eritematosis Sistemik 2
18. Melanoma Maligna 1
(SKDI, 2012)
2.2 Faktor yang Menyebabkan Penyakit Kulit Akibat Kerja
2.2.1 Faktor Internal
a. Usia
Kulit manusia mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia. Sehingga kulit
kehilangan lapisan lemak diatasnya dan menjadi lebih kering. Kekeringan pada kulit
ini memudahkan bahan kimia untuk menginfeksi kulit, sehingga kulit menjadi lebih
mudah terkena dermatitis (Retnoningsih, 2017).
b. Pengetahuan
Pengetahuan sangat penting dimiliki oleh pekerja, karena mengenali dan memahami
substansi-substansi yang dapat membahayakan kesehatan pekerja akan menghindarkan
atau mengurangi risiko munculnya penyakit akibat kerja (Retnoningsih, 2017).
c. Kebersihan Perorangan (Personal Hygiene)
Personal hygiene merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
penyakit dermatitis. Kesalahan dalam melakukan cuci tangan dapat menjadi salah satu
penyebabnya. Misalnya kurang bersih dalam mencuci tangan, sehingga masih terdapat
sisa bahan kimia yang menempel pada permukaan kulit (Fatma, 2007).
d. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD) adalah seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja
untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari potensi bahaya kecelakaan
8
kerja. Pekerja yang tidak menggunakan APD memiliki resiko mengalami dermatitis
kontak lebih besar dari pekerja yang selalu menggunakan APD (Fatma, 2007).
e. Riwayat penyakit kulit
Individu yang memiliki riwayat penyakit kulit akan mudah terserang, hal tersebut akan
meningkatkan kerentanan terjadinya dermatitis karena adanya penurunan ambang
batas terjadinya dermatitis akibat kerusakan fungsi barrier kulit dan perlambatan
proses penyembuhan (Djuanda, 2011).
f. Faktor psikologis
Ketidakcocokan pengelolaan perusahaan sering membuat konflik di antara pegawai
dan dapat menimbulkan gangguan pada kulit seperti neurodermatitis (Djuanda, 2011).

2.2.2 Faktor Eksternal


a. Faktor Kimiawi
Dermatitis kontak iritan sering terjadi akibat paparan terhadap bahan yang
bersifat iritan. Faktor penyebab terbanyak adalah agen kimia yang terdiri dari 4
kategori:
- Iritan primer-asam, basa, pelarut lemak, deterjen, garam-garam logam (arsen, air
raksa, dan lain-lain).
- Sensitizer; logam dan garam-garamnya (kromium, nikel, kobal, dan lain-lain).
- Agen-agen aknegenik-naftalen dan bifenil klor, minyak mineral, dan lain-lain.
- Photosensitizer-antrasen, pitch, devirate asam benzoate, hidrokarbon aromatic,
pewarna akridin, dan lain-lain (Hardyanti, 2015).
b. Faktor Mekanis
Gesekan, tekanan dan trauma menyebabkan hilangnya lapisan (barrier)
sehingga memudahkan terjadinya infeksi sekunder. Penekanan kronis menimbulkan
penebalan kulit seperti pada kuli-kuli bangunan dan pelabuhan (Hardyanti, 2015).
c. Faktor Fisika
Iritasi kulit dapat disebabkan oleh beberapa faktor mekanis dan fisika
diantaranya suhu panas, suhu dingin, uap panas, dan sinar matahari beserta radiasi
lainnya. Jika kelembaban turun dan suhu lingkungan naik maka akan memperberat
kontak iritasi basa kuat dan asam kuat, sabun, deterjen dan bahan kimia lainnya yang
mempermudah kejadian dermatitis kontak iritan bila kontak dengan kulit. Bila
kelembaban turun dan suhu lingkungan naik dapat menyebabkan kekeringan pada
kulit sehingga mempermudah bahan kimia untuk mengiritasi kulit dan lebih mudah
terkena dermatitis (Ferdian, 2013).
9
d. Faktor Biologis
Bakteri, virus, jamur, serangga, kutu, cacing menyebabkan penyakit pada
karyawan pelabuhan, rumah potong, pertambangan, peternakan, tukang cuci dan lain-
lain (Hardyanti, 2015).

2.3 Jenis Pekerjaan yang Berisiko Menyebabkan Penyakit Kulit Akibat Kerja
2.3.1 Berdasarkan Jenis Paparan
Berdasarkan jenis paparan (Wahyudi, 2005).

Paparan Penyakit Pekerja yang Beresiko Pekerja yang Beresiko


Kulit

Bahan Kimia Semua pekerja Dermatitis kontak iritan, dermatitis


kontak alergi

Bekerja di konstruksi, getah Keloid, perubahan pigmen


karet, logam, dan masonry pascainflamasi, penyebaran lesi
workers dengan adanya lichen planus dan
psoriasis (Koebner’s
phenomenon)

Sinar Matahari Pekerja lapangan (kerja Actinic keratosis, karsinoma (sel


telekomunikasi, nelayan, basal, sel squamous), melanoma,
perkerja pos, dan pekerja kulit terbakar, dermatitis
konstruksi) fotoalergik, melanosis, lupus
eritomatus sistemik, granuloma
anulare, rosasea

Panas Penggali tambang, pekerja Miliaria, folikulitis, tinea pedis


lapangan

Dingin Pelaut dan nelayan, pekerja Reynaud’s disease, urtikaria,


lapangan xerosis

Moisture Koki, bartender, tukang cuci, Dermatitis kontak iritan,


penata rambut paronychia

Rhusgenus Pekerja lapangan, pemadam Dermatitis kontak alergi, urtikaria


(poison kebakaran, pekerja lading
oak,
poison ivy)
10

Listrik Tukang listrik, pekerja Terbakar, nekrosis kulit


telekomunikasi, pekerja
konstruksi

Radiasi ion Pekerja radiografi, pekerja Kanker kulit, dermatitis radiasi


pada industri energi nuklir kronik dan akut, alopesia,
kerusakan kuku.

2.3.2 Jenis pekerjaan yang menyebabkan dermatitis berdasarkan jenis allergen


nya
Pekerjaan berdasarkan jenis alergen (djuanda,2003) :

Artis Acrylic, vinyl acrylic resins, epoxy dan Produk kosmetik, hair spray
polyester resins, benzene, toluene, rambut
astone, turpentine, nikel, cromium, clay,
plester

Tukang Qunine, resorcin, merkuri, nikel, Serbuk besi, insektisida


Pangkas paraphenylendiamine, capsicum,
arsenic, sulfur

Tukang Mahogany, rosewood, nichel, rubber, Serpihan kayu, serpihan besi


Kayu polishes, turphentine, plastics

Tukang Sabun, deterjen, sayur-sayuran (bawang Bahan makanan, bahan


masak putih, bawang merah, wortel, kentang) pencuci piring

Dokter gigi Benzalconium klorida, sabun, deterjen, Antiseptic, bahan bahan


acrylic monomer, anastesi (procain), kimia pembuatan gigi, bahan
eucalyptol, mentol, formaldehyde anastesi

Tukang Tanaman, arsenik, insektisida, tungau Bahan insektisida, serbuk


Kebun debu, formaldehid, tulip, narcissus, bunga
primula, manure

Penata Paraphenylendiamine, sabun, peroksida, Bahan kimia hair spray,


Rambut amonium, thioglycolate, parfum, nikel, parfum
plastic

Pelukis Turpentine, arsenik, cat warna, benzen, Cat pewarna, aseton,


tiner, formaldehid, polyester
11

Ahli Bedah Merkuri, hexaklorophen, lateks, prokain, Antiseptic, iodin, bahan


formaldehid, polimer anastesi, obat obatan

2.4 Jenis Penyakit Kulit Akibat Kerja dan Tatalaksana Penyakit Kulit Akibat Kerja

2.4.1 Dermatitis Kontak Alergi

Dermatitis kontak alergi adalah hipersensitivitas tipe lambat, hasil dari kontak
kulit dengan alergen yang spesifik pada orang-orang yang mempunyai sensitivitas yang
spesifik terhadap alergen tersebut. Reaksi alergi tersebut menyebabkan inflamasi pada
kulit yang bermanifestasi eritema, edema, dan vesikel (Hogan D.J, 2011).

Dermatitis kontak alergi dapat terjadi bila bahan seperti lateks dan nikel, sebagai
hapten berikatan dengan protein pembawa di kulit dan menimbulkan dermatitis kontak
alergi Tipe IV. Hapten bergabung dengan protein pembawa menjadi alergen lengkap.
Alergen lengkap difagosit oleh makrofag dan merangsang limfosit yang ada di kulit yang
mengeluarkan limfosit aktivasi faktor (LAF). Sel limfosit kemudian berdiferensiasi
membentuk subset sel limfosit T memori (sel Tdh) dan sel limfosit T helper dan sel T
suppresor. Sel T memori ini bila menerima informasi alergen yang sudah dikenal masuk
ke dalam kulit, maka sel Tdh akan mengeluarkan limfokin (faktor sitotoksis, faktor
inhibisi migrasi, faktor kemotaktik dan faktor aktivasi makrofag. Dengan dilepaskannya
berbagai faktor ini maka akan terjadi pengaliran sel mast dan sel basofil ke arah lesi dan
timbullah proses radang yang merupakan manifestasi reaksi dermatitis kontak alergi
(Siregar, 1996).

Dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) paling sering, yakni sekitar 90%,
menyerang tangan. Ini berpengaruh pada gejala dan perasaan seseorang. Misalnya, rasa
gatal dan sakit pada waktu melaksanaan pekerjaan, serta rasa kurang nyaman pada waktu
melayani seseorang ketika menggunakan tangan (Sularsito dan Djuanda, 2007).

Gejala yang biasanya timbul pada dermatitis yaitu gatal, eritema edema dan
terkadang terjadi eksudasi. Pada penderita biasanya ada riwayat kontak dengan bahan-
bahan yang berhubungan dengan riwayat pekerjaan seperti nikel, kromat dll. Pada pasien
tertentu kadang ditemukan riwayat dermatitis atopik atau riwayat atopi pada diri dan
keluarga.
12
Pemeriksaan Fisik didapatkan pada lokasi dan pola kelainan kulit sesuai pekerjaan
atau paparan seseorang terhadap suatu bahan yang bersifat alergen misalnya pada pekerja
yang mengharuskan memakai jam tangan lesi hanya pada area tersebut.

Pemeriksaan penunjang jika diperlukan bisa dilakukan patch test atau Uji tempel,
digunakan untuk mengetahui hipersensitivitas terhadap suatu bahan yang kontak dengan
kulit. Menurut American Academy of Allergy, Asthma, And Immunology bahwa uji
tempel ini merupakan golden standart untuk identifikasi dermatitis kontak. Melaksanaan
uji tempel dilakukan setelah dermatitisnya sembuh (tenang), setelah 3 minggu. Tempat
melakukan uji tempel biasanya di punggung, dapat pula di bagian luar lengan atas. Bahan
uji diletakkan pada sepotong kain atau kertas, ditempelkan pada kulit yang utuh, ditutup
dengan bahan impermeable, kemudian direkat dengan plester. Setelah 48 jam dibuka.
Reaksi dibaca setelah 48 jam (pada waktu dibuka).

Hasil positif dapat berupa eritema dengan urtika sampai vesikel atau bula. Penting
dibedakan, apakah reaksi karena alergi kontak atau karena iritasi, sehubungan dengan
konsentrasi bahan uji terlalu tinggi. Bila oleh karena iritasi reaksi akan menurun setelah
48 jam (reaksi tipe decrescendo), sedangkan reaksi alergi kontak makin meningkat
(reaksi tipe crescendo).Hasil dapat berupa: tidak ada reaksi (0),eritema (+), eritema dan
papul (++), eritema, papula dan vesikula (+++), edema yang jelas dan vesikula (++++).

Tata laksana :
a. Non Farmakologi :
Yang perlu diperhatikan pada pengobatan DKA adalah upaya pencegahan pajanan
ulang dengan alergen penyebab sangat penting. Pada umumnya kelainan kulit akan
mereda dalam beberapa hari (Menaldi, 2017).

b. Farmakologi :
Kortikosteroid jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada dermatitis kontak
alergi akut, misalnya dengan pemberian prednison 30mg/hari. Untuk topikal cukup
dikompres dengan larutan garam faal atau larutan asam salisilat (Menaldi, 2017).

2.4.2 Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis kontak iritan merupakan kelainan sebagai akibat pajanan dengan bahan
toksik non-spesifik yang merusak epidermis dan atau dermis. DKI terjadi karena
kerusakan organ kulit secara langsung (bukan suatu proses imunologis) akibat efek toksik
13
bahan yang bersifat kimiawi ataupun fisik yang menempel pada permukaan kulit. DKI
kronis terjadi karena iritan relatif, seperti sabun, pelarut, air, deterjen, minyak sintetis,
kerosen, formalin, merkuri anorganik, terpentin, dan lain-lain yang menempel pada kulit
dalam jangka waktu panjang dan berulang. Seringkali baru timbul bila ada faktor fisik
berupa abrasi, trauma kecil dan maserasi. Oleh karena itu sering disebut traumatic
dermatitis. Kelainan yang ditimbulkan adalah dalam beberapa hari bahkan sampai
beberapa bulan setelah terkena bahan penyebab, berupa hiperpigmentasi, hiperkeratosis,
likenifikasi, fisur dan kadang-kadang eritem serta vesikel. Kulit terasa gatal, tampak
kering, kasar, bersisik halus, kemerahan, menebal, kadang kulit pecah-pecah. Dermatitis
kontak oleh karena iritan absolut biasanya timbul seketika setelah berkontak dengan
iritan, dan semua orang akan terkena. Bahan iritan absolut seperti asam kuat, basa kuat,
garam logam berat dengan konsentrasi kuat (Sularsito dan Djuanda, 2007).

Pada kondisi tertentu di tempat kerja, yakni udara panas dan pengap, atau suhu
ruang yang amat dingin dan lain-lain dapat meningkatkan kepekaan kulit atau
memudahkan kulit pekerja terkena DKI. DKI itu sendiri adalah penyakit kulit yang
terjadi akibat menempelnya sesuatu bahan atau unsur yang disebut sensitizer pada
permukaan kulit. Untuk mengantisipasi hal ini perlu pembersih kulit yang tidak bersifat
iritatif atau melukai permukaan kulit. Untuk pencegahannya, perlu alat pelindung yang
tepat di tempat kerja, setelah dilakukan pengamatan oleh petugas yang berkompeten
(Sularsito dan Djuanda, 2007).

Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan, Biasanya


kelainan kulit timbul beberapa saat sesudah kontak pertama dengan kontaktan eksternal.
Penderita akan mengeluh rasa panas, nyeri atau gatal, keluhan bisa timbul diseluruh
bagian tubuh. Lesi berupa eritema numular sampai dengan plakat. Vesikel, bula sampai
erosi numular sampai plak. Pasien bekerja sebagai tukang cuci, juru masak, kuli
bangunan, montir, penata rambut

Pemeriksaan fisik didapatkan berdasarkan klasifikasi :

1. DKI akut:
a. Bahan iritan kuat : larutan asam sulfat (H2SO4) atau asam klorida (HCl), termasuk
luka bakar oleh bahan kimia.
b. Lesi berupa: eritema, edema, bula, kadang disertai nekrosis, berbatas tegas.

2. DKI akut lambat:


14
a. Gejala klinis baru muncul sekitar 8-24 jam atau lebih setelah kontak.
b. Bahan iritan yang dapat menyebabkan DKI tipe ini diantaranya adalah podofilin,
antralin, tretionin, etilen oksida, benzalkonium klorida, dan asam hidrofluorat.
c. Gejala : penderita baru merasa pedih keesokan harinya, pada awalnya terlihat eritema,
dan pada sore harinya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.

3. DKI kronis:
a. Penyebabnya adalah kontak berulang-ulang dengan iritan lemah (faktor fisis :
gesekan, trauma minor, kelembaban rendah, panas atau dingin, faktor kimia seperti
deterjen, sabun, pelarut, tanah dan bahkan air).
b. Kelainan baru muncul setelah kontak dengan bahan iritan berminggu-minggu atau
bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian sehingga waktu dan rentetan kontak
merupakan faktor penting.
c. Kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang
mengalami kontak terus-menerus dengan deterjen
Tata laksana :
a. Non Farmakologi :
Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan,
baik yang bersifat mekanik, fisik atau kimiawi serta menyingkirkan faktor yang
memperberat. Pemakaian alat perlindungan yang adekuat diperlukan bagi mereka
yang bekerja dengan bahan iritan sebagai upaya pencegahan (Menaldi, 2017).
b. Farmakologi :
Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid
topikal, misalnya hidrokortison, atau untuk kelainan yang kronis dapat diawali
dengan kortikosteroid dengan potensi kuat (Menaldi, 2017).

2.4.3 Vitiligo Akibat Kerja

Salah satu bentuk vitiligo yang khas dan telah diklasifikasikan adalah vitiligo
akibat pekerjaan atau vitiligo kontak. Bentuk dari vitiligo ini unik awal mulanya ia
bermunculan memiliki korelasi yang lurus terhadap paparan zat kimia tertentu di tempat
bekerja dengan lingkungan, seperti aromatik atau turunan alifatik dari fenol dan ketekol.
15
Penggunaan atau pemakaian atau pemajanan terhadap parabutilfenol, para amil fenol,
hidrokuinon atau eter monobenzil atau monobutil (Hoesin,2011).

Adanya percobaan yang membuktikan bahwa zat kimia tertentu membuktikan


bahwa zat kimia tertentu memiliki toksisitas selektif terhadap melanosit, dan
bertanggungjawab terhadap melanosit dan bertanggung jawab terhadap kejadian vitiligo.
Depigmentasi tercetus pada jumlah yang signifikan pada orang yang bekerja dengan atau
terekspos dengan turunan fenol dan katekol. Depigmentasi kulit oleh pekerja disebutkan
bahwa para pekerja menggunakan sarung tangan karet selama ia bekerja di perusahaan
yang memproses kulit mempunyai depigmentasi pada area tangan dan lengan yang
tertutup dengan sarung tangan tersebut. Selanjutnya patch test yang dilakukan dengan
menggunakan monobenzyl ether of hydroquinone (MBEH), salah satu komponen pada
sarung tangan menyebabkan reaksi positif hanya pada pekerja yang terkena
(Hoesin,2011).

Vitiligo dikategorikan sebagai suatu kelainan pigmentasi akibat hilangnya


melanosit yang aktif sehingga menyebabkan gambaran bercak putih pada kulit. Bercak
putih yang timbul bervariasi dalam hal bentuk dan ukuran, serta seringkali simetris. Lesi
awal banyak dijumpai padatangan, lengan, kaki dan wajah(Halder dan Taliaferro, 2008).
Lokasi vitiligo tersering adalah wajah, dada atas, dorsal tangan, aksila dan lipatan paha.
Lesi juga dapat muncul pada area trauma (Yaghoobi dkk.,2011).

Pada Pemeriksaan Fisik didapatkan Gambaran klinis utama vitiligo yaitu


dijumpainya makula berwarna putih susu dengan depigmentasi yang relatif homogen dan
berbatas tegas

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah Pemeriksaan lampu wood


didapatkan gambaran seperti putih kapur

Diagnosis vitiligo didasarkan pada manifestasi klinis (Lotti dkk., 2008; Yaghoobi
dkk., 2011). Diagnosis vitiligo dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan lampu Wood 365
nm, dengan penampakan lesi yang semakin jelas (Halder dan Taliaferro, 2008).

Tata laksana :
a. Non Farmakologi :
• Obat salep dioleskan secara rutin sesuai anjuran.
• Menjaga higienitas
b. Farmakologi :
16
1. Kortikosteroid
a) clobetasol propionate 0,05% untuk 1-2bulan
b) hidrokortison krim 0,1% (menunjukkan daerah repigmentasi melanosit muncul
dendritik dan DOPA-positif)

2. Calcineurin inhibitor
a) salep tacrolimus 0,3%-0,1% (pertumbuhan melanosit)
b) Calcipotriol seconline
c) UV-B
d) PUVA
e) Surgical : grafting,melanocyte transplant

2.4.4 Luka Bakar


Luka bakar pada umumnya merupakan salah satu keadaan yang terjadi akibat
kecelakaan terkenanya permukaan kulit dengan panas yang diakibatkan oleh benda panas,
listrik atau zat bersifat membakar dari bahan kimia (asam kuat dan basa kuat) dan radiasi
(sinar). Kasus luka bakar sering terjadi pada kecelakaan yang terjadi di industri yang
disebabkan oleh berbagai hal, contohnya zat kimia yang dapat menyebabkan 2 sampai
11% dari semua kasus luka bakar dan menyebabkan hingga 30% kematian yang berkaitan
dengan luka bakar. Luka bakar kimia bisa disebabkan oleh lebih dari 25.000
zat, kebanyakan di antaranya adalah basa keras (55%) atau asam keras (26%). Penyebab
umumnya meliputi: asam sulfat yang biasa ditemukan pada pembersih toilet, sodium
hipoklorit yang biasa ditemukan pada pemutih, dan hidrokarbon berhalogen yang biasa
ditemukan pada penghilang cat. Asam hidrofluorida bisa menyebabkan luka bakar dalam
yang mungkin tidak menimbulkan gejala hingga beberapa saat setelah terpapar. Asam
format bisa menyebabkan kerusakan sel darah merah dalam jumlah besar.

Gejala yang timbul yaitu karakteristik luka bakar bergantung pada kedalamannya.
Luka bakar superfisial menyebabkan nyeri selama dua atau tiga hari, yang dilanjutkan
dengan pengelupasan kulit selama beberapa hari berikutnya. Individu yang menderita
luka bakar berat mungkin menunjukkan perasaan tidak nyaman atau mengeluhkan adanya
tekanan dibandingkan nyeri. Luka bakar yang mengenai seluruh lapisan kulit mungkin
sepenuhnya tidak sensitif terhadap sentuhan ringan atau tusukan Luka bakar superfisial
biasanya berwarna merah, sedangkan luka bakar berat bisa berwarna merah muda, putih
atau hitam
17
Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan kedalaman, mekanisme cedera,
luasan dan cedera lain yang diakibatkan oleh luka bakar tersebut. Klasifikasi yang paling
umum digunakan adalah yang berdasarkan kedalaman luka bakar

Ringan Sedang Berat

Dewasa <10% LPB Dewasa 10-20% LPB Dewasa >20% LPB

Usia muda atau tua < 5% Usia muda atau tua >10%
Usia muda atau tua 5-10% LPB
LPB LPB

<2% luka bakar yang 2-5% luka bakar yang mengenai >5% luka bakar yang
mengenai seluruh mengenai
seluruh lapisan kulit lapisan kulit seluruh lapisan kulit

Cedera tegangan tinggi Luka bakar tegangan tinggi

Diketahui menderita cedera


Kemungkinan cedera inhalasi
inhalasi

Luka bakar signifikan pada


Luka bakar melingkar muka,
persendian, tangan dan kaki

Masalah kesehatan lainnya Cedera yang berkaitan

Penatalaksanaan pasien luka bakar sesuai dengan kondisi dari pasien, mencakup
penanganan awal (ditempat kejadian), penanganan pertama di unit gawat darurat,
penanganan diruang intensif atau bangsal. Tindakan yang diberikan antara lain adalah
terapi cairan, fisioterapi dan psikiatri. Pasien dengan luka bakar memerlukan obat-obatan
topikal. Pemberian obat-obatan topikal anti mikrobial bertujuan tidak untuk mensterilkan
luka akan tetapi akan menekan pertumbuhan mikroorganisme dan mengurangi
kolonisasi, dengan memberikan obat-obatan topikal secara tepat dan efektif dapat
mengurangi terjadinya infeksi luka dan mencegah sepsis.
2.4.5 Kanker Kulit

Kanker kulit adalah jenis kanker yang tumbuh di jaringan kulit. Kondisi ini
ditandai dengan perubahan pada kulit, seperti munculnya benjolan, bercak, atau tahi lalat
dengan bentuk dan ukuran yang tidak normal. Ada tiga jenis kanker kulit yang paling
sering terjadi, yaitu:
18
1. Karsinoma sel basal, yaitu kanker kulit yang berasal dari sel di bagian terdalam dari
lapisan
2. Karsinoma sel skuamosa, yaitu kanker kulit yang berasal dari sel di bagian tengah dan
terluar dari epidermis.
3. Melanoma, yaitu kanker kulit yang berasal dari sel penghasil pigmen kulit (melanosit)
Pada penyakit akibat kerja penyebab dari kanker kulit adalah radiasi atau paparan
terhadap zat zat kimia yang berbahaya dan karsinogenik seperti arsen dan Policylic
Aromatic Hydrocarbons.
Gejala atau tanda kanker kulit umumnya muncul pada bagian tubuh yang sering
terpapar bahan seperti wajah, telinga, leher, lengan, atau  tungkai. Dalam mendiagnosis
kanker kulit, dokter akan melakukan pemeriksaan kulit untuk melihat kelainan yang
terjadi. Pemeriksaan dilakukan terhadap bentuk, ukuran, warna, hingga tekstur kulit.
Melalui pemeriksaan ini, dokter dapat menentukan apakah perubahan tersebut
disebabkan oleh kanker atau penyakit lain.
Untuk memastikan diagnosis, dilakukan biopsi kulit. Biopsi dilakukan dengan
mengangkat sampel jaringan kulit, kemudian diperiksa di laboratorium. Bila kelainan
kulit yang terjadi adalah akibat kanker akan ditentukan tingkat keparahan atau stadium
kanker kulit yang dialami penderita. Dapat dilakukan pemeriksaan lain, seperti CT scan,
MRI, atau biopsi kelenjar getah bening, untuk melihat penyebaran sel kanker.
Terapi pada kanker kulit terdiri dari terapi pembedahan dan non pembedahan.
Terapi pembedahan terdiri dari pembedahan dengan eksisi, pembedahan dengan
menggunakan teknik Mohs Micrographic Surgery (MMS), kuretase, cautery,
cryosurgery.

2.5 Pencegahan Penyakit Kulit Akibat Kerja 


2.5.1 Pencegahan Primer
a. Peningkatan kesehatan misalnya dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi,
segera membersihkan diri setelah bekerja.
b. Mengganti bahan-bahan yang membuat resiko terjadinya penyakit kulit dengan bahan
yang lebih aman, tanpa mengurangi kualitas hasil pekerjaan maupun mutunya.
c. Pemberian ventilasi udara yang memadai supaya sirkulasi udara tetap terjaga.
19
d. Menggunakan alat pelindung diri (APD), alat ini dapat berbentuk pakaian, topi,
pelindung kepala, sarung tangan, sepatu yang tertutup, masker, kaca mata dan lain
sebagainya.
e. Pemeriksaan kesehatan secara rutin. Hal ini bertujuan untuk mencari faktor penyebab
yang menimbulkan gangguan maupun kelainan kesehatan tenaga kerja, serta
mencegah terjadinya komplikasi.
f. Membaca dengan baik informasi sebelum bekerja supaya pekerja dapat mengetahui
dan berhati-hati terhadap berbagai kemungkinan saat bekerja.

2.5.2 Pencegahan Sekunder


a. Pendidikan dan penyuluhan tentang K3, dilaksanakan secara teratur.
b. Mengidentifikasi kemungkinan zat yang dapat membahayakan atau dapat membuat
iritasi pada kulit.

2.5.3 Pencegahan Tersier


a. Mengistirahatkan pekerja yang sedang sakit.
b. Melakukan pemindahan pekerja dari tempat yang terpajan.
c. Melakukan pemeriksaan berkala untuk evaluasi penyakit.

2.6 Pelayanan Penyakit Akibat Kerja


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 tahun 2016
tentang Penyelenggaraan Pelayanan Penyakit Akibat Kerja, pelayanan penyakit akibat
kerja meliputi diagnosis dan tatalaksana penyakit. Penegakan diagnosis meliputi :

1. Penegakan diagnosis klinis


2. Penentuan pajanan yang dialami pekerja di tempat kerja
3. Penentuan hubungan antara pajanan dengan penyakit
4. Penentuan kecukupan pajanan
5. Penentuan faktor individu yang berperan
6. Penentuan faktor lain di luar tempat kerja
7. Penentuan diagnosis okupasi

Penegakan diagnosis bertujuan untuk menentukan seorang pekerja terkena


penyakit akibat kerja dan jenis penyakit akibat kerja. Sedangkan tatalaksana meliputi
tatalaksana medis dan tatalaksana okupasi. Tatalaksana medis dilakukaan sesusai standar
profesi, standar pelayanan, dan standar operasional prosedur. Tatalaksana okupasi terdiri
atas tatalaksana okupasi pada komunitas dan individu yang meliputi :
20
1. Pelayanan pencegahan penyakit akibat kerja
2. Pelayanan penemuan dini penyakit akibat kerja
3. Pelayanan kelaikan kerja
4. Pelayanan kembali bekerja
5. Pelayanan penentuan kecacatan

Pada pasal 6 dijelaskan bahwa penyelenggaraan pelayanan penyakit akibat kerja


dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama atau fasilitas pelayanan
kesehatan rujukan tingkat lanjutan. Pelayanan penyakit akibat kerja di fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama dilaksanakan oleh dokter dengan kompetensi tambahan terkait
penyakit akibat kerja yang diperoleh melalui pendidikan formal atau pelatihan.
Pelayanan penyakit akibat kerja di fasilitas pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan
dilaksanakan oleh dokter spesialis kedokteran okupasi. Sedangkan sarana dan prasarana
dalam penyelenggaraan pelayanan penyakit akibat kerja paling sedikit terdiri atas:

1. Dokumen rekam medis


2. Alat pemeriksaan fisik
3. Alat penanganan emergensi

BAB III
3.1. Kesimpulan
Industrialisasi yang menunjang pembangunan memiliki dampak positif dan negatif,
salah satu dampak negatif ialah penyakit kulit akibat kerja. Penyakit kulit akibat kerja ini
dapat mengganggu kualitas personal/pekerja hingga dapat berdampak pada produksi
suatu industri.
21
Penyakit kulit akibat kerja dapat dipicu oleh faktor internal yang meliputi segala hal
yang berkaitan dengan personal/pekerja itu sendiri, dan juga faktor eksternal seperti zat-
zat dan lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap para pekerja. Pekerjaan yang
berisiko menyebabkan penyakit kulit akibat kerja dibedakan berdasarkan jenis paparan
dan allergennya.
Dermatitis kontak alergi, dermatitis kontak iritan, vitiligo akibat kerja, dan dermatitis
radiasi merupakan penyakit kulit akibat kerja yang biasanya muncul. Terapi non
farmakologi pada kasus-kasus tersebut memfokuskan tindakan yang dapat meminimalisir
terjadinya kontak antara personal dan pencetus. Sedangkan terapi farmakologi
difokuskan untuk meredakan gejala-gejala yang ada.
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara memperhatikan beberapa aspek seperti
kesehatan pekerja, APD, dan juga bahan-bahan yang membuat resiko terjadinya penyakit
kulit. Dalam memaksimalkan pecegahan, pendidikan dan penyuluhan tentang K3 juga
sangat penting untuk dilakukan.

3.2. Saran
Pada saat pembuatan makalah Penulis menyadari bahwa banyak sekali kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan. Dengan sebuah pedoman yang bisa dipertanggungjawabkan
dari banyaknya sumber penulis akan memperbaiki makalah tersebut . Oleh sebab itu,
penulis harapkan kritik serta sarannya mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan
di atas.

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, A. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.

Fatma, et al,. 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak pada
Pekerja di PT Inti Pantja Press Industri. FKM UI. Depok.
22
Ferdian, R. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Pada Pekerja Pembuat Tahu Di Wilayah Kecamatan Ciputat Dan Ciputat Timur
Tahun 2012. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Hardianty, S. 2015. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gejala Dermatitis Kontak


Pada Pekerja Bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan Tahun 2015. Skripsi.
Universitas Sumatera Utara. Sumatera

Jeyaratnam, J. 2009. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja. Penerbit Buku Kedokteran : EGC.
Jakarta.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2016 Penyelenggara
Pelayanan Penyakit Akibat Kerja. Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tahun
2016.
Retnoningsih, A. 2017. Analisis Faktor-Faktor Kejadian Dermatitis Kontak Pada Nelayan.
Skripsi. Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang.

Anda mungkin juga menyukai