Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS BESAR

ERITRODERMA EC. PSORIASIS


VULGARIS

PEMBIMBING :
DR. SUKMA ANJAYANI, M.KES, SP.KK
IDENTITAS

• Nama Pasien : Tn. M


• Umur : 45 tahun
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Alamat : Desa Parigi, Kabupaten
Parigi Moutong
• Agama : Islam
• Pekerjaan : IRT
• Suku / bangsa : Kaili
• Status Perkawinan : Sudah menikah
• Tanggal Pemeriksaan : 06 Desember 2017
• Tanggal Pulang : 08 Desember 2017
ANAMNESIS
• Keluhan utana : Gatal mengelupas pada tangan dan kaki
• Riwayat Penyakit Sekarang : Dialami sejak kurang lebih 4 tahun yang
lalu, sebelumnya pasien pernah dirawat di ruangan Kutilang 6 bulan
yang lalu dengan keluhan yang sama dan mulai mereda saat di
Rumah Sakit tapi kembali muncul dan memberat. Keram-keram (-),
demam (-). Pasien sudah lupa sejak kapan mulai mengalami keluhan
tersebut tapi pada awalnya pasien mengeluh gatal dibagian
belakang kemudian pasien mengkonsumsi obat deksametason
selama kurang lebih 4 tahun yang dibeli sendiri sejak 7 tahun yang lalu
pasien mulai berhenti mengkonsumsi obat deksametason karena
pasien mulai mengalami efek samping dari obat deksametason seperti
bengkak diseluruh badan dan sesak napas. Setiap kali berhenti
mengkonsumsi obat deksametason pasien mengeluh demam dan
gatal diseluruh badan kemudian keluhan gatal berlanjut sampai
sekarang. Pasien pernah mengalami hal yang sama tahun 2004 dan
sembuh dengan pengobatan. Pasien tidak menderita DM, HT,
maupun penyakit kongenital. Tidak ada anggota keluarga yang
mengalami penyakit serupa dengan pasien. Pasien mengaku adalah
seorang petani yang keseharianya bekerja dibawah teriknya
matahari. Pasien mengaku tidak ada masalah sosial maupun faktor
stres dalam hidup pasien, dan pasien tidak pernah mengkonsumsi
alkohol.
PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Generalis :
• Kesadaran Umum : Sakit ringan
• Status Gizi : Baik
• Kesadaran : Compos Mentis
2. Tanda-tanda vital :
• TD :120/80 mmHg
• Nadi : 86 x/ menit
• Respirasi : 20 x/menit
• Suhu : 36,3 derajat
3. Kepala :
• Sklera : Ikterik (-)
• Konjungtiva : Anemis (-)
• Bibir : Sianosis (-)
4. Jantung / paru : dalam batas normal
5. Abdomen : dalam batas normal
6. Ekstremitas : dalam batas normal
STATUS DERMATOLOGI
• Lokasi : Generalisata
• Ukuran : Plakat
• Effloresensi : Tampak plak eritematosa, disertai skuama putih yang berlapis
RESUME

• Seorang lak-laki berumur 45 tahun datang dengan keluhan pruritus


dan mengelupas pada tubuh dialami sejak kurang lebih 4 tahun
yang lalu, pernah dirawat di ruangan Kutilang 6 bulan yang lalu
dengan keluhan yang sama, kembali muncul dan memberat.
Keram-keram (-), demam (-). Awalnya pasien mengeluh gatal
dibagian belakang kemudian pasien mengkonsumsi obat
deksametason selama kurang lebih 4 tahun yang dibeli sendiri sejak
7 tahun yang lalu. Pasien mulai berhenti mengkonsumsi obat
deksametason karena mengalami efek samping dari obat
deksametason seperti bengkak diseluruh badan dan sesak napas.
Setiap berhenti mengkonsumsi obat deksametason pasien
mengeluh demam dan gatal diseluruh badan kemudian keluhan
gatal berlanjut sampai sekarang. Pernah mengalami hal yang sama
tahun 2004 dan sembuh, tidak menderita DM, HT, maupun penyakit
kongenital. Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit
serupa dengan pasien. Pasien mengaku adalah seorang petani
yang keseharianya bekerja dibawah teriknya matahari. Pasien
mengaku tidak ada masalah sosial maupun faktor stres dalam
hidup pasien, dan pasien tidak pernah mengkonsumsi alkohol.
CONT”

• Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tanda vital; TD


120/80 mmHg, Nadi 86 x/ menit, Respirasi 20
x/menit, Suhu 36,3 derajat.
• Pada status dermatologis, Tampak plak
eritematosa, disertai skuama putih yang berlapis,
yang gatal dan lokasi generalisata.
DIAGNOSIS KERJA
• Eritroderma ec. Susp. Psoriasis Vulgaris

DIAGNOSIS BANDING
• Eritroderma ec. Susp. Dermatitis Seboroik

ANJURAN PEMERIKSAAN
• Pemeriksaan Histopatologi
PENETALAKSANAAN

- TOPIKAL :
- SISTEMIK : Antifungal: miconazole cr 10 gr
IFVD RL 20 tpm Kortikosteroid : deksoximethason
Gentamicin inj/12 jam/Intra cr 15 gr
Vena Antibiotik : Fuson 10 gr (Asam
Ranitidin inj/12 jam/Intra Vena fusidat)
Interhistin 2x1 (Mebhydroline Keratolitik : Asam Salisilat 3%
Napadisylate 50 mg) Keratolotik : Sulfur PP 5%
Vit c 25 mg 2x1/ Oral (25-300 Vaselin ad 50 (omolien)
mg) Mf. Zalf da in pot No.I
S u.e (pagi-sore)
PADA FOLLOW UP HARI RABU TANGGAL 06 SAMPAI
DENGAN HARI JUMAT TANGGAL 08, DESEMBER, 2017
PEMBAHASAN

DIAGNOSIS PADA PASIEN INI

ANAMNESIS PEMERIKSAAN FISIK PEM. PENUNJANG

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, ditegakkan diagnosis


banding eritroderma et causa suspek psoriasis vulgaris dan
eritroderma et causa suspek dermatitis seboroik.
CONT:

• Eritroderma disebut juga exfoliative dermatitis didefinisikan


sebagai suatu kelainan kulit yang ditandai dengan adanya
eritem dan skuama yang meliputi hampir seluruh tubuh (lebih
dari 90 % luas permukaan tubuh). Mula-mula timbul bercak
eritema yang dapat meluas ke seluruh tubuh dalam waktu
12-48 jam. Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah lipatan,
kemudian menyeluruh. Dapat juga mengenai membrane
mukosa, terutama yang disebabkan oleh obat.
CONT”

• Skuama timbul setelah 2-6 hari, sering mulai di daerah


lipatan. Skuamanya besar pada keadaan akut, dan kecil
pada keadaan kronis. Warnanya bervariasi dari putih
sampai kuning. Kulit merah terang, panas, kering dan kalau
diraba tebal. Pasien mengeluh kedinginan.1 Hal ini adalah
suatu pola reaksi kulit yang dapat memperberat kondisi
kulit yang mendasari. Penyebab eritroderma dapat berupa
perluasan penyakit kulit yang ada sebelumnya seperti
psoriasis, dermatitis atopik dan dermatitis seboroik, juga
disebabkan oleh alergi obat, penyakit sistemik termasuk
keganasan.(1,2)
CONT:

• Diagnosis eritroderma pada kasus

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan kulit


tampak plak eritema, eritematous, disertai skuama putih
yang berlapis hampir pada seluruh tubuh. Awalnya pasien
mengeluh bercak merah bersisik timbul di kedua telapak
tangan, dada, punggung, perut, lengan, hingga tungkai.
Kulit terasa menebal, panas dan gatal, hal ini sesuai dengan
kepustakaan yang ada tentang gejala suatu eritroderma
yaitu terdapatnya eritema dan skuama di seluruh tubuh atau
hampir seluruh tubuh
Eritroderma merupakan kondisi kulit yang serius. Pada
sebagian besar kasus, pria sering terkena dibanding
wanita, dengan perbandingan (2-4 : 1), dan biasanya
terjadi pada usia umur rata-rata 40-60 tahun. Pada tahun
2001, Hasan dan Jansen melaporkan kejadian
eritroderma di Netherlands sekitar 1-2 per 100 000
penduduk.

Sesuai kepustakaan, sehingga pada pasien ini


termasuk dalam kelompok umur dan jenis
kelamin penderita eritroderma terbanyak.
Eritroderma dapat disebabkan oleh akibat alergi obat
secara sistemik, perluasan penyakit kulit, penyakit sistemik
termasuk keganasan. Diagnosa banding eritroderma paling
banyak adalah dermatitis spongiosa (20-24%), psoriasis
(23%), reaksi hipersensitivitas obat (15%), cutaneus T-cell
lymphoma (5%), dan idiopatik (20%).
CONT”

Patogenesis eritroderma sampai saat ini masih belum jelas.


Namun diketahui adanya interaksi dari sitokin-sitokin dan
adanya adhesi molekul selular, termasuk interleukin-1,-2
dan-8, Intracelluler Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) dan
Tumor Necrosis Factor (TNF). Interaksi inilah yang 
peningkatan turnover epidermal sehingga  terjadinya
peningkatan aktivitas mitosis dan jumlah sel-sel
germinativum pada kulit. Penyakit tersebut berpotensi
mengancam jiwa dan dapat menimbulkan komplikasi
yang serius antara lain gangguan keseimbangan elektrolit,
hipoproteinemia, dehidrasi, sepsis dan ketidakseimbangan
suhu.
Eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma yang
paling banyak ditemukan dan dapat disebabkan oleh
penyakit psoriasis maupun akibat pengobatan psoriasis yang
terlalu kuat dan lama. Lesi yang timbul umumnya sudah
sangat eritem dengan skuama yang semakin menebsal
secara universal.(6)

Pada kasus ini, pasien memiliki riwayat penggunaan obat


dexamethaxon golongan obat kortikosteroid dalam jangka
waktu lama. Kortikosteroid diketahui memiliki efek
imunosupresan dan anti-inflamasi. Kortikosteroid dapat
menurunkan permeabilitas kapiler karena obat ini
menurunkan efek enzim proteolitik sehingga mencegah
kehilangan plasma ke dalam jaringan. Selain itu kortikosteroid
menghilangkan pembentukan prostaglandin dan leukotrien
yang meningkatkan vasodilatasi sehingga menyebabkan
vasokontriksi pembuluh darah jika dioleskan langsung ke
pembuluh darah dan mengurangi mobilitas sel darah putih.
Hormone ini juga menekan system imun dengan menurunkan
reproduksi limfosit T, sehingga akan mengurangi proses
inflamasi pada jaringan tersebut.
Efek Samping Kortikosteroid Sistemik

Tempat Efek Samping


Saluran cerna Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi gaster, ulkus
peptikum/perforasi, pancreatitis, ilieitis regional, colitis ulseratif
Otot Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu
Sususan saraf pusat Perubahan kepribadian (euphoria, insomnia, gelisah, psikosis,
paranoid, hiperkinesis,
Tulang Osteoporosis, fraktur kompresi vertebrae, skoliosis, fraktur tulang
panjang
Kulit Hirsustisme, hipotrofi, strie atrofise, dermatoformis akneformis,
purpura, telangiektasis.
Mata Katarak subskapular posterior, glaukoma
Darah Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit, limfosit
Pembuluh darah Kenaikan tekanan darah
Kelenjar adrenal bagian korteks Atrofi, tidak bisa melawan stress
Metabolism protein, karbohidrat dan Kehilangan protein, hiperlipidemia, gula meninggi, obesitas,
lemak buffalo bump, perlemakan hati
Elektrolit Retensi Na/air, kehilangan kalium
Sistem imunitas Menurun, rentan terhadap infeksi, reaksi tuberculosis dan herpes
simpleks, keganasan
Psoriasis merupakan penyakit yang penyebabnya dari kelainan
genetik, sistemik, inflamasi dan berlangsung kronik, yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan. Lesi psoriasis
berupa skuama, patches eritem, papul dan plak, sering disertai
pruritus. Terdapat banyak faktor pencetus sehingga psoriasis
dapat berubah menjadi eritroderma psoriatik diantaranya
penggunaan kortikosteroid sistemik, sehingga kortikosteroid
sistemik dihindari pada pasien psoriasis. Penggunaan
kortikosteroid topikal super poten, phototerapy, penggunaan
ter dengan konsentrasi yang terlalu tinggi dan infeksi juga
dapat menyebabkan eritroderma psoriasis.(1)
• Pada kasus ini, awalnya pasien mengeluh bercak
merah bersisik timbul dilengan dan siku. Setelah minum
obat, pasien hanya merasa keluhan gatal berkurang
sementara kemudian kambuh kembali dan tidak
pernah sembuh total. Enam bulan lalu lalu bercak
merah bersisik menyebar ke kedua telapak tangan dan
terasa sangat gatal, kemudian pasien mengkonsumsi
obat deksametason selama kurang lebih 4 tahun yang
dibeli sendiri sejak 7 tahun yang lalu pasien mulai
berhenti mengkonsumsi obat deksametason karena
pasien mulai mengalami efek samping dari obat
deksametason seperti timbul ruam pada kulit, kulit
terasa menebal, panas dan gatal.
• Pada pasien ini diberikan terapi medikamentosa antagonis
reseptor H1 generasi kedua yaitu cetirizine 1x10mg/hari
sebagai antihistamin yang dapat mengurangi rasa gatal
pada pasien sehingga resiko untuk timbulnya ekskoriasi
karena garukan berkurang, dan resiko infeksi juga
berkurang, selain itu pasien diberikan terapi sistemik berupa
gentamisin injeksi karena dicurigai berhubungan dengan
infeksi stapylococcus B hemolyticus. Pasien juga mendapat
injeksi ranitidin 1 ampul/12 jam. Hal ini sesuai dengan teori
yang menyebutkan efek samping penggunaan
kortikosteroid terhadap saluran cerna bisa menyebabkan
hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi gaster, ulkus
peptikum/perforasi, pankreatitis, ileitis regional, colitis
ulseratif.
• Penggunaan Ranitidin pada pasien ini diberikan
sebagai histamin antagonis reseptor H2 yang
bekerja dengan cara menghambat kerja histamine
secara kompetitif pada reseptor H2, ranitidine akan
menurunkan produksi asam lambung tersebut
dengan cara memblok langsung sel penghasil
asam lambung, kemudian pasien diberikan ineristin
2 x 1 untuk mengurangi rasa gatal, diberikan juga
vitamin C untuk mengoptimalkan pertumbuhan
lapisan kulit.
Antibiotik sistemik diperlukan untuk pasien dengan infeksi sekunder
sistemik. Pasien tanpa adanya infeksi sekunder dapat juga memerlukan
terapi antibiotik sistemik seperti adanya kolonisasi bakteri dapat
menyebabkan eksaserbasi dari eritroderma. Sesuai kepustakaan, maka
pasien diterapi dengan antihistamin (cetirizine), serta kortikosteroid
topikal, topikal emolient lanolin dan vaselin yang dapat mengurangi
panas akibat vasodilatasi oleh eritem yang terjadi.(1,3,5)
CONT”

Prognosis eritroderma sangat tergantung pada


penyebab penyakitnya, pencegahan eritroderma
dapat dilakukan dengan menghindari pemberian
obat, penyakit sebelumnya yang mengakibatkan
eritroderma.(3) Catatan medis alergi harus diketahui
dari pasien, serta penghentian steroid sistemik pada
pasien psoriasis dan mencegah rebound-flares.
Edukasi pada pasien ini tentang penyakit yang
mendasari atau kemungkinan yang dapat
mempengaruhi eritroderma merupakan pencegahan
yang dapat dilakukan yaitu pasien dianjurkan untuk
makan makanan yang sehat, menjaga berat badan
ideal, tidak merokok dan menghindari stres (3)
DAFTAR PUSTAKA

• Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffel DJ, Wolff K editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. 8th ed. New York. McGrawHill;2012.p.309-47
• Wolff K and Johnson RA. Disorder Presenting in the Skin and Mucous
Membranes. In: Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology.6th ed. New York. McGrawHill: 2009. p. 48-50.
• Krueger JG, and Bowcock A. Psoriasis pathophysiology: current
concepts of pathogenesis. Ann Rheum Dis. 2005; 64: ii30-6.
• Djuanda A. Dermatosis Eritoskuamosa. In: Djuanda A, Hamzah M,
Aisah S editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 8th ed. Jakarta.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 2012.p.189-95.
• Wolff K and Johnson RA. Psoriasis. In: Fitzpatrick's Color Atlas and
Synopsis of Clinical Dermatology.6th ed. New York. McGrawHill: 2009. p.
53-71.
• Nestle FO, Kaplan DH, Barker J. Mechanisms of Disease Psoriasis. N Engl
J Med.2009;361:496-509.

Anda mungkin juga menyukai